Rabu, 10 April 2013

AKHLAQ DAN ETIKA DA'I DALAM BERDAKWAH



 BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Akhlak menempati posisi penting dalam kehidupan baik individu, masyarakat, maupun bangsa terlebih bagi seorang juru dakwah yang selalu berinteraksi dengan khalayak dalam mengemban dan menyampaikan amanah yang suci dari Tuhan. Eksistensi akhlak dalam berdakwah yang mengharuskan adanya komitmen pada setiap perkataan dan perbuatan dipandang begitu berat dan membebani dalam mengaplikasikannya. Itulah yang banyak menimbulkan persepsi tentang esensi dakwah, bahwa signifikansi dakwah bukan hanya sebatas mensucikan fitrah manusia ke jalan Tuhannya melainkan juga mengandung pesan moral dan kesucian akhlaknya yang mesti dipertanggung jawabkan. Karenanya, profesi berdakwah tak jarang ditinggalkan, dengan berlandaskan Al-Qur’an surah as-Shaf ayat 2-3:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 šcqä9qà)s? $tB Ÿw tbqè=yèøÿs? ÇËÈ   uŽã9Ÿ2 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB Ÿw šcqè=yèøÿs? ÇÌÈ  
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
Jika para da’i sadar akan tugas yang sedang diembannya, maka tugas da’i bukan hanya menyampaikan saja, tetapi sebagai warosatul anbiya, yaitu bahwa dirinya mengemban amanah dari Allah SWT, dan ia pun dituntut untuk mengamalkannya. Oleh karenanya penting bagi da’i untuk terus, dan terus meningkatkan ilmu pengetahuannya, memperbaiki akhlaq dan kepribadiannya dan meningkatkan kompetensinya. Serta mengetahui bagaimana akhlaq-akhlaq dan keteladanan para nabi dalam berdakwah, sehingga kita bisa belajar dari keberhasilan dakwah para nabi. Dan juga para juru dakwah pun perlu mengetahui rambu-rambu etis dalam berdakwah, sebagai patokan/ tolok ukur dalam proses dakwahnya.


B.  RumusanMasalah
1.      Apa perbedaan akhlak dan etika?
2.      Apa saja akhlak yang harus dimiliki seorang da’i?
3.      Bagaimana seorang da’I harus beretika dalam berdakwah?

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui perbedaan antara akhlak dengan etika.
2.      Untuk mengetahui akhlak yang harus dimiliki seorang da’i.
3.      Untuk mengetahui etika seorang da’I dalam berdakwah.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akhlak dan Etika
1.    Akhlaq
Kata akhlaq berasal dari bahasa arab, yaitu jamak dari kata “khluqun” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat,  atau tata karma, sopan santun, adab, dan tindakan. Secara  terminologis akhlaq merupakan pranata prilaku manusia dalam segala aspek kehidupan.
Ibnu Maskawih (421H/1030M) mengatakan bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara Imam Al Ghazali (1015-1111H) mengatkan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[1]
Sedangkan secara terminologi, yang dikemukakan para ahli, sebagaimana dikutip Abuddin Nata (1997) antara lain:[2]
a)      Menurut Ibrahim Anis, Akhlaq adalah sikap yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahir macamm-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pertimbangan dan pemikiran.
b)      Menurut abdul Hamid, akhlaq adalah sifat-sifat manusia yang terdidik.

2.    Etika
Istilah etika berasal dari bahasa yunani kuno yaitu ‘ethos’ dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,  kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaaan sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta eta) artinya adalah adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika”. Sacara  etimolgis berarti ilmu tentang apa yang bias dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
K. Bertens, membedakan etika menjadi tiga arti yaitu;
a)      Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b)      Etika adalah kumpulan asas atau nilai moral.
c)      Etika adalah ilmu tentang yang baik dan buruk.[3]
Abudin Nata menyimpulkan bahwa etika sedikitnya berkaitan dengan empat hal, yaitu:[4]
a.       Dari segi pemahamannya, etika berusaha membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
b.      Dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat.
c.       Dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan manusia tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, dan sebagainya.
d.      Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.

B.     Akhlak dan Etika dalam Berdakwah
1.    Akhlak Seorang Da’i
Akhlak Da’I ialah akhlak Islam yang Allah nyatakan dalam Al-quran dan rasulullah menjelaskan dalam sunnah beliau serta para sahabatn menerapkannya dalam tingkah laku dan peri hidup mereka. Akhlak Islam yang sebaiknya dimiliki da’i diantaranya:
  1. Al-Shidq (Benar, tidak dusta)
  2. Al-Shabr (sabar, tabah)
  3. Al-Rahmah (Rasa Kasih Sayang)
  4. Tawadhu (merendahkan diri, tidak sombong)
  5. Suka bergaul
  6. Mempunyai sifat lemah lembut
  7. Bertutur kata dengan baik
  8. Menghormati dan menjamu tamu dengan baik
  9. Bersosial dengan masyakat dan lainnya dengan baik
  10. Tidak mempersulit
Maka yang meninggalkan kesan baik pada orang lain bila bertemu dengan kaum muslimin ialah lemah lembut akhlaknya.[5] Dalil Rasulullah kepada muadz bin jabal ketika muadz akan melakukan dakwah ke negeri yaman:
يَسِّرُوا ولا تُعَسِّروا, بَشِّروا ولا تُنفِّروا
Artinya: “Permudahlah jangan dipersukar, gembirakan jangan dibuat kesan menjauh”.[6]
Sabar
Sabar adalah Menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diinginkan ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi. Menurut Imam Al-Ghozali , sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama.[7]
Tugas seorang da’I bukanlah tugas yang ringan dan tentu dalam perjalanan menjumpai berbagai rintangan yang menghadang. Oleh karena itu, menjadi seorang da’I harus mempunyai kesabaran yang besar pula untuk menghadapi berbagai tantangan.
Ikhlas
Ikhlas adalah rela, dengan tulus hati ataupun rela hati melaksanakan perkerjaan semata-mata karena Allah, bukan karena hendak diminta atau dipuji orang lain (riya’). Ikhlas merupakan inti dan ruhnya ibadah. Ikhlas merupakan pondasi dasar diterima dan tidaknya sebuah amal yang mengantarkan kepada keberuntungan atau kerugian, jalan yang menuntun kesurga atau neraka.[8]
¨bÎ) tûüÉ)Ïÿ»uZßJø9$# tbqããÏ»sƒä ©!$# uqèdur öNßgããÏ»yz #sŒÎ)ur (#þqãB$s% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qãB$s% 4n<$|¡ä. tbrâä!#tãƒ }¨$¨Z9$# Ÿwur šcrãä.õtƒ ©!$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÊÍËÈ  
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’: 142)
Seorang da’I atau yang sering disebut muballigh ketika melakukan dakwah dalam suatu acara, mendapatkan imbalan berupa uang. Namun, menjadi seorang da’I sejati tidak patut jika dakwahnya itu hanya untuk imbalan tersebut. Dakwah Islam harus dilandasi niat yang ikhlas karena Allah SWT. Jika mendapat imbalan itu hanyalah bonus dari Allah saja, namun seorang da’I tidak boleh memintanya.
2.      Etika Seorang Da’i
Kode etik dakwah Nabi:[9]
a)      Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan
Hendaknya tidak memisahkan antara apa yang ia katakan dengan apa yang ia kerjakan.
b)      Tidak melakukan toleransi agama
Toleransi memang dianjurkan tetapi hanya dalam batas-batas tertentu dan tidak menyangkut masalah agama (keyakinan).
c)      Tidak menghina sesembahan non muslim
Da’i menyampaikan ajarannya sangat dilarang untuk menghina atau mencerca agama yang lain.
d)   Tidak melakukan Diskriminasi Sosial
e)    Semua harus mendapatkan perlawanan yang sama. Karena keadilan sangatlah penting dalam dakwah Islam. Da’i harus menjunjung tinggi hak universal.
f)    Tidak meminta imbalan
Memang masih terjadi perbedaan pendapat tentang dibolehkan atau dilarang namun dalam konteks kekinian jasa dalam berdakwah itu merupakan salah satu dukungan financial dalam dakwah. Dalam artian dakwah pada era sekarang dukungan financial dalam dakwah sangatlah penting. karena akan member sumberdaya sang da’i tersebut dari segi keilmuan, kesejahteraan hidup dan proses aktifitas dakwah.
g)      Tidak berteman dengan pelaku maksiat
Berkawan dengan pelaku maksiat ini di khawatirkan akan berdampak buruk atau serius. Karena beranggapan bahwa seakan-akan perbuatan maksiatnya direstui oleh dakwah. Disisi lain integritas dakwahnya berkurang.
h)      Tidak menyampaikan hal-hal yang tidak di ketahui
Da’i yang menyampaikan suatu hukum, sementara ia tidak mengetahui hukum itu, ia pasti akan menyesatkan umat.
Kepribadian da’I yang punya pengaruh besar untuk diterima orang dakwahnya. Imam Muhammad Abu Zahrah, da’I wajib menghiasi diri dengan sifat berikut ini:
  1. Punya niat yang baik sehingga dalam berdakwah tidak mengharapkan imbalan harta atau kedudukan, tapi semata-mata mengharapkan kerhidoan dari Allah
  2. Berkemampuan dalam merangkan
  3. Punya kepribadian yang menarik
  4. Mengetahui kandungan dan al-Hadist
  5. Lemah lembut pergaulan tapi bukan sebagai tanda kelemahan
  6. Tidak bertindak sebagai musuh
  7. Tidak menyalahi ketentuan agama
Sifat-sifat atau karakter yang wajib dipunyai oleh da’I menurut syekh Ali Mahfudz adalah:
  1. Memahami al-quran dan al-sunnah
  2. Beramal menurut ilmunya
  3. Sopan santun dan berlapang dada
  4. Punya sifat berani. tidak gentar menghadapi seseorang dalam mengucapkan yang hak
  5. Bersifat ‘qana’ah’
  6. Berkemampuan member keterangan dan penjelasan serta kepaseha berbicara
  7. Mendalami beberapa cabang ilmu
  8. Punya hubungan kuat dengan Allah
  9. Tawadhu atau rendah hati
  10. tidak kikir dalam mengajarkan ilmu apa saja yang di pandang baik
  11. Tidak tergopoh dan terburu-buru dalam semua urusan
  12. Bercita-cita tinggi dan berjiwa besar
  13. Bersifat sabar dalam melancarkan dakwah
  14. Bertaqwa dan amanah
Beberapa perilaku etika yang berlaku dalam masyarakat, hendaklah dipahami oleh setiap da’i atau mubaligh dalam melakukan aktivitas dakwahnya. Sehingga dengan demikian aktivitas dakwah akan berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan keresahan dan benturan-benturan baik dikalangan antar da’i maupun dikalangan masyarakat pada umumnya, karena da’i bukanlah provokator. Etika dan kode etik dalam melaksanakan dakwah hendaknya tetap dipertahankan oleh para aktivis dakwah, sehingga aktivitas dakwah akan menuai simpatik.

3.      Kode Etik Bidang Profesi
Selain  kerangka kode etik umum sebagaimana disebutkan diatas, penting dipatuhi da’i adalah kode etik dalam bidang keahlian. Kode etik ini mencakup kode etik sikap dan kode etik pelaksanaan tugas.[10]
Kode etik dalam sikap
          Mengenai kode etik sikap, yang seharusnya mendapatkan perhatian para juru dakwah antara lain:
a.       Sikap tanggung jawab dan rasa hormat kepada orang lain, hal ini meliputi : tanggung jawab atas pekerjaan dalam arti melakukan pekerjaan sebaik mungkin untuk mencapai kualitas hasil terbaik/ tidak membahayakan, tidak mengurangi mutu kehidupan manusia dan lingkungan, bertanggung jawab atas dampak pekerjaan yang telah dilakukannya.
b.      Berorientasi pada memaksimalkan pelayanan.
c.       Menjunjung tinggi ciri kepribadian moral : tekad dan keberanian yang kuat untuk bertindak sesuai tuntutan profesi, sadar akan kewajiban, bersungguh-sungguh dengan penuh ketulusan dalam menjalankan profesi.





BAB III
PENUTUP


Kesimpulan:
1.      Imam Al Ghazali mengatkan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
K. Bertens mengatakan salah satu pngertian etika adalah ilmu tentang yang baik dan buruk.
Yang membedakan antara keduanya yaitu, akhlak adalah berdasarkan ajaran agama sementara etika berasal dari pemikiran manusia.
2.      Beberapa akhlak yang harus dimiliki seorang da’I adalah sebagai berikut:
·         Sabar
·         Ikhlas
·         Mempunyai sifat lemah lembut
·         Bertutur kata dengan baik
·         Menghormati dan menjamu tamu dengan baik
·         Bersosial dengan masyakat dan lainnya dengan baik
·         Tidak mempersulit
·         Al-Shidq (Benar, tidak dusta)
·         Al-Shabr (sabar, tabah)
·         Al-Rahmah (Rasa Kasih Sayang)
·         Tawadhu (merendahkan diri, tidak sombong)
·         Suka bergaul
3.      Kode etik sikap, yang seharusnya mendapatkan perhatian para juru dakwah antara lain:
§  Sikap tanggung jawab dan rasa hormat kepada orang lain, hal ini meliputi : tanggung jawab atas pekerjaan dalam arti melakukan pekerjaan sebaik mungkin untuk mencapai kualitas hasil terbaik/ tidak membahayakan, tidak mengurangi mutu kehidupan manusia dan lingkungan, bertanggung jawab atas dampak pekerjaan yang telah dilakukannya.
§  Berorientasi pada memaksimalkan pelayanan.
§  Menjunjung tinggi ciri kepribadian moral : tekad dan keberanian yang kuat untuk bertindak sesuai tuntutan profesi, sadar akan kewajiban, bersungguh-sungguh dengan penuh ketulusan dalam menjalankan profesi.



































DAFTAR PUSTAKA


Ahmad Saebani, Beni & Abdul Hamid. 2010. IlmuAkhlak. Bandung: Pustaka Setia.

Amir, Mafri. 1999. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam,: Jakarta: Logos.

AS, Enjang dan Hajir. 2009. Etika Dakwah. Bandung: Widya Padjajaran.

Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia.Nata, Abuddin. 1997.  Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dyayadi.2009. Kamus Lengkap Islamologi. Yogyakarta: Qiyas Yogyakarta. Cet. ke-1

Hamka. 1982. Prinsip dam kebijaksanaan da’wah islam.. Jakarta. UMMINDA.
­­­­
______. 1997. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve. Cet ke-1. Jilid 6.


[1]. Beni Ahmad Saebani, Abdul Hamid, IlmuAkhlak, (Bandung, pustaka setia, 2010). hal. 14
[2] Abuddin Nata, akhlak Tasawuf. Jakarta: PT raja grafindo Persada, 1997
[3].K. Bertens. Etika, (.Jakarta:Gramedia, 2007)hal. 6
[4] Enjang As, hlm: 133-134
[5] Hamka. 1982. Prinsip dam kebijaksanaan da’wah islam.. Jakarta. UMMINDA. Hal: 153
[6] Ibid. Hal 156
[7]. Ensiklopedia Hukum Islam.(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,1997). Cet. 1. Jld 6. Hlm. 1520
[8] Drs.Dyayadi. Kamus Lengkap Islamologi. (Yogyakarta: Qiyas Yogyakarta, 2009). Cet 1. Hlm. 242
[9] AS, Enjang dan Hajir. 2009. Etika Dakwah. Bandung: Widya Padjajaran:136-142
[10] Mafri Amir, Etika komunikasi massa dalam pandangan islam,: Jakarta: Logos 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar