Jumat, 26 April 2013

DAULAH ISLAMIYAH



BAB I
PENDAHULUAN

            Kemunduran di bidang ekonomi umat Islam di karenakan kesalahan dalam penafsiran ajaran Islam tentang kehidupan di dunia. Sehingga perhatian terhadap masalah-masalah keduniaan hampir terabaikan.
            Dengan semakin canggihnya sistem informasi dan berbagai masalah yang timbul akibat sistem perekonomian yang ada sekarang, maka akan timbul pembaharuan-pembaharuan yang mengarah pada suatu sistem yang setidaknya sesuai dengan Islam. Karena sistem ekonomi selain yang sesuai dengan ajaran Islam membawa dampak jangka pendek dan atau jangka panjang. Hal ini dapat terjadi akibat keterbatasan manusia dalam mengatisipasi dan meramalkan kejadian di masa mendatang. Dengan sistem ekonomi Islam atau setidaknya yang sesuai dengan ajaran Islam, tidak ada lagi monopoli, tidak ada lagi usaha yang dapat meraup keuntungan di atas normal. Jadi, pada prinsipnya setiap transaksi didasarkan atas saling menguntungkan.
            Ummat Islam umumnya merupakan pasar yang sangat potensial bagi suatu usaha. Dengan perbaikan taraf hidup maka umat dapat mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin melalui dominasi dalam mengambil kebijakan-kebijakan khususnya yang berkaitan dengan perekonomian, baik regional, nasional maupun internasional. Dengan demikian proses terjadinya sistem perekonomian Islam akan lebih cepat.





BAB II
SUBTANSI KAJIAN

A.     Pengertian Daulah Islamiyah.
Daulah Islamiyah adalah daulah berbasis akidah dan pemikiran, daulah yang didirikan pada landasan akidah dan sistem, bukan sekedar “perangkat proteksi” yang menjaga umat dari agresi dari dalam mau pun infasi dari luar. Tetapi tugas daulah yang paling mendalam dan yang paling besar adalah mengajari dan mendidik umat berdasarkan ajaran dan prinsip-prinsip Islam, menciptakan iklim yang baik agar akidah Islam dapat menjadi panutan bagi setiap orang yang mencari petunjuk dan menjadi hujjah bagi setiap orang yang sudah berjalan di atas petunjuk.
            Slogan daulah Islamiyah adalah seperti yang dinyatakan Rab’y bin Amir di hadapan Rustum, pemimpin Persi, “Sesungguhnya Allah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari penyembahan terhadap manusia kepada Allah semata dan kesempitan dunia kepada keluasannya, dari kelaliman berbagai macam agama kepada keadilan Islam.”[1]
            Tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh Negara Islam adalah mempertahankan keselamatan dan integritas Negara, memelihara terlaksananya undang-undang dan ketertiban serta membangun Negara itu sehingga setiap warga negaranya menyadari kemampuan-kemampuannya dan mau menyumbangkan kemampuan-kemampuannya itu demi kesejahteraan seluruh warga Negara.[2]
2.1Konsep Negara Dalam Islam
Tidak dinyatakannya istilah daulah di dalam teks al-Qur’an maupun al-Hadis bukan berarti tidak ada perintah untuk mendirikan negara Islam. Sama halnya dengan reformasi yang kini hebat berlaku. Begitu juga dengan istilah demokrasi, restrukturisasi, masyarakat madani, dan lain-lain istilah yang belum popular pada saat negara ini terbangun. Jika kita perhatikan teks al-Qur’an maupun al-Hadis secara teliti, mendalam dan dengan pemikiran yang cemerlang (al-fikr al-mustanir), kita akan mendapatkan petunjuk-petunjuk yang jelas tentang kewajiban mendirikan negara Islam. Allah SWT berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri dari kamu sekalian" (QS an-Nisaa: 59).[3]
Ulil amri di sini berarti pemimpin yang berstatus penguasa, bukan sekadar pemimpin rumah tangga atau pemimpin kelompok. Dalam tinjauan bahasa Arab, jika istilah ulil amri itu dicelahi idiom min (dari/bahagian) menjadi ulil minal amri, maka artinya akan merujuk kepada pemimpin-pemimpin dalam lingkup yang sempit (keluarga, organisasi, pengadilan, dll).
Allah SWT berfirman :
zNõ3ßssùr& Ïp¨ŠÎ=Îg»yfø9$# tbqäóö7tƒ 4 ô`tBur ß`|¡ômr& z`ÏB «!$# $VJõ3ãm 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏ%qムÇÎÉÈ  
"Apakah undang-undang Jahilliyah yang mereka kehendaki, dan (undang-undang) siapakah yang lebih baik daripada (undang-undang) Allah bagi orang-orang yang yakin" (QS al-Maidah: 50).[4]
Abdul Qadim Zallum mengomentari ayat di atas: "Undang-undang Jahilliyah adalah undang-undang yang tidak dibawa oleh Rasulullah SAW dari Tuhannya. Undang-undang Jahilliyah adalah undang-undang kufur yang dibuat oleh manusia".[5]
Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman:
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 šú÷üt/ Ïm÷ƒytƒ z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( Ÿwur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷ŽÅ° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãŠsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmŠÏù tbqàÿÎ=tFøƒrB ÇÍÑÈ  
"Maka putuskanlah perkara di antara manusia dengan apa yang telah diturunkan Allah. Dan janganlah engkau menuruti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu" (QS al-Maidah: 48).[6]
Dari pemahaman diatas tentang makna negara, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa negara Islam(daulah Islamiyah) diartikan sebagai sebuah sistem organisasi(negara) yang didalamnya terdapat wilayah, penduduk, undang-undang serta kedaulatan yang mengacu pada ajaran agama Islam.
Untuk ciri-ciri sebuah negara sehingga bisa dikatakan sebagai negara Islam di antaranya adalah :
  1. Aturan dan perundang-undangan yang diterapkan di negara tersebut, berlandaskan pada hukum dan ajaran yang berlaku pada ajaran Islam.
  2. Islam adalah agama resmi satu-satunya dalam negara tersebut. Sedangkan agama lain yang ada pada negara tersebut, tetap diijinkan untuk hidup hanya tidak diakui oleh pemerintah.
  3. Pemimpin negara dan semua aparat pemerintahnya diambil dari golongan Islam.
  4. Pelanggaran atas undang-undang dan hukum yang berlaku, diberikan hukuman yang berlaku dalam ajaran agama Islam.[7]
2.2Negara Islam pertama
Perbincangan tentang apakah "Negara Madinah" itu benar-benar suatu negara atau sekadar institusi kemasyarakatan biasa, lebih berlandaskan pada ketidak-jelasan fakta-fakta mengenai apa yang terjadi di Madinah dan di seluruh wilayah kekuasaan Islam pada saat itu.
Dibawah ini akan penulis paparkan beberapa fakta yang membuktikan bahwa yang dibentuk oleh Rasulullah saw di Madinah adalah sebuah negara Islam.[8]
1. Rasulullah saw menerima bai’ah sebagai Ketua Negara, bukan sebagai Nabi.
Pengakuan seorang Islam kepada kenabian Muhammad saw adalah dengan ucapan dua kalimah syahadah, bukan dengan bai’ah. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra yang berkata:
"Kami dahulu, ketika membai’ah Rasulullah saw untuk mendengar dan menaati perintah beliau, beliau selalu mengatakan kepada kami: Fi Mastatha’ta’ (sesuai dengan kemampuanmu)"[9]
Bai’ah ini adalah pernyataan ketaatan kepada seorang Ketua Negara, bukan sebagai seorang Islam kepada Nabinya. Buktinya adalah penolakan Rasulullah saw terhadap bai’ah seorang anak kecil yang belum baligh, iaitu Abdullah bin Hisyam. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Uqail Zahrah bin Ma’bad bahwa saudaranya, Abdullah bin Hisyam, pernah dibawa pergi oleh ibunya, iaitu Zainab binti Humaid, menghadap Rasulullah saw. Ibunya berkata: "Wahai Rasulullah, terimalah bai’ahnya." Kemudian Nabi saw menjawab: "Dia masih kecil." Beliau kemudian mengusap-usap kepala anak kecil itu dan mendoakannya.
Dengan demikian jelaslah bahwa Rasulullah saw memegang jabatan Ketua Negara selain kedudukannya sebagai Nabi.
2. Rasulullah saw sebagai Ketua Negara mengirim surat kepada penguasa negara-negara besar untuk tunduk di bawah kekuasaan Islam.
Tidak mungkin suatu masyarakat biasa memiliki strategi politik untuk meluaskan pengaruhnya ke wilayah-wilayah sekitar, yang hanya dapat dilakukan oleh suatu negara yang memiliki kepentingan luaran yang dirumuskan dalam strategi politik luar negerinya.
Isi surat Rasulullah saw tersebut adalah:[10]
"Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim. Dari Muhammad bin Abdullah dan Rasul Allah, kepada Heraklius pemimpin Romawi. Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada siapapun yang mengikuti petunjuk. Masuklah Islam, niscaya Anda akan selamat. Masuklah Islam, niscaya Allah akan melimpahkan pahala kepada Anda dua kali ganda. Namun jika Anda berpaling maka Anda akan menanggung dosa rakyat Irisiyin."
Surat senada juga disampaikan kepada Kisra (Raja Persia), Muqauqis (Raja Mesir), Najasyi (Raja Ethiopia), al-Harith al-Ghassani (Raja Hirah), dan al-Harith al-Himyari (Raja Yaman). Seruan ini bukan sekadar seruan moral untuk memeluk Islam, tetapi juga seruan politik untuk menggabungkan wilayahnya di bawah kekuasan Islam walaupun dengan jalan perang. Rasulullah saw pernah mengirim surat kepada Uskup Najran yang isinya:[11]
"Atas nama Tuhan Ibrahim, Ishaq, dan Yakub, dari Muhammad, Nabi dan Rasul Allah, kepada Uskup Najran. Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada kalian. Aku mengajak kalian untuk memuji Tuhan Ibrahim, Ishaq, dan Yakub. Amma ba’d.
Aku mengajak kalian untuk menyembah Allah dan meninggalkan penyembahan kepada hamba. Aku mengajak kalian kepada kekuasan Allah dan meninggalkan kekuasaan hamba. Jika kalian menolak ajakanku ini, maka hendaklah kalian menyerahkan jizyah. Jika kalian menolak untuk menyerahkan jizyah, berarti kalian telah memperkenankan peperangan. Wassalam."[12] Jizyah adalah hak yang diberikan Allah SWT kepada kaum muslimin dari orang-orang bukan-Islam kerana adanya ketundukan mereka kepada pemerintahan Islam .
3. Adanya undang-undang yang bersifat mengikat dan memaksa.
Syariat Islam adalah undang-undang, bukan sekadar norma. Tindakan jenayah (jarimah) mendapat hukuman yang dijatuhkan oleh negara walaupun dimensi transendental dalam Islam mengaitkan penjatuhan hukuman tersebut dengan alam akhirat.
Masyarakat umum sering membayangkan masyarakat Madinah seperti masyarakat feudal dan kasta yang dalam proses menjatuhkan hukuman sosial kepada anggota masyarakat yang melakukan kejahatan ditentukan melalui musyawarah. Yang sering dijadikan dalil adalah ayat al-Qur’an surat an-Nisaa: 159 dan asy-Syura: 38 yang memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah mengenai suatu urusan.
Untuk hal-hal yang menyangkut wahyu dan ketetapan undang-undang, Rasulullah saw tidak meminta pendapat siapapun selain mengikuti wahyu yang diturunkan kepada beliau.
( þÎoTÎ) ß$%s{r& ÷bÎ) àMøŠ|Átã În1u z>#xtã BQöqtƒ 5OÏàtã ÇÊÎÈ  
"Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku" (QS Yunus: 15).[13]
$tBur ß,ÏÜZtƒ Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd žwÎ) ÖÓórur 4ÓyrqムÇÍÈ
"(Dan) tidaklah ia mengucapkan sesuatu berasal dari hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan" (QS an-Najm: 3-4)
Sebagaimana yang didefinisikan oleh Harold Laski bahwa negara mempunyai kekuatan memaksa, jelaslah bahwa Rasulullah saw menjalankan fungsi sebagai Ketua Negara.
2.3Sistem Ekonomi dalam Daulah Islamiyah
Asas yang dipergunakan dalam membangun sistem ekonomi dalam negara Islam berdiri di atas tiga kaidah: kepemilikan (al-milkiyah), pengelolaan (tasharruf), serta distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Adapun yang terkait dengan politik ekonomi Islam adalah jaminan terpenuhinya pemuasan semua kebutuhan primer (al-hajat al-asasiyah) tiap-tiap individu dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan luksnya (al-hajat al-kamaliyah) sesuai kadar kemampuannya sebagai individu rakyat di negara Islam. Dengan demikian, politik ekonomi Islam tidak sekadar meningkatkan taraf hidup dalam sebuah negara semata yang didasarkan pada pertumbuhan pendapatan nasional, lebih dari itu dasar penentuan politik ekonomi Islam adalah pendistribusian kekayaan agar terpenuhinya semua kebutuhan primer bagi tiap individu rakyat, baik Muslim maupun non Muslim (ahlu dzimmah) dan menjadikan masing-masing individu mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan luksnya, bukan pada pertumbuhan kekayaan.

            Kepemilikan (al-milkiyah) dalam Islam adalah izin syara' untuk memiliki harta kepada seseorang atau institusi tertentu.Jadi, harta kekayaan dapat dimiliki seseorang atau institusi apabila syariat Islam membolehkan untuk memilikinya.Dengan demikian, harta kekayaan sebenarnya adalah milik Allah SWT semata.Hanya masalahnya, Allah SWT telah menyerahkan harta kekayaan tersebut kepada manusia untuk diatur dan dibagikan.Karena itu sebenarnya manusia telah diberi hak untuk memilikinya sesuai dengan yang telah ditentukan oleh syara'.Maka, manusia esensinya hanya diberi istikhlaf (wewenang untuk menguasai) hak milik tersebut, bukan sebagai kepemilikan yang bersifat fi'liyah (riil).
Syara' telah menjelaskan bahwa kepemilikian (al-milkiyah) terbagi tiga: pertama, kepemilikan individu yaitu hukum syara' yang berlaku bagi zat atau kegunaan (utility) tertentu yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk dimiliki atau memanfaatkan barang tersebut.Dan ini bisa diperoleh melalui bekerja, warisan, hibah dan sebagainya.Kedua, kepemilikan umum yaitu izin As-Syari' kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda tersebut. Benda ini seperti fasilitas umum, barang tambang yang tidak terbatas, dan sumber daya alam seperti air, api dan hutan. Ketiga, kepemilikan negara yaitu harta negara yang pengelolaannya menjadi wewenang kepala negara Islam (selanjutnya khalifah).Harta ini seperti fa'i, jizyah, kharaj, dharibah, usyur, khumus dan sebagainya.
Adapun pengelolaan (tasharruf) adalah hak pengelolaan yang sebenarnya merupakan konsekuensi dari hukum syara' dengan adanya kebolehan bagi pemiliknya untuk memanfaatkan, sekaligus memperoleh kompensasi karena adanya pemanfaatan tersebut. Sehingga, hak mengelola zat benda yang dimiliki juga mencakup hak untuk mengelolanya dalam rangka mengembangkan kepemilikan benda tersebut, termasuk hak untuk mengelolanya dengan cara menafkahkan, baik karena hubungan seperti hadiah, hibah, dan wasiat maupun karena menjadi suatu nafkah seperti ayah terhadap anaknya.
Distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat adalah politik ekonomi negara Islam agar keseimbangan ekonomi rakyat bisa merata dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.Islam telah mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat, dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang saja. Allah SWT berfirman:
ös1Ÿwtbqä3tƒP's!rߊtû÷üt/Ïä!$uŠÏYøîF{$#öNä3ZÏB4
 "supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu." (QS. Al-Hasyr: 7).
Karena itu, khalifah harus menciptakan keseimbangan ekonomi tersebut dengan menyuplai rakyat yang fakir dengan harta yang diambil dari baitul mal (kas Negara).Sehingga, dengan suplai tersebut bisa diwujudkan keseimbangan ekonomi dan kemaslahatan umum.[14]
Bahwa fenomena bobroknya sirkulasi kekayaan di antara individu dengan jelas dan gamblang di berbagai negara merupakan sebuah fakta yang terjadi, yang kesemuanya tadi ditunjukkan oleh kenyataan hidup sehari-hari yang tidak perlu lagi banyak argumentasi.Begitu pula kesenjangan yang lebar, yang dialami oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tidak perlu lagi dijelaskan kerawanan dan absurditasnya.
Orang-orang Kapitalis telah berusaha memecahkan problem tersebut, tetapi tidak berhasil.Para ahli ekonomi Kapitalis ketika membahas teori tentang distribusi pendapatan, begitu mengabaikan buruknya distribusi pendapatan personal, bahkan mereka hanya memaparkan perhitungan-perhitungan tanpa memberikan solusi yang mendalam.Begitu pula dengan orang-orang Sosialis. Mereka tidak menemukan cara untuk memecahkan masalah buruknya distribusi itu, selain hanya membatasi hak milik dengan cara memberangus hak milik itu. Sehingga, orang-orang Sosialis akhirnya memberikan solusi dengan melarang hak milik itu.
Sementara Islam, justru telah menjamin distribusi tersebut dengan baik, yaitu dengan menentukan tata cara pemilikan, tata cara mengelola kepemilikan, serta menyuplai orang yang tidak sanggup mencukupi kebutuhan-kebutuhannya dengan harta yang bisa menjamin hidupnya sebanding dengan sesamanya dalam komunitas masyarakat. Hal ini dalam rangka mewujudkan keseimbangan dalam memenuhi kebutuahn-kebutuhannya di antara sesamanya.Dengan demikian, Islam telah memecahkan masalah buruknya distribusi kekayaan tersebut.
            Oleh karena itu, hanya negara Islam yang mampu mewujudkan sistem ekonomi syariah secara kaaffah.Karena itu, merupakan kesalahan yang fatal apabila sistem ekonomi syariah Islam dipisahkan dari negara Islam. Sebab, hal semacam itu tentu akan menyebabkan kesalahan dalam memahami masalah-masalah ekonomi yang ingin dipecahkan, bahkan akan menyebabkan buruknya pemahaman terhadap faktor-faktor produksi yang menghasilkan kekayaan dalam suatu negara. Ekonomi Islam hanya akan mungkin berhasil jika diterapkan dalam negara Islam yang menerapkan Islam secara kaaffah. Sebab, sistem kehidupan Islam itu bersifat integral dan saling melengkapi.
2.4Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
a.       Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia.
b.      Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
c.       Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
d.      Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
e.       Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
f.        Seorang mulsim harus takut kepada Allah SWT dan hari penentuan di akhirat nanti.
g.       Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
h.      Islam melarang riba dalam segala bentuk.[15]
2.5Ciri-Ciri Ekonomi Islam[16]
Dalam pelaksanaannya, prinsip-prinsip tersebut menimbulkan hal-hal sebagai berikut, yang kemudian menjadi cirri-ciri perekonomian Islam:
1.      Pemilikan. Karena manusia sebagai khalifah yang berkewajiban mengelola alam untuk kepentingan ummat manusia maka ia bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam.
2.      Dijadikan modal untuk suatu perusahaan swasta atau ikut ambil bagian dari modal yang ditawarkan untuk investasi.
3.      Pelaksanaan perintah untuk berlomba-lomba berbuat baik. Pertama, berbuat baik atau amal soleh dan kedua, perbaikan mutu atau kualitas.
4.      Thaharah, atau sesuci, kebersihan. Karena setiap gerakan memerlukan energy, maka sewaktu bergerak juga perlu malakukan pengeluaran yang harus dibuang.
5.      Produk barang dan jasa harus halal. Baik cara memperoleh input, pengolahannya dan outputnya harus dapat dibuktikan kehalalannya.
6.      Keseimbangan. Dalam beribadah pada Allah SWT harus diimbangi juga dengan mengusahakan kehidupannya di dunia.
7.      Upah tenaga kerja, keuntungan dn bunga. Upah tenaga kerja diupayakan sesuai dengan prestasi dan kebutuhan hidupnya.
8.      Upah harus dibayar tanpa menunggu keringat pekerja mongering.
9.      Bekerja dengan baik dalam ibadah dan juga dalam pekerjaan untuk diri sendiri dan keluarga, disertai dengan rasa syukur.
10.  Kejujuran dan tepat janji.
11.  Kelancaran pembangunan. Pembangunan wajib dijalankan untuk mencapai negeri yang indah. Manusia dilarang berkeliaran dimuka bumi untuk membuat kejahatan dan kerusakan dimana-mana.

2.6Sumber Penerimaan Negara[17]
1.      Zakat. Merupakan pajak (pembayaran) bercorak khusus yang dipungut dari harta bersih seseorang, yang harus dikumpulkan oleh Negara dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan khusus, terutama berbagai corak jaminan sosial.
2.      Kharaj. Atau biasa disebut pajk bumi atau tana. Adalah jenis pajak yang dikenakan pada tanah terutama yang ditaklukkan oleh kekuatan senjata, terlepas dari si pemilik adalah seorang dibawah umur, orang dewasa, orang bebas, budak, muslim ataupun non-muslim.
3.      Ghanimah. Merupakan jenis barang bergerak, yang bisa dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh.
4.      Jizyah. Merupakan pajak yang dikenakan pada kalangan non-muslim sebagai jaminan yang diberikan oleh suatu Negara Islam pada mereka guna melindungi kehidupannya.
5.      Fa’i. Pembagian fa’i berlainan dengan ghanimah. Fa’I merupakan penerimaan dari Negara Islam dan sumber pembiayaan Negara. Sebagai harta Negara dan dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat umum.
6.      Pajak atas pertambangan dan harta karun.
7.      Bea cukai dan pungutan menurut mannnan.



PENUTUP
Kesimpulan
            Bahwa Negara Islam (daulah Islamiyah) diatrikan sebagai sebuah sistem organisasi (negara) yang didalamnya terdapat wilayah, penduduk, undang-undnag serta kedaulatan yang mengacu pada ajaran agama Islam.
            Sistem ekonomi dalam Negara Islam berdiri diatas 3 kaidah yaitu kepemilikan (al milkiyah), pengelolaan (tasharruf). Distribusi kebanyakan ditengah-tengah masyarakat.
Yang berkaitan dlam politik ekonomi Islam ialah jaminan terpenuhinya pemuasan semua kebutuhan primer tiap-tiap individu. Kebutuhan sekunder dan luksnya sesuai kadar kemampuannya sebagai individu rakyat di Negara Islam. Dengan demikian melainkan dasar penentuan politik ekonomi Islam adalah mendistribusikan kekayaan agar terpenuhinya semua kebutuhan primer bagi tiap individu rakyat baik muslim maupun non muslim.




SKEMATIKA





DAFTAR PUSTAKA
Qardawi yusuf, 1997 fiqh Daulah dalam Perspektif Al-Quran dan Sunnah. Jakarta. Pustaka al kausar.
John Esposito, john Donohue. Islam dan pembaharuan;Ensiklopedia Masalah-masalah. Jakarta. PT. Rajagrafindo persada.
 An Nisa’; 59 hal 128. Kitab suci Al Quran dan terjemahan  . Republik Indonesia. jakarta
Al maidah; 50 hal 168. Kitab suci Al Quran dan Terjemahan. Republik Indonesia. Jakarata
Al Maidah, 48 hal. 168. Kitab suci Al Quran dan Terjemahan. Departemen Agama Republik Indonesia. Jakarta
Suprayitno , Eko,2005, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi macro Islam dan konvensinal. Graha Ilmu .Yogyakarta.




[1]Dr. Yusuf Qardawy, Fiqh Daulah dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sunnah, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 1997), hal, 30.
[2] John Donohue, john Esposito, Islam dan Pembaharuan:Ensiklopedi Masalah-masalah, (Jakarta: PT.  Rajagrafindo Persada), hal, 486.
[3] Departemen Agama Republik Indonesia Jkt, kitab suci Al-Qur’an dan Terjemahan, An-Nisa’: 59.Hal.128
[4] Departemen Agama Republik Indonesia Jkt, kitab suci Al-Qur’an dan Terjemahan, Al-maidah : 50 . hal 168
[5] . Abdul Qadim Zallum, Dimuqrathiyah Nizham Kufr, hal. 48
[6] Departemen Agama Republik Indonesia Jkt, kitab suci Al-Qur’an dan Terjemahan, Al-maidah : 48. hal 168
[7].www.Google.com (devisi dan ciri negara Islam) , jum’at 30-03-2012, pukul 17.00 wib
[8] Taqiuddin an-Nabhani,Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, 1953.Hal 26
[9] (H.R.Bukhari dalam Shahih Bukhari, juga al-Bidayah IV/185)
[10] Ibid.Hal 233
[11] Ibid 120
[12] Tafsir Ibnu Katsir I/139, al-Bidayah V/55
[13] Departemen Agama Republik Indonesia Jkt, kitab suci Al-Qur’an dan terjemahnya, yunus:15. Hal: 307
[14]Imam Mawardi, Al-Ahkam As-Aulthaniyah, Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Negara Islam, (Jakarta: Darul Falah, 2000), hal. 267
[15]Eko Suprayitno, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi macro Islam dan konvensinal(Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2005), hal. 2
[16] Ibid. hal, 2
[17] Ibid. hal. 173

3 komentar:

  1. Daulah Islamiyah, Baqiyah, Bi'idznillah.
    Tanah Daulah Islamiyah akan segar dan subur karena darah para syuhada.
    salam transparan.org

    BalasHapus
  2. Daulah Islamiyah, Baqiyah, Bi'idznillah.
    Tanah Daulah Islamiyah akan segar dan subur karena darah para syuhada dan singa-singa Allah.
    salam transparan.org

    BalasHapus