BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Pendidikan
adalah salah satu bidang yang sangat menentukan dalan kemajuan suatu negara ,
Inodenesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam
suku.adat,agama,bahasa dan lain-lain ,kesatuan ini yang akan menjadi bentuk
negara ini secara plural melalui pendidikan perbedaaan ini dapat disatukan agar
tidak terjadi diskriminasi yang menyudutkan pada satu golongan sehingga
pembangunan indonesia terhambat. Sistem pendidikan Indonesia yang setiap tahun
berganti mengikuti jalur politik pemenang membuat ketidak konsistenan suatu
negara di dalam memajukan dunia pendidikan.
Indonesia
adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat
dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan
luas. Wacana mengenai multikultural telah memasuki babak baru. Indikasinya,
diskusi mengenai multikultural tidak saja terjadi di lingkungan tradisi
akademis, melainkan telah menjadi bagian dari wacana dan kebijakan publik.
Diskursus mengenai multikultural telah menjadi materi pendidikan, pelatihan,
malahan kursus singkat yang amat praktis.
Melihat
fenomena tersebut, pendidikan di Indonesia haruslah peka menghadapi perputaran
globalisasi. Pengalaman pahit masa lalu tidak perlu terulang kembali. Untuk
itu, perlulah pendidikan multikultural sebagai jawaban atas beberapa
problematika kemajemukan tersebut. Oleh sebab itu, penulis berusaha menjabarkan
sedikit wawasan tentang pendidikan multikultural yang nantinya mudah-mudahan
bisa bermanfaat.
2.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian pendidikan multicultural ?
2. Apa ide
dasar pendidikan multicultural ?
3. Apa tujuan
pendidikan multicultural ?
4. Apa fungsi
pendidikan multicultural ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Secara
umum pendidikan multicultural mempunyai arti Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia dan
keterampilanyang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Multikultur
adalah berbagai macam status social budaya meliputi latar belakang, tempat, agama,
ras, suku dll.
Jadi
pendidikan multicultural adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian
didalam dan diluar sekolah yang mempelajari tentang berbagai macam status sosial,
ras, suku, agama agar tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi
masalah-masalah keberagaman budaya.
Pendidikan
multikultural adalah merupakan suatu wacana yang lintas batas, karena terkait
dengan masalah-masalah keadilan sosial (social justice), demokarasi dan hak
asasi manusia[1].
Azyumardi azra mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk
atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografi dan kultur
lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan demi secara keseluruhan[2].
Prudence Crandall mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan
yang memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik
baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan
budaya (kultur). Secara lebih singkat Andersen dan Custer (1994) mengatakan
bahwa pendidikan multikultural adalah pedidikan mengenai keragaman budaya[3].
Sedangkan Musa Asy’arijuga menyatakan bahwa
pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati,
tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural[4],
Dari uraian tersebut di atas, definisi yang disampaikan oleh Musa Asy’ari
adalah definisi yang digunakan sesui dengan kondisi Indonesia.
Dari
perespektif kaum Puritan yang menjadi acuan utama sebagian besar pendatang dari
Inggris tersebut, berbagai suku bangsa yang dilabeli secara generic dengan nama
“Indian” adalah bangsa kafir pemuja dewa yang membahayakan kehidupan komunitas
berbasis agama tersebut. Di sini terlihat bagaimana pandangan berperspektif
tunggal sini terlihat bagaimana pandangan berperspektif tunggal yang datang
dari budaya tertentu membutakan mata terhadap kenyataan keragaman yang ada.
Amerika
Serikat ketika ingin membentuk masyarakat baru pasca kemerdekaannya pada 4 Juli
1776 baru disadari bahwa, masyarakatnya terdiri dari berbagai ras dan asal
Negara yang berbeda. Oleh karena itu, dalam hal ini Amerika mencoba mencari
terobosan baru, yaitu dengan menempuh strategi menjadikan sekolah sebagai pusat
sosialisasi dan pembudayaan nilai-nilai baru yang dicita-citakan. Atau dalam
bahasa lain, sekolah lain, sekolah sebagai medium transformasi budaya.
Melalui
pendekatan inilah, dari SD sampai Perguruan Tinggi, Amerika Serikat berhasil membentuk
bangsanya yang dalam perkembangannya melampaui masyarakat induknya yaitu Eropa.
Kaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yang perlu diwariskan dan dikembangkan
melalui system pendidikan pasa suatu masyarakat, maka Amerika Serikat memakai
system demokrasi dalam pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya,
toleransi tidak hanya diperuntukkan bagi kepentingan bersama, tetapi juga
menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat.
Sehubungan
dengan hal di atas, akhir-akhir ini di Indonesia sedang mencuat wacana baru
dalam khazanah pemikiran pendidikan, yakni pendidikan multicultural.
Sebagaimana diberitakan oleh salah satu media nasional di tanah air, bahwa saat
ini perlu dibangun konsep pendidikan multicultural ( Kompas, 02/ 09/ 2004 ).
Tentu, hal tersebut patut diapresiasi secara positif oleh semua kalangan yang
peduli terhadap “nasib” pendidikan di negeri ini. Gagasan tersebut muncul
dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, salah satu di antaranya adalah
globalisasi. Globalisasi melahirkan peluang, ancaman, dan tantangan bagi
kehiduapan manusia di berbagai belahan bumi, termasuk imbasnya adalah
kebudayaan bangsa ( culture and tradition ).
Dalam
konteks itu, pendidikan multicultural melihat masyarakat secara lebih luas.
Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap “indifference” dan “non-recognition”
tidak hanya berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma
pendidikan multicultural mencakup subjek-subjek mengenai ketidakadilan,
kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam
berbagai bidang: social, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.
Paradigma seperti ini akan mendorong tumbuhanya kajian-kajian tentang “ethnic
studies” untuk kemudian menemukan tempatnya dalam kurikulum pendidikan sejak
dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Tujuan inti dari pembahasan tentang
subjek ini adalah untuk mencapai pemberdayaan ( empowerment ) bagi
kelompok-kelompok minoritas dan disadvantaged.
Istilah
“pendidikan multicultural” dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif dan
normative, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang
berkaitan dengan masyarakat multicultural. Lebih jauh ia juga mencakup
pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan
strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multicultural mestilah mencakup
subjek-subjek seperti: toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan
agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, HAM; demokrasi
dan pluralitas, multikulturalisme, kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain
yang relevan.
Dalam
konteks teoretis, belajar dari model-model pendidikan multicultural yang pernah
ada dan sedang dikembangkan oleh Negara-negara maju, dikenal lima pendekatan,
yaitu: pertama, pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau
multikulturalisme; kedua, pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau
pemahaman kebudayaan; ketiga, pendidikan bagi pluralisme kebudayaan; keempat,
pendidikan dwi-budaya; kelima, pendidikan multicultural sebagai pengalaman
moral manusia.
Sebetulnya,
konsep pendidikan multicultural, utamanya di Negara-negara yang menganut konsep
demokratis seperti Amerika Serikat dan Kanada, bukan hal yang baru lagi. Mereka
telah melaksanakannya khususnya dalam upaya melenyapkan diskriminasi rasial antara
orang kulit putih dan kulit hitam, yang bertujuan memajukan dan memelihara
integritas nasional.
2.
IDE DASAR
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Gagasan
pendidikan multikultural di Indonesia sendiri, yang digagas oleh H.A.R. Tilaar
adalah pendidikan untuk meningkatkan penghargaan terhadap keragaman etnik dan
budaya masyarakat. Pendidikan multikultural dipersepsikannya sebagai jembatan
untuk mencapai kehidupan bersama dari umat manusia dalam era globalisasi yang
penuh dengan tantangan-tantangan baru[5].
Sebab jiwa dari globalisasi itu merupakan informasi yang tidak berbatas
(borderless information), globalisasi yang dikenal dengan global village,
muncul disebabkan perkembangan teknologi informasi. Dalam situasi inilah
terjadinya proses lintas budaya yang mempertemukan nilai-nilai budaya yang satu
dengan yang lainnya. Pertemuan nilai-nilai budaya ini, tentunya dapat
menghasilkan nilai-nilai baru yang bermakna ataupun sebaliknya.
Dalam
konteks kebudayaan nasional, menurut Tilaar globalisasi tidak diasumsikan
sebagai massafikasi umat manusia tetapi sebaliknya menonjolkan individualitas
manusia. Individualitas atau identitas suatu bangsa sebagai aset kekayaan
manusia itu sendiri. Globalisasi bukan akan mengancurkan budaya bangsa, tetapi
justru menyuburkan hidupnya berbagai jenis budaya global sebagai sumbangan bagi
lahirnya mozaik budaya internasional yang lebih marak[6].
Untuk
itu dalam konsepsi Tilaar pendidikan multikultural tidak terlepas dari
keseluruhan dinamika budaya suatu masyarakat. Oleh sebab itu, tinjauan studi
kultural haruslah diadakan melalui lintas batas (border crossing) yang
melangkahi batas-batas pemisah yang tradisional dari disiplin-disiplin dunia
akademik yang kaku sehingga pendidikan multikultural tidak terikat pada horison
sempit yang hanya melihat pendidikan di sekolah (school education) dan proses
pendidikan tidak melebihi sebagai proses transmisi atau reproduksi ilmu
pengetahuan kepada generasi yang akan datang[7].
3.
TUJUAN
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Tujuan
pendidikan multikultural ada dua, yakni tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan
awal merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai
perantara agar tujuan akhirnya tercapai dengan baik. Pada dasarnya tujuan awal
pendidikan multikultural yaitu membangun wacana pendidikan, pengambil kebijakan
dalam dunia pendidikan dan mahasiswa jurusan ilmu pendidikan ataupun mahasiswa
umum. Harapannya adalah apabila mereka mempunyai wacana pendidikan
multikultural yang baik maka kelak mereka tidak hanya mampu untuk menjadi
transformator pendidikan multikultural yang mampu menanamkan nilai-nilai
pluralisme, humanisme dan demokrasi secara langsung di sekolah kepada para
peserta didiknya.[8]
Sedangkan
tujuan akhir pendidikan multikultural adalah peserta didik tidak hanya mampu
memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi
diharapkan juga bahwa para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat
untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan humanis. Karena tiga hal
tersebut adalah ruh pendidikan multicultural.
Selain
itu Tujuan Pendidikan Multikultural adalah transformasi pembelajaran kooperatif
di mana di dalam proses pembelajaran setiap individu mempunyai kesempatan yang
sama. Sedangkan, transformasi pembelajaran kooperatif itu sendiri mencakup
pendidikan belajar mengajar, konseptualisasi dan organisasi belajar. Belajar
kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu strategi pembelajaran yang
menggunakan kelompok kecil, di mana pemelajar bekerja bersama, belajar satu
sama lain, berdiskusi dan saling membagi pengetahuan, saling berkomunikasi,
saling membantu untuk memahami materi pembelajaran, sehingga dalam pembelajaran
kooperatif setiap anggota kelompok bertanggungjawab terhadap keberhasilan
setiap anggota kelompoknya.
Berdasar
tujuan pendidikan multikultural tersebut, pendidikan multikultural berupaya
mengajak warga pendidikan untuk menerima perbedaan yang ada pada sesama manusia
sebagai hal-hal yang alamiah (natural sunnatullah). Selain itu, pedidikan
multikultural menanamkan kesadaran kepada mahasiswa akan kesetaraan (equality),
keadilan (justice), kemajemukan (plurality), kebangsaan, ras, suku, bahsa,
tradisi, penghormatan agama, menghendaki terbangunnya tatanan kehidupan yang
seimbang, harmoni, fungsional dan sistematik dan tidak menghendaki terjadinya
proses diskriminasi, kemanusiaan (humanity), dan nilai-nilai demokrasi
(democration values)yang diperlukan dalam beragam aktivitas sosial.[9]
4.
FUNGSI
PENDIDIKAN MULTIKUTURAL
Menurut
Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan,
yaitu kebudayaan yang di lihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan
manusia. Multikultural mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan yang
mendukung ideology ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan
hukum, kesempatan kerja dan usaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan
miniritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu
prodiktivitas.
Suparlan
mengutip Fay 1996, jary dan jary (1991) Watson (2000) dan Reed (ed. 1997)
menyebutkan bahwa muktikulturalisme ini akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya
masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideology akan
mengakui dan mengagungkan perbedaan dan kesederajatan baik secara individual
maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat
mempunyai ssebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakattersebut yang
coraknya seperti sebuah mozaik.multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata
kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka
ragam latar belakang kebudayaan.
Melalui
pendidikan multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan
masyarakat yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
sebagaimana yang telah diamantkan dalam Undang-Undang Dasar.
Mantan
menteri pendidikan nasional, Malik Fajar (2004) menurutnya, pendidikan
multikulturalisme perlu di tumbuh kembangkan, karena potensi yang dimiki
Indonesia secara cultural, tradisi, dan lingkungan geografi serta demografis
sangat luar biasa.
Menurut
Rahman(2002), dosen dari universitas negeri Padang, dalam surat kabar
kebangsaan(PK)ke5, merekomendasikan pentingnya pendidikan multikulturalisme di
sekolah-sekolah yaitu kurikulum berbasis kompetensi.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Pendidikan
multicultural adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian didalam dan
diluar sekolah yang mempelajari tentang berbagai macam status sosial, ras,
suku, agama agar tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi
masalah-masalah keberagaman budaya.
Gagasan
pendidikan multikultural di Indonesia adalah pendidikan untuk meningkatkan
penghargaan terhadap keragaman etnik dan budaya masyarakat. Pendidikan
multikultural dipersepsikannya sebagai jembatan untuk mencapai kehidupan
bersama dari umat manusia dalam era globalisasi yang penuh dengan tantangan-tantangan
baru.
Tujuan
pendidikan multikultural ada dua, yakni tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan
awal merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai
perantara agar tujuan akhirnya tercapai dengan baik. Sedangkan tujuan akhir
pendidikan multikultural adalah peserta didik tidak hanya mampu memahami dan
menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi diharapkan juga bahwa
para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap
demokratis, pluralis dan humanis. Karena tiga hal tersebut adalah ruh
pendidikan multicultural.
Fungsi
pendidikan multicultural adalah Melalui pendidikan multikulturalisme ini
diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah diamantkan
dalam Undang-Undang Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Imron, Mashadi, Pendidikan Agama Islam Dalam
Persepektif Multikulturalisme. Balai Litbang Agama. Jakarta. 2009
Hasyim, H. A Dardi , Yudi Hartono. Pendidikan
Multikultural di Sekolah. UPT penerbitan dan percetakan UNS. Surakarta.
Asy’arie, Musa, Pendidikan Multikultural dan
Konflik Bangsa, 2004
H. A. R. Tilaar, Multikulturalisme,
Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Jakarta,
Grasindo, 2004.
H. A. R. Tilaar, Pengembangan Sumber Daya
Manusia dalam Era Globalisasi Visi, Misi dan Program Aksi Pendidikan dan
Pelatihan Menuju 2020, Jakarta:
Grasindo. 1997
H. A. R. Tilaar, Kekuasaan dan
Pendidikan,Suatu Tunjauan dari Persfektif Study Kultural. Jakarta, Indonesia
Tera, 2003.
Baidhawy, Zakiyuddin, Pendidikan Agama
Berwawasan Multikultural Jakarta: Erlangga, 2005.
Suprapto, Penanaman Dan Sikap Guru Pendidikan
Agama Islam Terhadap Nilai-Nilai Multikultural. Jurnal penelitain pendidikan
agama dan keagamaan. Vol VII, No 1, Januari-Maret. 2009
[1] H.A.R
Tilaar,2003.Kekusaan Dan Pendidikan Suatu Tinjauan Dan Persepektif Studi
Kultural.IndonesiaTera.167
[2] Imron,Mashadi,
Pendidikan Agama Islam Dalam Persepektif Multikulturalisme.Balai Litbang Agama.
Jakarta.2009 Hal: 48
[3] H.A
Dardi Hasyim, Yudi Hartono. Pendidikan Multikultural di Sekolah. UPT penerbitan
dan percetakan UNS. Surakarta. Hal: 28
[4] Musa
Asy’arie, (2004). Pendidikan Multikultural dan Konflik Bangsa,
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0409/03/opini/1246546
[5] H.A.R.
Tilaar, Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam
Transformasi Pendidikan Nasional,Jakarta, Grasindo, 2004.hal 137
[6] H.A.R.
Tilaar, Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi Visi, Misi dan
Program Aksi Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020, (Jakarta: Grasindo. 1997).hal
56
[7] H.A.R.
Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan,Suatu Tunjauan dari Persfektif Study
Kultural.Jakarta, Indonesia Tera, 2003.hal 202
[8] Zakiyuddin
Baidhawy, 2005. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural Jakarta:
Erlangga,hlm. 109
[9] Suprapto,
2009. Penanaman Dan Sikap Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Nilai-Nilai
Multikultural. Jurnal penelitain pendidikan agama dan keagamaan. Vol VII,No 1,
Januari-Maret.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar