Kamis, 18 April 2013

KONDISI SOSIAL POLITIK INDONESIA MASA JEPANG DAN BELANDA



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Sebelum Indonesia merdeka masyarakat Indonesia belum mengenal ajaran agam Islam seperti saat ini, karena rakyatnya dikuasai oleh negara lain. Pada masa penjajahan Jepang keadaan bangsa Indonesia mulai berubah karena kedatangan Jepang memberi pengaruh besar terhadap perkembangan masyarakat Indonesia. Jepang memberi kesempatan sebagan rakyat Indonesia untuk sekolah sehingga sedikit banyak rakyat Indonesia mulai berusaha untuk mewujudkan cita-cita Indonesia untuk merdeka secara mutlak tanpa bantuan dari Jepang. Namun, untuk mewujudkan cita-cita tersebut tidak semudah membalikkan tangan. Banyak halangan yang harus dilewati, terutama dalam peyebaran agama Islam. Untuk itu pemakalah memaparkan bagaimana peradaban Islam pada masa penjajahan Jepang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Kondisi Sosial Politik Keagamaan Masyarakat Pada Masa Penjajahan Belanda dan Jepang?
2.      Bagaimana Hubungan Teori Politik dan Islam Hindia Belanda serta Pengaruh terhadap Peradaban Islam di Indonesia
3.      Bagaimana Usaha-Usaha Tokoh Islam Membangun Peradaban Islam di Indonesia Masa Penjajahan?

C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui Kondisi Sosial Politik Keagamaan Masyarakat Pada Masa Penjajahan Belanda dan Jepang.
2.      Untuk mengetahui Hubungan Teori Politik dan Islam Hindia Belanda serta Pengaruh terhadap Peradaban Islam di Indonesia
3.      Untuk mengetahui Usaha-Usaha Tokoh Islam Membangun Peradaban Islam di Indonesia Masa Penjajahan.

BAB II
PEMBAHASAN

1.     Kondisi Sosial Politik Keagamaan Masyarakat Pada Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

a.      Kondisi politik
Pada masa kedudukan Jepang ajaran yang marak yaitu Shinthoisme tentang Hakko Ichiu yang berarti kesatuan keluarga umat manusia. Ajaran tersebut memotivasi bangsa dan pemerintah Jepang untuk membangun masyarakat di bawah kendali Jepang. Semangat tersebut diaktualisasikan dalam bentuk imperialisme dan ekspansi.
      Pada tanggal 8 Maret 1942 panglima tentara Hindia Belanda menandatangani piagam penyerahan tanpa syarat di Kalijati kepada angkatan perang Jepang di bawah pimpinan Letjen Hitoshi Imamura. Sejak saat itu Indonesia resmi berada di bawah kekuasaan Jepang dan Belanda kehilangan atas hak Indonesia.
      Kebijakan pertama Jepang pada Indonesia diberlakukan Dai Nippon yaitu melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional. Keluarnya UU tersebut menjadikan organisasi nasional saat itu sedang giat-giatnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia harus dilumpuhkan.
      Dalam rangka menancapkan kekuasaan di Indonesia, pemerintah militer Jepang melancarkan strategi politisnya dengan membentuk gerakan tiga A. Gerakan ini merupakan upaya untuk merekrut dan mengerahkan tenaga rakyat yang dimanfaatkan dalam perang Asia Timur Raya. Gerakan tiga A dalam realisasinya tidak mampu bertahan lama karena rakyat Indonesia tidak sanggup menghadapi kekejaman militer Jepang dan berbagai bentuk eksploitasi. Ketidak suksesan gerakan tiga A membuat Jepang mencari bentuk lain untuk dapat menarik simpati rakyat dengan cara menawarkan kerjasama dengan para pemimpin Indonesia untuk membentuk “Putera”.
Jepang berharap Putera dapat menjadi wadah untuk menggalang persatuan dan menjadi kekuatan tersembunyi. Keberhasilan organisasi Putera tidak terlepas dari kemampuan para pemimpin serta tingginya kepercayaan rakyat Indonesia pada para tokoh nasional.
      Langkah Jepang selanjutnya yaitu membentuk Dinas Polisi Rahasia yang disebut Kemtai yang bertugas mengawasi dan menghukum pelanggaran terhadap pemerintah Jepang Kemtai ini menyebabkan tokoh pergerakan nasional Indonesia bersikap kooperatif karena untuk menghindari kekejaman Kemtai yang sangat terkenal. Jepang melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara:
a.       Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia
b.      Melanjarkan semboyan 3A
c.       Melancarkan simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa
d.      Menarik simpati umat islam untuk pergi haji
e.       Menarik simpati organisasi Islam MIAI
f.        Melancarkan politik dumping
g.       Mengajak untuk begabung dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional
Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah Hindia Belanda menjadi tiga daerah pemerintahan militer, yaitu:
1.      Daerah bagian tengah meliputi Jawa dan Madura yang dikuasai oleh tentara ke enam belas dengan kantor pusa di Batavia
2.      Daerah bagian barat meliputi Sumatera yang dikuasai oleh tentara ke dua puluh lima dengan kantor pusat di Bukit Tinggi
3.      Daerah bagian timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku, dan irian Jaya yang diluasai langsung armada selatan ke dua dengan kantor pusat di Makassar

Selain kebijakan politik di atas pemerintah militer Jepang juga melakukan perubahan dalam melakukan birokrasi pemerintahan diantaranya menbentuk organisasi pemerintah ditingkat pusat (Departemen) dan membentuk couw sang in (Dewan Penasehat).

Berdirinya beberapa negara Islam di kepulauan Indonesia-Melayu merupakan salah satu bukti kuatnya pengaruh Islam. Selain itu, Islam berhasil mempersatukan kelompok etnis yang terdiri atas ratusan suku yang ada dikepulauan ini. Islam Indonesia telah membentuk institui politik sejak abad ke-13. Namun, institusi politik Islam di beberapa daerah tidak sama. Adab ke-16 merupakan saksi  munculnya kerajaan Islam terutama di Jawa. Namun, beberapa daerah pedalaman masih bersifat Hindu-Budha.
Kerajaan-kerajaan Islam pada umumnya berdiri setelah kerajaan lama bercorak Budha atau Hindu mengalami kemunduran. Wilayah kerajaan itu pada umumnya Samudra Pasai, Aceh, Malaka, Demak, dan beberapa kerajaan yanng bersifat tribal lainnya.
 Kota Samudera yang didirikan oleh Sultan Malik Al-Shalih sangat berpengaruh dalam islamisasi di wlayah sekitarnya seperti Malaka, Pidie, dan Aceh. Kerajaan Samudera Pasai mulai berkembang sebagai pusat pedagangan dan pusat perkembangan Islam di Selat Malaka sejak akhir abad 13-16. Sebagai pusat perdagangan, kerajaan Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas beridentitas ketuhanan yang dinamakan dirham yang sistem penempaannya berpengaruh didunia Melayu. Mata uang tersebut sampai sekarang dianggap sebagai mata uang emas tertua yang pernah dikeluarkan oleh sebuah kerajaan Islam di Asia Tenggara.
Samudera Pasai merupakan bagian dari wilayah kerajaan Aceh. Aceh sendiri menerima Islam dari Pasai pada pertengahan abad 14. Kerajaan Aceh bermula dari penggabungan dua negara kecil (Lamuri dan Aceh Dar al-kamal) abad 10 H/16 M. Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis, Aceh merupakan bagian dari kerajaan Pidie.

b.     Kondisi Sosial Keagamaan

Organisasi ulama Indonesia yang biasa disebut :
·         Majelis Ulama Indonesia (MUI),
·         Persatuan Pemuda/Pelajar/Mahasiswa
·         Persatuan Lembaga-lembaga sosial keagamaan islam di Indonesia sangat besar peranannya seperti Pengusaha dan lain-lainnya.
Selain itu ada juga yang disebut NU, lembaga ini bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah, terutama dalam bidang pembinaan pesantren di berbagai daerah di Indonesia. Begitu juga dengan Muhamadiyah, lembaga ini bergerak dalam bidang pendidikan, kemasyarakatan. Banyak sekolah didirikan baik sekolah agama maupun sekolah umum diberbagai tempat di Indonesia. Selain itu juga terdapat lembaga-lembaga lainnya yang bersifat kemasyarakatan yang berada di daerah-daerah yang lebih rendah seperti desa, RT, RW.
Negara (penguasa) tampaknya dalam hal ini dapat pula dikatakan sebagai subyek dominan yang tanpa sadar menerjemahkan praktik-praktik kolonialisme dalam kebijakannya. Dalam konteks politik keagamaan, dapat disebutkan misalnya, pendisiplinan terhadap ajaran agama yang benar dan yang dianggap salah, termasuk melakukan kontrol terhadap keyakinan keagamaan yang dianggap sesat.
Otoritas penghakiman oleh negara (kuasa) dalam konteks politik keagamaan merupakan bagian politik kolonial, yang tanpa disadari memiliki pengaruh besar terhadap karakter dan mental bangsa ini.
Sejarah mencatat, kolonialisme pernah ratusan tahun mencengkram negeri ini. Kurang lebih tiga setengah abad. Dari kedatangan sebagai pedagang kemudian menjadi imperialis, dilakukan kolonial untuk menguasai teritorial nusantara. Letupan perlawanan oleh bangsa ini pun terjadi ketika kekerasan imperialisme mulai menindas dan berkeinginan menguras dan menindas rakyanya.                                                                                                                                                                                                                                                              
Diantara tokoh kolonial Belanda yang memiliki peran besar terhadap sejarah imperialisme di negeri ini adalah Christiaan Snouck Hurgronje. Tokoh politik Belanda ini merupakan politisi kolonial yang dalam pemikiran politiknya untuk menguasai masyarakat nusantara lebih banyak mempresentasikan strategi perang dengan pendekatan keyakinan (agama) dan tidak perlu menekan perlawanan penduduk jajahan secara terus-menerus dengan senjata. Dialah tokoh yang merekomendasikan pemetaan politik kepada Pemerintah Belanda untuk meredam perlawanan masyarakat. Baginya, Pemerintah Belanda harus memisahkan (pemecahan) masyarakat dari gerakan-gerakan perlawanan yang mengusung spirit IslamPolitik

Pada pandangan politik Belanda, mereka  tidak melihat bahaya apa pun dari perlawanan masyarakat yang terjajah, selain kefanatikan beragama (Islam). Sehingga mereka  berkeyakinan gerakan-gerakan perlawanan paling berbahaya dan mengancam kekuasaan kolonial adalah umat Islam (nusantara) yang fanatik. 

d. Kondisi Politik

            Pasa saat itu muncul politik perjanjian, politik ini  memfokuskan pada pemisahan praktik keagaman umat Islam sangat berpengaruh terhadap mentalitas keyakinan umat Islam kemudian. Materi pengkatagorian dari urusan ubudiayah (ibadah), muamalat (hubungan sosial), hingga gerakan Islam politik (perang sabil), menjadi stategi baru pemerintah kolonial menguasai negeri ini.  
Belanda berkeyakinan bahwa persoalan ubudiyah dan muamalat umat Islam sangat sensitif untuk ditekan. Karena itu,  Pemerintah Belanda  mengawasi dan mengontrol aktivitas umat Islam yang mengarah pada kegiatan politik. Namun sebaliknya, membebaskan umat dalam melaksanakan kegiatan ubudiyah dan muamalat.  
Untuk menyukseskan proyeknya, Snouck merumuskan strategi perang, yang dalam sejarah disebut-sebut dengan gaya politik belah bambu (tipudaya), yakni siasat pemisahan (pemecahan) aktivitas umat Islam dari urusan ibadah, muamalat, dan politik. Dalam upaya meredam segala bentuk perlawanan umat, Belanda kemudian menyarankan pemerintah kolonial merekrut umat Islam (tokoh, ulama, masyarakat) dalam struktur kekuasaan Belanda. Disinilah awal penjinakan dan pembungkaman daya kritis umat Islam dibangun terhadap kolonialisme. Belanda tidak menginginkan umat Islam mengadopsi ajaran agama sebagai kritik sosial.  
Selain melakukan pemisahan urusan agama dan politik. Belanda juga meminggirkan umat Islam dari keingintahuan misi politik kolonial, termasuk proyek penjajahan di nusantara. Puncaknya Pemerintah Belanda melakukan pendisiplinan terhadap aktivitas dan pemahaman agama umat. Kebebasan agama diatur, diadministrasi, dan dikontrol. Demikian halnya, Produk hukum Islam dipilah, diseleksi dan disesuaikan dengan selera penguasa. Islam masa kolonial adalah Islam yang diciptakan untuk sujud dan loyal terhadap kekuasaan Pemerintah Belanda.

c.      Kondisi Agama
Pengawasan, pendisiplinan, pengontrolan, dan pencatatan terhadap aktivitas ibadah umat Islam adalah bagian watak politik agama kolonial. Pada prinsipnya, politik yang diterapkan seorang Snouck adalah politik sekulerisme dan liberalisme keagamaan. Misi peminggiran agama dari urusan politik memang sengaja didesign Snouck agar daya kritis umat Islam dapat diatur dan diredam. 
      Politik keagamaan Pemerintah Belanda lebih banyak dihantui kecurigaan berlebihan terhadap aktivitas umat Islam. Dalam konteks ini Belanda sebagai representasi Barat adalah subyek yang mencengkram dan menjejali budaya dan pemikiran umat jajahan (obyek) dari berbagai doktrin sekuler dan liberal. Akibatnya daya kritis umat tertekan. 
Sekulerisme dan liberalisme yang lebih sederhananya bisa dikatakan sebagai gerakan yang memetakan ideologi agama dan ideologi negara serta memecah belah posisi, institusi, simbolisasi agama dari partisipasi kritik sosial, merupakan grand design proyek politik agama imperialisme untuk meredam penyalahgunaan penerapan ajaran agama.  
Implikasi dari penerapan politik tersebut adalah pemandulan atau penjinakkan partisipasi politik atas nama agama yang berlebihan. Beberapa misal, dalam konteks perkembangan Islam di Indonesia adalah penciptaan term Islam Kota dan Islam Desa, Islam Modern dan Islam Tradisional, Islam Liberal dan Islam Radikal, Islam Fanatik dan Islam Moderat, serta sejumlah istilah pilahan, warna, dan wajah Islam di negeri ini. 

2.     Hubungan Teori Politik dan Islam Hindia Belanda serta Pengaruh terhadap Peradaban Islam di Indonesia
Terdapat tiga teori yang dapat membantu menjelaskan penerimaan Islam yang sebenarnya. Teori pertama menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir Indonesia, menikah dengan beberapa keluarga penguasa lokal, dan yang telah penyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman internasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama Islam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati lalulintas Muslim dan menjalin persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh diwilayah pesisir tersebut menjadikan konversi agama Islam untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan beberapa imperium wilayah jawa tengah.
Teori kedua menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal, dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hannya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memesuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan diwilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasi visi agama mereka dalam bentuknnya yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di Indonesia. Beberapa doktrin pantheistik dapat dipahami sebagai pengaruh dari ajaran-ajaran Hindu. Pemujaan wali dan keyakinan terhadapnya sebagai seorang penyembuh secara umum berkembang dikalangan warga muslim dan warga Indonesia.
Teori ketiga lebih menkankan makna Islam bagi masyrakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ideologis bagi kebijakan individual, bagi solidaritas kaum tani dan komnitas pedagang dan bagi interaksi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar.  sebuah masyarakat kesatuan untuk menggantikan masyarakat skala perkampungan yang terganggu oleh perkembanga perdagangan dan politik.
Ketiga teori tersebut bisa jadi berlaku semuanya, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tidak terdapat sebuah proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran Islam di Asia tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid dan penyebaran berbagai sekolah merupakan faktor penyebaran Islam yang sangat penting.
Data-data yang menandai penyebaran Islam adalah sangat sedikit. Pada tahun 1282, penguasa Hindu Malaya di Sumatera memiliki sejumlah penasihat Muslim. Sebuah komunitas muslim di Pasai, Sumatera Utara telah dilaporkan oleh marcopolo pada tahun 1292. Makam Sultan Malik Syah di Perlak tahun 1297 mengisyaratkan konversi agama Islam oleh sang penguasa lokal tersebut. Pada tahun 1345-1346 Ibn Battuta dalam perlawatan kedunia muslim menemukan sejumlah ulama Syafi’iyah di Sumatera.
Pada awal abad ke-15 Iskandar seoarang penguasa kerajaan dagang Sriwijaya pada masa awal dikalahkan oleh oleh orang-orang Jawa yang menjadi pesaingnya, dan ia terpaksa melarikan diri ke Palembang. Setelah tiba di Malaka Ia memeluk agama Islam. Iskandar mendasarkan klaim politiknnya pada enealogis yang menurun dari pada penguasa masa silam, dari pentahbisan Budha dan berdasrkan Islam. Melalui Sinkretisme tersebut islam dijadikan sebagai pelindung bagi kultur bangsa Asia Tenggara. Malak membangun sebuah imperium dagang dengan menjalin hubungan dengan India, Jawa dan Cina. Kapal-kapal Malaka berlayar ke Gujarat, Bengal, dan beberapa pulau kecil di India Timur. Malaka juga berusaha membangun sebuah imperium teritorial Sumatera-Malaya pada posisi jalur antara kedua wilayah tersebut.
Dengan mengkolodasikan politik dan kemakmuran perdagangannya, Malaka menjadi pusat bagi penyebaran pengaruh Islam diseluruh penjjuru diwilayah ini. Pada tahun 1474 para penguasa Malaya di Pahang, Kedah dan di Pattani berpindah agama ke Isla. Di Simatera Islam telah mencapai Roken, Silak, Kampar dan Indragiri. Ketika pelajar-pelajar Jawa datang ke Malaka dan ke Pasai pada tahun 1414 untuk belajar kepada guru muslim para penguasa wilayah pesisir Jawa, Demak, Tuban, madura dan Surabayamenjadi muslim pada pertengahan abad limabelas. Konversi ke agama Islam terdorong oleh persaingan mereka dengan kerajaan Majapahit. Pada akhir abad limabelas Islam tersebar kebeberapa wilayah bagian tengah.
Dari wilayah pusatnya di Sumatera dan Jawa, Islam terus tersebar kewilayah bagian timur. Konversi Islam di Ternate berangsung pada tahun 1498 sebagai akibat kontak hubungan dengan Jawa dan sejumlah kota wilayah pesisir Borneo memeluk Islam melalui kontak dengan orang jawa sebelum kedatangan Portugis pada tahun 1511. Pengaruh Islam di Sumatera, Ternate dan Borneo mencapai Philipina. Sejumlah konversi agama Islam berlangsung di Luzon, Sulu dan Mindanao. Dengan berdasarkan saling keterkaitan kepentingan antara pihak pedaganng dan penguasa lokal, migrsi kaum pedagang dan sufi menjadikan Islam sebagai keyakinan umum warga India.
Teori politik yang telah disebutkan di atas juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan Indonesia, yakni:

a.      Pengaruh Islam Dalam Adat Istiadat Di Indonesia

Adat istiadat di Indonesia yang berkembang dipengaruhi oleh peradaban islam, diantara pengaruh itu adalah ucapan salam yang selalu diucapkan setiap muslim atau penggunaannya juga pada acara-acara resmi pemerintahan yang selalu menggunakan salam berupa kalimat “Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh”. Hal ini menandai adanya pengaruh adat istiadat dalam kehidupan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Pengaruh penting lainnya adalah berupa ucapan-ucapan kalimat dalam do’a yang merupakan pengaruh dari tradisi islam yang lestari, misalnya ucapan Basmalah ketika akan melakukan suatu pekerjaan.




b.     Pengaruh Islam Dalam Pendidikan

Salah satu tugas penting yang dilakukan Departemen Agama adalah menyelenggarakan pendidikan, membimbing dan mengawasi pendidikan agama. Lembaga-lembaga islam telah berkembang dalam beberapa bentuk sejak zaman penjajahan belanda, salah satu pendidikan tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok daerah, lembaga ini dipimpin oleh seorang ulama atau kyai.
Pada awal abad ke-20 persoalan administrasi dan organisasi pendidikan mulai mendapat perhatian pada beberapa kalangan untuk memahami dan bukan menghafal, ditekankan dan pengertian ditumbuhkan, itulah yang dinamakan madrasah. Pada umumnya madrasah ini dibagi menjadi tiga jenjang yaitu tingkat dasar/ Ibtidaiyah, tingkat lanjutan pertama/ Tsanawiyah dan tingkat lanjutan atas/ Aliyah.
Berdirinya Depag dan mulai mendapat perhatian serius dari pemerintah, Depag segera membentuk seksi khusus yang bertugas untuk menyusun pelajaran dalam pendidikan agama, mengawasi pengangkatan guru agama dan mengawasi pendidikannya, pada tahun 1946 Depag mengadakan latihan oleh 90 orang guru agama, 45 orang kemudian diangkat menjadi guru agama akhirnya pada tahun 1948 didirikan sekolah hakim dan guru di solo.

c.      Pengaruh Islam Dalam Politik Dan Pemerintahan

Berdasarkan UUD 1945 dan pancasila, umat Islam bebas menjalankan ajaran agamanya tanpa mendapat ancaman atau gangguan dari pemeluk agama lain.
Dari dasar ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar dan terjaminnya kehidupan beragama, tertuang dalam Pembukaan undang-Undang Dasar 1945, batang tubuh UUD 1945, serta dalam ketetapan-ketetapan MPR .
Berdasarkan hal-hal tersebut kehidupan beragama di Indonesia mendapat jamianan hukum yang kuat. Oleh karena itu, pemeluk Islam mempunyai kebebasan untuk menjalankan ajaran agama yang dianutnya. Islam mempunyai pengaruh dalam percaturan politik dan pemerintahan di Indonesia yang dapat dibuktikan dengan Sila pertama dari Pancasila.
1.         Terbentuk Departemen Agama di Indonesia
2.         Para Kepala Negara dan menterinya mayoritas orang islam.
3.         Adanya lembaga khusus untuk umat islam yaitu MUI.
4.         Ditetapkannya hari-hari besar keagamaan sebagai hari besar nasional.
5.         Dalam upacara kenegaraan selalu dibuka dengan ucapan Assalamu’alaikum   dan ditutup dengan do’a secara Islam.
d.     Pengaruh Islam Dalam Hukum Dan Peradilan

Pengaruh Islam dalam hukum dan peradilan terangkum dan terlihat jelas dalam rancangan undang-undang peradilan yang saat ini telah disahkan oleh Presiden Soeharto menjadi Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang :
1. Perkawinan
2. Warisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam
3. Wakaf dan sedekah
4. Fatwa ulama (MUI) dijadikan pertimbangan dalam setiap kebijakan yang menyangkut umat dan bangsa

e.      Pengaruh Islam Dalam Seni Dan Arsitektur

Pengaruh seni dalam hal ini yang paling menonjol adalah irama lagu-lagu kosidah dan lagu-lagu yang bernafaskan ajaran islam. Syair pujian yang mengagungkan nama-nama Allah yang sering diucapkan oleh umat islam, merupakan bukti pengaruh ajaran Islam terhadap kehidupan beragama masyarakat Islam di Indonesia dan masih banyak lagi karya seni yang bernuansa islami kaligrafi, rebana dan lain-lain.
Begitu pula dalam bentuk arsitektur bangunan rumah peribadatan, banyak bangunan masjid yang ada di Indonesia terpengaruh dari bangunan masjid yang ada di negara-negara islam, baik yang ada di timur tengah ataupun di tempat-tempat lainnya di dunia islam.





3.     Usaha-Usaha Tokoh Islam Membangun Peradaban Islam di Indonesia Masa Penjajahan

a.      Nur Al-Din Al-Raniri

Al-Raniri adalah seorang sufi, ahli teologi dan ahli hukum, dia juga seorang sastrawan dan politisi, beliau sering di anggap seorang sufi padahal dia seorang faqih yang perhatian utamanya adalah penerapan praktis aturan-aturan paling mendasar dari syari’at. Masa karier Al-Raniri di nusantara relative sebentar, peranannya dalam perkembangan islam di wilayah melayu Indonesia tidak biasa di abaikan, dia memainkan peranan penting dalam membawa tradisi besar islam ke wilayah ini dengan menghalangi kecenderungan kuat intrusi tradisi lokal ke dalam islam tanpa mengabaikan peranan para pembawa ialam dari timur tengah atau tempat-tempat lain di masa lebih awal. Al-Raniri merupakan satu mata rantai yang kuat yang menghubungkan tradisi di timur tengah dengan tradisi islam di nusantara.
            Al-Raniri adalah alim pertama di nusantara yang mengambil inisiatifbmenulis semacam buku pegangan standar mengenai kewajiban agama (fiqh yang mendasar bagi semua orang).
            Peranan Al-Raniri dalam mengintefsikan proses islamisasi juga jelas dalam bidang politik. Selama kariernya di Aceh, sebagai syaih al-islam kesultanan, beliau juga bertugas untuk member nasehat kepada sultan iskandar tsani, berkat usaha beliau, sultan iskandar tsani menghapus hokum yang tidak islami bagi para penjahat, seperti mencelupkan minyak dan menjilat besi. Sultan juga melarang rakyatnya membahas massalh-masalah wujud Tuhan dengan akal.
            Menurut Al-Raniri, penerapan syari’at tidak dapat di tingkatkan tanpa pengetahuan lebih mendalam mengenai hadist Nabi. Di samping menjelaskan perbedaan antara tasawu yang menyimpang dengan tasawuf orthodox juga menekankan pentingnya syari’at, Al-Raniri juga bertugas membuat kaum muslimin memahami secara benar pokok keyakinan.
            Al-Raniri memerankan peranan penting bukan hanya dalam menjelaskan kaum muslim melayu-indonesia dasar-dasar pokok keimanan dan ibadah islam tetapi juga dalam mengungkapkan kebenaran islam dalam suatu perspektif perbandingan dengan agama-agama lain. Dialah alim pertama di wilayah melayu yang menulis sebuah karya mengenai perbandingan agama yang di namakan tibyan fi ma’rifah al adyan.
            Peranan Al-Raniri tidak kalah penting dalam mendorong lebih jauh perkembangan bahasa melayu sebagai lingua franca di wilayah melayu-indonesia.

b.     Abd Al-Ra’uf Al-Sinkili

Abd Al-Ra’uf Al-Sinkili adalah seorang melayu dari fansur, sinkil di wilayah pantai barat laut Aceh. Awal karier Al-Sinkili tidak jelas namun menrut catatan biografinya Al-Sinkili pernah meninggalkan aceh menuju Arab pada 1025/1642. Al-Sinkili belajar di sejumlah tempat yang kesebar sepanjang rute haji dari dhuha di wilayah teluk Persia, Yaman, Jeddah, mekkah dan madinah.[1] Masa karier perkembangan politik Al-Sinkili di kesultanan Aceh pada periode ini sangat menarik yakni kesultanan di perintah oleh empat orang sultanah berturut-turut.

            Tahap terakhir dari perjalanan panjang Al-Sinkili dalam menuntut ilmu adalah madinah, di madinah ia belajar dengan ahmad al-Qusyasyi sampai ia meninggal dunia. Al-Sinkili mempelajari apa yang di namakan ilmu al-bathin yaitu tasawuf dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait. Sebagai tanda selesainya pelajaran dalam mistis, Al-Qusyasyi menunjukkan sebagai khalifah tarekat syatariyah dan qadiriyahnya. Setelah wafatnya Al-Qusyasyi, Al-Sinkili kembali ke tanah airnya untuk menyebarkan pengajaran dan ilmu yang telah dia terima.Al-Sinkili menyebarkan ajaran tarekatnya di negeri kepulauan nusantara. Jenis tarekat yang dikembangkan adalah tarekat Syathariyyah. Tarekat Syathariyyah adalah jenis tarekat yang telah di perbarui oleh para tokoh terkemuka dalam jaringan ulama seperti Ahmad Al-Syinnawi dan Ahmad Al-Qusyasyi. Tarekat Syatariyah juga di kenal sebagai tarekat ‘Isyqiyah di Iran dan sebagai tarekat bistamiyah di Turki Usmaniyah.[2]

c.      Muhammad Yusuf Al-Maqossari

Muhammad Yusuf Al-Maqossari adalah perintis ke tiga pembaruan islam di nusantara. Beliau adalah ulama yang luar biasa. Beliau seorang sufi besar. Dalam kaitannya dengan karier dan ajaranya Al-Maqasari merupakan salah seorang mujtahiddin terpenting dalam sejarah Islam Nusantara. Seluruh ekspresi ajaran dan amalan Al-Maqassari menunjukkan aktifisme yang berjangkauan luas.
Al-Maqassari juga memainkan peranan penting dalam politik Banten. Beliau melangkah pada garis paling depan dalam peperangan melawan Belanda. Namun, seperti kebanyakan ulama dalam jaringan ulama internasional pada abad ke-17, al-Maqassari tidak memanfaatkan organisasi tarekat untuk menggerakkan masa, terutama untuk tujuan perang.
Konsep utama tasawuf Al-Maqassari adalah pemurnian kepercayaan (aqidah) pada Keesaan Tuhan. Ini merupakan usahanya menjelaskan transendensi Tuhan atas ciptaan-Nya. Al-Maqassari menunjukkan tasawufuntuk kalangan terpilih dari golongan elite dengan memperkenalkan tarekat Al-Ahmadiyah. Beliau menegaskan bahwa orang yang hanya bersandar pada syariat lebih baik dari pada orang yang mengamalkan tasawuf namun mengabaikan ajaran hukum Islam. Al-Maqassari membahas secara panjang lebar beberapa ibadah khusus dan langkah-langkah menuju kemajuan.
Meski ajaran-ajaran beliau tampaknnya terbatas pada tasawuf, namun beliau tidak menyembunyikan perhatian utamanya yaitu pembaruan kepercayaandan amalan kaum muslim di Nusantara melalui pengajaran sufisme yang lebih berorientasi pada syariat. Tarekat beliu sangat dikenal secara umum oleh orang-orang muslim di Nusantara.[3]










BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan

Pada masa kedudukan Jepang ajaran yang marak yaitu Shinthoisme tentang Hakko Ichiu yang berarti kesatuan keluarga umat manusia. Ajaran tersebut memotivasi bangsa dan pemerintah Jepang untuk membangun masyarakat di bawah kendali Jepang. Semangat tersebut diaktualisasikan dalam bentuk imperialisme dan ekspansi. Kondisi Sosial Keagamaan pada saat itu berupa organisasi ulama Indonesia yang disebut Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Pemuda/Pelajar/Mahasiswa, Persatuan Lembaga-lembaga sosial keagamaan Islam di Indonesia sangat besar peranannya seperti pengusaha dan lain-lainnya. Otoritas penghakiman oleh negara (kuasa) dalam konteks politik keagamaan merupakan bagian politik kolonial, yang tanpa disadari memiliki pengaruh besar terhadap karakter dan mental bangsa ini. Kemudian muncul politik perjanjian yang memfokuskan pada pemisahan praktik keagaman umat Islam sangat berpengaruh terhadap mentalitas keyakinan umat Islam kemudian. Pada masa pemerintah Belanda terjadi banyak kecurigaan berlebihan terhadap aktivitas umat Islam. Sekulerisme dan liberalism atau gerakan-isme yang memetakan ideologi agama dan ideologi negara serta memecahbelah posisi, institusi, simbolisasi agama dari partisipasi kritik sosial, merupakan grand design proyek politik agama imperialisme untuk meredam penyalahgunaan penerapan ajaran agama.  
Hubungan Teori Politik dan Islam Hindia Belanda memiliki banyak pengaruh diantaranya Pengaruh islam dalam Adat Istiadat di Indonesia, pendidikan, politik dan pemerintahan, hukum dan peradilan, serta seni dan arsitektur. Dalam membangun peradaban Islam di Indonesia banyak tokoh Islam yang sangat berperan dalam pembangunan Islam diantaranya Nur Al-Din Al-Raniri, Abd Al-Ra’uf Al-Sinkili, Muhammad Yusuf Al-Maqossari.




B.     Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan. Untuk itu penulis berharap agar pembaca memberikan kritik dan saran pada makalah yang penulis buat agar bisa lebih baik dan bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca.




























DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azymardy. 2004. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia. Jakarta:  


[1] Ibid, hal 232
[2] Ibid, hal 255-258
[3] Ibid hal. 288-297

1 komentar: