BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Belajar adalah proses
seseorang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar
dimulai sejak masa kecil ketika bayi memperoleh sejumlah keterampilan sederhana,
seperti memegang botol susu dan mengenal ibunya. Selama masa kanak-kanak dan
masa remaja, diperoleh sejumlah sikap, nilai, dan keterampilan hubungan
sosial, demikian pula diperoleh kecakapan dalam berbagai mata ajaran sekolah.
Ketika usia dewasa, seseorang diharapkan telah mahir mengerjakan tugas atau
pekerjaan tertentu dan keterampilan-keterampilan fungsional yang lain.
Pembelajaran didefinisikan
sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam definisi ini terkandung makna
bahwa dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, serta
mengembangkan metode ataupun strategi yang optimal untuk mencapai hasil
pembelajaran yang diinginkan, bahkan kegiatan-kegiatan inilah yang sebenarnya
merupakan kegiatan inti pembelajaran.
Salah satu kegiatan manusia
adalah belajar. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang berproses dan juga
merupakan unsur yang paling fundamental dalam setiap penyeleng-garaan jenis
dan jenjang pendidikan atau pembelajaran. Dalam hal ini berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu berarti sangat tergantung pada
proses belajar yang dialami oleh pembelajar, baik ketika ia berada dalam
lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan rumah atau keluarganya.
Karena demikian pentingnya
arti belajar, sebagian besar riset dan eksperimen psikologi pendidikan
diarahkan kepada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai
proses perubahan manusia. Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan
batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Karena kemampuan berubahlah,
manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan
keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. Dengan demikian yang
selanjutnya akan dibahas tentang teori belajar kognitif dan penjabaran menurut
beberapa pakar dalam pembelajaran.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari teori belajar kognitif?
2. Apa
pendapat tentang teori belajar kognitif menurut beberapa ahli?
3. Bagaimana
aplikasi teori belajar kognif dalam kegiatan pembelajaran?
4. Apa
sajakah kelebihan dan kekurangan dari teori belajar kognitif?
C. Tujuan
1. Mengetahui
dan memahami pengertian dari teori belajar kognitif
2. Mengetahui
dan memahami pendapat tentang teori belajar kognitif menurut beberapa ahli
3. Mengetahui
bagaimana aplikasi teori belajar kognif dalam kegiatan pembelajaran
4. Mengetahui
dan memahami kelebihan dan kekurangan dari teori belajar kognitif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif
merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari pada
hasil belajar itu sendiri.[1]
Bagi yang menganut aliran kognitivistik, belajar tidak hanya melibatkan
hubungan antara stimulus dan respons. Lebih dari itu, belajar melibatkan proses
berfikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan
dibangun di dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan
dengan lingkungan. [2]
Prinsip kognitif banyak
dipakai di dunia pendidikan, kususnya terkihat pada perencanaan suatu sistem
instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Sesorang
yang beajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuat apabila pelajaran
tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2. Penyusunan
materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
3. Belajar
dengan memahami kan jauh lebih baik dari pada dengan hanya menghafal tanpa
pengertian penyajian.[3]
Ciri-ciri Aliran
Kognitivisme[4]
·
Mementingkan apa yang
ada dalam diri manusia
·
Mementingkan
keseluruhan dari pada bagian-bagian
·
Mementingkn peranan
kognitif
·
Mementingkan kondisi
waktu sekarang
·
Mementingkan
pembentukan struktur kognitif
B. Teori
Belajar Menurut Beberapa Pakar
ü
Piaget
Piaget berpendapat bahwa
belajar merupakan proses menyesuaikan pengetahuan baru ke dalam struktur
kognitif yang telah dipunyai seseorang. Bagi piaget, proses belajar berlangsung
dalam tiga tahapan yaitu:
1. Asimilasi
Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh : seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian(informasi baru yang akan dipahami anak).
Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh : seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian(informasi baru yang akan dipahami anak).
2. Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah mengetahui prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah mengetahui prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
3. Equilibrasi
Proses penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih, dan logis.[5]
Proses penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih, dan logis.[5]
Piaget membagi tahap-tahap
perkembangan kognitif menjadi 4 yaitu:
a. Tahap
sensiomotor (umur 0-2 tahun)
Pada tahap ini, seorang anak belajar
mengembangkan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian
perbuatan yang bermakna.[6]
Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi
lngkah.
b. Tahap
pra-operasional (umur 2-7 tahun)
Seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh
hal-hal kusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra sehingga ia belum
mamp untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpilkan sesuatu secara konsisten.
c.Tahap
operasional konkret (7-11 tahun)
Seorang anak dapat membuat kesimpulan dari
sesuatu pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu
mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara bersama-sama (misalnya,
antara bentuk dan ukuran)
d. Tahap
operasional formal (11 tahun keatas)
Kegiatan kognitif seorang tidak mesti
menggunakan benda nyata. Pada tahap ini kemampuan menalar secara abstrak
meningkat sehingga seseorang mampu berfikir secara deduktif, pada tahap ini
pula, seseorang mampu mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu situasi secara
bersama-sama.
Didalam pikiran seseorang,
sudah terdapat struktur kognitif atau kerangka kognitif yang disebut skema.
Setiap orang akan selalu berusaha mencari suatu keseimbangan, kesesuaian, atau
ekuilibrium antara apa yang baru dialami (pengalaman barunya) dan apa yang ada
pada struktur kognitifnya. Jika pengalaman barunya cocok atau sesuai dengan
yang tersimpan pada kerangka kognitifnya, proses asimilasi dapat terjadi dengan
mudah, dan keseimbangan ekuilibrium tidak terganggu. Dan jika sebaliknya,
ketidakseimbangan akan terjadi, dan anak akan berusaha menyeimbangkannya lagi.
Dengan demikian, diperlukan proses akomodasi.[7]
ü
Bruner
Bruner mengusulkan teorinya
yang disebut Free Discovery Learning. Menurut teori ini, proses belajar
akan berjlan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan pada siswa
untuk menemukan suatu aturan (konsep, teori, definisi dan sebagainya) melalui
contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya.
Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu
kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran, misalnya, siswa pertama-tama
tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh
konkret tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk
mendefinisikan kata “kejujuran”.[8]
Selain itu Bruner
mengemukakan perlu adanya teori pembelajaran yang menjelaskan asas-asas untuk
merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Menurut Bruner (Uno, 2008: 13),
teori belajar bersifat deskriptif sedangakan teori pembelajaran preskriptif.
Misalnya, teori belajar memprediksi berapa usia maksimum untuk anak belajar
penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran meguraikan bagaimana cara-cara
megajarkan penjumlahan.
Menurut Bruner, perkembangan
kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya
melihat lingkungan, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap
Enaktif
Seseorang melakukan aktifitas-aktifitas dalam
upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
2. Tahap
Ikonik
Suatu tahap pembelajaran ketika materi
pembelajaran yang bersifat abstrak, dipelajari siswa dengan meggunakan ikon,
gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan nyata dengan benda-benda
konkret.
3. Tahap
Simbolik
Seseorang telah mampu memiliki ide-ide abstrak
yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.[9]
ü
David Ausubel
Proses belajar terjadi
jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan
pengetahuan baru. Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
a) Memperhatikan stimulus
yang diberikan
b) Memahami makna stimulus
menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa
akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced
organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran
yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat
yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan
dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang
dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan
belajar secara lebih mudah.[10]
Dalam proses belajar
mengajar, seorang pengajar dapat menerapkan prinsip belajar bermakna oleh
Ausubel, melalui langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, mengukur kesiapan
mahasiswa (minat, kemampuan, struktur kognisi) melalui tes awal, interview,
review, pertanyaan dll. Kedua, memilih materi, mengaturnya dan menyajikan
konsep-konsep inti, dimulai dari contoh konkrit dan contoh kontroversial. Ketiga,
mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus diketahui dari materi baru dan menyajikan
suatu pandangan menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari. Keempat, memakai
advance organizers; agar
pembelajar dapat memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan
memberikan fokus pada hubungan yang ada.[11]
Ketiga tokoh aliran kognitif
diatas secara umum memiliki pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar. Menurut piaget hanya dengan mengaktifkan
siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik. Sementara itu, Bruner lebih banyak
memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktifitas
melakukan Discovery. Cara demikian akan mengarahkan siswa pada bentuk belajar
induktif, yang menuntut banyak dilakukan pengulangan. Hal ini tercermin dari
model kurikulum spiral yang dilakukannya. Selain itu Ausubel lebih mementingkan
struktur disiplin ilmu. Dalam proses belajar lebih banayak menekankan cara pada
cara berfikir deduktif. Hal ini yampak dari konsepsinya mengenai Advancer
Organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajaran yang akan
dipelajari siswa.
C. Aplikasi
Teori Kognitif dalm Pembelajaran
Aplikasi teori belajar kognitif dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Guru
harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berfikirnya
2) Guru
menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke
kompleks
3) Guru
menciptakan pembelajaran yang bermakna
4) Guru
memperhatikan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.[12]
D. Kelebihan
dan Kekurangan Teori Belajar Kognitivistik
1) Kelebihan
ü Menjadikan
siswa lebih kreatif dan mandiri
ü Membantu
siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
2) Kekurangan
ü Teori
tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan
ü Sulit
dipraktekkan, khususnya ditingkat lanjut
ü Beberapa
prinsip, seperti inteligensi, sulit dipahami dan pemahamannya masih belum
tuntas.[13]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengertian belajar menurut
teori kognitif adalah perubahan persepsi
dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan
diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan
dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang
dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran
atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki
seseorang.
Diantara pakar-pakar teori
kognitif, paling tidak ada tiga yang terkenal yaitu, Piaget, Bruner, Ausubel.
Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan.
Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan
pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi
pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana
ke kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena
faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
[1] Margaret bell,
et al., belajar dan membelajarkan, seri pustaka pendidikan no:11 (universitas terbuka bekerja sama
dengan rajawali, 1991),
[2] Muhammad
Thorboni, Arif Mustofa. Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan
Praktek Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), Cet 1, Hlm. 95
[3] http://dian75.wordpress.com/teori-behavioritisme-kognitif-dan-kontruktivisme-serta-implikasi-ketiga-teori-tersebut-dalam-pembelajaran/
[5] Muhammad
Thorboni, Arif Mustofa. Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan
Praktek Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), Cet 1, Hlm. 95-96
[6] Ibid, Hlm. 96
[7] Opcit Thorboni,
Hlm. 96-97
[8] Dr. Hamzah B.
Uno, M.Pd. orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2006), Cet 1, Hlm. 12-13
[9] Muhammad
Thorboni, Arif Mustofa. Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan
Praktek Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), Cet 1, Hlm. 99-100
[12] Muhammad
Thorboni, Arif Mustofa. Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan
Praktek Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), Cet 1, Hlm. 102
[13] Ibid, Hlm. 105
Tidak ada komentar:
Posting Komentar