BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum Indonesia merdeka masyarakat Indonesia belum
mengenal ajaran agam Islam seperti saat ini, karena rakyatnya dikuasai oleh
negara lain. Pada masa penjajahan Jepang keadaan bangsa Indonesia mulai berubah
karena kedatangan Jepang memberi pengaruh besar terhadap perkembangan
masyarakat Indonesia. Jepang memberi kesempatan sebagan rakyat Indonesia untuk
sekolah sehingga sedikit banyak rakyat Indonesia mulai berusaha untuk
mewujudkan cita-cita Indonesia untuk merdeka secara mutlak tanpa bantuan dari
Jepang. Namun, untuk mewujudkan cita-cita tersebut tidak semudah membalikkan
tangan. Banyak halangan yang harus dilewati, terutama dalam peyebaran agama
Islam. Untuk itu pemakalah memaparkan bagaimana peradaban Islam pada masa
penjajahan Jepang.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Kondisi Sosial Politik Keagamaan Masyarakat Pada Masa Penjajahan Belanda dan
Jepang?
2.
Bagaimana
Hubungan Teori Politik dan Islam Hindia Belanda serta Pengaruh terhadap
Peradaban Islam di Indonesia
3.
Bagaimana
Usaha-Usaha Tokoh Islam Membangun Peradaban Islam di Indonesia Masa Penjajahan?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Kondisi Sosial Politik Keagamaan Masyarakat Pada Masa Penjajahan
Belanda dan Jepang.
2.
Untuk
mengetahui Hubungan Teori Politik dan Islam Hindia Belanda serta Pengaruh
terhadap Peradaban Islam di Indonesia
3.
Untuk
mengetahui Usaha-Usaha Tokoh Islam Membangun Peradaban Islam di Indonesia Masa
Penjajahan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kondisi Sosial Politik Keagamaan Masyarakat Pada Masa
Penjajahan Belanda dan Jepang
a.
Kondisi
politik
Pada
masa kedudukan Jepang ajaran yang marak yaitu Shinthoisme tentang Hakko Ichiu
yang berarti kesatuan keluarga umat manusia. Ajaran tersebut memotivasi bangsa
dan pemerintah Jepang untuk membangun masyarakat di bawah kendali Jepang.
Semangat tersebut diaktualisasikan dalam bentuk imperialisme dan ekspansi.
Pada tanggal 8 Maret 1942 panglima tentara Hindia Belanda
menandatangani piagam penyerahan tanpa syarat di Kalijati kepada angkatan
perang Jepang di bawah pimpinan Letjen Hitoshi Imamura. Sejak saat itu
Indonesia resmi berada di bawah kekuasaan Jepang dan Belanda kehilangan atas
hak Indonesia.
Kebijakan pertama Jepang pada Indonesia diberlakukan Dai Nippon
yaitu melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942,
dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua
bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang
mengendalikan seluruh organisasi nasional. Keluarnya UU tersebut menjadikan
organisasi nasional saat itu sedang giat-giatnya memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia harus dilumpuhkan.
Dalam rangka menancapkan kekuasaan di Indonesia, pemerintah
militer Jepang melancarkan strategi politisnya dengan membentuk gerakan tiga A.
Gerakan ini merupakan upaya untuk merekrut dan mengerahkan tenaga rakyat yang
dimanfaatkan dalam perang Asia Timur Raya. Gerakan tiga A dalam realisasinya
tidak mampu bertahan lama karena rakyat Indonesia tidak sanggup menghadapi
kekejaman militer Jepang dan berbagai bentuk eksploitasi. Ketidak suksesan
gerakan tiga A membuat Jepang mencari bentuk lain untuk dapat menarik simpati
rakyat dengan cara menawarkan kerjasama dengan para pemimpin Indonesia untuk
membentuk “Putera”.
Jepang berharap Putera
dapat menjadi wadah untuk menggalang persatuan dan menjadi kekuatan
tersembunyi. Keberhasilan organisasi Putera tidak terlepas dari kemampuan para
pemimpin serta tingginya kepercayaan rakyat Indonesia pada para tokoh nasional.
Langkah Jepang selanjutnya yaitu membentuk Dinas Polisi Rahasia
yang disebut Kemtai yang bertugas mengawasi dan menghukum pelanggaran terhadap
pemerintah Jepang Kemtai ini menyebabkan tokoh pergerakan nasional Indonesia
bersikap kooperatif karena untuk menghindari kekejaman Kemtai yang sangat
terkenal. Jepang melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia
dengan cara:
a.
Menganggap
Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia
b.
Melanjarkan
semboyan 3A
c.
Melancarkan
simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa
d.
Menarik
simpati umat islam untuk pergi haji
e.
Menarik
simpati organisasi Islam MIAI
f.
Melancarkan
politik dumping
g.
Mengajak
untuk begabung dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional
Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang
di Kalijati maka seluruh daerah Hindia Belanda menjadi tiga daerah pemerintahan
militer, yaitu:
1.
Daerah
bagian tengah meliputi Jawa dan Madura yang dikuasai oleh tentara ke enam belas
dengan kantor pusa di Batavia
2.
Daerah
bagian barat meliputi Sumatera yang dikuasai oleh tentara ke dua puluh lima
dengan kantor pusat di Bukit Tinggi
3.
Daerah
bagian timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku, dan irian Jaya
yang diluasai langsung armada selatan ke dua dengan kantor pusat di Makassar
Selain kebijakan politik di atas pemerintah militer
Jepang juga melakukan perubahan dalam melakukan birokrasi pemerintahan
diantaranya menbentuk organisasi pemerintah ditingkat pusat (Departemen) dan
membentuk couw sang in (Dewan Penasehat).
Berdirinya beberapa negara Islam di kepulauan
Indonesia-Melayu merupakan salah satu bukti kuatnya pengaruh Islam. Selain itu,
Islam berhasil mempersatukan kelompok etnis yang terdiri atas ratusan suku yang
ada dikepulauan ini. Islam Indonesia telah membentuk institui politik sejak
abad ke-13. Namun, institusi politik Islam di beberapa daerah tidak sama. Adab
ke-16 merupakan saksi munculnya kerajaan
Islam terutama di Jawa. Namun, beberapa daerah pedalaman masih bersifat
Hindu-Budha.
Kerajaan-kerajaan Islam pada umumnya berdiri setelah
kerajaan lama bercorak Budha atau Hindu mengalami kemunduran. Wilayah kerajaan
itu pada umumnya Samudra Pasai, Aceh, Malaka, Demak, dan beberapa kerajaan
yanng bersifat tribal lainnya.
Kota Samudera yang
didirikan oleh Sultan Malik Al-Shalih sangat berpengaruh dalam islamisasi di
wlayah sekitarnya seperti Malaka, Pidie, dan Aceh. Kerajaan Samudera Pasai
mulai berkembang sebagai pusat pedagangan dan pusat perkembangan Islam
di Selat Malaka sejak akhir abad 13-16. Sebagai pusat perdagangan, kerajaan
Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas beridentitas ketuhanan yang
dinamakan dirham yang sistem penempaannya berpengaruh didunia Melayu. Mata uang
tersebut sampai sekarang dianggap sebagai mata uang emas tertua yang pernah
dikeluarkan oleh sebuah kerajaan Islam di Asia Tenggara.
Samudera Pasai merupakan bagian dari wilayah kerajaan
Aceh. Aceh sendiri menerima Islam
dari Pasai pada pertengahan abad 14. Kerajaan Aceh bermula dari penggabungan
dua negara kecil (Lamuri dan Aceh Dar al-kamal) abad 10 H/16 M. Ketika Malaka
jatuh ke tangan Portugis, Aceh merupakan bagian dari kerajaan Pidie.
b. Kondisi Sosial Keagamaan
Organisasi ulama Indonesia yang biasa disebut :
·
Majelis
Ulama Indonesia (MUI),
·
Persatuan
Pemuda/Pelajar/Mahasiswa
·
Persatuan
Lembaga-lembaga sosial keagamaan islam di Indonesia sangat besar peranannya
seperti Pengusaha dan lain-lainnya.
Selain itu ada juga yang disebut NU, lembaga
ini bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah, terutama dalam bidang
pembinaan pesantren di berbagai daerah di Indonesia. Begitu juga dengan
Muhamadiyah, lembaga ini bergerak dalam bidang pendidikan, kemasyarakatan.
Banyak sekolah didirikan baik sekolah agama maupun sekolah umum diberbagai
tempat di Indonesia. Selain itu juga terdapat lembaga-lembaga lainnya yang
bersifat kemasyarakatan yang berada di daerah-daerah yang lebih rendah seperti
desa, RT, RW.
Negara (penguasa) tampaknya dalam hal ini dapat
pula dikatakan sebagai subyek dominan yang tanpa sadar menerjemahkan
praktik-praktik kolonialisme dalam kebijakannya. Dalam konteks politik
keagamaan, dapat disebutkan misalnya, pendisiplinan terhadap ajaran agama yang
benar dan yang dianggap salah, termasuk melakukan kontrol terhadap keyakinan
keagamaan yang dianggap sesat.
Otoritas penghakiman oleh
negara (kuasa) dalam konteks politik keagamaan merupakan bagian politik
kolonial, yang tanpa disadari memiliki pengaruh besar terhadap karakter dan
mental bangsa ini.
Sejarah mencatat,
kolonialisme pernah ratusan tahun mencengkram negeri ini. Kurang lebih tiga setengah abad. Dari
kedatangan sebagai pedagang kemudian menjadi imperialis, dilakukan kolonial
untuk menguasai teritorial nusantara. Letupan perlawanan oleh bangsa ini pun
terjadi ketika kekerasan imperialisme mulai menindas dan berkeinginan
menguras dan menindas rakyanya.
Diantara tokoh kolonial Belanda yang memiliki
peran besar terhadap sejarah imperialisme di negeri ini adalah Christiaan
Snouck Hurgronje. Tokoh politik Belanda ini merupakan politisi kolonial yang
dalam pemikiran politiknya untuk menguasai masyarakat nusantara lebih banyak
mempresentasikan strategi perang dengan pendekatan keyakinan (agama) dan tidak perlu menekan perlawanan penduduk jajahan secara
terus-menerus dengan senjata. Dialah tokoh yang merekomendasikan pemetaan
politik kepada Pemerintah Belanda untuk meredam perlawanan masyarakat. Baginya,
Pemerintah Belanda harus memisahkan (pemecahan) masyarakat dari gerakan-gerakan
perlawanan yang mengusung spirit IslamPolitik.
Pada pandangan politik Belanda, mereka tidak melihat bahaya apa pun dari perlawanan
masyarakat yang terjajah, selain kefanatikan beragama (Islam). Sehingga
mereka berkeyakinan gerakan-gerakan
perlawanan paling berbahaya dan mengancam kekuasaan kolonial adalah umat Islam
(nusantara) yang fanatik.
d. Kondisi Politik
Pasa saat itu muncul politik perjanjian, politik ini memfokuskan pada pemisahan praktik keagaman umat Islam sangat berpengaruh terhadap mentalitas keyakinan umat Islam kemudian. Materi pengkatagorian dari urusan ubudiayah (ibadah), muamalat (hubungan sosial), hingga gerakan Islam politik (perang sabil), menjadi stategi baru pemerintah kolonial menguasai negeri ini.
Belanda berkeyakinan bahwa persoalan ubudiyah
dan muamalat umat Islam sangat sensitif untuk ditekan. Karena itu, Pemerintah Belanda mengawasi dan mengontrol aktivitas umat Islam
yang mengarah pada kegiatan politik. Namun sebaliknya, membebaskan umat dalam
melaksanakan kegiatan ubudiyah dan muamalat.
Untuk menyukseskan proyeknya, Snouck merumuskan
strategi perang, yang dalam sejarah disebut-sebut dengan gaya politik belah
bambu (tipudaya), yakni siasat pemisahan (pemecahan) aktivitas
umat Islam dari urusan ibadah, muamalat, dan politik. Dalam upaya meredam
segala bentuk perlawanan umat, Belanda kemudian menyarankan pemerintah kolonial
merekrut umat Islam (tokoh, ulama, masyarakat) dalam struktur kekuasaan Belanda.
Disinilah awal penjinakan dan pembungkaman daya kritis umat Islam dibangun
terhadap kolonialisme. Belanda tidak menginginkan umat Islam mengadopsi ajaran
agama sebagai kritik sosial.
Selain melakukan pemisahan urusan agama dan politik.
Belanda juga meminggirkan umat Islam dari keingintahuan misi politik kolonial,
termasuk proyek penjajahan di nusantara. Puncaknya Pemerintah Belanda melakukan
pendisiplinan terhadap aktivitas dan pemahaman agama umat. Kebebasan agama
diatur, diadministrasi, dan dikontrol. Demikian halnya, Produk hukum Islam
dipilah, diseleksi dan disesuaikan dengan selera penguasa. Islam masa kolonial
adalah Islam yang diciptakan untuk sujud dan loyal terhadap kekuasaan
Pemerintah Belanda.
c.
Kondisi Agama
Pengawasan, pendisiplinan, pengontrolan, dan
pencatatan terhadap aktivitas ibadah umat Islam adalah bagian watak politik
agama kolonial. Pada prinsipnya, politik yang diterapkan seorang Snouck adalah
politik sekulerisme dan liberalisme keagamaan. Misi peminggiran agama dari
urusan politik memang sengaja didesign Snouck agar daya kritis umat Islam dapat
diatur dan diredam.
Politik
keagamaan Pemerintah Belanda lebih banyak dihantui kecurigaan berlebihan
terhadap aktivitas umat Islam. Dalam konteks ini Belanda sebagai representasi
Barat adalah subyek yang mencengkram dan menjejali budaya dan pemikiran umat
jajahan (obyek) dari berbagai doktrin sekuler dan liberal. Akibatnya daya
kritis umat tertekan.
Sekulerisme dan liberalisme yang lebih
sederhananya bisa dikatakan sebagai gerakan yang memetakan ideologi agama dan
ideologi negara serta memecah belah posisi, institusi, simbolisasi agama dari
partisipasi kritik sosial, merupakan grand
design proyek politik agama imperialisme untuk meredam penyalahgunaan
penerapan ajaran agama.
Implikasi dari penerapan politik tersebut
adalah pemandulan atau penjinakkan partisipasi politik atas nama agama yang
berlebihan. Beberapa misal, dalam konteks perkembangan Islam di Indonesia
adalah penciptaan term Islam Kota dan Islam Desa, Islam Modern dan Islam
Tradisional, Islam Liberal dan Islam Radikal, Islam Fanatik dan Islam Moderat,
serta sejumlah istilah pilahan, warna, dan wajah Islam di negeri ini.
2. Hubungan Teori Politik dan Islam Hindia Belanda serta
Pengaruh terhadap Peradaban Islam di Indonesia
Terdapat
tiga teori yang dapat membantu menjelaskan penerimaan Islam yang sebenarnya. Teori
pertama menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di
beberapa wilayah pesisir Indonesia, menikah dengan beberapa keluarga penguasa
lokal, dan yang telah penyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman
internasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok
pertama yang memeluk agama Islam adalah dari penguasa lokal yang berusaha
menarik simpati lalulintas Muslim dan menjalin persekutuan dalam bersaing menghadapi
pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh diwilayah pesisir tersebut
menjadikan konversi agama Islam untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap
otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan beberapa
imperium wilayah jawa tengah.
Teori
kedua menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal, dan Arabia.
Kedatangan para sufi bukan hannya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai
pedagang dan politisi yang memesuki lingkungan istana para penguasa,
perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan diwilayah pedalaman.
Mereka mampu mengkomunikasi visi agama mereka dalam bentuknnya yang sesuai
dengan keyakinan yang telah berkembang di Indonesia. Beberapa doktrin
pantheistik dapat dipahami sebagai pengaruh dari ajaran-ajaran Hindu. Pemujaan
wali dan keyakinan terhadapnya sebagai seorang penyembuh secara umum berkembang
dikalangan warga muslim dan warga Indonesia.
Teori
ketiga lebih menkankan makna Islam bagi masyrakat umum dari pada bagi kalangan
elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ideologis bagi
kebijakan individual, bagi solidaritas kaum tani dan komnitas pedagang dan bagi
interaksi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih
besar. sebuah masyarakat kesatuan untuk
menggantikan masyarakat skala perkampungan yang terganggu oleh perkembanga
perdagangan dan politik.
Ketiga
teori tersebut bisa jadi berlaku semuanya, sekalipun dalam kondisi yang berbeda
antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tidak terdapat sebuah proses tunggal
atau sumber tunggal bagi penyebaran Islam di Asia tenggara, namun para pedagang
dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid dan penyebaran berbagai sekolah
merupakan faktor penyebaran Islam yang sangat penting.
Data-data
yang menandai penyebaran Islam adalah sangat sedikit. Pada tahun 1282, penguasa
Hindu Malaya di Sumatera memiliki sejumlah penasihat Muslim. Sebuah komunitas
muslim di Pasai, Sumatera Utara telah dilaporkan oleh marcopolo pada tahun
1292. Makam Sultan Malik Syah di Perlak tahun 1297 mengisyaratkan konversi
agama Islam oleh sang penguasa lokal tersebut. Pada tahun 1345-1346 Ibn Battuta
dalam perlawatan kedunia muslim menemukan sejumlah ulama Syafi’iyah di
Sumatera.
Pada
awal abad ke-15 Iskandar seoarang penguasa kerajaan dagang Sriwijaya pada masa
awal dikalahkan oleh oleh orang-orang Jawa yang menjadi pesaingnya, dan ia
terpaksa melarikan diri ke Palembang. Setelah tiba di Malaka Ia memeluk agama
Islam. Iskandar mendasarkan klaim politiknnya pada enealogis yang menurun dari
pada penguasa masa silam, dari pentahbisan Budha dan berdasrkan Islam. Melalui
Sinkretisme tersebut islam dijadikan sebagai pelindung bagi kultur bangsa Asia
Tenggara. Malak membangun sebuah imperium dagang dengan menjalin hubungan
dengan India, Jawa dan Cina. Kapal-kapal Malaka berlayar ke Gujarat, Bengal,
dan beberapa pulau kecil di India Timur. Malaka juga berusaha membangun sebuah
imperium teritorial Sumatera-Malaya pada posisi jalur antara kedua wilayah
tersebut.
Dengan mengkolodasikan
politik dan kemakmuran perdagangannya, Malaka menjadi pusat bagi penyebaran
pengaruh Islam diseluruh penjjuru diwilayah ini. Pada tahun 1474 para penguasa
Malaya di Pahang, Kedah dan di Pattani berpindah agama ke Isla. Di Simatera
Islam telah mencapai Roken, Silak, Kampar dan Indragiri. Ketika pelajar-pelajar
Jawa datang ke Malaka dan ke Pasai pada tahun 1414 untuk belajar kepada guru
muslim para penguasa wilayah pesisir Jawa, Demak, Tuban, madura dan
Surabayamenjadi muslim pada pertengahan abad limabelas. Konversi ke agama Islam
terdorong oleh persaingan mereka dengan kerajaan Majapahit. Pada akhir abad
limabelas Islam tersebar kebeberapa wilayah bagian tengah.
Dari wilayah pusatnya di
Sumatera dan Jawa, Islam terus tersebar kewilayah bagian timur. Konversi Islam
di Ternate berangsung pada tahun 1498 sebagai akibat kontak hubungan dengan
Jawa dan sejumlah kota wilayah pesisir Borneo memeluk Islam melalui kontak
dengan orang jawa sebelum kedatangan Portugis pada tahun 1511. Pengaruh Islam
di Sumatera, Ternate dan Borneo mencapai Philipina. Sejumlah konversi agama
Islam berlangsung di Luzon, Sulu dan Mindanao. Dengan berdasarkan saling
keterkaitan kepentingan antara pihak pedaganng dan penguasa lokal, migrsi kaum
pedagang dan sufi menjadikan Islam sebagai keyakinan umum warga India.
Teori politik yang telah
disebutkan di atas juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan Indonesia,
yakni:
a.
Pengaruh Islam Dalam Adat Istiadat Di Indonesia
Adat istiadat di Indonesia
yang berkembang dipengaruhi oleh peradaban islam, diantara pengaruh itu adalah
ucapan salam yang selalu diucapkan setiap muslim atau penggunaannya juga pada
acara-acara resmi pemerintahan yang selalu menggunakan salam berupa kalimat “Assalamu’alaikum
Warohmatullahi Wabarakatuh”. Hal ini
menandai adanya pengaruh adat istiadat dalam kehidupan dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.
Pengaruh penting lainnya adalah berupa
ucapan-ucapan kalimat dalam do’a yang merupakan pengaruh dari tradisi islam
yang lestari, misalnya ucapan Basmalah ketika akan melakukan suatu
pekerjaan.
b. Pengaruh Islam Dalam Pendidikan
Salah satu tugas penting yang dilakukan
Departemen Agama adalah menyelenggarakan pendidikan, membimbing dan mengawasi
pendidikan agama. Lembaga-lembaga islam telah berkembang dalam beberapa bentuk
sejak zaman penjajahan belanda, salah satu pendidikan tertua di Indonesia
adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok daerah, lembaga ini dipimpin
oleh seorang ulama atau kyai.
Pada awal abad ke-20 persoalan administrasi dan
organisasi pendidikan mulai mendapat perhatian pada beberapa kalangan untuk
memahami dan bukan menghafal, ditekankan dan pengertian ditumbuhkan, itulah
yang dinamakan madrasah. Pada umumnya madrasah ini dibagi menjadi tiga jenjang
yaitu tingkat dasar/ Ibtidaiyah, tingkat lanjutan pertama/ Tsanawiyah dan
tingkat lanjutan atas/ Aliyah.
Berdirinya Depag dan mulai mendapat perhatian
serius dari pemerintah, Depag segera membentuk seksi khusus yang bertugas untuk
menyusun pelajaran dalam pendidikan agama, mengawasi pengangkatan guru agama
dan mengawasi pendidikannya, pada tahun 1946 Depag mengadakan latihan oleh 90
orang guru agama, 45 orang kemudian diangkat menjadi guru agama akhirnya pada
tahun 1948 didirikan sekolah hakim dan guru di solo.
c. Pengaruh Islam Dalam Politik Dan Pemerintahan
Berdasarkan UUD 1945 dan pancasila, umat Islam bebas
menjalankan ajaran agamanya tanpa mendapat ancaman atau gangguan dari pemeluk
agama lain.
Dari dasar ketuhanan Yang Maha Esa sebagai
dasar dan terjaminnya kehidupan beragama, tertuang dalam Pembukaan
undang-Undang Dasar 1945, batang tubuh UUD 1945, serta dalam
ketetapan-ketetapan MPR .
Berdasarkan hal-hal tersebut kehidupan beragama
di Indonesia mendapat jamianan hukum yang kuat. Oleh karena itu, pemeluk Islam mempunyai
kebebasan untuk menjalankan ajaran agama yang dianutnya. Islam mempunyai pengaruh dalam percaturan
politik dan pemerintahan di Indonesia yang dapat dibuktikan dengan Sila pertama
dari Pancasila.
1.
Terbentuk
Departemen Agama di Indonesia
2.
Para
Kepala Negara dan menterinya mayoritas orang islam.
3.
Adanya
lembaga khusus untuk umat islam yaitu MUI.
4.
Ditetapkannya
hari-hari besar keagamaan sebagai hari besar nasional.
5.
Dalam
upacara kenegaraan selalu dibuka dengan ucapan Assalamu’alaikum dan ditutup dengan do’a secara Islam.
d. Pengaruh Islam Dalam Hukum Dan Peradilan
Pengaruh Islam dalam hukum dan peradilan
terangkum dan terlihat jelas dalam rancangan undang-undang peradilan yang saat
ini telah disahkan oleh Presiden Soeharto menjadi Undang-Undang No. 7 tahun
1989 tentang :
1. Perkawinan
2. Warisan, wasiat dan
hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam
3. Wakaf dan sedekah
4. Fatwa ulama (MUI)
dijadikan pertimbangan dalam setiap kebijakan yang menyangkut umat dan bangsa
e.
Pengaruh Islam Dalam Seni
Dan Arsitektur
Pengaruh seni dalam hal
ini yang paling menonjol adalah irama lagu-lagu kosidah dan lagu-lagu yang bernafaskan ajaran islam. Syair
pujian yang mengagungkan nama-nama Allah yang sering diucapkan oleh umat islam,
merupakan bukti pengaruh ajaran Islam terhadap kehidupan beragama masyarakat Islam
di Indonesia dan masih banyak lagi karya seni yang bernuansa islami kaligrafi,
rebana dan lain-lain.
Begitu pula dalam bentuk arsitektur bangunan
rumah peribadatan, banyak bangunan masjid yang ada di Indonesia terpengaruh
dari bangunan masjid yang ada di negara-negara islam, baik yang ada di timur tengah
ataupun di tempat-tempat lainnya di dunia islam.
3. Usaha-Usaha Tokoh Islam Membangun Peradaban Islam di Indonesia
Masa Penjajahan
a.
Nur Al-Din Al-Raniri
Al-Raniri
adalah seorang sufi, ahli teologi dan ahli hukum, dia juga seorang sastrawan
dan politisi, beliau sering di anggap seorang sufi padahal dia seorang faqih
yang perhatian utamanya adalah penerapan praktis aturan-aturan paling mendasar
dari syari’at. Masa
karier Al-Raniri di nusantara relative sebentar, peranannya dalam perkembangan islam di wilayah melayu Indonesia tidak biasa
di abaikan, dia memainkan peranan penting dalam membawa tradisi besar islam ke
wilayah ini dengan menghalangi kecenderungan kuat intrusi tradisi lokal ke dalam islam tanpa
mengabaikan peranan para pembawa ialam dari timur tengah atau tempat-tempat
lain di masa lebih awal. Al-Raniri merupakan satu mata rantai yang kuat yang
menghubungkan tradisi di timur tengah dengan tradisi islam di nusantara.
Al-Raniri adalah alim pertama di nusantara yang mengambil
inisiatifbmenulis semacam
buku pegangan standar mengenai kewajiban agama (fiqh yang mendasar bagi semua
orang).
Peranan Al-Raniri dalam mengintefsikan proses islamisasi
juga jelas dalam bidang politik. Selama kariernya di Aceh,
sebagai syaih al-islam kesultanan, beliau juga bertugas untuk member nasehat
kepada sultan iskandar tsani, berkat usaha beliau, sultan iskandar tsani
menghapus hokum yang tidak islami bagi para penjahat, seperti mencelupkan
minyak dan menjilat besi. Sultan juga melarang rakyatnya membahas
massalh-masalah wujud Tuhan dengan akal.
Menurut Al-Raniri, penerapan syari’at tidak dapat di
tingkatkan tanpa pengetahuan lebih mendalam mengenai hadist Nabi. Di samping
menjelaskan perbedaan antara tasawu yang menyimpang dengan
tasawuf orthodox juga menekankan pentingnya syari’at, Al-Raniri juga bertugas
membuat kaum muslimin memahami secara benar pokok keyakinan.
Al-Raniri memerankan peranan penting bukan hanya dalam
menjelaskan kaum muslim melayu-indonesia dasar-dasar pokok keimanan dan ibadah
islam tetapi juga dalam mengungkapkan kebenaran islam dalam suatu
perspektif perbandingan dengan agama-agama lain. Dialah alim pertama di wilayah
melayu yang menulis sebuah karya mengenai perbandingan agama yang di namakan
tibyan fi ma’rifah al adyan.
Peranan Al-Raniri tidak kalah penting dalam mendorong
lebih jauh perkembangan bahasa melayu sebagai lingua franca
di wilayah melayu-indonesia.
b. Abd
Al-Ra’uf Al-Sinkili
Abd
Al-Ra’uf Al-Sinkili adalah seorang melayu dari fansur, sinkil di wilayah pantai
barat laut Aceh. Awal karier Al-Sinkili tidak jelas namun menrut catatan
biografinya Al-Sinkili pernah meninggalkan aceh menuju Arab pada 1025/1642.
Al-Sinkili belajar di sejumlah tempat yang kesebar sepanjang rute haji dari
dhuha di wilayah teluk Persia, Yaman, Jeddah, mekkah dan madinah.[1]
Masa karier perkembangan politik Al-Sinkili di kesultanan Aceh pada periode ini
sangat menarik yakni kesultanan di perintah oleh empat orang sultanah
berturut-turut.
Tahap terakhir dari perjalanan panjang Al-Sinkili dalam
menuntut ilmu adalah madinah, di madinah ia belajar dengan ahmad al-Qusyasyi
sampai ia meninggal dunia. Al-Sinkili mempelajari apa yang di namakan ilmu
al-bathin yaitu tasawuf dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait. Sebagai tanda
selesainya pelajaran dalam mistis, Al-Qusyasyi menunjukkan sebagai khalifah
tarekat syatariyah dan qadiriyahnya. Setelah wafatnya Al-Qusyasyi, Al-Sinkili
kembali ke tanah airnya untuk menyebarkan pengajaran dan ilmu yang telah dia
terima.Al-Sinkili menyebarkan ajaran tarekatnya di negeri kepulauan nusantara.
Jenis tarekat yang dikembangkan adalah tarekat Syathariyyah. Tarekat
Syathariyyah adalah jenis tarekat yang telah di perbarui oleh para tokoh
terkemuka dalam jaringan ulama seperti Ahmad Al-Syinnawi dan Ahmad Al-Qusyasyi.
Tarekat Syatariyah juga di kenal sebagai tarekat ‘Isyqiyah di Iran dan sebagai
tarekat bistamiyah di Turki Usmaniyah.[2]
c.
Muhammad Yusuf Al-Maqossari
Muhammad
Yusuf Al-Maqossari adalah perintis ke tiga pembaruan islam di nusantara. Beliau
adalah ulama yang luar biasa. Beliau seorang sufi besar. Dalam kaitannya dengan
karier dan ajaranya Al-Maqasari merupakan salah seorang mujtahiddin terpenting
dalam sejarah Islam Nusantara. Seluruh ekspresi ajaran dan amalan Al-Maqassari
menunjukkan aktifisme yang berjangkauan luas.
Al-Maqassari juga memainkan peranan penting dalam politik
Banten. Beliau melangkah pada garis paling depan dalam peperangan melawan
Belanda. Namun, seperti kebanyakan ulama dalam jaringan ulama internasional
pada abad ke-17, al-Maqassari tidak memanfaatkan organisasi tarekat untuk
menggerakkan masa, terutama untuk tujuan perang.
Konsep utama tasawuf Al-Maqassari adalah pemurnian
kepercayaan (aqidah) pada Keesaan Tuhan. Ini merupakan usahanya menjelaskan
transendensi Tuhan atas ciptaan-Nya. Al-Maqassari menunjukkan tasawufuntuk
kalangan terpilih dari golongan elite dengan memperkenalkan tarekat
Al-Ahmadiyah. Beliau menegaskan bahwa orang yang hanya bersandar pada syariat
lebih baik dari pada orang yang mengamalkan tasawuf namun mengabaikan ajaran
hukum Islam. Al-Maqassari membahas secara panjang lebar beberapa ibadah khusus
dan langkah-langkah menuju kemajuan.
Meski ajaran-ajaran beliau tampaknnya terbatas pada
tasawuf, namun beliau tidak menyembunyikan perhatian utamanya yaitu pembaruan
kepercayaandan amalan kaum muslim di Nusantara melalui pengajaran sufisme yang
lebih berorientasi pada syariat. Tarekat beliu sangat dikenal secara umum oleh
orang-orang muslim di Nusantara.[3]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada masa kedudukan Jepang ajaran yang marak yaitu
Shinthoisme tentang Hakko Ichiu yang berarti kesatuan keluarga umat manusia.
Ajaran tersebut memotivasi bangsa dan pemerintah Jepang untuk membangun
masyarakat di bawah kendali Jepang. Semangat tersebut diaktualisasikan dalam
bentuk imperialisme dan ekspansi. Kondisi Sosial Keagamaan pada saat itu berupa
organisasi ulama Indonesia yang disebut
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Pemuda/Pelajar/Mahasiswa, Persatuan
Lembaga-lembaga sosial keagamaan Islam di Indonesia sangat besar peranannya
seperti pengusaha dan lain-lainnya. Otoritas penghakiman oleh negara (kuasa)
dalam konteks politik keagamaan merupakan bagian politik kolonial, yang tanpa
disadari memiliki pengaruh besar terhadap karakter dan mental bangsa ini.
Kemudian muncul politik perjanjian yang memfokuskan pada pemisahan praktik
keagaman umat Islam sangat berpengaruh terhadap mentalitas keyakinan umat Islam
kemudian. Pada masa pemerintah Belanda terjadi banyak kecurigaan berlebihan
terhadap aktivitas umat Islam. Sekulerisme dan liberalism atau gerakan-isme yang memetakan ideologi agama dan ideologi
negara serta memecahbelah posisi, institusi, simbolisasi
agama dari partisipasi kritik sosial, merupakan grand design proyek politik agama imperialisme untuk meredam
penyalahgunaan penerapan ajaran agama.
Hubungan Teori Politik dan Islam Hindia Belanda memiliki
banyak pengaruh diantaranya Pengaruh islam dalam Adat Istiadat di Indonesia, pendidikan, politik dan
pemerintahan, hukum dan peradilan, serta seni dan arsitektur. Dalam membangun
peradaban Islam di Indonesia banyak tokoh Islam yang sangat berperan dalam
pembangunan Islam diantaranya Nur
Al-Din Al-Raniri, Abd
Al-Ra’uf Al-Sinkili, Muhammad
Yusuf Al-Maqossari.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis sadar bahwa masih
banyak kekurangan-kekurangan. Untuk itu penulis berharap agar pembaca
memberikan kritik dan saran pada makalah yang penulis buat agar bisa lebih baik
dan bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Azra,
Azymardy. 2004. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII & XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia. Jakarta:
Thank's gan infonya !!!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id