BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Di
dalam kehidupan ini, kita di anjurkan
untuk bersikap adil, ini sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat. Akhlak menjadi aspek penting
dalam kehidupan manusia, baik dalam posisinya sebagai individu, anggota
masyarakat maupun sebagai bangsa. Penguatan akhlak dinilai strategis untuk
mengatasi problem moral ditengah kompleksitas kehidupan bermasyarakat. Selain itu
akhlak dapat menjadi barometer keshalehan seseorang di hadapan Ilahi dan
sesama, karenanya seseorang yang berakhlak akan mendapatkan sebutan dari
masyarakat sebagai orang shaleh.
Pembinaan akhlak dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia diperkuat oleh berbagai regulasi kependidikan berupa
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan aturan lainnya.
Dalam konteks ini, setiap institusi pendidikan harus mampu melakukan pembinaan
terhadap akhlak peserta didiknya. Pembinaan akhlak melalui institusi pendidikan
memiliki esensi bagi terwujudnya kepribadian peserta didik sesuai dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pembinaan akhlak yang dimaksud, yakni
pembentukan karakter dan perilaku terpuji peserta didik yang termanifestasi
dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber dari syara’.
kesamaan dan perbedaan itu tidaklah mendapat penekanan
dalam hidup bersama karena pada hakekatnya manusia itu bersaudara. Sebagaimana
pesan Nabi saw ketika haji wada’: “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya tuhan
kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan orang arab atas non aran, tidak juga
non arab atas orang arab, atau orang (berkulit) hitam atas yang (berkulit)
merah, (yakni putih), tidak juga sebaliknya, kecuali dengan takwa. Sesungguhnya
semulia-mulia kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. [1]
Islam memuji akhlak yang baik, menyerukan kaum
muslimin untuk membinanya, dan mengembangkannya di hati mereka. Islam
menegaskan bahwa bukti keislaman ialah akhlak yang baik. Selain itu puncak
derajat kemanusiaan seseorang dinilai dari kualitas akhlaknya. Maka tak heran
jika kualitas keimananpun di ukur dari akhlak. Seluas apapun kadar keilmuan
seseorang tentang Islam, sehebat apapun dirinya ketika melakukan ibadah, atau
sekencang apapun pengaduannya tentang kuatnya keimanan yang dimiliki, semua itu
tidak bisa memberi jaminan. Tetap saja, alat ukur yang paling akurat untuk
menilai kemuliaan seseorang adalah kualitas akhlaknya.
Akhlak dalam Islam tidak semata didasarkan
pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan. Lebih dari itu akhlak adalah ibadah yang
mesti didasarkan atas semangat penghambaan kepada Allah Ta'ala. Seorang muslim
menjadikan akhlaknya sebagai sarana mendekatkan diri pada Allah. Dia
mengerjakan itu semua bukan didasarkan atas motivasi ingin mencari pamrih,
pujian atau kebanggaan. Akhlak adalah rangkaian amal kebajikan yang diharapkan
akan mencukupi untuk menjadi bekal ke negeri akhirat nanti. Namun demikian
untuk memiliki akhlak yang mulia perlu adanya bimbingan secara khusus.
Hendaklah diketahui, bahwa manusia adalah makhluk yang
memerlukan hidup bermasyarakat dengan sesamanya. Karena seseorang itu tidak
mungkin dengan sendirinya, tanpa bantuan orang lain dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya dan hal-hal yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya,
kesenang-senangannya dan kebutuhan yang diperlukan oleh mentalnya.
Menurut riwayat Ahmad dan Muslim dan Abu Daud dan
Nasa’i dari Aisyah: sesungguhnya Aisyah ditanya tentang akhlak nabi, maka dia
menjawab: “Akhlak nabi adalah al-Qur’an.” Seperti yang disebut di atas. Dari
hadis Nabi yang lain disebutkan tujuan beliau diutus adalah untuk memperbaiki
akhlak manusia sebagai berikut: “sesungguhnya aku diutus untuk memperbaiki
akhlak”. Dalam rangka kebaikan dunia, agama dan akhirat. Pernyataan yang lain
yang disebut oleh Ibn Sam’any dan Ibn Mas’ud: “Allah telah mendidikku dengan
sebaik-baik pendidikan”. Hadis shahih yang diriwayatkan Anas bin Malik dalam
kitab Bukhari dan Muslim, katanya: Kata Anas: saya bekerja dengan nabi selama
10 tahun, Rasulullah tak pernah mengatakan: “ah” dan tidak pula Rasulullah
mengomentari tentang sesuatu yang aku kerjakan dengan pertanyaan “kenapa engkau
kerjakan?, atau sesuatu yang tak kukerjakan: “kenapa tak engkau kerjakan?”
Diikhrajkan dari Ahmad dari Aisyah, kata Aisyah: Rasulullah SAW tidak pernah
sekalipun menampar pembantunya, isterinya, hanya saja dia berperang
fisabilillah. Bila dia ditawari untuk memilih di antara dua masalah, dia akan
memilih yang adil, yang lebih mudah, selama pilihan itu tidak berdosa. Apabila
pilihan ini berdosa, maka ia jauh darinya. Dia tak marah kecuali kepada orang
yang melanggar ketentuan Allah. Maka marahnya karena Allah SWT.
Dan
sifat adil adalah sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya, atau dapat pula
dikatakan bahwa adil adalah menempatkan sesuatu pada proporsinya. sebagai perbuatan yang
sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku.
1.2.
Rumusan Masalah
A. Apa
dalil tentang berlaku adil
B. Apa
yang dimaksud dengan adil?
C. Apa
hikmah orang yang berlaku adil?
1.3.
Tujuan
A. Dapat
mengetahui perintah nabi untuk berlaku adil
B. Mengerti
arti adil
C. Dapat
mengetahui dalil berlaku adil
D. Mengetahui
hikmah tentang berlaku adil
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Adil
Kali ini
saya akan mengkaji dan memaparkan poros kedua dari akidah Akidah Islam yakni
al-adl (keadilan). Kata ‘adl adalah bentuk masdar dari kata kerja
‘adala – ya‘dilu – ‘adlan – wa ‘udulan – wa ‘adalatan (عَدَلَ – يَعْدِلُ – عَدْلاً – وَعُدُوْلاً - وَعَداَلَةً) . Kata kerja ini berakar dengan huruf-huruf ‘ain (عَيْن), dal (دَال) dan lam (لاَم), yang makna pokoknya adalah ‘al-istiwa’’ (اَلْاِسْتِوَاء = keadaan lurus) dan ‘al-i‘wijaj’ (اَلْاِعْوِجَاج = keadaan menyimpang).
Jadi rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak
belakang, yakni lurus atau sama dan bengkok atau berbeda. Dari makna pertama,
kata ‘adl berarti “menetapkan hukum dengan benar”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata adil
berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak atau sewenang-wenang, sehingga
keadilan mengandung pengertian sebagai suatu hal yang tidak berat sebelah atau
tidak memihak atau sewenang-wenang.
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang
seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup kita, maka
sebaliknya kita wajib mempertahankan hak hidup denganbekerja keras tanpa
merugikan orang lai. Halm ini disebabkan olerh karena orang lain pun mempunyai
hak hidup seperti kita. Jika kita pun mengakui hak hidup orang lain, kita wajib
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mempertahankan hak hidupmereka
sendiri.jadi, keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbanganatau
keharmonisan antara menuntut hak, dan menjalankan kewajiban.[2]
Dalam bahasa yang lain Adil adalah memutuskan
perkara sesuai dengan ketentuan Allah Ta’ala dalam al-Quran dan ketentuan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam as-Sunnah, bukan hanya sekedar
bergantung kepada akal manusia semata. Adil dapat diartikan sebagai perbuatan
yang sesuai dengan orma-norma atau aturan-aturan yang berlaku. Contohnya, kalau
datang terlambat untuk membeli tiket misalnya, maka tidak lazim untuk langsung
menerobos ke depan, hendaknya menempati posisi di belakang, lalu mengikuti
antrian untuk sampai ke loket.
Keadilan sangat diperlukan bagi Negara khususnya dan
manusia pada umumnya, baik dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
berbegara.dan ini dapat di lihat di berbagai bidang diantaranya ;politik,
bidang social budaya, dan bidang pertahanan Negara.[3]
Jadi,
seorang yang ‘adil adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran
yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang merupakan makna asal kata
‘adl, yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak” kepada salah seorang yang
berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang ‘adil berpihak kepada yang
benar, karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus memperoleh
haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut dan tidak
sewenang-wenang.
Adil menurut Ahli sunnah
adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya. [4]Dalam
Q.S Almaidah ayat 8-10:
Artinya: “wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah,
ketika menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah karena adil karena itu lebih dekat kepada taqwa(8). Dan
bertaqwalah kepada Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. Allah
telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh,(bahwa)
mereka akan mendapat ampunan dan pahala yang besar(9). Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan,
mereka itulah penghuni neraka(10).(Q.S Almaidah aya 8-10)
Ayat di atas menerangkan
bahwasanya jadilah kamu penegak keadilan karena Allah. Karena sifat adil akan memperkuat
takwa kepada Allah dan Allah menjanjikan kepada orang- orang yang beriman dan
beramal shaleh,(bahwa) mereka akan mendapat ampunan dan pahala yang besar.
Tidak dapat dipungkiri, al-Qur'an meningkatkan sisi
keadilan dalam kehidupan manusia, baik secara kolektif maupun individual.
Karenanya, dengan mudah kita lalu dihinggapi semacam rasa cepat puas diri
sebagai pribadi-pribadi Muslim dengan temuan yang mudah diperoleh secara
gamblang itu. Sebagai hasil lanjutan dari rasa puas diri itu, lalu muncul
idealisme atas al-Qur'an sebagai sumber pemikiran paling baik tentang keadilan
Kebetulan persepsi semacam itu sejalan dengan doktrin keimanan Islam sendiri
tentang Allah sebagai Tuhan Yang Maha Adil.
B.
Dalil
tentang berlaku adil
Dengan
keadilan, dunia akan dipenuhi dengan kemakmuran, harta benda akan berkembang
dan bertambah banyak, penguasa akan merasa aman dan pemerintahannya akan
berumur panjang. Tidak ada sesuatu yang lebih cepat menghancurkan dunia dan
merusak serta mengotori hati-hati manusia daripada kezhaliman yang merupakan lawan
dari keadilan. Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia mencintai orang-orang yang
senantiasa berbuat adil dalam firmanNya, yang artinya :
Dan
kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan
antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil.(al hujarat :9)
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwasanya Allah
selalu mencintai seseorang yang mempunyai laku baik salah satunya yaitu berlaku
adil. Q.S An- Nahl Ayat 90, yang artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran.Q.S An- Nahl Ayat 90)
Dari ayat diatas bahwasanya
wajib bagi Allah untuk memberi pahala kepada
orang yang berlaku adil dan memberi siksa
kepada orang yang berbuat maksiat. Q.S An- Nisa’ ayat 105, yang artinya:
Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang
Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang
tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat[5]
Ayat
ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan pencurian yang
dilakukan Thu'mah dan ia Menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang
Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang
mencuri barang itu orang Yahudi. hal ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thu'mah
kepada Nabi s.a.w. dan mereka meminta agar Nabi membela Thu'mah dan menghukum
orang-orang Yahudi, Kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah
Thu'mah, Nabi sendiri Hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu'mah dan kerabatnya
itu terhadap orang Yahudi.[6]
Dari isi kandungan ayat diatas bahwa Allah
menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad untuk membawa kebenaran. Agar dapat
mengadili seluruh umat didunia.
Ø Keadilan memiliki banyak aspek yang dapat ditunjukkan,
antara lain:
a. Yang pertama
Adil terhadap Allah Ta’ala, yaitu dengan tidak berbuat syirik dalam beribadah
kepadaNya, mengimani nama-namaNya dan sifat-sifat-Nya, menaatiNya dan tidak
bermaksiat kepadaNya, senantiasa berdzikir dan tidak melupakanNya serta
mensyukuri nikmat-nikmatNya dan tidak mengingkarinya.
- Yang kedua Adil terhadap sesama manusia, yaitu dengan
memberikan hak-hak mereka dengan sempurna tanpa menzhaliminya, sesuai
dengan apa yang menjadi haknya.
- Yang ketiga Adil terhadap keluarga (anak dan istri), yaitu
dengan tidak melebihkan dan mengutamakan salah seorang di antara mereka
atas yang lainnya atau kepada sebagian atas sebagian yang lainnya.
- Yang keempatAdil dalam perkataan, yaitu dengan berkata baik
dan jujur tidak berdusta, berkata kasar, bersumpah palsu, mengghibah
saudara seiman dan lain-lain.
- Yang kelima Adil dalam berkeyakinan, yaitu dengan meyakini
perkara-perkara yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih
dengan keyakinan yang pasti tanpa keraguan sedikitpun dan tidak meyakini
hal-hal yang tidak benar yang menyelisihi keduanya.
- Yang keenam Adil dalam menetapkan hukum dan memutuskan
perselisihan yang terjadi antara sesama manusia, yaitu dengan menjadikan
al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber hukum dan pemutus perkara tersebut.
C. Hikmah
berlakuAdil
Hikmah orang berlaku adil
1.
Orang yang adil akan mendapatkan keamanan di dunia dan
akhirat.
2.
Apabila orang yang adil berkuasa, maka keadilannya
akan memelihara kekuasaannya.
3.
Keridhaan dari Allah Ta’ala terhadap orang yang adil.
4.
Orang yang adil tidak akan mengganggu dan menyakiti orang
lain ataupun makhluk lainnya.
5.
Pemilik sifat adil berhak untuk mendapatkan kekuasaan,
kemuliaan dan kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat.
6.
Keadilan akan membawa pemiliknya untuk berpegang teguh
dengan kebenaran dan meninggalkan kebatilan tanpa ada basa-basi.
7.
Keadilan dalam Islam mencakup segala sisi kehidupan.
8.
Keadilan merupakan jalan menuju surga.
D.
ANALISIS
Sejak dari kecil kita selalu diajarkan sikap sopan
santun, jujur,adil dan berbagai atutan-aturan yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat
atau sosial. Pembelajaran tersebut bertujuan agar sejak dini kita dapat
menanamkam dan menerapkan nilai-nilai atau norma-norma dalam diri kita yang
sendirinya akan sangat mempengaruhi bagaimana kita bersikap di dalam lingkungan
masayarakat kita. Apabila aturan-aturan yang berlaku dilanggar maka orang yang
melanggarnya akan dikenakan hukuman yang berlaku di dalam masyarakatnya
contohnya bila kita meludah sembarangan atau berbicara kotor kepada orang lain
terutama orang yang lebih tua, maka kita telah melanggar norma kesopanan dan
hukumannya adalah berupa teguran atau kita akan mejadi bahan omongan yang buruk
dikalangan masyarakat kita.
Didalam kelompok masyarakat memiliki tolok ukur atau
standar moral yang harus diterapkan dan dipatuhi oleh setiap orang di dalam
masyarakatnya. Yaitu standar moral yang berhubungan dengan berbagai persoalan
apa saja yang dapat menguntungkan atau merugikan manusia atupun anggota
kelompoknya. Dan penentuan standar moral merupakan bagian dari Etika.
Agar setiap orang dapat menerapkan semua aturan di
dalam masayarakat dengan baik,maka setiap orang perlu menanamkan berbagai sikap
yang baik seperti kejujuran dan keadilan, sebab apabila setiap orang telah
memiliki sikap jujur dan adil, maka ia akan selalu bersikap dan berkata jujur
di dalam kehidupannya sehari-hari terutama dalam menjalankan pekerjaan yang
menuntut adanya sikap kejujuran. Sehingga ia akan mudah mendapat percayaan dari
orang lain dalam memjalankan tugas tertentu. Bersikap adil pun tak kalah
pentingnya karena lebih menyangkut hubungan antara orang yang satu dengan yang
lainnya, terutama dalam hal hubungan antara pimpinanan dalam mengatur
masyarakatnya ataupun bawahannya dala bekerja. Setiap orang dituntut untuk
dapat bersikap adil yaitu tidak membeda-bedakan atau berbuat semena-mena
terhadap orang lain. Karena apabila kita dapat berbuat jujur dan adil kepada
orang lainnya maka kita dihormati oleh orang lain.
Setiap
orang memiliki berbagai pekerjaan yang berbeda,berdasarkan bidangnya dan
kelebihannya masing-masing. Selain tuntutan untuk dapat professional dalam
menjalankan pekerjaannya setiap orang dituntut untuk dapat mematuhi berbagai
aturan atau etika yang berlaku di lingkungan kerjanya. Untuk dapat mewujudkan
hal tersebut diperlukannya sikap jujur dan adil didalam bekerja. Dimana dalam
setiap bekerja seseorang harus dapat jujur dalam berkata ataupun dalam
menyelesaikan tugasnya , misalnya seseorang yang bekerja di bidang laporan
keuangan maka ia seharusnya dapat menyajikan laporan keuangan yang sesungguhnya
tanpa dikurangi ataupun ditambah-tambahkan.
Dalam
suatu organisasi usaha setiap orang yang satu dengan yang lainnya pastinya akan
saling berhubungan satu dengan yang lainnya, satu bagian yang satu akan
berhungungan dengan bagian yang lainnya dan atasan akan berhubungan dengan
bawahannya ataupun sebaliknya. Seorang pemimpin harusnya dapat berbuat adil
dalam membuat suatu keputusan, karena baik ataupun buruknya keputusan yang
diambil akan berdampak kepada kegiatan perusahaannya terutama untuk para
pegawainya. Begitu juga para pegawai yang bekerja di dalam usaha atau
perusahaan tersebut dalam bekerja haruslah dapat berbuat adil kepada pegawai
lain dan tidak saling menjatuhkan anatara satu dengan yang lainnya.
Pada
saat ini banyak sekali orang yang tidak lagi dapat bersikap jujur dan adil,hal
ini dapat dilihatnya semakin maraknya korupsi, yang dilakukan dilakukan para
koruptor yang tak lain adalah pegawai atau pejabat pemerintah. Mereka
menggunakan jabatannya untuk dapat mencuri uang negara dalam jumlah miliaran bahkan
triliyunan rupiah. Banyak sekali dana (uang) dari pemerintah yang seharusnya
diberikan kepada rakyat dan untuk pembangunan negara, malah disalahgunakan
untuk kepentingan diri sendiri yaitu untuk memperkaya diri sendiri. Mereka
sebenarnya mengerti bahwa di dalam bekerja mereka dituntut untuk dapat bersikap
jujur dan adil, namun mereka tidak memahami dan melaksanakannya dalam aktivitas
kehidupannya. Mereka pun sebenarnya menyadari bahwa tindakan mereka dapat
merugikan orang banyak atau menghancurkan usaha tempat mereka bekerja, tetapi
karena mereka lebih mementingkan keuntungan dan kesenangan diri sendiri mereka
pun dengan mudah melakukannya tanpa memperdulikan aturan atau etika yang telah
mereka langgar.
Tidak
dapat dibayangkan apabila setiap orang yang bekerja di dalam bidangnya masing-
masing sudah tidak mempunyai adil di dalam dirinya, pastinya akan terjadi
berbagai kekacauan di segala aspek kehidupan. Misalnya aspek perekonomian akan
menjadi hancur, kehidupan masyarakatnya menjadi miskin dan jauh dari
kesejahteraan dan tindak kejahatan dan ketidakadilan akan terjadi dimana-mana.
Oleh
sebab itu memiliki sikap adil sangatlah penting, dengan bersikap jujur dan adil
maka orang lain akan dapat memberikan kepercayaannya kepada kita dalm hal-hal
yang dianggapnya penting seperti kita akan dipercaya oleh pimipinan kita untuk
dapat menyelesaikan suatu tugas tertentu. Dan pemimpin yang mememiliki sikap dan adil dalam dirninya, ia
akan disegani dan menjadi panutan bagi bawahannya bahkan masyarakat banyak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adil adalah memutuskan
perkara sesuai dengan ketentuan Allah Ta’ala dalam al-Quran dan ketentuan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam as-Sunnah, bukan hanya sekedar
bergantung kepada akal manusia semata. Dan dapat dikatakan juga sebagai
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dan salah satu firman Allah yang
menjelaskan berlaku adil yaitu dalam (Q.S An-Nahl ayat 90) yang artinya: “sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, member bantuan kepada
kerabat, dan dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil palajaran”( Q.S An- Nahl Ayat 90)
B.
Saran
Marilah kita selalu menjujung tinggi keadilan serta menegakkannya
dalam kehidupan sehari-hari, karena itu tugas utama pokok manusia adalah
menegakkan keadilan. Adil terhadap diri, keluarga dan masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mudjab mahali, , Kajian
tentang Keimanan dan Keislaman menurut Al-Quran dan Hadis, Jakarta: Pustaka
Al-Husna. 1994
Shihab,
Quraish, Tafsir al Misbah, Pesan Dan Kesan Keserasian Al Qur’an, Jakarta,
Lentera Hati, vol. 13, 2004
Abdullah,
yatimin, pengantar study etika, PT rajagrafindo persada, Jakarta,2006
Hasan,
M. Ali, Tuntunan Akhlak, Bulan Bintang,
Jakarta 1978,
Alfat,
Hasan, dkk.. Aqidah Akhlak. Jakarta. CV Toha Putra Semarang. 1994
Attfield,
robin, etika lingkungan global, kreasi wacana, bantul.1999
Magnis,
franz suseno, etika politik, prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan modern.
Gramedia pustaka utama, Jakarta.2003.
[1] m. Quraish shihab, Tafsir al Misbah, Pesan Dan Kesan Keserasian Al
Qur’an, (Jakarta, Lentera Hati, 2004), vol. 13, h. 261
[5] ayat Ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan
pencurian yang dilakukan Thu'mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di
rumah seorang Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh
bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. hal Ini diajukan oleh
kerabat-kerabat Thu'mah kepada nabi s.a.w. dan mereka meminta agar nabi membela
Thu'mah dan menghukum orang-orang Yahudi, kendatipun mereka tahu bahwa yang
mencuri barang itu ialah Thu'mah, nabi sendiri hampir-hampir membenarkan
tuduhan Thu'mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar