Kamis, 18 April 2013

ORGANISASI SOSIAL-POITIK DAN KEAGAMAAN SERTA PERANNYA DALAM MEMPERJUANGKAN KEMERDEKAN RI




BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

            Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka yang bebas dari politik Barat. Dalam kenyataannya memang partai-partai itu yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah. Perjuangan mereka biasanya terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan seperti:
·         Gerakan politik baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
·         Pendidikan dan popraganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisis kemerdekaan itu.
Faktor-faktor intern yang menyebabkan pergerakan nasional di Indonesia adalah:penderitaan akibat penjajahan, kesatuan Indonesia di bawah Pax Neerlandica memberi ke arah kesatuan bangsa, pembangunan komunikasi antar pulau menyebabkan makin mudah dan makin sering bertemunya rakyat dari berbagai kepulauan,terinspirasi dari masa lampau.
Faktor-faktor ekstern: ide-ide Barat yang masuk lewat pendidikan Barat yang modern, kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905 mengembalikan kepercayaan bangsa Indonesia akan kemampuan diri sendiri, pergerakan Nasionalisme dan perjuangan bangsa lain menentang penjajahan.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa saja organisasi-organisasi sosial-politik dan keagamaan pra kemerdekaan?
2.      Bagaimana usaha-usaha dan pemikiran organisasi membangun peradaban Islam?
3.      Siapa tokoh-tokoh organisasi dan perannnya dalam memperjuangkan kemerdekaan RI?


1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui organisasi-organisasi sosial-politik dan keagamaan pra kemerdekaan.         
2.      Untuk mengetahui usaha-usaha dan pemikiran organisasi membangun peradaban Islam.
3.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh organisasi dan perannnya dalam memperjuangkan kemerdekaan RI.





















BAB II
PEMBAHASAN

Organisasi-organisasi sosial-politik dan keagamaan pra kemerdekaan RI.
  1. Boedi Oetomo (BO) atau Budi utomo (BU)
Didirikan oleh mahasiswa-mahasiswa Stovia (Sekolah untuk mendidik dokter-dokter pribumi) di,Jakarta antara lain: Sutomo, Gunawan, Suraji, dan didirikan pada tanggal 20 Mei 1908.
Inspirasi pendiriannya datang dari Dokter Wahidin Sudirohusodo dari Yogyakarta,yang pada tahun 1906 mendirikan yayasan bea siswa (Studie fonds)  untuk membiayai pemuda-pemuda pandai tapi miskin yang ingin meneruskan pelajarannya ke sekolah yang lebih tinggi.
Berdirinya Budi Utomo menandai perkembangan baru dalam sejarah bangsa Indonesia.Tanggal berdirinya Budi Utomo selalu di peringati oleh bangsa Indonesia sebagai Hari Kebangkitan Nasional, karena BU merupakan pergerakan moderen yang pertama, meski pada waktu didirikan sebenarnya masih bersifat kedaerahan, Karena pengertian “Nasional Indonesia” baru mulai muncul. Namun BU  kemudian memelopori berdirinya perkumpulan modern yang lain. Disamping itu arah pergerakan ini juga nasional. Jadi BU dapat di pandang secara simbolis sebagai pergerakan nasional menantang penjajah sejak awal mula.
Pada mulanya BU hanyalah merupakan pergerakan sosial kulturil, yang bertujuan membangun masyarakat jawa madura secara harmonis. Disamping karena sifatnya sebagai pergerakan perintis, sifat sosial kulturil itu memang terpaksa dimilikinya karena pasal 111 Regerings Reklement (RR) melarang berdirinya perkumpulan-perkumpulan politik.
 Mengingat pemuka-pemuka dan pendukung-pendukungnya kebanyakan orang-orang yang erat dengan masyarakat belanda,bahkan banyak diantaranya pegawai pemerintah, tidak mustahil kalau BU bersikap loyal-kooprasi terhadap pemerintah.
Tujuan Budi Oetomo mencapai kemajuan dan meningkatkan derajat bangsa melalui pendidikan dan kebudayaan.[1]

2. Organisasi Indische Partij
Organisasi ini didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh “ Tiga Serangkai “, yaitu RM.Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), Dr Cipto Mangunkusumo, dan E.E. Douwes Dekker (Danurdirja Setia Budi).
 Indische partai merupakan organisasi politik pertama , yang bertujuan untuk:
a. Meningkatkan jiwa persatuan semua golongan danuntuk memajukan tanah air dengan dilandasi jiwa nasional.
b. Mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
tujuan organisasi ini dimuat dalam surat kabar “De Express”[2]

3. Sarekat Dagang Islam
Sarekat Dagang Islam (SDI) didirikan oleh Haji Samanhudi seorang pengusaha batik di Solo pada tahun 1905. Organisasi ini pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam, dan dibentuk dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Timur Asing atau Cina. Pada saat itu, pedagang-pedagang tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Indonesia lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M. Tirtoadisuryo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiah di Batavia. Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg. Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Oleh pimpinannya yang baru, Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Selain untuk menambah anggota, hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Tujuan dari berdirinya Sarekat Islam yaitu:
1.      Mengembangkan jiwa dagang.
2.      Membantu anggota yang yang mengalami kesulitan usaha.
3.      Mengajukan pengajaran dan berusaha meninggikan derajat rakyat biasa.
4.      Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
5.      Hidup dengan menjalankan perintah agama.
Pada bulan maret tahun 1916, SI diberi pengakuan oleh pemerintah Hindia-Belanda sebagai badan hukum. Konggres SI yang pertama diselenggarakan di Surabaya pada tanggal 26 januari 1913, di pimpin oleh H. O. S. Tjokroaminoto. Dalam konggres itu ia menerangkan bahwa SI bukan partai politik, dan SI tidak beraksi melawan pemerintahan kolonial Belanda. Walaupun demikian, dengan Agama Islam sebagai landasan persatuan dan kesatuan penuh untuk mempretinggi derajat pribumi.Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober 1917. Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29 September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di luar parlemen.
SI dengan dasar keagamaannya, mempunyai potensi yang luar biasa untuk menghimpun pengikut diantara rakyat. namun penguasa kolonial menyadari penuh kekuatan massa dari SI. Menghadapi situasi yang demikian dinamik dan mengandung unsur-unsur revolusioner itu, pemerintah menempuh jalan sangat hati-hati. SI merupakan gerakan politik massa pertama di Indonesia, banyak efektivitas Sarekat Islam di curahkan pada perjuangan untuk mengontrol organisasi antara kaum ekstremis, yang ingin membangkitkan revolusi dan mengadop doktrin-doktrin.
 Tahun 1919 SI, jumlah anggota meningkat mencapai 2.000.000 orang. SI sudah melalui puncak kebesarannya, kekuasaannyapun telah turun pula karena terbawa oleh kabar-kabar tentang banyak uang iuran yang kalut dan lagi karena dilakukan oleh anggota ISDV sesudah revolusi di Rusia. Maka mereka ini menyatakan dirinya komunis. Sehingga jumlah anggota SI turun dengan cepat. Pada tahun 1920 ini, diadakan kembali konggres nasional ke tujuh di Madiun dan SI resmi berubah menjadi partai politik dengan sekaligus merubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI).Kemudian pada tahun 1929 berubah lagui menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan pada tanggal 5 januari 1973 berubah kembali menjadi Sarekat Islam.[3]
4. ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereniging): 1914
Pada tahun 1913, seorang sosialis Belanda bernama Hendriek Sneevliet datang di Semarang. Tahun berikutnya, ia mendirikan ISDV yang merupakan perkumpulan Marxistis. Partai ini didirikan atas inisiatif  tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914, dengan nama Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) atau (Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij / Partai Buruh Sosial Demokratis) dan ISDP (Indische Sociaal Democratische Partij) yang aktif di Hindia Belanda. Pada Oktober 1915 ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, “Het Vrije Woord” (Kata yang Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu,“Suara Merdeka”.
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti di Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antaranya tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah “Pengawal Merah” dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk Dewan Soviet. Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan Soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.
ISDV terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah. Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia. Pada 1919, ISDV hanya mempunyai 25 orang Belanda di antara anggotanya, dari jumlah keseluruhan kurang dari 400 orang anggota.
5. Pembentukan Partai Komunis
Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. Semaun diangkat sebagai ketua partai. PKI adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada kongresnya kedua Komunis Internasional pada 1920. Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatra Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Pemberontakan ini dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian bergerak di bawah tanah.
Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas oleh Tan Malaka, salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatra. Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di cap sebagai pengikut Leon Trotsky yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di Jawa terjadi. Semisal Pemberontakan Silungkang di Sumatra. Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Moeso kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawah tanah. Namun Moeso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kini PKI bergerak dalam berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpunan Indonesia, yang tak lama kemudian menjadi kontrol PKI.
Partai ini memang merupakan penggerak, tetapi sukarlah untuk menyatakan bahwa pemberontakan itu bercorak komunis. PKI belum berani mengklaim tujuan pemberontakan adalah pembentukan Negara atau masyarakat komunis.[4]
6. Muhammadiyah
            Pada tahun 1912 Kyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan organisasi ini di Kauman Yogyakarta. Tujuan organisasi Muhammadiyah adalah untuk mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Dengan fokus bergerak di bidang kemasyarakatan seperti sosial, ekonomi, budaya, lembaga dakwah dan terutama dalam masalah pendidikan. [5]
            Pada mulanya Muhammadiyah mengikuti kebijakan bersama Belanda, tetapi kekecewaan terhadap peran terbatas Indonesia dalam proses pemerintahan mendorongnya untuk menempuh langkah non-kooperasi dan pemogokan-pemogokan di awal tahun 1920-an.  Muhammadiyah turut mendorong dan memperjuangkan kemerdekaan RI, dengan melancarkan politik antikolonialisme. Organisasi ini pada awalnya memiliki basis dakwah untuk kaum wanita dan kaum muda. Selain itu peran pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah. pada tahun 1914 Kiyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan perkumpulan kaum ibu yang diberi nama Sapatresna pada tahun 1920.Perkumpulan tersebut pada tahun 1922 diubah menjadi Aisyiyah yang kita kenal sekarang sebagai organisasi otonom. Perkumpulan Sapatresna untuk pertama kali dipimpin oleh istri Kiyai sendiri yakni ibu Siti Walidah.[6]
7. Organisasi NU
Nadhlatul Ulama (NU) yang berdiri 31 Januari 1926 berdasarkan semangat kebangkitan nasional, memegang peranan penting dalam kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Warga NU baik dari kalangan Kiai maupun santrinya tercatat pernah ikut memperjuangkan kemerdekaan negara tercinta ini.
Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama’ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur’an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi) Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
1.      KH. Muhammad Hasyim Asy’ari                  1926-1947
2.      KH. Abdul Wahab Chasbullah                      1947-1971
3.      KH. Bisri Syansuri                                         1972-1980
4.      KH. Ali Maksum                                             1980-1984
5.      KH. Achmad Muhammad Hasan Siddiq      1984-1991
6.      KH. Yafie                                                         1991-1992
7.      KH. Muhammad ilyas Ruhiat                                    1992-1999
8.      KH. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz     1999-Sekarang

a.      Tujuan
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.     Usaha
  1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
  2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
  3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
  4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
  5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyarakat.[7]
8. Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan Partai Indonesia Raya (PARINDRA)
 Tokoh dalam partai ini adalah Sutomo, kelompok studi Indonesia di Surabaya akan berperan dalam gerakan kebangsaan dengan mengetengahkan pikirannya melalui surat kabar Soeloeh Rakyat Indonesia pada pertengahan tahun 1930. Perbedaan gerakan koperasi dan nonkoperasi tidak perlu dibesar-besarkan serta gerakan social, ekonomi dan politik juga tak perlu dibeda-bedakan. Yang penting sebenarnya bagi gerakan kebangsaan adalah menghapuskan penderitaan rakyat melalui kegiatan ekonomi, sosial dan politik.
Pada bulan nopember 1930 kelompok studi itu mengubah namanya menjadi PBI. Sutomo dan elite baru lainnya berkewajiban memperbaiki kesejahteraan rakyat. Meskipun PBI berusaha mengutamakan agitasi politik seperti PNI tetapi ia harus lebih hati-hati dalam front politik. PBI lebih menunjukkan partai local dengan Surabaya sebagai pusatnya. Rukun tani yang didirikan PBI pengaruhnya luas dikalangan petani dan berhasil meyakinkan perbaikan dan kesejahteraan petani lebih-lebih pada masa depresi ekonomi. Kegiatan seperti ini menyababkan PBI juga diawasi gubernemen. Yang jelas PBI tidak pernah berhasil mengungguli kelompok nonkoperasi yang berpengaruh di Jawa Tengah dan Barat.
Pada waktu itu gerakan nonkoperasi sedang dalam kematian maka tidak mengherankan kalau PBI mengkritik mereka dengan mengatakan bahwa sikap nonkoperasi memang perlu tetapi tidak kuasa menghadapi pemerintah, sebaliknya PBI dikritik sebagai organisasi yang tidak mempunya karakter karena sikap politiknya koperatif dan sifatnya insidentil, artinya kalau memeng tidak cocok dengan politik pemerintah organisasi ini tidak segan-segan mengundurkan diri dari perwakilan.
Sudah di singgung di atas bahwa PBI cepat meluas ke pedesaan yang pada tahun 1932 mempunyai 30 cabang dan 2500 anggota.Dalam kongres yang di selenggarakan pada tahun itu di tetapkan penggalakan koperasi,serikat sekerja,dan pengajaran.Dalam kongres yang di selenggarakan pada tahun 1934 di Malang yang di hadiri 38 cabang dibicarakan komunikasi antarpulau agar dapat di lakukan melalui pelayaran yang diperkuat oleh koperasi.Selain itu kongres akan memajukan pendidikan rakyat dan kepanduan yang diberi nama Suryawirawan.
Dilumpuhkannya gerakan nonkoperasi pada tahun 1930-an mempercepat perkembangan kerjasama PBI dan BU.Pada tahun 1935 kedua partai itu membentuk Parindra dan ikut di dalamnya Sarikat Selebes,Sarikat Sumatra,Sarikat Ambon,perkumpulan Kaum Betawi dan Tirtayasa yang terus melanjutkan politik koperasi moderatnya.Dengan terbentuknya Parindra berarti persatuan golongan koperasi makin kuat.Pada tahun 1936 partai itu mempunyai 57 cabang dengan 3.425 anggota.Memang tujuan Parindra tidak jauh berbeda dengan PBI yang menginginkan Indonesia Mulia dan sempurna.Dalam politiknya bersikap nonkoperasi yang insidentil artinya apabila ada kejadian yang sangat mengecewakan organisasi itu,maka diputuskan untuk sementara menarik wakil-wakilnya dari dalam perwakilan.
Memang terdapat garis penghubung antara kelompok Studi Indonesia,PBI dan Parindra yang  ketiganya sangat aktif dan konstruktif terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Untuk menolong petani didirikan perkumpulan rukun tani dan untuk memajukan pelayaran didirikan rukun pelayaran Indonesia( Rupelin), dan juga didirikan bank nasiaonal Indonesia.
            Dalam kongres pertama yang di selengarakan di Jakarta pada bulan Mei 1937 di putuskan bahwa Parindra bersikap koperasi dan anggota yang ada dalam dewan harus tetap loyal pada partainya. Selaku ketua parindra, Sutomo diganti KRMH Wuryaningrat, yang menekankan perbaikan ekonomi rakyat, pengangguran, perburuhan, kemiskinan, peradilan, dll.
            Anggota pengurus besar seperti M.Husni Thamrin, Sukarjo Wiryopranoto, dll. Telah mendorong parindra hidup sebagai partai nasional, yang dapat dikatakan partai yang paling kuat pada waktu itu. Namun partai itu dapat dipandang sebagai suatu organisasi polituk dari kapitalisme Indonesia yang sedanng timbul, dan sebagai sayap kanan pergerakan kebangsaan. PSI yang membawa agama Islam kedalam aksi politik dan sikapnya yang nonkoperasi masih menjadi perbedaan paham.[8]
9. Gerakan Rakyat Indonesia (GERINDO)
Tokoh dalam partai ini adalah Drs.A.K.Gani, Mr.Mohammad Yamin, dan Mr. Sartono bekas-bekas pimpinan partindo ternyata tidak tinggal diam dan untuk mempertahankan eksistensi gerakan nasional mereka mendirikan GERINDO di Jakarta pada tanggal 24-mei-1937. Sudah barang tentu partai ini ingin menjadi partai rakyat dan lebih luas dari pada parindra organisaasi ini mempunyai azas koperasi, jadi mau bekerjasama dengan pemerintah, para anggotanya boleh duduk dalam badan perwakilan. Organisasi ini bercorak Internasional dan sosialitis. Perjuangan melawan pemerintah colonial sam dengan perjuangan untuk mempertahankan demokrasi dari ancaman fasis. Rupanya organisasi ini dengan tegiuh mempertahankan demokrasi.
            Pemimpin Gerindo tidak setuju dengan sebagian kaum nasionalis yang mengatakan bahwa lebjh baik merdeka dengan fasisme dari pada dijajah dengan demokrasi. Perjuangan melawan fasisme terus dilakukan dan pemerintah Hindia-Belanda harus dihancurkan karena pemerintah itu tidak menghargai demokrasi. Itulah sebabnya para pemimpin Gerindo bnergerak dibawah tanah, dengan dana 2500 dari pemerintah Belanda untuk menentang pemerintahan Jepang. Diantara pemimpinya, Mr.Amir Syarifuddin, telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
            Dalam kongres-kongres yang pernah diadakan Gerindo tetap ingin mencapai bentuk masyarakat yang bersendikan demokrasi politik, ekonomi dan sosial, jadi menuju keadilan social yang akan dilaksanakan dengan cara demokrasi. Untuk mencapai tuijuan itu perlu di bebaskan para pemimpin yang masih ada dalam pengasingan.
            Perlu di catat bahwa meskipun Gerindo dengan politiknya yang koperatif itu tetapi ia tidak mempunyai wakil dalam Dewan Rakyat. Rupanya pemerintah lebih menyukai Parindra,Pasundan,dll. Yang oleh pemerintah dipandang lebih”tenang” karena didukung oleh golongan tengah dalam masyarakat Indonesia.
            Seperti lazimnya ketidak sesuaian pendapat juga melanda Gerindo. “pembersihan” partai dilakukan dan Mr.Moh Yamin terkena pemecatan karena dianggap tidak loyal dengan Gerindo. Akan tetapi kemudian ia mendirikan organisasi sendiri di Jakarta pada tanggal 21-juli-1939 yang diberi nama Partai Persatuan Indonesia (Parpindo). Partai ini bekerjasam dengan pemerintah dan berusaha mencapai kemajuan kearah suatu masyarakat dan bentuk Negara yang tersusun menurut keinginan rakyat. Selanjutnya partai ini menggunakan asas sosio-Nasionalisme dan sosio-Demokrasi. Meskipun asas perjuangannya bagus tetapi organisasi tidak mendapat tempat dihati masyarakat karena ia tidak lahir dari bawah dan ia lahir sesuai dengan kebutuhan politik pada waktu itu.[9]
10. Perhimpunan Indonesia (PI)

Berdirinya PI berawal dari didirikannya Indische Vereniging tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada di Negeri Belanda, diantaranya adalah Sultan Kasayangan, R.N. Nyoto Suroto, organisasi ini bersifat moderat (selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem) sebagai perkumpulan sosial mahasiswa Indonesia di Belanda untuk memperbincangkan masalah dan persoalan tanah air. Pada awalnya Perhimpunan Indonesia merupakan organisasi sosial. Memasuki tahun 1913, dengan dibuangnya tokoh Indische Partij ke Belanda maka dibuatlah pokok pemikiran pergerakan yaitu Hindia untuk Hindia yang menjadi nafas baru. Perkumpulan mahasiswa Indonesia. Iwa Kusumasumantri sebagai ketua menyatakan 3 azaz pokok Indische Vereeniging yaitu:
    1. Indonesia menentukan nasibnya sendiri.
    2. Kemampuan dan kekuatan sendiri.
    3. Persatuan dalam menghadapi Belanda

Perkembangan baru dalam tubuh organisasi itu membawa perubahan nama yakni diganti menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1922 dan pada tahun 1925 disamping nama dalam bahasa Belanda dipakai juga nama Perhimpunan Indonesia dan kelamaan hanya nama PI saja yang dipakai. Dengan demikian PI semakin tegas bergerak memasuki bidang politik. Perubahan ini didorong oleh bangkitnya seluruh bangsa-bangsa terjajah di Asia dan Afrika untuk menuntut kemerdekaan.
Banyak kegiatan yang dilakukan oleh aktivis PI Belanda maupun di luar negeri yaitu:
1.      Tahun 1923, PI aktif berjuang bahkan memelopori dari jauh pejuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang murni dan kompak.
2.      Tahun 1924 merubah nama majalah PI dari Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka.
3.      Tahun 1926 ikut serta dalam kongres Liaga Demikrasi Perdamaian Internasional di Paris, dalam kongres itu Mohammad Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan akan kemerdekaan Indonesia. demikian pula pendapat-pendapat mereka banyak disampaikan ke tanah air. Aksi-aksi yang dilakukan menyebabkan Hatta dkk. dituduh melakukan pemberontakan terhadap Belanda. Karena dituduh menghasut untuk pemberontakan terhadap Belanda maka tahun 1927 tokoh-tokoh PI diantaranya M. Hatta, Nasir Pamuncak, Abdul Majid Djojonegoro dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan diadili.
Meningkatnya aktivitas PI kearah politik ini terutama sejak datangnya dua mahasiswa Indonesia ke Belanda yakni A. Subardjo tahun 1919 dan Moh. Hatta tahun 1921 yang keduanya kemudian pernah menjabat sebagai ketua PI.
Sejak awal berdiri telah diformulasikan secara jelas program-program PI, meliputi perjuangan untuk tanah air dan juga ditunjang dengan program dalam memperkenalkan Indonesia ke dunia Internasional. Pada waktu PI diketuai oleh Sukiman, telah disusun program-program secara tegas dan lebih intensif. Pasal-pasal dalam PI jelas mencerminkan kesadaran PI, bahwa Indonesia tidak berdiri sendiri, yakni terlihat pada pasal 1, 2, 3. adapun pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 1: Mempropagandakan asas-asas perhimpunan lebih intensif, terutama di Indonesia.
Pasal 2: Menarik perhatian internasional pada masalah Indonesia.
Pasal 3: Perhatian para anggota harus dibangkitkan buat soal-soal internasional dengan mengadakan ceramah-ceramah, bepergian ke negara-negara lain untuk studi dan lain sebagainya.
Untuk melaksanakan program-program kerja PI Pasal 1, telah ditempuh oleh Ali Sastroamidjojo dengan mengadakan penyelundupan majalah Indonesia Merdeka ke Indonesia. Sedangkan untuk pasal 2 dan 3 baru dapat dilaksanakan ketika PI di ketuai oleh Moh. Hatta.
Sementara itu kegiatan PI meningkat menjadi nasional-demokratis, non-koperasi dan meninggalkan sikap kerjasama dengan kaum penjajah, bahkan PI sering mengikuti kegiatan-kegiatan tingkat Internasional dan anti kolonial. Di bidang Internasional ini PI bertemu dan bekerjasama dengan tokoh-tokoh pemuda dan mahasiswa dari ASIA, Afrika dan Eropa. Bahkan PI berhubungan baik dengan perhimpunan pemuda-pemuda Belanda yang mendukung Indonesia untuk merdeka seperti:
1.      SDSC: Sociaal-Democratische Studenten Club (Perhimpunan Mahasiswa Sosial Demakrat)
2.      SVA: Studenten Vredesactie (Perhimpunan Mahasiswa untuk Perdamaian)
3.      JVA: Jongeren Vredesactie (Perhimpunan Pemuda untuk Perdamaian)
4.      Antifa: Antifacistische Actie (Perhimpunan Mahasiswa anti Fasis)
Memasuki tahun 1936, PI mempergiat aktifitasnya. Ke dalam, grup-grupnya diharuskan untuk mempelajari buku-buku politik dengan teratur. Ke luar, mendekati orang-orang yang dianggap dapat memberi pengaruh di kemudian hari dan dapat menyokong perjuangan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu kemudian PI membentuk perkumpulan-perkumpulan lain, seperti:
1.      Rukun Pelajar Indonesia yang bergerak di bidang Sosial dan Ekonomi.
2.      SVIK (Studenten Vereeniging Ter Boverdering van Indonesische Kunst) yaitu pergerakan mahasiswa untuk memperkembangkan kesenian Indonesia.
Pendirian perkumpulan-perkumpulan ini dilakukan PI untuk menarik mahasiswa Indonesia untuk bergabung dan berjuang untuk Indonesia jadi mahasiswa dapat memilih untuk masuk PI yang berhaluan politik, Rukun Pelajar Indonesia yang berhaluan sosial ekonomi atau SVIK yang berhaluan seni budaya Indonesia. Disamping itu PI ingin mengenalkan Indonesia kepada bangsa-bangsa lain. Hal tersebut untuk membuktikan bahwa Indonesia bukanlah bangsa yang terbelakang melaikan suatu bangsa yang mempunyai kebudayaan tinggi.
Rupanya cara-cara yang ditempuh PI berhasil dan dapat mempopulerkan PI. Karena ke populeran ini SDAP (Sociaal-Democratische Arbeiders Partij) di negeri Belanda mulai mendekati PI. SDAP sendiri mempunyai cabang di Indonesia yakni ISDP (Indische Social-Democratische Partij) yang mempunyai dua orang anggota Volkstraad. Kemudian SDAP melalui korannya, Het Volks membahas bahwa PI tidak mempunyai ideologi tertentu dan hanya semata-mata Perhimpunan Kaum Nasionalis yang memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia dan ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Berkat itu nama PI dapat diperbaiki.





11.                        Partai Nasional Indonesia (PNI)          
      Berdiri pada tanggal 4 Juli 1927 di Bandung dengan nama awal Perserikatan Nasional Indonesia. Pada tahun 1928 nama organisasi diubah menjadi Partai Nasional Indonesia. Pendiri PNI adalah kaum intelektual yang tergabung dalam Aglemene Studie Club, yaitu Ir. Soekarno, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Boediarto. dr. Sanoesi, Mr. Iskaq Tjokrohadisoerjo, dan Mr. Soenarjo.
PNI mempunyai 3 (Tiga) asas, yaitu :
  1. Self Help (Menolong diri sendiri)
  2. Non Kooperasi (Tidak mengadakan kerjasama dengan Pemerintah Kolonial Belanda)
  3. Marhaenisme (Pengerahan massa rakyat tertindas yang hidup dalam kemiskinan di tanah yang kaya raya)
Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka dengan kekuatan sendiri. PNI bersifat terbuka sehingga keanggotaannya cepat berkembang. Cabang-cabang PNI terdapat di seluruh Hindia-Belanda. Kelompok nasionalis revolusioner dapat ditampung di dalam PNI. Pada tahun 1927, PNI memprakarsai berdirinya PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia). Badan ini merupakan sebuah badan koordinasi dari bermacam aliran untuk menggalang kesatuan aksi melawan imperialisme atau penjajahan. Kemajuan yang dicapai PNI dalam menyadarkan rakyat Indonesia akan pentingnya kemerdekaan dan sikapnya yang non kooperasi menimbulkan kecemasan pihak Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda memberikan ancaman terhadap PNI untuk menghentikan kegiatannya serta mengawasi dengan ketat gerak-gerik para pemimpin PNI terutama terhadap Ir. Soekarno. Ir. Soekarno bahkan dilarang untuk pergi ke luar Jawa. Karena desas-desus bahwa PNI akan melakukan pemberontakan maka pada tahun 1929 dilakukan penangkapan atas tokoh-tokoh PNI, yaitu Ir. Soekarno, Maskoen Soemodiredjo, Gatot Mangkoeprodjo, dan Soepriadinata. Mereka disalahkan melanggar pasal 153 bis dan 169 KUHP, dianggap mengganggu ketertiban umum, dan menentang kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda. dalam persidangan para tokoh PNI di Bandung, Ir. Soekarno membacakan pembelaannya yang terkenal, yaitu "Indonesia Menggugat". Pembelaan tersebut menelanjangi Pemerintah Kolonial Belanda dengan berbagai kebijaksanaannya yang merugikan rakyat Indonesia. Walaupun pembelaannya hebat tetapi Ir. Soekarno tetap ditahan oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Penjara Soekamiskin, Bandung. PNI kemudian dinyatakan sebagai partai/organisasi terlarang oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tanggal 17 April 1931. Sejak ditahannya tokoh-tokoh PNI maka timbul perbedaan pandangan dalam melanjutkan kegiatan PNI. Tanggal 25 April 1931 dalam konggres luar biasa PNI di Jakarta, Mr. Sartono mengambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran PNI tersebut menimbulkan perpecahan di kalangan internal PNI sendiri sehingga berdirilah :
  1. Partindo (Partai Indonesia), yang didirikan oleh Mr. Sartono dan menekankan aksi massa dalam gerakan partai.
  2. PNI Baru (Pendidikan Nasional Baru), yang didirikan oleh Drs. Moehammad Hatta, Mr. Soetan Syahrir, dan kawan-kawan dan menekankan pendidikan politik dalam gerakan partai.
12. PERTI
Perti adalah partai yang berasal dari organisasi tradisional Islam. Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Yang berpusat di Bukittinggi, Sumatra tengah. Organisasi ini didirikan oleh suatu pesantren terkenal di Candung, dekat Bukittinggi, pada tanggal 20 mei 1930. Ia merupakan benteng pertahanan golongan tradisional Islam terhadap penyebaran  paham dan gerakan modern. Pendirinya adalah Syaikh Abbas dari padang lawas, Bukittinggi; Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli dari Candung Syaikh muhammad Jamil djaho dari dari Padang Japang. Semuanya ulama tradisional terkenal di Minangkabau yang mempunyai surau-surau besar. Walaupun dalam hal pendidikan para ulama ini relatif cepat memasukan cara-cara persekolahan modern (misalnya  syaikh Abbas memulainya tahun 1918), dalam ranka pemikiran mereka berpegang pada madzhab Syafi’i dan merujuk pada kitab-kitab lama madzhab ini. Organisasi perti berhasil menyebarkan sayapnya akhirnya ke pusat-pusat pendidikan tradisional di Jambi, Tapanuli, Bengkulu, Aceh, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Pada masa Jepang Perti melanjutkan kegiatan pendidikan dan sosialnya. Pada tahun 1944 Perti bergabung dengan Majlis Islam Tinggi di Bukittinggi, suatu organisasi islam untuk seluruh Syang diketuai oleh Syaikh muhammad Djamil Djambek, seoramng ulama modernisasi terkenal. MIT merupakan tempat merujuk persoalan-persoalan agama.[10]
12.                        Partai Nasional Indonesia (PNI)          
      Berdiri pada tanggal 4 Juli 1927 di Bandung dengan nama awal Perserikatan Nasional Indonesia. Pada tahun 1928 nama organisasi diubah menjadi Partai Nasional Indonesia. Pendiri PNI adalah kaum intelektual yang tergabung dalam Aglemene Studie Club, yaitu Ir. Soekarno, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Boediarto. dr. Sanoesi, Mr. Iskaq Tjokrohadisoerejo, dan Mr. Soenarjo.
PNI mempunyai 3 (Tiga) asas, yaitu :
  1. Self Help (Menolong diri sendiri)
  2. Non Kooperasi (Tidak mengadakan kerjasama dengan Pemerintah Kolonial Belanda)
  3. Marhaenisme (Pengerahan massa rakyat tertindas yang hidup dalam kemiskinan di tanah yang kaya raya)
Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka dengan kekuatan sendiri. PNI bersifat terbuka sehingga keanggotaannya cepat berkembang. Cabang-cabang PNI terdapat di seluruh Hindia-Belanda. Kelompok nasionalis revolusioner dapat ditampung di dalam PNI. Pada tahun 1927, PNI memprakarsai berdirinya PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia). Badan ini merupakan sebuah badan koordinasi dari bermacam aliran untuk menggalang kesatuan aksi melawan imperialisme atau penjajahan. Kemajuan yang dicapai PNI dalam menyadarkan rakyat Indonesia akan pentingnya kemerdekaan dan sikapnya yang non kooperasi menimbulkan kecemasan pihak Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda memberikan ancaman terhadap PNI untuk menghentikan kegiatannya serta mengawasi dengan ketat gerak-gerik para pemimpin PNI terutama terhadap Ir. Soekarno. Ir. Soekarno bahkan dilarang untuk pergi ke luar Jawa. Karena desas-desus bahwa PNI akan melakukan pemberontakan maka pada tahun 1929 dilakukan penangkapan atas tokoh-tokoh PNI, yaitu Ir. Soekarno, Maskoen Soemodiredjo, Gatot Mangkoeprodjo, dan Soepriadinata. Mereka disalahkan melanggar pasal 153 bis dan 169 KUHP, dianggap mengganggu ketertiban umum, dan menentang kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda. dalam persidangan para tokoh PNI di Bandung, Ir. Soekarno membacakan pembelaannya yang terkenal, yaitu "Indonesia Menggugat". Pembelaan tersebut menelanjangi Pemerintah Kolonial Belanda dengan berbagai kebijaksanaannya yang merugikan rakyat Indonesia. Walaupun pembelaannya hebat tetapi Ir. Soekarno tetap ditahan oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Penjara Soekamiskin, Bandung. PNI kemudian dinyatakan sebagai partai/organisasi terlarang oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tanggal 17 April 1931. Sejak ditahannya tokoh-tokoh PNI maka timbul perbedaan pandangan dalam melanjutkan kegiatan PNI. Tanggal 25 April 1931 dalam konggres luar biasa PNI di Jakarta, Mr. Sartono mengambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran PNI tersebut menimbulkan perpecahan di kalangan internal PNI sendiri sehingga berdirilah :
  1. Partindo (Partai Indonesia), yang didirikan oleh Mr. Sartono dan menekankan aksi massa dalam gerakan partai.
  2. PNI Baru (Pendidikan Nasional Baru), yang didirikan oleh Drs. Moehammad Hatta, Mr. Soetan Syahrir, dan kawan-kawan dan menekankan pendidikan politik dalam gerakan partai.
12. PERTI
Perti adalah partai yang berasal dari organisasi tradisional Islam. Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Yang berpusat di Bukittinggi, Sumatra tengah. Organisasi ini didirikan oleh suatu pesantren terkenal di Candung, dekat Bukittinggi, pada tanggal 20 mei 1930. Ia merupakan benteng pertahanan golongan tradisional Islam terhadap penyebaran  paham dan gerakan modern. Pendirinya adalah Syaikh Abbas dari padang lawas, Bukittinggi; Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli dari Candung Syaikh muhammad Jamil djaho dari dari Padang Japang. Semuanya ulama tradisional terkenal di Minangkabau yang mempunyai surau-surau besar. Walaupun dalam hal pendidikan para ulama ini relatif cepat memasukan cara-cara persekolahan modern (misalnya  syaikh Abbas memulainya tahun 1918), dalam ranka pemikiran mereka berpegang pada madzhab Syafi’i dan merujuk pada kitab-kitab lama madzhab ini. Organisasi perti berhasil menyebarkan sayapnya akhirnya ke pusat-pusat pendidikan tradisional di Jambi, Tapanuli, Bengkulu, Aceh, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Pada masa Jepang Perti melanjutkan kegiatan pendidikan dan sosialnya. Pada tahun 1944 Perti bergabung dengan Majlis Islam Tinggi di Bukittinggi, suatu organisasi islam untuk seluruh Syang diketuai oleh Syaikh muhammad Djamil Djambek, seoramng ulama modernisasi terkenal. MIT merupakan tempat merujuk persoalan-persoalan agama.[11]














BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Partai sosial politik pra kemerdekaan diantaranya: Budi Utomo,Indiche party,ISDV,PKI,Perhimpunan Indonesia,PBI,Parindra,Gerindo,PNI
Partai keagamaan diantaranya: sarekat dagang islam, sarekat islam, muhammadiyah,NU, perti













DAFTAR PUSTAKA
Frederspiel,Howard M. 1996. Persatuan Islam. Yogyakarta: UGM press
Harjono,Anwar. 1997. Perjalanan Politik Bangsa. Jakarta: gema Insani press
Kunto,Wijoyo. Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia. Yogyakarta: Sholahudin press
 MoedjantoG. 1988. Indonesia Abad ke-20 1.Yogakarta: kanisius
Noer,Deliar. 2000. Partai Islam dipentas Nasional. Bandung: Penerbit mizan
Suhartono. 2001. Sejarah Prgerakan Nasional. Yogyakarta: Pustaka pelajar














[1] G. Moedjanto. Indonesia abad ke 20 1.hlm: 27-29
[2] Ibid hlm: 33-35
[3] Howard M. Federspiel. Persatuan Islam Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX. hlm: 107-109
[4] Opcit hlm: 35-41
[5] Anwar Harjono. Perjalanan Politik Bangsa. hlm: 99
[6] Opcit. hlm: 108
[7] Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional. hlm: 85-104





[8] Suhartono. Sejarah Pergerakan Nasional. hlm: 89-91
[9] Ibid. hlm: 91-92
[10] Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional. hlm: 77- 78
[11] Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional. hlm: 77- 78

Tidak ada komentar:

Posting Komentar