BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Munculnya gagasan
nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan
modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka yang
bebas dari politik Barat. Dalam kenyataannya memang partai-partai itu yang
berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah. Perjuangan mereka biasanya
terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan seperti:
·
Gerakan politik baik
dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
·
Pendidikan dan
popraganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisis
kemerdekaan itu.
Faktor-faktor intern yang menyebabkan pergerakan nasional
di Indonesia adalah:penderitaan akibat penjajahan, kesatuan Indonesia di bawah Pax
Neerlandica memberi ke arah kesatuan bangsa, pembangunan komunikasi antar pulau
menyebabkan makin mudah dan makin sering bertemunya rakyat dari berbagai
kepulauan,terinspirasi dari masa lampau.
Faktor-faktor ekstern: ide-ide Barat yang masuk lewat
pendidikan Barat yang modern, kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905
mengembalikan kepercayaan bangsa Indonesia akan kemampuan diri sendiri,
pergerakan Nasionalisme dan perjuangan bangsa lain menentang penjajahan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa saja organisasi-organisasi
sosial-politik dan keagamaan pra kemerdekaan?
2.
Bagaimana usaha-usaha
dan pemikiran organisasi membangun peradaban Islam?
3.
Siapa tokoh-tokoh
organisasi dan perannnya dalam memperjuangkan kemerdekaan RI?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui organisasi-organisasi sosial-politik dan keagamaan pra kemerdekaan.
2.
Untuk mengetahui
usaha-usaha dan pemikiran organisasi membangun peradaban Islam.
3.
Untuk mengetahui
tokoh-tokoh organisasi dan perannnya dalam memperjuangkan kemerdekaan RI.
BAB II
PEMBAHASAN
Organisasi-organisasi sosial-politik dan keagamaan pra
kemerdekaan RI.
- Boedi Oetomo (BO) atau Budi utomo (BU)
Didirikan oleh
mahasiswa-mahasiswa Stovia (Sekolah untuk mendidik dokter-dokter pribumi)
di,Jakarta antara lain: Sutomo, Gunawan, Suraji, dan didirikan pada tanggal 20
Mei 1908.
Inspirasi pendiriannya datang
dari Dokter Wahidin Sudirohusodo dari Yogyakarta,yang pada tahun 1906
mendirikan yayasan bea siswa (Studie
fonds) untuk membiayai pemuda-pemuda
pandai tapi miskin yang ingin meneruskan pelajarannya ke sekolah yang lebih
tinggi.
Berdirinya Budi Utomo menandai
perkembangan baru dalam sejarah bangsa Indonesia.Tanggal berdirinya Budi Utomo
selalu di peringati oleh bangsa Indonesia sebagai Hari Kebangkitan Nasional,
karena BU merupakan pergerakan moderen yang pertama, meski pada waktu didirikan
sebenarnya masih bersifat kedaerahan, Karena pengertian “Nasional Indonesia”
baru mulai muncul. Namun BU kemudian
memelopori berdirinya perkumpulan modern yang lain. Disamping itu arah pergerakan
ini juga nasional. Jadi BU dapat di pandang secara simbolis sebagai pergerakan
nasional menantang penjajah sejak awal mula.
Pada mulanya BU hanyalah
merupakan pergerakan sosial kulturil, yang bertujuan membangun masyarakat jawa
madura secara harmonis. Disamping karena sifatnya sebagai pergerakan perintis,
sifat sosial kulturil itu memang terpaksa dimilikinya karena pasal 111 Regerings Reklement (RR) melarang
berdirinya perkumpulan-perkumpulan politik.
Mengingat pemuka-pemuka dan
pendukung-pendukungnya kebanyakan orang-orang yang erat dengan masyarakat
belanda,bahkan banyak diantaranya pegawai pemerintah, tidak mustahil kalau BU
bersikap loyal-kooprasi terhadap pemerintah.
Tujuan Budi Oetomo mencapai
kemajuan dan meningkatkan derajat bangsa melalui pendidikan dan kebudayaan.[1]
2. Organisasi
Indische Partij
Organisasi ini didirikan pada tanggal 25
Desember 1912 di Bandung oleh “ Tiga Serangkai “, yaitu RM.Suwardi Suryaningrat
(Ki Hajar Dewantara), Dr Cipto Mangunkusumo, dan E.E. Douwes Dekker (Danurdirja
Setia Budi).
Indische partai merupakan organisasi politik
pertama , yang bertujuan untuk:
a. Meningkatkan jiwa persatuan semua golongan
danuntuk memajukan tanah air dengan dilandasi jiwa nasional.
b. Mempersiapkan kehidupan rakyat yang
merdeka.
tujuan organisasi ini dimuat dalam surat kabar “De Express”[2]
3. Sarekat
Dagang Islam
Sarekat Dagang Islam (SDI)
didirikan oleh Haji Samanhudi seorang pengusaha batik di Solo pada tahun 1905. Organisasi ini pada awalnya
merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam, dan dibentuk dengan tujuan awal
untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar
dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Timur Asing atau Cina. Pada saat itu,
pedagang-pedagang tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan
status yang lebih tinggi dari pada penduduk Indonesia lainnya. Kebijakan yang
sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian menimbulkan
perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi. Di bawah pimpinan H.
Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang
berpengaruh. R.M. Tirtoadisuryo
pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiah di Batavia. Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo
mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg. Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto
mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Oleh pimpinannya yang baru, Haji Oemar
Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Selain untuk
menambah anggota, hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam
bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Tujuan dari
berdirinya Sarekat Islam yaitu:
1.
Mengembangkan jiwa dagang.
2.
Membantu anggota yang yang mengalami kesulitan usaha.
3.
Mengajukan pengajaran dan berusaha meninggikan derajat rakyat
biasa.
4.
Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
5.
Hidup dengan menjalankan perintah agama.
Pada bulan maret tahun 1916, SI
diberi pengakuan oleh pemerintah Hindia-Belanda sebagai badan hukum. Konggres
SI yang pertama diselenggarakan di Surabaya
pada tanggal 26 januari 1913, di pimpin oleh H. O. S. Tjokroaminoto. Dalam
konggres itu ia menerangkan bahwa SI bukan partai politik, dan SI tidak beraksi
melawan pemerintahan kolonial Belanda. Walaupun
demikian, dengan Agama Islam sebagai landasan persatuan dan kesatuan penuh untuk
mempretinggi derajat pribumi.Kongres kedua diadakan
pada bulan Oktober 1917. Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29 September hingga 6 Oktober 1918
di Surabaya. Dalam kongres ini Tjokroaminoto
menyatakan jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial berskala besar, SI
akan melakukannya sendiri di luar parlemen.
SI dengan dasar keagamaannya,
mempunyai potensi yang luar biasa untuk menghimpun pengikut diantara rakyat.
namun penguasa kolonial menyadari penuh kekuatan massa dari SI. Menghadapi situasi yang
demikian dinamik dan mengandung unsur-unsur revolusioner itu, pemerintah
menempuh jalan sangat hati-hati. SI merupakan gerakan politik massa
pertama di Indonesia,
banyak efektivitas Sarekat Islam di curahkan pada perjuangan untuk mengontrol
organisasi antara kaum ekstremis, yang ingin membangkitkan revolusi dan
mengadop doktrin-doktrin.
Tahun 1919 SI, jumlah anggota meningkat
mencapai 2.000.000 orang. SI sudah melalui puncak kebesarannya, kekuasaannyapun
telah turun pula karena terbawa oleh kabar-kabar tentang banyak uang iuran yang
kalut dan lagi karena dilakukan oleh anggota ISDV sesudah revolusi di Rusia.
Maka mereka ini menyatakan dirinya komunis. Sehingga jumlah anggota SI turun
dengan cepat. Pada tahun 1920 ini, diadakan kembali konggres
nasional ke tujuh di Madiun dan SI resmi berubah menjadi partai politik dengan
sekaligus merubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI).Kemudian pada tahun
1929 berubah lagui menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan pada
tanggal 5 januari 1973 berubah kembali menjadi Sarekat Islam.[3]
4. ISDV (Indische
Sociaal Democratische Vereniging): 1914
Pada tahun
1913, seorang sosialis Belanda bernama Hendriek Sneevliet datang di Semarang. Tahun
berikutnya, ia mendirikan ISDV yang merupakan perkumpulan Marxistis. Partai ini
didirikan atas inisiatif tokoh sosialis
Belanda, Henk Sneevliet pada 1914, dengan nama Indische Sociaal
Democratische Vereniging (ISDV) atau (Persatuan Sosial Demokrat Hindia
Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua
partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij
/ Partai Buruh Sosial Demokratis) dan ISDP (Indische Sociaal Democratische
Partij) yang aktif di Hindia Belanda. Pada Oktober 1915 ISDV mulai aktif
dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, “Het Vrije Woord” (Kata yang
Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Pada saat
pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, ISDV
mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang
yang merupakan warga pribumi Indonesia.
Namun demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti
kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan
kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917,
kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri,
yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada 1917
ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu,“Suara Merdeka”.
Di bawah
kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi
di Rusia harus diikuti di Indonesia.
Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antaranya tentara-tentara dan
pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah “Pengawal Merah”
dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir
1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya,
sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk
Dewan Soviet. Para penguasa kolonial menindas
dewan-dewan Soviet di Surabaya dan ISDV. Para
pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para
pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara
hingga 40 tahun.
ISDV terus
melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah. Organisasi
ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah
sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di
kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi ini pun mulai berubah dari
mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia. Pada 1919, ISDV hanya
mempunyai 25 orang Belanda di antara anggotanya, dari jumlah keseluruhan kurang
dari 400 orang anggota.
5. Pembentukan Partai
Komunis
Pada Kongres
ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan
Komunis di Hindia. Semaun diangkat sebagai ketua partai. PKI adalah partai
komunis pertama di Asia yang menjadi bagian
dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada kongresnya
kedua Komunis Internasional pada 1920. Pada 1924 nama partai ini sekali lagi
diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada November 1926 PKI
memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatra
Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Pemberontakan ini
dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan
sekitar 13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai,
dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua. Beberapa orang meninggal
di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran
pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada
1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI
kemudian bergerak di bawah tanah.
Rencana pemberontakan
itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam perundingan rahasia
aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas oleh Tan Malaka, salah satu
tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa
terutama di Sumatra. Penolakan tersebut
membuat Tan Malaka di cap sebagai pengikut Leon Trotsky yang juga sebagai tokoh
sentral perjuangan Revolusi Rusia. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru
terjadi setelah pemberontakan di Jawa terjadi. Semisal Pemberontakan Silungkang
di Sumatra. Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan
diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935
pemimpin PKI Moeso kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata
kembali PKI dalam gerakannya di bawah tanah. Namun Moeso hanya tinggal sebentar
di Indonesia.
Kini PKI bergerak dalam berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan
serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara
mahasiswa-mahasiswa Indonesia
di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpunan Indonesia, yang tak lama kemudian
menjadi kontrol PKI.
Partai ini memang
merupakan penggerak, tetapi sukarlah untuk menyatakan bahwa pemberontakan itu
bercorak komunis. PKI belum berani mengklaim tujuan pemberontakan adalah
pembentukan Negara atau masyarakat komunis.[4]
6. Muhammadiyah
Pada tahun 1912 Kyai Haji Ahmad
Dahlan mendirikan organisasi ini di Kauman Yogyakarta. Tujuan organisasi Muhammadiyah adalah untuk
mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Dengan fokus
bergerak di bidang kemasyarakatan seperti sosial, ekonomi, budaya, lembaga
dakwah dan terutama dalam masalah pendidikan. [5]
Pada mulanya Muhammadiyah mengikuti
kebijakan bersama Belanda, tetapi kekecewaan terhadap peran terbatas Indonesia dalam
proses pemerintahan mendorongnya untuk menempuh langkah non-kooperasi dan
pemogokan-pemogokan di awal tahun 1920-an. Muhammadiyah turut mendorong dan
memperjuangkan kemerdekaan RI, dengan melancarkan politik antikolonialisme.
Organisasi ini pada awalnya memiliki basis dakwah untuk kaum wanita dan kaum
muda. Selain itu peran pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah. pada
tahun 1914 Kiyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan perkumpulan kaum ibu yang diberi
nama Sapatresna pada tahun 1920.Perkumpulan tersebut pada tahun 1922 diubah
menjadi Aisyiyah yang kita kenal sekarang sebagai organisasi otonom.
Perkumpulan Sapatresna untuk pertama kali dipimpin oleh istri Kiyai sendiri
yakni ibu Siti Walidah.[6]
7. Organisasi NU
Nadhlatul
Ulama (NU) yang berdiri 31 Januari 1926 berdasarkan semangat kebangkitan
nasional, memegang peranan penting dalam kemerdekaan Republik Indonesia (RI).
Warga NU baik dari kalangan Kiai maupun santrinya tercatat pernah ikut
memperjuangkan kemerdekaan negara tercinta ini.
Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham
Ahlussunah Wal Jama’ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara
ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu
sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur’an, Sunnah, tetapi juga menggunakan
kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu
dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur
Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat
madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf,
mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan
antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984,
merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal
Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih
maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan
tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial
dalam NU.
Berikut
ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi) Syuriyah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
1. KH. Muhammad Hasyim Asy’ari 1926-1947
2. KH. Abdul Wahab Chasbullah 1947-1971
3. KH. Bisri Syansuri 1972-1980
4. KH. Ali Maksum 1980-1984
5. KH. Achmad Muhammad Hasan Siddiq 1984-1991
6. KH. Yafie 1991-1992
7. KH. Muhammad ilyas Ruhiat 1992-1999
8. KH. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz 1999-Sekarang
a.
Tujuan
Menegakkan ajaran Islam menurut paham
Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.
Usaha
- Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
- Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
- Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
- Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
- Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyarakat.[7]
8. Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan Partai Indonesia Raya (PARINDRA)
Tokoh dalam partai ini adalah Sutomo, kelompok
studi Indonesia di Surabaya akan berperan dalam gerakan kebangsaan dengan
mengetengahkan pikirannya melalui surat kabar
Soeloeh Rakyat Indonesia
pada pertengahan tahun 1930. Perbedaan gerakan koperasi dan nonkoperasi tidak
perlu dibesar-besarkan serta gerakan social, ekonomi dan politik juga tak perlu
dibeda-bedakan. Yang penting sebenarnya bagi gerakan kebangsaan adalah
menghapuskan penderitaan rakyat melalui kegiatan ekonomi, sosial dan politik.
Pada bulan nopember 1930
kelompok studi itu mengubah namanya menjadi PBI. Sutomo dan elite baru lainnya
berkewajiban memperbaiki kesejahteraan rakyat. Meskipun PBI berusaha
mengutamakan agitasi politik seperti PNI tetapi ia harus lebih hati-hati dalam
front politik. PBI lebih menunjukkan partai local dengan Surabaya sebagai pusatnya. Rukun tani yang
didirikan PBI pengaruhnya luas dikalangan petani dan berhasil meyakinkan
perbaikan dan kesejahteraan petani lebih-lebih pada masa depresi ekonomi.
Kegiatan seperti ini menyababkan PBI juga diawasi gubernemen. Yang jelas PBI
tidak pernah berhasil mengungguli kelompok nonkoperasi yang berpengaruh di Jawa
Tengah dan Barat.
Pada waktu itu gerakan
nonkoperasi sedang dalam kematian maka tidak mengherankan kalau PBI mengkritik
mereka dengan mengatakan bahwa sikap nonkoperasi memang perlu tetapi tidak
kuasa menghadapi pemerintah, sebaliknya PBI dikritik sebagai organisasi yang
tidak mempunya karakter karena sikap politiknya koperatif dan sifatnya
insidentil, artinya kalau memeng tidak cocok dengan politik pemerintah
organisasi ini tidak segan-segan mengundurkan diri dari perwakilan.
Sudah di singgung di
atas bahwa PBI cepat meluas ke pedesaan yang pada tahun 1932 mempunyai 30 cabang
dan 2500 anggota.Dalam kongres yang di selenggarakan pada tahun itu di tetapkan
penggalakan koperasi,serikat sekerja,dan pengajaran.Dalam kongres yang di
selenggarakan pada tahun 1934 di Malang yang di hadiri 38 cabang dibicarakan
komunikasi antarpulau agar dapat di lakukan melalui pelayaran yang diperkuat
oleh koperasi.Selain itu kongres akan memajukan pendidikan rakyat dan kepanduan
yang diberi nama Suryawirawan.
Dilumpuhkannya gerakan
nonkoperasi pada tahun 1930-an mempercepat perkembangan kerjasama PBI dan
BU.Pada tahun 1935 kedua partai itu membentuk Parindra dan ikut di dalamnya
Sarikat Selebes,Sarikat Sumatra,Sarikat Ambon,perkumpulan Kaum Betawi dan
Tirtayasa yang terus melanjutkan politik koperasi moderatnya.Dengan
terbentuknya Parindra berarti persatuan golongan koperasi makin kuat.Pada tahun
1936 partai itu mempunyai 57 cabang dengan 3.425 anggota.Memang tujuan Parindra
tidak jauh berbeda dengan PBI yang menginginkan Indonesia Mulia dan
sempurna.Dalam politiknya bersikap nonkoperasi yang insidentil artinya apabila
ada kejadian yang sangat mengecewakan organisasi itu,maka diputuskan untuk
sementara menarik wakil-wakilnya dari dalam perwakilan.
Memang terdapat garis
penghubung antara kelompok Studi Indonesia,PBI dan Parindra
yang ketiganya sangat aktif dan
konstruktif terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Untuk
menolong petani didirikan perkumpulan rukun tani dan untuk memajukan pelayaran
didirikan rukun pelayaran Indonesia(
Rupelin), dan juga didirikan bank nasiaonal Indonesia.
Dalam kongres pertama yang di selengarakan di Jakarta pada bulan Mei
1937 di putuskan bahwa Parindra bersikap koperasi dan anggota yang ada dalam
dewan harus tetap loyal pada partainya. Selaku ketua parindra, Sutomo diganti
KRMH Wuryaningrat, yang menekankan perbaikan ekonomi rakyat, pengangguran,
perburuhan, kemiskinan, peradilan, dll.
Anggota pengurus besar seperti M.Husni Thamrin, Sukarjo
Wiryopranoto, dll. Telah mendorong parindra hidup sebagai partai nasional, yang
dapat dikatakan partai yang paling kuat pada waktu itu. Namun partai itu dapat
dipandang sebagai suatu organisasi polituk dari kapitalisme Indonesia yang
sedanng timbul, dan sebagai sayap kanan pergerakan kebangsaan. PSI yang membawa
agama Islam kedalam aksi politik dan sikapnya yang nonkoperasi masih menjadi
perbedaan paham.[8]
9. Gerakan Rakyat Indonesia
(GERINDO)
Tokoh dalam partai ini
adalah Drs.A.K.Gani, Mr.Mohammad Yamin, dan Mr. Sartono bekas-bekas pimpinan
partindo ternyata tidak tinggal diam dan untuk mempertahankan eksistensi
gerakan nasional mereka mendirikan GERINDO di Jakarta pada tanggal 24-mei-1937.
Sudah barang tentu partai ini ingin menjadi partai rakyat dan lebih luas dari
pada parindra organisaasi ini mempunyai azas koperasi, jadi mau bekerjasama
dengan pemerintah, para anggotanya boleh duduk dalam badan perwakilan.
Organisasi ini bercorak Internasional dan sosialitis. Perjuangan melawan
pemerintah colonial sam dengan perjuangan untuk mempertahankan demokrasi dari
ancaman fasis. Rupanya organisasi ini dengan tegiuh mempertahankan demokrasi.
Pemimpin Gerindo tidak setuju dengan sebagian kaum
nasionalis yang mengatakan bahwa lebjh baik merdeka dengan fasisme dari pada
dijajah dengan demokrasi. Perjuangan melawan fasisme terus dilakukan dan
pemerintah Hindia-Belanda harus dihancurkan karena pemerintah itu tidak
menghargai demokrasi. Itulah sebabnya para pemimpin Gerindo bnergerak dibawah
tanah, dengan dana 2500 dari pemerintah Belanda untuk menentang pemerintahan
Jepang. Diantara pemimpinya, Mr.Amir Syarifuddin, telah dijatuhi hukuman
penjara seumur hidup.
Dalam kongres-kongres yang pernah diadakan Gerindo tetap
ingin mencapai bentuk masyarakat yang bersendikan demokrasi politik, ekonomi
dan sosial, jadi menuju keadilan social yang akan dilaksanakan dengan cara
demokrasi. Untuk mencapai tuijuan itu perlu di bebaskan para pemimpin yang
masih ada dalam pengasingan.
Perlu di catat bahwa meskipun Gerindo dengan politiknya
yang koperatif itu tetapi ia tidak mempunyai wakil dalam Dewan Rakyat. Rupanya
pemerintah lebih menyukai Parindra,Pasundan,dll. Yang oleh pemerintah dipandang
lebih”tenang” karena didukung oleh golongan tengah dalam masyarakat Indonesia.
Seperti lazimnya ketidak sesuaian pendapat juga melanda
Gerindo. “pembersihan” partai dilakukan dan Mr.Moh Yamin terkena pemecatan
karena dianggap tidak loyal dengan Gerindo. Akan tetapi kemudian ia mendirikan
organisasi sendiri di Jakarta pada tanggal
21-juli-1939 yang diberi nama Partai Persatuan Indonesia (Parpindo). Partai ini
bekerjasam dengan pemerintah dan berusaha mencapai kemajuan kearah suatu
masyarakat dan bentuk Negara yang tersusun menurut keinginan rakyat.
Selanjutnya partai ini menggunakan asas sosio-Nasionalisme dan sosio-Demokrasi.
Meskipun asas perjuangannya bagus tetapi organisasi tidak mendapat tempat
dihati masyarakat karena ia tidak lahir dari bawah dan ia lahir sesuai dengan
kebutuhan politik pada waktu itu.[9]
10.
Perhimpunan Indonesia (PI)
Berdirinya PI berawal dari didirikannya Indische
Vereniging tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada di Negeri Belanda,
diantaranya adalah Sultan Kasayangan, R.N. Nyoto Suroto, organisasi ini
bersifat moderat (selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem)
sebagai perkumpulan sosial mahasiswa Indonesia di Belanda untuk
memperbincangkan masalah dan persoalan tanah air. Pada awalnya Perhimpunan Indonesia
merupakan organisasi sosial. Memasuki tahun 1913, dengan dibuangnya tokoh
Indische Partij ke Belanda maka dibuatlah pokok pemikiran pergerakan yaitu
Hindia untuk Hindia yang menjadi nafas baru. Perkumpulan mahasiswa Indonesia. Iwa
Kusumasumantri sebagai ketua menyatakan 3 azaz pokok Indische Vereeniging
yaitu:
- Indonesia menentukan nasibnya sendiri.
- Kemampuan dan kekuatan sendiri.
- Persatuan dalam menghadapi Belanda
Perkembangan baru dalam tubuh organisasi itu
membawa perubahan nama yakni diganti menjadi Indonesische Vereeniging
pada tahun 1922 dan pada tahun 1925 disamping nama dalam bahasa Belanda
dipakai juga nama Perhimpunan Indonesia dan kelamaan hanya nama PI saja yang
dipakai. Dengan demikian PI semakin tegas bergerak memasuki bidang politik.
Perubahan ini didorong oleh bangkitnya seluruh bangsa-bangsa terjajah di Asia dan Afrika untuk menuntut kemerdekaan.
Banyak
kegiatan yang dilakukan oleh aktivis PI Belanda maupun di luar negeri yaitu:
1.
Tahun
1923, PI aktif berjuang bahkan memelopori dari jauh pejuangan kemerdekaan untuk
seluruh rakyat Indonesia
dengan berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang murni dan kompak.
2.
Tahun
1924 merubah nama majalah PI dari Hindia Poetra menjadi Indonesia
Merdeka.
3.
Tahun
1926 ikut serta dalam kongres Liaga Demikrasi Perdamaian Internasional di
Paris, dalam kongres itu Mohammad Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan akan
kemerdekaan Indonesia.
demikian pula pendapat-pendapat mereka banyak disampaikan ke tanah air. Aksi-aksi
yang dilakukan menyebabkan Hatta dkk. dituduh melakukan pemberontakan terhadap
Belanda. Karena dituduh menghasut untuk pemberontakan terhadap Belanda maka
tahun 1927 tokoh-tokoh PI diantaranya M. Hatta, Nasir Pamuncak, Abdul Majid
Djojonegoro dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan diadili.
Meningkatnya
aktivitas PI kearah politik ini terutama sejak datangnya dua mahasiswa Indonesia ke
Belanda yakni A. Subardjo tahun 1919 dan Moh. Hatta tahun 1921 yang keduanya
kemudian pernah menjabat sebagai ketua PI.
Sejak awal
berdiri telah diformulasikan secara jelas program-program PI, meliputi
perjuangan untuk tanah air dan juga ditunjang dengan program dalam
memperkenalkan Indonesia
ke dunia Internasional. Pada waktu PI diketuai oleh Sukiman, telah disusun
program-program secara tegas dan lebih intensif. Pasal-pasal dalam PI jelas
mencerminkan kesadaran PI, bahwa Indonesia tidak berdiri sendiri,
yakni terlihat pada pasal 1, 2, 3. adapun pasal-pasal tersebut adalah sebagai
berikut:
Pasal 1: Mempropagandakan asas-asas
perhimpunan lebih intensif, terutama di Indonesia.
Pasal 2: Menarik perhatian internasional pada
masalah Indonesia.
Pasal 3: Perhatian para anggota harus
dibangkitkan buat soal-soal internasional dengan mengadakan ceramah-ceramah,
bepergian ke negara-negara lain untuk studi dan lain sebagainya.
Untuk
melaksanakan program-program kerja PI Pasal 1, telah ditempuh oleh Ali
Sastroamidjojo dengan mengadakan penyelundupan majalah Indonesia Merdeka ke
Indonesia.
Sedangkan untuk pasal 2 dan 3 baru dapat dilaksanakan ketika PI di ketuai oleh
Moh. Hatta.
Sementara
itu kegiatan PI meningkat menjadi nasional-demokratis, non-koperasi dan
meninggalkan sikap kerjasama dengan kaum penjajah, bahkan PI sering mengikuti
kegiatan-kegiatan tingkat Internasional dan anti kolonial. Di bidang
Internasional ini PI bertemu dan bekerjasama dengan tokoh-tokoh pemuda dan
mahasiswa dari ASIA, Afrika dan Eropa. Bahkan
PI berhubungan baik dengan perhimpunan pemuda-pemuda Belanda yang mendukung Indonesia untuk
merdeka seperti:
1.
SDSC:
Sociaal-Democratische Studenten Club (Perhimpunan Mahasiswa Sosial
Demakrat)
2.
SVA:
Studenten Vredesactie (Perhimpunan Mahasiswa untuk Perdamaian)
3.
JVA:
Jongeren Vredesactie (Perhimpunan Pemuda untuk Perdamaian)
4.
Antifa:
Antifacistische Actie (Perhimpunan Mahasiswa anti Fasis)
Memasuki
tahun 1936, PI mempergiat aktifitasnya. Ke dalam, grup-grupnya diharuskan untuk
mempelajari buku-buku politik dengan teratur. Ke luar, mendekati orang-orang
yang dianggap dapat memberi pengaruh di kemudian hari dan dapat menyokong perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Oleh karena itu kemudian PI membentuk perkumpulan-perkumpulan lain, seperti:
1.
Rukun
Pelajar Indonesia
yang bergerak di bidang Sosial dan Ekonomi.
2.
SVIK
(Studenten Vereeniging Ter Boverdering van Indonesische Kunst) yaitu pergerakan
mahasiswa untuk memperkembangkan kesenian Indonesia.
Pendirian
perkumpulan-perkumpulan ini dilakukan PI untuk menarik mahasiswa Indonesia
untuk bergabung dan berjuang untuk Indonesia jadi mahasiswa dapat memilih untuk
masuk PI yang berhaluan politik, Rukun Pelajar Indonesia yang berhaluan sosial
ekonomi atau SVIK yang berhaluan seni budaya Indonesia. Disamping itu PI ingin
mengenalkan Indonesia
kepada bangsa-bangsa lain. Hal tersebut untuk membuktikan bahwa Indonesia
bukanlah bangsa yang terbelakang melaikan suatu bangsa yang mempunyai
kebudayaan tinggi.
Rupanya
cara-cara yang ditempuh PI berhasil dan dapat mempopulerkan PI. Karena ke
populeran ini SDAP (Sociaal-Democratische Arbeiders Partij) di negeri
Belanda mulai mendekati PI. SDAP sendiri mempunyai cabang di Indonesia yakni
ISDP (Indische Social-Democratische Partij) yang mempunyai dua orang
anggota Volkstraad. Kemudian SDAP melalui korannya, Het Volks membahas
bahwa PI tidak mempunyai ideologi tertentu dan hanya semata-mata Perhimpunan
Kaum Nasionalis yang memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia dan ingin melepaskan
diri dari penjajahan Belanda. Berkat itu nama PI dapat diperbaiki.
11.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
Berdiri
pada tanggal 4 Juli 1927 di Bandung dengan nama awal Perserikatan Nasional Indonesia.
Pada tahun 1928 nama organisasi diubah menjadi Partai Nasional Indonesia.
Pendiri PNI adalah kaum intelektual yang tergabung dalam Aglemene Studie Club,
yaitu Ir. Soekarno, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr.
Boediarto. dr. Sanoesi, Mr. Iskaq Tjokrohadisoerjo, dan Mr. Soenarjo.
PNI mempunyai 3 (Tiga) asas, yaitu :
PNI mempunyai 3 (Tiga) asas, yaitu :
- Self Help (Menolong diri sendiri)
- Non Kooperasi (Tidak mengadakan kerjasama dengan Pemerintah Kolonial Belanda)
- Marhaenisme (Pengerahan massa rakyat tertindas yang hidup dalam kemiskinan di tanah yang kaya raya)
Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia
merdeka dengan kekuatan sendiri. PNI bersifat terbuka sehingga keanggotaannya
cepat berkembang. Cabang-cabang PNI terdapat di seluruh Hindia-Belanda. Kelompok
nasionalis revolusioner dapat ditampung di dalam PNI. Pada tahun 1927, PNI
memprakarsai berdirinya PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia).
Badan ini merupakan sebuah badan koordinasi dari bermacam aliran untuk
menggalang kesatuan aksi melawan imperialisme atau penjajahan. Kemajuan yang
dicapai PNI dalam menyadarkan rakyat Indonesia akan pentingnya
kemerdekaan dan sikapnya yang non kooperasi menimbulkan kecemasan pihak
Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda memberikan ancaman terhadap PNI untuk
menghentikan kegiatannya serta mengawasi dengan ketat gerak-gerik para pemimpin
PNI terutama terhadap Ir. Soekarno. Ir. Soekarno bahkan dilarang untuk pergi ke
luar Jawa. Karena desas-desus bahwa PNI akan melakukan pemberontakan maka pada tahun
1929 dilakukan penangkapan atas tokoh-tokoh PNI, yaitu Ir. Soekarno, Maskoen
Soemodiredjo, Gatot Mangkoeprodjo, dan Soepriadinata. Mereka disalahkan
melanggar pasal 153 bis dan 169 KUHP, dianggap mengganggu ketertiban umum, dan
menentang kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda. dalam persidangan para tokoh
PNI di Bandung, Ir. Soekarno membacakan pembelaannya yang terkenal, yaitu
"Indonesia Menggugat". Pembelaan tersebut menelanjangi Pemerintah
Kolonial Belanda dengan berbagai kebijaksanaannya yang merugikan rakyat Indonesia.
Walaupun pembelaannya hebat tetapi Ir. Soekarno tetap ditahan oleh Pemerintah
Kolonial Belanda di Penjara Soekamiskin, Bandung.
PNI kemudian dinyatakan sebagai partai/organisasi terlarang oleh Pemerintah
Kolonial Belanda pada tanggal 17 April 1931. Sejak ditahannya tokoh-tokoh PNI
maka timbul perbedaan pandangan dalam melanjutkan kegiatan PNI. Tanggal 25
April 1931 dalam konggres luar biasa PNI di Jakarta, Mr. Sartono mengambil
keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran PNI tersebut menimbulkan perpecahan
di kalangan internal PNI sendiri sehingga berdirilah :
- Partindo (Partai Indonesia), yang didirikan oleh Mr. Sartono dan menekankan aksi massa dalam gerakan partai.
- PNI Baru (Pendidikan Nasional Baru), yang didirikan oleh Drs. Moehammad Hatta, Mr. Soetan Syahrir, dan kawan-kawan dan menekankan pendidikan politik dalam gerakan partai.
12. PERTI
Perti adalah partai yang
berasal dari organisasi tradisional Islam. Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Yang
berpusat di Bukittinggi, Sumatra tengah. Organisasi
ini didirikan oleh suatu pesantren terkenal di Candung, dekat Bukittinggi, pada
tanggal 20 mei 1930. Ia merupakan benteng pertahanan golongan tradisional Islam
terhadap penyebaran paham dan gerakan
modern. Pendirinya adalah Syaikh Abbas dari padang lawas, Bukittinggi; Syaikh Sulaiman
Ar-Rasuli dari Candung Syaikh muhammad Jamil djaho dari dari Padang Japang.
Semuanya ulama tradisional terkenal di Minangkabau yang mempunyai surau-surau
besar. Walaupun dalam hal pendidikan para ulama ini relatif cepat memasukan
cara-cara persekolahan modern (misalnya
syaikh Abbas memulainya tahun 1918), dalam ranka pemikiran mereka
berpegang pada madzhab Syafi’i dan merujuk pada kitab-kitab lama madzhab ini.
Organisasi perti berhasil menyebarkan sayapnya akhirnya ke pusat-pusat
pendidikan tradisional di Jambi, Tapanuli, Bengkulu, Aceh, Kalimantan Barat,
dan Sulawesi Selatan. Pada masa Jepang Perti melanjutkan kegiatan pendidikan
dan sosialnya. Pada tahun 1944 Perti bergabung dengan Majlis Islam Tinggi di
Bukittinggi, suatu organisasi islam untuk seluruh Syang diketuai oleh Syaikh
muhammad Djamil Djambek, seoramng ulama modernisasi terkenal. MIT merupakan
tempat merujuk persoalan-persoalan agama.[10]
12.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
Berdiri
pada tanggal 4 Juli 1927 di Bandung dengan nama awal Perserikatan Nasional
Indonesia. Pada tahun 1928 nama organisasi diubah menjadi Partai Nasional
Indonesia. Pendiri PNI adalah kaum intelektual yang tergabung dalam Aglemene
Studie Club, yaitu Ir. Soekarno, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Ir. Anwari, Mr.
Sartono, Mr. Boediarto. dr. Sanoesi, Mr. Iskaq Tjokrohadisoerejo, dan Mr.
Soenarjo.
PNI
mempunyai 3 (Tiga) asas, yaitu :
- Self Help (Menolong diri sendiri)
- Non Kooperasi (Tidak mengadakan kerjasama dengan Pemerintah Kolonial Belanda)
- Marhaenisme (Pengerahan massa rakyat tertindas yang hidup dalam kemiskinan di tanah yang kaya raya)
Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia
merdeka dengan kekuatan sendiri. PNI bersifat terbuka sehingga keanggotaannya
cepat berkembang. Cabang-cabang PNI terdapat di seluruh Hindia-Belanda.
Kelompok nasionalis revolusioner dapat ditampung di dalam PNI. Pada tahun 1927,
PNI memprakarsai berdirinya PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia).
Badan ini merupakan sebuah badan koordinasi dari bermacam aliran untuk
menggalang kesatuan aksi melawan imperialisme atau penjajahan. Kemajuan yang
dicapai PNI dalam menyadarkan rakyat Indonesia akan pentingnya
kemerdekaan dan sikapnya yang non kooperasi menimbulkan kecemasan pihak
Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda memberikan ancaman terhadap PNI untuk
menghentikan kegiatannya serta mengawasi dengan ketat gerak-gerik para pemimpin
PNI terutama terhadap Ir. Soekarno. Ir. Soekarno bahkan dilarang untuk pergi ke
luar Jawa. Karena desas-desus bahwa PNI akan melakukan pemberontakan maka pada
tahun 1929 dilakukan penangkapan atas tokoh-tokoh PNI, yaitu Ir. Soekarno,
Maskoen Soemodiredjo, Gatot Mangkoeprodjo, dan Soepriadinata. Mereka disalahkan
melanggar pasal 153 bis dan 169 KUHP, dianggap mengganggu ketertiban umum, dan
menentang kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda. dalam persidangan para tokoh
PNI di Bandung, Ir. Soekarno membacakan pembelaannya yang terkenal, yaitu
"Indonesia Menggugat". Pembelaan tersebut menelanjangi Pemerintah
Kolonial Belanda dengan berbagai kebijaksanaannya yang merugikan rakyat Indonesia.
Walaupun pembelaannya hebat tetapi Ir. Soekarno tetap ditahan oleh Pemerintah
Kolonial Belanda di Penjara Soekamiskin, Bandung.
PNI kemudian dinyatakan sebagai partai/organisasi terlarang oleh Pemerintah
Kolonial Belanda pada tanggal 17 April 1931. Sejak ditahannya tokoh-tokoh PNI
maka timbul perbedaan pandangan dalam melanjutkan kegiatan PNI. Tanggal 25
April 1931 dalam konggres luar biasa PNI di Jakarta, Mr. Sartono mengambil
keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran PNI tersebut menimbulkan perpecahan
di kalangan internal PNI sendiri sehingga berdirilah :
- Partindo (Partai Indonesia), yang didirikan oleh Mr. Sartono dan menekankan aksi massa dalam gerakan partai.
- PNI Baru (Pendidikan Nasional Baru), yang didirikan oleh Drs. Moehammad Hatta, Mr. Soetan Syahrir, dan kawan-kawan dan menekankan pendidikan politik dalam gerakan partai.
12. PERTI
Perti adalah partai yang
berasal dari organisasi tradisional Islam. Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Yang
berpusat di Bukittinggi, Sumatra tengah.
Organisasi ini didirikan oleh suatu pesantren terkenal di Candung, dekat
Bukittinggi, pada tanggal 20 mei 1930. Ia merupakan benteng pertahanan golongan
tradisional Islam terhadap penyebaran
paham dan gerakan modern. Pendirinya adalah Syaikh Abbas dari padang lawas,
Bukittinggi; Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli dari Candung Syaikh muhammad Jamil djaho
dari dari Padang Japang. Semuanya ulama tradisional terkenal di Minangkabau
yang mempunyai surau-surau besar. Walaupun dalam hal pendidikan para ulama ini
relatif cepat memasukan cara-cara persekolahan modern (misalnya syaikh Abbas memulainya tahun 1918), dalam
ranka pemikiran mereka berpegang pada madzhab Syafi’i dan merujuk pada kitab-kitab
lama madzhab ini. Organisasi perti berhasil menyebarkan sayapnya akhirnya ke
pusat-pusat pendidikan tradisional di Jambi, Tapanuli, Bengkulu, Aceh,
Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Pada masa Jepang Perti melanjutkan
kegiatan pendidikan dan sosialnya. Pada tahun 1944 Perti bergabung dengan
Majlis Islam Tinggi di Bukittinggi, suatu organisasi islam untuk seluruh Syang
diketuai oleh Syaikh muhammad Djamil Djambek, seoramng ulama modernisasi
terkenal. MIT merupakan tempat merujuk persoalan-persoalan agama.[11]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Partai
sosial politik pra kemerdekaan diantaranya: Budi Utomo,Indiche
party,ISDV,PKI,Perhimpunan Indonesia,PBI,Parindra,Gerindo,PNI
Partai
keagamaan diantaranya: sarekat dagang islam, sarekat islam, muhammadiyah,NU,
perti
DAFTAR PUSTAKA
Frederspiel,Howard
M. 1996. Persatuan Islam. Yogyakarta: UGM press
Harjono,Anwar.
1997. Perjalanan Politik Bangsa. Jakarta: gema Insani
press
Kunto,Wijoyo.
Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia. Yogyakarta: Sholahudin press
MoedjantoG.
1988. Indonesia Abad ke-20 1.Yogakarta: kanisius
Noer,Deliar.
2000. Partai Islam dipentas Nasional.
Bandung:
Penerbit mizan
Suhartono. 2001.
Sejarah Prgerakan Nasional. Yogyakarta: Pustaka pelajar
[1] G.
Moedjanto. Indonesia
abad ke 20 1.hlm: 27-29
[2] Ibid
hlm: 33-35
[3] Howard
M. Federspiel. Persatuan Islam Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX. hlm: 107-109
[4] Opcit
hlm: 35-41
[5] Anwar
Harjono. Perjalanan Politik Bangsa. hlm: 99
[6] Opcit.
hlm: 108
[8]
Suhartono. Sejarah Pergerakan Nasional. hlm: 89-91
[9] Ibid.
hlm: 91-92
[10] Deliar
Noer. Partai Islam di Pentas Nasional. hlm: 77- 78
[11] Deliar
Noer. Partai Islam di Pentas Nasional. hlm: 77- 78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar