BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar
Belakang Teori Belajar dan Pembelajaran
Dalam rangka meningkatkan kemampuan
pendidik, mereka harus memiliki dasar empiris yang kuat untuk mendukung profesi
mereka sebagai pengajar. Kenyataan yang ada, kurikulum yang selama ini diajarkan
di sekolah menengah kurang mampu mempersiapkan siswa untuk masuk ke perguruan
tinggi. Kemudian kurangnya pemahaman akan pentingnya relevansi pendidikan untuk
mengatasi masalah-masalah sosial dan budaya, serta bagaimana bentuk pengajaran
untuk siswa dengan beragam kemampuan intelektual.
Jerome S. Bruner, seorang peneliti
terkemuka, memberikan beberapa gambaran tentang perlunya teori pembelajaran
untuk mendukung proses pembelajaran di dalam kelas, serta beberapa contoh
praktis untuk dapat menjadi bekal persiapan profesionalitas para guru.
Berdasarkan penelitian Jerome S.Bruner, menjelaskan bahwa dari segi psikologis dan dari desain kurikulum pembalajaran sangatlah minim dibahas tentang teori pembelajaran. Teori pembelajaran yang sudah ada selama ini, hanya terfokus pada kepentingan teoritis semata. Sebagai contoh, pada saat membahas tentang teori perkembangan, seorang anak tidak diajarkan pengaruhnya terhadap tantangan sosial dan bagaimana pengalaman nyata yang nantinya akan dialami anak ketika berada di masyarakat. Masih banyak contoh-contoh lain, bagaimana sebuah teori pembelajaran tidak menyentuh aspek sosial dari murud, dan hal ini merupakan bentuk pembodohan secara intelektual dan tidak memiliki tangungjawab moral.
Berdasarkan penelitian Jerome S.Bruner, menjelaskan bahwa dari segi psikologis dan dari desain kurikulum pembalajaran sangatlah minim dibahas tentang teori pembelajaran. Teori pembelajaran yang sudah ada selama ini, hanya terfokus pada kepentingan teoritis semata. Sebagai contoh, pada saat membahas tentang teori perkembangan, seorang anak tidak diajarkan pengaruhnya terhadap tantangan sosial dan bagaimana pengalaman nyata yang nantinya akan dialami anak ketika berada di masyarakat. Masih banyak contoh-contoh lain, bagaimana sebuah teori pembelajaran tidak menyentuh aspek sosial dari murud, dan hal ini merupakan bentuk pembodohan secara intelektual dan tidak memiliki tangungjawab moral.
Dari permasalahan di atas, kita menyadari
bahwa, sebuah teori pembelajaran sebaiknya juga menyangkut suatu praktek untuk
membimbing seseorang bagaimana caranya siswa memperoleh pengetahuan dan
keterampilan, pandangan hidup, serta pengetahuan akan kebudayaan masyarakat
sekitarnya. Akan hal itu, perlu adanya penjelasan dan pembahasan terkait dengan
teori pembelajaran. Agar lebih spesifik dan terfokus, dalam makalah ini akan
hanya akan menguraikan dan menjelaskan satu dari beberapa teori pembelajaran
yang sudah ada, yaitu pada Teori Pembelajaran Kognitivistik. Dan dari
penjelasan ini nantinya diharapkan bisa memberikan pemahaman yang utuh dan
dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Dengan berbekal pemahaman yang utuh
terkait teori pembelajaran yang dijadikan sebagai pemahaman dasar dalam pembelajaran
diharapkan siswa dapat menerima pembelajaran yang akan kita sampaikan dengan
baik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Teori
Pembelajaran?
2. Apa pengertian Teori Kognitivisme dalam Pembelajaran ?
3. Siapakah Tokoh-tokoh
dalam Teori kognitivisme ?
4. Bagaimana pengaplikasi
teori Kognitivisme dalam Pembelajaran ?
5. Bagaimana Pandangan Teori Kognitif Tentang
Belajar ?
6. Apakah Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar
Kognitif ?
1.3 Tujuan
Masalah
- Mampu mengerti Teori Pembelajaran.
- Mampu mengerti Teori Kognitivisme dalam pendidikan.
- Mampu mengetahui tokoh Kognitivisme.
- Mampu mengetahui pengaplikasian Kognitivisme dalam Pembelajaran.
- Mampu mengetahui Pandangan Teori Kognitivisme Tentang Belajar.
- Mampu mengetahui Prinsip Dasar Teori Belajar Kognitif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Pembelajaran
Teori pembelajaran harus mampu
menghubungkan antara hal yang ada sekarang dengan bagaimana menghasilkan hal
tersebut. Teori belajar menjelaskan dengan pasti apa yang terjadi, namun teori
pembelajaran ’hanya’ membimbing apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan hal
tersebut.
Ada 4 hal yang terkait dengan teori
pembelajaran:
1. teori
pembelajaran harus memperhatikan bahwa terdapat banyak kecenderungan cara
belajar siswa, dan kecenderungan ini sudah dimiliki siswa jauh sebelum ia masuk
ke sekolah.
2. teori
ini juga terkait dengan adanya struktur pengetahuan. Ada 3 hal yang terkait
dengan struktur pengetahuan:
a. struktur
pengetahuan harus mampu menyederhanakan suatu informasi yang sangat luas.
b. struktur
pengetahuan tersebut harus mampu membawa siswa kepada hal-hal yang baru,
melebihi informasi yang telah dijelaskan.
c. struktur
pengetahuan harus mampu meluaskan cakrawala berpikir siswa, mengkombinasikannya
dengan ilmu-ilmu lain.
3. teori
pembelajaran juga terkait dengan hubungan yang optimal. Seorang guru harus
mampu mencari hubungan yang mudah tentang sesuatu yang akan diajarkan agar
murid lebih mudah menangkap informasi tersebut.
4. yang
terakhir, macam dari teori pembelajaran yang sudah ada, diantaranya :
a) Teori
Pembelajaran Deskriptif dan Perspektif
b) Teori
Pembelajaran Behavioristik
c) Teori
Pembelajaran Kognitivistik
d) Teori
Pembelajaran Humanistik
e) Teori
Pembelajaran Konstruktivistik
2.2 Pengertian Kognitivisme
Teori belajar kognitif lebih menekankan
pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia.
Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas
mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi
aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat
relatif dan berbekas.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui
pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau
lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan
lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi
adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai
kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis
berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya.
Di samping itu, teori ini pun mengenal
konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu
dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Teori
kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan individu adalah hasil
interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga menghasilkan perubahan
pengetahuan atau tingkah laku. Dalam pembelajaran pada teori ini dianjurkan
untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belum dapat berfikir
secara abstrak.
Dalam teori ini ada dua bidang kajian
yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar, yaitu:
- Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)[1]
- Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi kognitivistik, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu dengan jalan mengaitkan pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang sudah ada. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukkan keberhasilan mempelajari informasi pengetahuan yang baru.[2]
Teori ini juga menganggap bahwa belajar
adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan
pemahamannya. Sedangkan situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan
tingkah laku sangat ditentukan oleh proses berfikir internal yang terjadi
selama proses belajar. Pada prinsipnya, belajar adalah perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku (tidak selalu
dapat diamati)[3].
Dalam teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian dari situasi yang
terjadi dalam proses belajar saling berhubungan secara keseluruhan. Sehingga
jika keseluruhan situasi tersebut dibagi menjadi komponen-komponen kecil dan
mempelajarinya secara terpisah, maka sama halnya dengan kehilangan sesuatu
(reilly dan lewis, 1983)[4].
Sehingga dalam aliran kognitivistik ini
terdapat ciri-ciri pokok. Adapun ciri-ciri dari aliran kognitivistik yang dapat
dilihat adalah sebagai berikut:
a) Mementingkan
apa yang ada dalam diri manusia
b) Mementingkan
keseluruhan dari pada bagian-bagian
c) Mementingkan
peranan kognitif
d) Mementingkan
kondisi waktu sekarang
e) Mementingkan
pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak
dalam belajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang
mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau dihadirkan dalam diri
seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan
sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya
selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya
sendiri. Tempat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak
dapat dibawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu.
Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semua tanggapan-tanggapan, gagasan dan
tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang
mendengarkan ceritanya.
2.3 Tokoh-tokoh kognitivisme
Tokoh
dari teori tersebut antara lain Jean Peaget, Bruner, dan Ausebel, Robert M.
Gagne.
a.
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Pakar kognitivisme yang besar
pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan
kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan
bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i) anak itu di samping
meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya; (ii)
kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii)
kognisi itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat
genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai
dengan kemampuan dan upaya individu.
Teorinya memberikan banyak
konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan
konsep kecerdasan.
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari
guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta
didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif
Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan
orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan cara berfikir anak. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat
menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya. Bahan yang harus
dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Berikan peluang
agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak
hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetic, artinya proses yang didasarkan atas mekenisme biologis
dari perkembangan system syaraf. Semakin bertambah umur seseorang, makin
komplek susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya (Travers,
1976)[5].
Sehingga ketika dewasa seseorang akan mengalami adaptasi biologis dengan
lingkungannya yang menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif didalam
struktur kognitifnya. Piaget membagi proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu :
a) Asimilasi
Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh : seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian (informasi baru yang akan dipahami anak).
Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh : seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian (informasi baru yang akan dipahami anak).
b) Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah mengetahui prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah mengetahui prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
c) Equilibrasi
Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih, dan logis.
Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih, dan logis.
Piaget berpendapat bahwa belajar
merupakan proses penyesuaian, pengembangan dan pengintegrasian pengetahuan baru
ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang sebelumnya. Inilah
yang disebut dengan konsep schema/skema (jamak = schemata/schemata).
Sehingga hasil belajar/ struktur kognitif yang baru tersebut akan menjadi dasar
untuk kegiatan belajar berikutnya.[6]
Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui
oleh siswa yang terbagi kedalam empat tahap, yaitu :
1) Tahap
sensorimotor (anak usia lahir – 2 tahun)
2) Tahap
preoperational (anak usia 2 – 8 tahun)
3) Tahap
operational konkret (anak usia 7/8 – 12/14 tahun)
4) Tahap
operational formal (anak usia 14 tahun lebih)
Secara umum semakin tinggi tingkat
kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara
berfikirnya. Karena itu guru seharusnya
memahami tahap-tahap perkembangan kognitif aak didiknya, serta memberikan isi,
metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.
Piaget juga mengemukakan bahwa proses
belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui
siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap-tahap
lainnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan
kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang
sesuai dengan tahapannya.
v Teori
Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jarome Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat
perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner,
perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan,
terutama bahasa yang biasanya digunakan. Sehingga, perkembangan bahasa memberi
pengaruh besar dalam perkembangan kognitif (Hilgard dan Bower, 1981)[7]
Menurut Bruner untuk mengajarkan
sesuatu tidak usah menunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu.
Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan
padanya. Dengan kata lain, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan
dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal
dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang
sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi, tetapi disesuaikan
dengan tingkat perkembangan kognitif mereka, artinya menuntut adanya
pengulangan-pengulangan. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah
dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat
dihasilkan suatu kesimpulan (Free Discovery Learning). Dengan kata lain,
belajar dengan menemukan.
Implikasi Teori Bruner dalam Proses
Pembelajaran adalah menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan
atau suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya
dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan
mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya
dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dalam benaknya. Dari implikasi ini
dapat diketahui bahwa asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa setiap orang
telah memiliki pengetahuan dan pengalaman didalam dirinya yang tertata dalam
bentuk struktur kognitif, yang kemudian mengalami tahap belajar sebagai
perubahan persepsi dan pemahaman dari apa yang aia temukan.
Teori ini menjelaskan bahwa proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu aturan ( termasuk konsep, teori, definisi,
dsb) melalui contoh-contoh yang menggambarkan ( mewakili ) aturan yang menjadi
sumber . Dari pendekatan ini “belajar ekspositori” (belajar dengan cara
menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk mencari
contoh-contoh khusus dan konkrit .
Menurut bruner ada 3 tahap dalam perkembangan
kognitif, yaitu:[8]
1. Enaktif
: usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami lingkungan dengan observasi,
pengalaman terhadap suatu realita.
2. Ikonik
:siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualaisasi verbal.
3. Simbolik
: siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa
dan logika dan penggunaan symbol.
Keuntungan belajar menemukan (Free
Discovery Learning):
- Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk menemukan jawabannya.
- Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.
v Teori
Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu
mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru (belajar
menjadi bermakna/ meaning full learning). Proses belajar terjadi melalui
tahap-tahap:
1) Memperhatikan
stimulus yang diberikan.
2) Memahami
makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Meaning full learning adalah suatu
proses dikaitkannya
Menurut Ausebel siswa akan belajar
dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan
dengan baik dan tepat kepada siswa (Advanced Organizer), dengan demikian
akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah
konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan
dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :
- Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.
- Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari.
- Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Untuk itu pengetahuan guru terhadap isi
pembelajaran harus sangat baik, dengan demikian ia akan mampu menemukan
informasi yang sangat abstrak, umum dan inklusif yang mewadahi apa yang akan
diajarkan. Guru juga harus memiliki logika berfikir yang baik, agar dapat
memilah-milah materi pembelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat,
serta mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang logis dan mudah dipahami.
v Teori
Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Robert M. Gagne
Menurut gagne belajar dipandang sebagai
proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :
a) Reseptor
b) Sensory
register
c) Short-term
memory
d) Long-term
memory
e) Response
generator
Salah satu teori yang berasal dari
psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh
Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan
informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak manusia sendiri dapat
dijelaskan sebagai berikut:
- Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsaangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan.
- Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam system.
- Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung hasil pengolahan perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.
- Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.
- Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.
2.4 Aplikasi
teori Kognitivisme
Aplikasi teori belajar kognitivisme
dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang
dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal
sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat
dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu
dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna,
memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Berdasarkan prinsip teori pemrosesan
informasi dirumuskan beberapa petunjuk aplikasi teori pemrosesan informasi,
yaitu (a) guru hendaknya yakin bahwa setiap siswa memiliki perhatian terhadap
apa yang dipelajari. Karena itu untuk menarik perhatian siswa, guru dapat
melakukan tindakan dengan memberikan tanda tertentu misalnya tepuk tangan atau
menghentakkan papan tulis, berkeliling ruangan atau berbicara dengan irama,
memulai pelajaran dengan mengajukan pertanyaan yang membangkitkan minat siswa
terhadap topik yang dibicarakan, (b) membantu siswa membedakan iinformasi yang
penting dengan informasi yang tidak penting untul memusatkan perhatian misalnya
dengan menuliskan tujuan pembelajaran, waktu menjelaskan berhenti sejenak dan
mengulangi lagi atau meminta siswa mengulangi apa yang dijelaskan, (c) membantu
siswa menghubungkan informasi yang baru dengan apa yang diketahui misalnya
dengan mengulangi hal-hal yang diketahui siswa untuk mengingat kembali dan
menghubungkan dengan informasi baru, menggunakan diagram atau garis untuk menunnjukkan
hubungan informasi baru dengan informasi yang dimiliki, (d) sediakan waktu
untuk mengulang dan memeriksa kembali informasi dengan memulai pelajaran
meninjau ulang pekerjaan rumah, mengadakan tes-tes pendek yang sering, membuat
permainan atau siswa saling berpasangan bertanya jawab, (e) sajikan pelajaran
secara tersusun dan jelas misalnya menjelaskan tujuan pembelajaran, membuat
ikhtisar atau rangkuman, dan (f) utamakan pembelajaran bermakna bukan
ingatan misalnya dengan mengajarkan
perbendaharaan kata-kata baru dan mengaitkannya dengan kata-kata yang sudah
dimiliki.
Strategi mengingat atau menyimpan
informasi dalam ingatan dan mengingatnya kembali bila dibutuhkan dapat
dilakukan (a) untuk menghafal informasi yang tidak membutuhkan pemahaman,
gunakan meneumonic (pembantu ingatan, kiat, atau jembatan keledai). Misalnya
untuk menghafal kata-kata ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, keamanan, nasional dengan mneumonic IPOLEKSOSBUD HANKAMNAS, (b)
rumusan kembali dengan kalimat sendiri apa yang telah dipelajari, dan (c) untuk
mengatasi inhibisi retroaktif dapat dilakukan berbagai cara misalnya
mengajarkan konsep serupa tidak dalam waktu yang bersamaan atau mengajarkan
materi serupa dengan metode yang berbeda.
Dalam proses pembelajaran kita jumpai
serial learning dan free recall learning, yaitu belajar fakta menurut urutan
tertentu, misalnya urutan rukun iman, rukun islam, atau berwudlu serta urutan
warna, urutan peristiwa dalam sejarah. Sedangkan free recall learning ialah
mempelajari daftar yang tidak perlu diurut, misalnya nama-nama nabi atau rasul,
nama tumbuhan, nama organ tubuh dan sebagainya.
Dalam praktiknya serial learning dan
free recall learning terdapat beberapa cara (a) organisasi atau penyusunan
misalnya dengan menyusun daftar informasi yang akan dipelajari menjadi kategori
yang mempunyai arti dan mudah diingat, (b) metode loci, artinya tempat. Ialah
metode alat bantu mengingat dimana seorang membuat gambaran pikiran yang
berkaitan dengan tempat-tempat tertentu, (c) irama, metode mengingat dalam
bentuk nyanyian. Misalnya untuk mengenalkan urutan rukun Islam atau rukun iman
dengan nyanyian[9].
2.5 Kelebihan
dan kelemahan teori Kognitivisme
a) Kelebihannya
yaitu : menjadikan
siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara
lebih mudah.
b) Kekurangannya
yaitu : teori
tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan khususnya
di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan
pemahamannya masih belum tuntas.
2.6 Pandangan Teori Kognitif Tentang Belajar
Menurut teori kognitif, belajar ialah
proses internal yanh tidak dapat diamati langsung. Perubahan terjadi dalam
kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu.
Perubahan dalam tingkah laku adalah refleksi dari perubahan internal.
Seperti halnya teori behavioristik,
teori kognitif berpendapat bahwa reinforcement dalam sangat penting. Hanya saja
reinforcement dalam teori behavioristik berfungsi memperkuat respon atau
tingkah laku, sementara dalam teori kognitif berfungsi sebagai sumber umpan
balik. Umpan balik ini memberi tahu tentang apa yang mungkin terjadi kalau
tingkah laku diulang-ulang. Dalam teori ini reinforcement juga berfungsi untuk
mengurangi ketidakpastian yang mengarah ke pemahaman dan penguasaan.
2.7
Prinsip-Prinsip
Dasar Teori Belajar Kognitif
Dalam teori kognitif, manusia merupakan
pemproses informasi yang aktif. Informasi merupakan sesuatu yang diterima oleh
pikiran secara terus menerus, meski demikian beberapa informasi cepat
terlupakan dan sepabagian yang lain diingat sepanjang hayat.
|
|
Alat indera mengirimkan informasi keregister inderawi untuk
disimpan sebentar. Informasi tersebut diberi arti melalui perhatian dan
persepsi. Setelah diubah menjadi kode-kode, informasi kemudian masuk ke dalam
ingatan jangka pendek.
Register inderawi merupakam komponen pertama dalam sistem
memory yang menerima informasi. Stimulus dari lingkungan seperti benda-benda, cahaya,
bau, suara, dan sebagainya selalu menghampiri respector. Respector merupakan
bagian dari tubuh yang menerima informasi inderawi. Persepsi ialah interpretasi
informasi yang datang adri indera sebagai pemberian arti terhadap stimulus
inderawi.
Dalam psychology gestalt menganggap keseluruhan memiliki sifat
kelihatan yang berbeda dengan sifat unsur-unsurnya secara lepas. Contoh klasik
yang yang sering ditemukan ialah gambar yang berdimensi ganda, sehingga
tergantung darimana kita melihatnya, maka bangun gambar tersebut akan
menimbulkan penafsiran yang berbeda.
Ingatan jangka pendek merupakan
komponen kedua, dimana informasi yang dipersepsi atau yang diberi perhatian masuk kedalam ingatan jangka
pendek. Ingatan jangka pendek disebut juga working memory, ingatan yang bekerja,
ingatan yang sadar karena memegangi informasi yang dipikirkan pada waktu
tertentu.
Perbedaan Ingatan Jangka Pendek dengan
Ingatan Jangka Panjang
Jenis ingatan
|
Input
|
Kapasitas
|
Maintanence
|
Retrieval
|
Jangka pendek
|
Sangat cepat
|
Terbatas
|
Sangat sebentar
|
Segera/ cepat
|
Jangka pendek
|
Relatif lambat
|
Praktis tak terbatas
|
Praktis tak terbatas
|
Tergantung penyusunan
|
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konsep belajar menurut teori kognitif
ialah prosesinternal yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan
tingkah laku terjadi dalam situasi tertentu sebagai reflaksi perubahan
internal. Berbeda dengan behavioristik, teori kognitifmempelajari aspek-aspek
yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan, arti, perasaan, keinginan,
kreativitas, hrapan, dan pikiran.
Prinsip-prinsip teori kognitif ialah
pemrosesan informasi yang aktif melalui tahapan (a) mengumpulkan informasi dan
mengubahnya menjadi kode-kode, (b) menyimpan informasi, dan (c) mengingat
kembali apabila diperlukan.
Aplikasi praktis teori kognitif dalam
pembelajaran ialah bahwa pembelajaran harus menekankan perhatian siswa,
strategi mengingat, pengulangan, dan mengutamakan makna bukan memorasi.
DAFTAR PUSTAKA
Suyono dan Hariyanto. 2001.
Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Rosda
Karya.
Muhaimin, Sutia’ah, Nur Ali. 2002. Paradigma
Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Bambang Warsita. 2008. Teknologi
Pembelajaran ; Landasan Dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutiah.
Buku ajar Teori Belajar dan Pembelajaran, 2003, Universitas Negeri
Malang.
[1]
Suyono dan Hariyanto. 2001. Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep
Dasar. Bandung: PT Rosda Karya. Hal. 75
[2] Muhaimin, Sutia’ah, Nur
Ali. 2002. Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Hal. 198
[3] Bambang Warsita. 2008. Teknologi
Pembelajaran ; Landasan Dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 69.
[4]
Muhaimin, dkk. Op. cit. hal 199
[5] Ibid. Hal 199
[6] Bambang Warsita. Op. cit.
hal 70
[7]
Muhaimin, dkk. Op. cit. hal 200
[8]
Bambang Warsita. Op. cit. hal 72
[9]
Hj. Sutiah, M.Pd, Buku ajar Teori
Belajar dan Pembelajaran, 2003, Universitas Negeri Malang, hlm. 114.
nyimak
BalasHapusvisit gan http://membumikan-pendidikan.blogspot.com/
nice post
BalasHapusjangan lupa mampir http://undy-blog.blogspot.com/
terima kasih atas perkongsian anda
BalasHapus