Minggu, 07 April 2013

MENGENAL KARAKTERISTIK MAD’U



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dakwah adalah bagian penting dalam agama islam, sehingga sering dikatakan bahwa agama islam adalah agama dakwah. Melalui dakwah itulah ajaran islam bisa tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Melalui dakwah pula, ajaran islam diamalkan para pemeluknya sehingga tercemin dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat . Itulah kenapa, di dalam al-Qur’an sendiri banyak rujukan dalil-dalil yang berbicara dan mengatur tentang apa dan bagaimana dalam berdakwah.
Proses dakwah sulit berhasil tanpa adanya analisa terhadap sasaran dakwahnya terlebih dahulu. Sebagaimana diketahui, manusia bukanlah benda mati yang dapat diatur dan dibentuk tanpa mengadakan respons balik. Tetapi manusia adalah makhluk hidup dengan segala esensinya, memiliki akal, hati dan perasaan, juga memiliki kehendak dan cita-cita, selain akal yang dapat menilai mana yang baik dan harus diikuti dan mana yang tidak baik yang harus dijauhkan. Semua potensi ini merupakan realitas manusia yang dihadapi oleh da’wah sehingga da’wah harus mempertimbangkan siapa mad’unya, apa kecenderungan dan permasalahan yang dialami. Semuanya dikenal dengan analisis sosial.
Keberhasilan dakwah akan sangat bergantung kepada bagaimana da’i tersebut berdakwah. Tidak hanya penguasaan materi yang diluar kepala, kemampuan dai dalam mengenal dan memahami ilmu dakwah pun sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dakwah itu sendiri. Salah satu anasir ilmu dakwah tersebut ialah membahas tentang strata Mad’u, tipologi Mad’u dan Sasaran-nya.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang strata Mad’u, tipologi Mad’u dan Sasaran dalam berdakwah.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Strata Mad’u ?
2.      Bagaimana Rumpun dan Tipologi Mad’u ?
3.      Siapa Sasaran dalam Berdakwah ?
1.3  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Strata Mad’u
2.      Untuk mengetahui dan memahami Rumpun dan Tipologi Mad’u
3.      Untuk mengetahui dan memahami Siapa Sasaran dalam Berdakwah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Dari Strata Mad’u
Mad’u adalah manusia yang menjadi mitra dakwah atau menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara individu, kelompok, baik yang beragama islam maupun tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Muhammad Abduh memebagi mad’u mejadi tiga golongan yaitu:
1.        Golongan cerdik cemdekiawan yang cinta kebenaran dan dapat berfikir secara kritis, cepat menangkap persoalan.
2.        Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
3.        Golongan yang berbeda dengan golongan diatas adalah mereka yang senang membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas tertentu, tak sanggup mendalami benar.[1]
Salah satu tanda kebesaran Allah di alam ini adalah keragaman makhluk yang bernama manusia. Allah SWT. berfirman :“ Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa keragaman jenis kelamin, suku, bangsa dan warna kulit dan bahasa sebagai tanda kebesaran Allah yang perlu diteliti dengan seksama untuk mengenal lebih dekat tipologi manusia untuk selanjutnya menetukan pola interaksi untu masing-masing kelompok yang berbeda. Mengemal tipologi manusia adalah salah satu factor penentu suksesnya dakwah, dan merupakan salah satu fenomena alam yang hanya bias ditangkap oleh orang alim.
Diantara cara-cara untuk mengenal tipologi manusia, dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah ini :

·           Mengenal Strata Mad’u Sebagai Landasan Normatif.
Salah satu makna hikmah dalam dakwah adalah menempatkan manusia sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan Allah. Si saat terjun di sebuah komunitas, atau melakukan kontak dengan seorang mad;u, da;I yang baik harus mempelajari terlebih dahulu data yang riel tentang komunitas atau pribadi yang bersangkutan.
Berikut ini adalah landasan normative tentang pola komunikasi dan interaksi dengan beragan manusia, Allah berfirman : “ Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, Kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. kami tinggikan derajat orang yang kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.
Hasan al Bashri berkata : “Tidak ada seorang alim pun kecuali di atasnya ada orang alim lagi sampai berakhir kepada Allah”. Ayat ini memberikan informasi kepada kita bahwa kadar ilmu pengetahuan manusia bertingkat. Informasi ini sekaligus isyarat kepada kita bagaimana membangun komunikasi dengan berbagai level manusia tersebut.

2.2  Mengenal Rumpun Mad’u.
Banyak pendapat tentang tata cara dan bagaimana rumpun mad’u itu, akan tetapi yang sangat mendekati dengan kultur adalah pengelompokan yang dikemukakan dalam literatur ini didasarkan kepada tipologi dan klasifikasi masyarakat yaitu berdasarkan tipologi, masyarakat dibagi dalam lima tipe, yaitu :
a)      Tipe innovator, yaitu masyarakat yang memilki keinginan keras pada setiap fenomena sosial yang bersifat membangun, bersifat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah.
b)      Tipe pelopor, yaitu masyarakat yang selektif dalam menerima pembaharuan dengan pertimbangan tidak semua pembaharuan membawa perubahan yang positif.
c)      Tipe pengikut dini, yaitu masyarakat sederhana yang kadang-kadang kuran siap dengan resiko dan umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat ini umumnya kelompok kelas dua di dalam masyarakat.
d)      Tipe pengikut akhir, yaitu masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga berdampak kepada anggota masyarakat yang skeptis terhadap sikap pembaharuan, sehingga gerakan pembaharuan memerlukan waktu dan pendekatan yang sesuai untuk masuk.
e)      Tipe kolot, cirri-cirinya, tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-benar terdesak oleh lingkungannya.
Berdasarkan data-data rumpun mad’u diatas, dapat dikelompokkan dengan lima tinjauan, yaitu :
a.       Mad’u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran islam. Terbagi dua, yaitu muslim dan non-muslim.
b.      Mad’u ditinjau dari segi pengamalan ajaran agamanya, yaitu dzalim linafsih, muqtashid dan sabiqun bilkhairat.
c.       Mad’u ditinjau dari segi tingkat pengetahuan agamanya, terbagi, ulama pembelajar dan awam.
d.      Mad’u ditinjau dari struktur sosialnya, terbagi, pemerintah, masyarakat maju dan masyarakat terbelakang.
e.        Mad’u ditinjau dari prioritas dakwah, dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, dst.

2.3  Sasaran Dakwah
Mengenal mad’u (objek dakwah) merupakan salah satu prinsip utama yang harus dimiliki oleh seorang da’i karena merupakan tuntutan logis dalam menjalankan aktifitas da’wah. Dengan mengenal mad’u berdasarkan situasi dan kondisinya, dakwah pun dapat diaplikasikan secara efektif. Kegiata dakwah dalam prinsip ini sering diibaratkan dengan kegiatan dokter yang mengobati orang sakit, dimana dokter harus mengetahui jenis penyakit pasien sebelum dia mengobatinya.
Begitu juga dakwah, proses dakwah sulit berhasil tanpa adanya analisa terhadap sasaran dakwahnya terlebih dahulu. Sebagaimana diketahui, manusia bukanlah benda mati yang dapat diatur dan dibentuk tanpa mengadakan respons balik. Tetapi manusia adalah makhluk hidup dengan segala esensinya, memiliki akal, hati dan perasaan, juga memiliki kehendak dan cita-cita, selain akal yang dapat menilai mana yang baik dan harus diikuti dan mana yang tidak baik yang harus dijauhkan. Semua potensi ini merupakan realitas manusia yang dihadapi oleh da’wah sehingga da’wah harus mempertimbangkan siapa mad’unya, apa kecenderungan dan permasalahan yang dialami. Semuanya dikenal dengan analisis sosial.
Lebih mudahnya untuk memahami pentingnya pengetahuan tentang mad’u, dapat berangkat dari memahami da’i ibarat seseorang yang menawarkan sesuatu kepada orang lain yang dida’wahkannya. Agar yang ditawarkan dapat diterima oleh sasaran da’wahnya, da’i harus mengemas da’wahnya sesuai dengan keinginan dan minat mad’u.
Berdasarkan deskripsi analog diatas, mengenal mad’u berarti melakukan analisis terhadap kondisi mad’u, yang dikenalnya dengan analisis sosial. Analisis ini menjadi alat untuk mengetahui reaitas objektif mad’u, baik faktor geografis, antropologis, psikologis dan agama, karena berbagai faktor tersebut akan memengaruhi cara pandang, sikap dan tingkah laku seseorang. Kenyataan ini menunjukkan adanya perbedaan budaya, ideologi dan hubungan sosial antar manusia atau dengan lainnya.
Berbeda dengan manusia, sebagai alam realitas yang selalu berada dalam eksistensi perubahan, agama adalah alam ideal yang akan menjadi tuntunan hidup manusia. Dua kutub alam ini adalah dimensi da’wah dianggap sebagai dua kutub yang harus diseimbangkan. Karena itu adalah aplikasinya dakwah berhubungan dengan dua alam tersebut sekaligus dan berperan sebagai penyeimbang ataupun poros pertemuan antara keduanya. Dengan demikian tanpa da’wah kehidupa manusia akan timpang. Mungkin manusia hanya akan mengenal kehidupan naturalnya saja, tanpa mampu memperkaya kualitas dirinya untuk menjadi manusia sempurna.
Berkaitan dengan pandangan ini, aktualisasi praktis da’wah bagi ikhwan al-Safa, diawali dengan upaya selektivitas dan upaya obserfasi terhadap mad’u. Upaya selektivitas bertujuan menggali kader-kader da’i, sedangkan upaya observasi terhadap mad’u bertujuan untuk mencari acuan tindakan dakwah. Da’wah pada pradigma selektivitas dan observasi dipahami sebagai upaya yang bertujuan mencari strategi untuk mengajak dan membina mad’u agar mampu mengikuti ajaran dan memilki loyalitas serta semangat dalam melakukan perjuangan dakwah bersama-sama. Langkah ini menurut ikhwan al-Safa dipahami sebagai prinsip da’wah yang melekat dengan fungsi da’i.
Alasan lain yang menjadi sebab pentingnya mengenal mad’u, adalah karena aktifitas da’wah bukanlah aktifitas pemaksaan. Tetapi sebaliknya, da’wah adalah aktifitas yang harus dilakukan dengan cara bujukan yang memikat atau persuasif. Rosulullah mencontohkan cara ini melalui akhlak al-karimahnya sehingga orang lain percaya akan kebenaran yang disampaikan dan merasa tertarik untuk mengikuti ajarannya.[2]
Secara garis besar sasaran mad’u dibagi kepada tiga bagian yaitu : diri sendiri para nabi, keluarga dan masyarakat luas.
1.         Untuk sasaran pertama yaitu diri para nabi, maka jelas kita mengatakan bahwa mereka semua soléh, manusia pilihan dan dijamin kebenaran dan kejujurannya. Ketika ada yang berani membeda-bedakannya, maka ia bukan orang beriman dan otomatis menjadi musuh Allah.
2.         Untuk sasaran kedua, Dakwah keluarga merupakan istilah yang belum banyak dikenal dikalangan masyarakat dibandingkan dengan istilah pendidikan dalam keluarga.[3] Dan keluarga juga merupakan unit terkecil yang ada di masyarakat. Didalamnya paling tidak ada seorang ibu, ayah dan anak. Dari jumlah yang sedikit itu, maka pendekatan dakwah yang pas adalah pendekatan dakwah yang bersifat fardiyah. Artinya da’wah yang dilakukan secara perorangan ciri khas yang melekat dalam dakwah fardiyah adalah
·      Adanya hubungan langsung antara seorang da’i dengan mad’u yang bersifat face to face. Dari hubungan langsung ini akan menjadi feedback, perilaku spontan, dan senantiasa dinamis.
·      Bisa dilakukan dengan menggunakan perilaku yang bersifat verbal maupun non verbal, artinya dalam dakwah antar individu boleh dilakukan dengan isyarat, memberikan contoh, dan membimbing serta konseling.
·      Dakwah antar individu dapat dilakukan dengan persuasif. 
     Dalam literatur memperkenalkan dan menggunakan istilah dakwah keluarga bertitik tolak dari pemahaman bahwa dalam dakwah itu ada yang namanya proses pendidikan. Pendidikan merupakan tindak lanjut dari proses kegiatan dakwah. Kita akan menemukan keberagaman mad’u para nabi; dan secara garis besar terbagi kepada dua: ada yang beriman dan mendukung dakwah para rasul, dan ada yang tidak menerima dan otomatis menjadi penghalang. Di bawah ini kita akan melihat bahwa lingkungan orang terdekat para rasul, seperti ayah, saudara, istri dan anak ada yang tidak beriman dan menjadi batu sandungan dalam dakwah para rasul. Diantaranya adalah dari kalangan:
a.       Ayah. Al-Qur`an mencatat bahwa rasul yang mempunyai mad’u dan tidak mau beriman dari kalangan ayahnya adalah Nabi Ibrahim ‘alaihi al-saläm.
b.      Saudara. Mad’u dari saudara yang cukup menjadi ujian bagi seorang Nabi adalah apa yang dialami oleh Nabi Yusuf ‘alaihi al-saläm.
c.       Istri. Dari kalangan istri para rasul, kita menemukan dua orang yang dicatatkan dalam al-Qur`an tentang pembangkangan mereka. Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)".
d.      Anak. Dalam terjemah al-Qur`an disebutkan bahwa nama anak Nabi Nuh ‘alaihi al-saläm yang kafir itu adalah Qanaan. Di samping itu, Nabi Nuh ‘alaihi al-saläm mempunyai putra lainnya dan mereka beriman yaitu: Sam, Ham dan Jafits.
3.         Kerabat
     pemberian nasihat yang paling penting dan tolong menolong yang paling wajib. Apabila orang tua atau saudara atau selain keduanya dari penghuni rumah melakukan sesuatu kemungkaran, wajib saling memberi nasihat, tolongan menolong dan saling memberi wasiat dengan kebenaran sebatas kemampuan, dengan cara yang sopan dan mencari waktu yang tepat sehingga hilang kemungkaran.
4.         Teman
     Dalam berdakwah kepada teman ada beberapa cara yang bisa kita lakukan diantara :
1.      Gunakan kebijaksanaan yang ada untuk menegur pelaku bahawa perbuatannya itu salah dan melanggar peraturan Islam. Boleh gunakan TV atau Radio untuk memasang CD atau kased ceramah yang berkaitan dengan pemakaian tudung atau tutup aurat apabila dia datang ke rumah. Dalam cara tidak langsung, pelaku tersebut dengar dan dia akan rasa sendiri akan perbuatannya itu. Cara ini tanpa perlu ditegur, dan tidak memerlukan modal percakapan dan hanya bermodalkan bil elektrik dan modal CD atau kased ceramah sahaja.
2.      Gunakan perkataan-perkataan hikmah dan tidak sesekali menggunakan perkataan yang menguris hati pelaku,, seperti bawa dia berbincang baik-baik di tempat yang tiada orang, kerana bila melakukan teguran dihadapan orang ramai, maka secara tidak langsung kita telah menjatuhkan air mukanya dihadapan orang.
3.      Gunakan perkataan-perkataan sindiran yang tidak menyinggungnya atau tidak mengaibkannya, seperti contoh saya berikan cucu Nabi Muhammad saw iaitu Hasan dan Hussin menegur seorang tua yang mengambil air sembahyang secara cincai dan sekadar melepaskan kewajipan berwuduk sahaja dengan cara : “Assalamualaikum pakcik, maaf ganggu, boleh pakcik lihat kami mengambil air sembahyang, jika salah pak cik tegur kami” (Teks ini digambarkan dari saya sahaja untuk menyedapkan lagi cerita ).
4.      Tegur dengan menggunakan orang tengah yang dekat dengannya, supaya segala teguran yang disampaikan melalui orang tengah dapat diterimanya dengan baik dan hati yang terbuka.
5.      Tegur dengan menggunakan surat, SMS atau sebagainya. Teks mestilah didahulukan dengan perkataan maaf,perkataan-perkataan yang lembut dan menyatakan apa tujuan kita menulis surat atau SMS ini, supaya tidak berlakunya salah faham antara pelaku dan kita.
5.         Masyarakat
       Sehubungan dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat, bila dilihat dari aspek kehidupan psikologis, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah, berbagai permaslahan yang menyangkut sasaran bimbingan atau dakwah mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.    Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis.
2.    Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan.
3.    Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial kultural.
4.    Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat usia.
5.    Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi okupasionil (profesi atau pekerjaan).
6.    Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup social-ekonomis.
7.    Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis kelamin.
8.    Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi khusus.
     Bila dilihat dari kehidupan psikologis masing-masing golongan masyarakat tersebut di atas, memiliki ciri-ciri khusus yang menuntut kepada sistem dan metode dakwah yang di dasari dengan prinsip-prinsip psikologi yang berbeda-beda, yang merupakan suatu keharusan jika kita menghendaki efektivitas dan efisiensi dalam program kegiatan dakwah di kalangan mereka.








BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·      Strata mad’u adalah adalah tingkatan dari mad’u atau objek dari dakwah. Sedangkan strata dakwah yaitu tingkat cendekiawan, tingkat awan, dan tingkatan selain keduanya. Dengan kita melihat strata ini kita akan bisa meberikan dakwah yang sesuai dengan tingkatanya.
·      Rumpun dan Tipologi Mad’u adalah pengelompokan mad’u. dalam hal ini Berdasarkan data-data rumpun mad’u diatas, dapat dikelompokkan dengan lima tinjauan, yaitu :
1.        Mad’u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran islam. Terbagi dua, yaitu muslim dan non-muslim.
2.        Mad’u ditinjau dari segi pengamalan ajaran agamanya, yaitu dzalim linafsih, muqtashid dan sabiqun bilkhairat.
3.        Mad’u ditinjau dari segi tingkat pengetahuan agamanya, terbagi, ulama pembelajar dan awam.
4.        Mad’u ditinjau dari struktur sosialnya, terbagi, pemerintah, masyarakat maju dan masyarakat terbelakang.
5.        Mad’u ditinjau dari prioritas dakwah, dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, dst.
·      Sasaran Dakwah adalah objek atau sasaran dari dakwah yang di sampaikan dalam hal ini secara garis besar adalah :
ü  Para nabi
ü  Keluarga
ü  Kerabat
ü  Teman
ü  Masyarakat




DAFTAR PUSTAKA
Ilaihi Wahyu, M.A., 2010, “ Komunikasi Dakwah”, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Syabibi Ridho, S.Ag .2008. Metodologi Ilmu Dakwah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Cet 1.
Basit Abdul . 2008. Dakwah Antar Individu. Yogyakarta : Grafindo Litera Media. Cet 1.



[1] Wahyu Ilaihi , M.A., 2010, “ Komunikasi Dakwah”, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
[2] Ridho Syabibi, S.Ag .2008. Metodologi Ilmu Dakwah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Cet 1. Hal : 120-123
[3] Abdul Basit. 2008. Dakwah Antar Individu. Yogyakarta : Grafindo Litera Media. Cet 1. Hal 85

Tidak ada komentar:

Posting Komentar