BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Akhlak menempati posisi penting dalam kehidupan baik individu, masyarakat,
maupun bangsa terlebih bagi seorang juru dakwah yang selalu berinteraksi dengan khalayak dalam mengemban dan menyampaikan amanah yang suci dari Tuhan. Eksistensi akhlak dalam berdakwah yang mengharuskan adanya komitmen pada
setiap perkataan dan perbuatan dipandang begitu berat dan membebani dalam mengaplikasikannya.
Itulah yang banyak menimbulkan persepsi tentang esensi dakwah, bahwa signifikansi
dakwah bukan hanya sebatas mensucikan fitrah manusia ke jalan Tuhannya melainkan
juga mengandung pesan moral dan kesucian akhlaknya yang mesti dipertanggung jawabkan.
Karenanya, profesi berdakwah tak jarang ditinggalkan, dengan berlandaskan Al-Qur’an
surah as-Shaf ayat 2-3:
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
zNÏ9
cqä9qà)s?
$tB
w
tbqè=yèøÿs?
ÇËÈ uã92
$ºFø)tB
yYÏã
«!$#
br&
(#qä9qà)s?
$tB
w
cqè=yèøÿs?
ÇÌÈ
Artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
Jika para da’i sadar akan tugas yang sedang diembannya, maka tugas
da’i bukan hanya menyampaikan saja, tetapi sebagai warosatul anbiya,
yaitu bahwa dirinya mengemban amanah dari Allah SWT, dan ia pun dituntut untuk
mengamalkannya. Oleh karenanya penting bagi da’i untuk terus, dan terus
meningkatkan ilmu pengetahuannya, memperbaiki akhlaq dan kepribadiannya dan
meningkatkan kompetensinya. Serta mengetahui bagaimana akhlaq-akhlaq dan
keteladanan para nabi dalam berdakwah, sehingga kita bisa belajar dari
keberhasilan dakwah para nabi. Dan juga para juru dakwah pun perlu mengetahui
rambu-rambu etis dalam berdakwah, sebagai patokan/ tolok ukur dalam proses
dakwahnya.
B.
RumusanMasalah
1.
Apa
perbedaan akhlak dan etika?
2.
Apa
saja akhlak yang harus dimiliki seorang da’i?
3.
Bagaimana
seorang da’I harus beretika dalam berdakwah?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui perbedaan antara akhlak dengan etika.
2.
Untuk
mengetahui akhlak yang harus dimiliki seorang da’i.
3.
Untuk
mengetahui etika seorang da’I dalam berdakwah.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlak dan Etika
1.
Akhlaq
Kata akhlaq berasal dari bahasa arab, yaitu jamak dari kata “khluqun”
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, atau tata karma, sopan santun,
adab, dan tindakan. Secara
terminologis akhlaq merupakan pranata prilaku manusia dalam segala aspek kehidupan.
Ibnu Maskawih (421H/1030M) mengatakan bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara Imam Al Ghazali (1015-1111H) mengatkan akhlak adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[1]
Sedangkan secara terminologi, yang dikemukakan para ahli,
sebagaimana dikutip Abuddin Nata (1997) antara lain:[2]
a) Menurut Ibrahim Anis, Akhlaq adalah
sikap yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahir macamm-macam perbuatan,
baik atau buruk, tanpa membutuhkan pertimbangan dan pemikiran.
b) Menurut abdul Hamid, akhlaq adalah
sifat-sifat manusia yang terdidik.
2.
Etika
Istilah etika berasal dari bahasa yunani kuno yaitu ‘ethos’ dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaaan sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta eta) artinya adalah adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika”. Sacara etimolgis berarti ilmu tentang apa yang bias dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
K. Bertens,
membedakan etika menjadi tiga arti yaitu;
a) Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b) Etika adalah kumpulan asas atau nilai
moral.
Abudin Nata menyimpulkan bahwa etika sedikitnya berkaitan
dengan empat hal, yaitu:[4]
a. Dari segi pemahamannya, etika berusaha
membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
b. Dari segi sumbernya, etika bersumber
pada akal pikiran dan filsafat.
c. Dari segi fungsinya, etika berfungsi
sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan
oleh manusia, yaitu apakah perbuatan manusia tersebut akan dinilai baik, buruk,
mulia, terhormat, dan sebagainya.
d. Dilihat dari segi sifatnya, etika
bersifat relatif yakni berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.
B.
Akhlak dan Etika dalam Berdakwah
1. Akhlak Seorang
Da’i
Akhlak Da’I ialah akhlak Islam yang
Allah nyatakan dalam Al-quran dan rasulullah menjelaskan dalam sunnah beliau
serta para sahabatn menerapkannya dalam tingkah laku dan peri hidup mereka.
Akhlak Islam yang sebaiknya dimiliki da’i diantaranya:
- Al-Shidq (Benar, tidak dusta)
- Al-Shabr (sabar, tabah)
- Al-Rahmah (Rasa Kasih Sayang)
- Tawadhu (merendahkan diri, tidak sombong)
- Suka bergaul
- Mempunyai sifat lemah lembut
- Bertutur kata dengan baik
- Menghormati dan menjamu tamu dengan baik
- Bersosial dengan masyakat dan lainnya dengan baik
- Tidak mempersulit
Maka yang meninggalkan kesan baik pada orang lain bila bertemu
dengan kaum muslimin ialah lemah lembut akhlaknya.[5]
Dalil Rasulullah kepada muadz bin jabal ketika muadz akan melakukan
dakwah ke negeri yaman:
يَسِّرُوا ولا تُعَسِّروا, بَشِّروا ولا تُنفِّروا
Artinya: “Permudahlah
jangan dipersukar, gembirakan jangan dibuat kesan menjauh”.[6]
Sabar
Sabar adalah Menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan, baik
dalam menemukan sesuatu yang tidak diinginkan ataupun dalam bentuk kehilangan
sesuatu yang disenangi. Menurut Imam Al-Ghozali , sabar adalah suatu kondisi
mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran
agama.[7]
Tugas seorang da’I bukanlah tugas yang ringan dan tentu dalam
perjalanan menjumpai berbagai rintangan yang menghadang. Oleh karena itu,
menjadi seorang da’I harus mempunyai kesabaran yang besar pula untuk menghadapi
berbagai tantangan.
Ikhlas
Ikhlas adalah rela, dengan tulus hati ataupun rela hati
melaksanakan perkerjaan semata-mata karena Allah, bukan karena hendak diminta
atau dipuji orang lain (riya’). Ikhlas merupakan inti dan ruhnya ibadah. Ikhlas
merupakan pondasi dasar diterima dan tidaknya sebuah amal yang mengantarkan
kepada keberuntungan atau kerugian, jalan yang menuntun kesurga atau neraka.[8]
¨bÎ)
tûüÉ)Ïÿ»uZßJø9$#
tbqããÏ»sä
©!$#
uqèdur
öNßgããÏ»yz
#sÎ)ur
(#þqãB$s%
n<Î)
Ío4qn=¢Á9$#
(#qãB$s%
4n<$|¡ä.
tbrâä!#tã
}¨$¨Z9$#
wur
crãä.õt
©!$#
wÎ)
WxÎ=s%
ÇÊÍËÈ
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali.” (QS.
An-Nisa’: 142)
Seorang da’I atau yang sering disebut muballigh ketika
melakukan dakwah dalam suatu acara, mendapatkan imbalan berupa uang. Namun,
menjadi seorang da’I sejati tidak patut jika dakwahnya itu hanya untuk imbalan tersebut.
Dakwah Islam harus dilandasi niat yang ikhlas karena Allah SWT. Jika mendapat
imbalan itu hanyalah bonus dari Allah saja, namun seorang da’I tidak boleh
memintanya.
2.
Etika Seorang Da’i
Kode etik dakwah Nabi:[9]
a) Tidak memisahkan antara ucapan dan
perbuatan
Hendaknya tidak memisahkan antara apa yang ia katakan dengan
apa yang ia kerjakan.
b) Tidak melakukan toleransi agama
Toleransi memang dianjurkan tetapi hanya dalam batas-batas
tertentu dan tidak menyangkut masalah agama (keyakinan).
c) Tidak menghina sesembahan non muslim
Da’i menyampaikan ajarannya sangat dilarang untuk menghina
atau mencerca agama yang lain.
d) Tidak melakukan Diskriminasi Sosial
e) Semua harus mendapatkan perlawanan
yang sama. Karena keadilan sangatlah penting dalam dakwah Islam. Da’i harus
menjunjung tinggi hak universal.
f) Tidak meminta imbalan
Memang masih terjadi perbedaan pendapat tentang dibolehkan
atau dilarang namun dalam konteks kekinian jasa dalam berdakwah itu merupakan
salah satu dukungan financial dalam dakwah. Dalam artian dakwah pada era
sekarang dukungan financial dalam dakwah sangatlah penting. karena akan member
sumberdaya sang da’i tersebut dari segi keilmuan, kesejahteraan hidup dan
proses aktifitas dakwah.
g) Tidak berteman dengan pelaku maksiat
Berkawan dengan pelaku maksiat ini di khawatirkan akan
berdampak buruk atau serius. Karena beranggapan bahwa seakan-akan perbuatan
maksiatnya direstui oleh dakwah. Disisi lain integritas dakwahnya berkurang.
h) Tidak menyampaikan hal-hal yang
tidak di ketahui
Da’i yang menyampaikan suatu hukum,
sementara ia tidak mengetahui hukum itu, ia pasti akan menyesatkan umat.
Kepribadian da’I yang punya pengaruh
besar untuk diterima orang dakwahnya. Imam Muhammad Abu Zahrah, da’I wajib
menghiasi diri dengan sifat berikut ini:
- Punya niat yang baik sehingga dalam berdakwah tidak mengharapkan imbalan harta atau kedudukan, tapi semata-mata mengharapkan kerhidoan dari Allah
- Berkemampuan dalam merangkan
- Punya kepribadian yang menarik
- Mengetahui kandungan dan al-Hadist
- Lemah lembut pergaulan tapi bukan sebagai tanda kelemahan
- Tidak bertindak sebagai musuh
- Tidak menyalahi ketentuan agama
Sifat-sifat atau karakter yang wajib
dipunyai oleh da’I menurut syekh Ali Mahfudz adalah:
- Memahami al-quran dan al-sunnah
- Beramal menurut ilmunya
- Sopan santun dan berlapang dada
- Punya sifat berani. tidak gentar menghadapi seseorang dalam mengucapkan yang hak
- Bersifat ‘qana’ah’
- Berkemampuan member keterangan dan penjelasan serta kepaseha berbicara
- Mendalami beberapa cabang ilmu
- Punya hubungan kuat dengan Allah
- Tawadhu atau rendah hati
- tidak kikir dalam mengajarkan ilmu apa saja yang di pandang baik
- Tidak tergopoh dan terburu-buru dalam semua urusan
- Bercita-cita tinggi dan berjiwa besar
- Bersifat sabar dalam melancarkan dakwah
- Bertaqwa dan amanah
Beberapa perilaku etika yang berlaku dalam masyarakat,
hendaklah dipahami oleh setiap da’i atau mubaligh dalam melakukan aktivitas
dakwahnya. Sehingga dengan demikian aktivitas dakwah akan berjalan dengan baik
dan tidak menimbulkan keresahan dan benturan-benturan baik dikalangan antar
da’i maupun dikalangan masyarakat pada umumnya, karena da’i bukanlah
provokator. Etika dan kode etik dalam melaksanakan dakwah hendaknya tetap
dipertahankan oleh para aktivis dakwah, sehingga aktivitas dakwah akan menuai simpatik.
3.
Kode Etik Bidang Profesi
Selain kerangka kode etik umum sebagaimana
disebutkan diatas, penting dipatuhi da’i adalah kode etik dalam bidang
keahlian. Kode etik ini mencakup kode etik sikap dan kode etik pelaksanaan
tugas.[10]
Kode etik dalam sikap
Mengenai kode etik sikap, yang seharusnya mendapatkan
perhatian para juru dakwah antara lain:
a.
Sikap tanggung jawab
dan rasa hormat kepada orang lain, hal ini meliputi : tanggung jawab atas
pekerjaan dalam arti melakukan pekerjaan sebaik mungkin untuk mencapai kualitas
hasil terbaik/ tidak membahayakan, tidak mengurangi mutu kehidupan manusia dan
lingkungan, bertanggung jawab atas dampak pekerjaan yang telah dilakukannya.
b.
Berorientasi pada
memaksimalkan pelayanan.
c.
Menjunjung tinggi ciri
kepribadian moral : tekad dan keberanian yang kuat untuk bertindak sesuai
tuntutan profesi, sadar akan kewajiban, bersungguh-sungguh dengan penuh
ketulusan dalam menjalankan profesi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan:
1.
Imam Al Ghazali mengatkan akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
K. Bertens mengatakan salah satu
pngertian etika adalah ilmu tentang yang
baik dan buruk.
Yang membedakan antara keduanya
yaitu, akhlak adalah berdasarkan ajaran agama sementara etika berasal dari
pemikiran manusia.
2.
Beberapa
akhlak yang harus dimiliki seorang da’I adalah sebagai berikut:
·
Sabar
·
Ikhlas
·
Mempunyai
sifat lemah lembut
·
Bertutur
kata dengan baik
·
Menghormati
dan menjamu tamu dengan baik
·
Bersosial
dengan masyakat dan lainnya dengan baik
·
Tidak
mempersulit
·
Al-Shidq (Benar, tidak dusta)
·
Al-Shabr (sabar, tabah)
·
Al-Rahmah (Rasa Kasih Sayang)
·
Tawadhu (merendahkan diri, tidak sombong)
·
Suka bergaul
3.
Kode etik sikap, yang
seharusnya mendapatkan perhatian para juru dakwah antara lain:
§ Sikap tanggung jawab dan rasa hormat kepada orang lain, hal ini meliputi :
tanggung jawab atas pekerjaan dalam arti melakukan pekerjaan sebaik mungkin
untuk mencapai kualitas hasil terbaik/ tidak membahayakan, tidak mengurangi
mutu kehidupan manusia dan lingkungan, bertanggung jawab atas dampak pekerjaan
yang telah dilakukannya.
§ Berorientasi pada memaksimalkan pelayanan.
§ Menjunjung tinggi ciri kepribadian moral : tekad dan keberanian yang kuat
untuk bertindak sesuai tuntutan profesi, sadar akan kewajiban,
bersungguh-sungguh dengan penuh ketulusan dalam menjalankan profesi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Saebani, Beni
& Abdul Hamid. 2010. IlmuAkhlak. Bandung: Pustaka Setia.
Amir, Mafri. 1999. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam,:
Jakarta: Logos.
AS, Enjang dan Hajir. 2009. Etika Dakwah. Bandung: Widya
Padjajaran.
Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta:
Gramedia.Nata, Abuddin. 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Dyayadi.2009. Kamus Lengkap Islamologi. Yogyakarta: Qiyas
Yogyakarta. Cet. ke-1
Hamka. 1982. Prinsip dam kebijaksanaan da’wah islam..
Jakarta. UMMINDA.
______. 1997. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve. Cet ke-1. Jilid 6.
[2] Abuddin Nata, akhlak Tasawuf. Jakarta: PT
raja grafindo Persada, 1997
[4] Enjang As,
hlm: 133-134
[5] Hamka. 1982. Prinsip
dam kebijaksanaan da’wah islam.. Jakarta. UMMINDA. Hal: 153
[6] Ibid. Hal 156
[7]. Ensiklopedia
Hukum Islam.(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,1997). Cet. 1. Jld 6. Hlm.
1520
[8] Drs.Dyayadi. Kamus
Lengkap Islamologi. (Yogyakarta: Qiyas Yogyakarta, 2009). Cet 1. Hlm. 242
[9] AS, Enjang dan
Hajir. 2009. Etika Dakwah. Bandung: Widya
Padjajaran:136-142
[10] Mafri Amir, Etika komunikasi massa dalam pandangan
islam,: Jakarta: Logos 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar