BAB I
A.
PENDAHULUAN
Aliran
psikologi humanisme atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah
suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia,
yang memusatkan perhatin pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi
sejumalh ahli psikologi humanisme ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah
ahli psikologi humnaisme yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan
tradisional behaviorisme dan psikoanalis. Psikologi humanisme juga memberikan
sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan
humanisme (humanistic) keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan
aspek emosional, sosial, mental dan ketrampilan dlam berkarir menjadi fokus
dalam model pendidikan humanistik.
Aliran
psikologi humanisme selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui
penghargaanya terhadap potensi-potensi positif
yang ada dalam setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan
zaman, proses pendidikan pun senantiasa berubah.
Dalam
makalah ini akan dijelaskan mulai dari ciri-ciri humnaisme, arti pendidikaan
Islam, landasan pendidikan Islam, Asas pendidikan Islam, dan pandangannya
tentang pendidikan, ,pendekatan humannistik dalam pendidikan Islam.
1. Apa itu aliran humanisme?
2. Apa arti pendidikan Islam?
3. Apa yang menjadi Landasan
dan asas pendidikan Islam?
4. Bagaimanakah pandangan aliran humanisme tentang pendidikan?
1. Untuk mengetahui ciri-ciri aliran humanisme.
2. Untuk mengetahui arti pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui landasan dan asas pendidikan agama Islam
4. Untuk mengetahui pandangan aliran humanisme tentang
pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Pengertian Humanisme
Humanisme, secara
sederhana adalah suatu sikap yang konsisten dalam membela kelangsungan dan
keberadaan hidup manusia agar manusia tidak tenggelam dalam kehancuran atau
kebinasaan.
Pengert
Pada abad 20 terjadi perkembangan humanistik yang dsebut humanisme kontemporer.
Humnaisme kontemporer merupakan reaksi protes atau gerakan protes terhadap
dominasi kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemunusiaan
yang ada dalam diri manusia di era modern. Perkembangan lebih lanjut dari
filsafat humanis adalah berkenaan dengan peran dan kontribusi filsafat
eksistensialisme yang cukup memberikan kontribusi dalam filsafat pendidikan
humanistik.
Pemikiran
filsafat eksistensialisme menyebutkan bahwa:
1. Menusia memiliki keberadaan yang unik dalam dirinya berbeda
antara menusia satu dengan manusia yang lain. Dalam hal ini telaah tentanng
manusia diarahkan pada individualitas manusia sebagai unit analisisnya.
2. Eksistensialis lebih memeprhatikan pada pemahaman makna dan
tujuan hidup manusia ketimbang melakukanpemhamna terhadap kajian –kajian
ilmiah, dan metafisika tentang alam semesta.
3. Kebebasan individu sebagai milik manusia adalah sesuatu yang
paling utama dan paling unik, karena setiap individu memiliki kebebasan untuk memiliki
sikap hidup, tujuan hidup dn cara hidup sendiri (Stevenson dalam Hanurawan,
2006).
Pendidikan
humanisme, sebagai contoh penerapan humanisme pendidikan yang menekankan pada
kedisiplinan sekolah melalui pendekatan dan penerapan disiplin kasih sayang
bertujuan antara lain untuk:
a. Menumbuhkembangkan proses pembelajaran yang humanisme para
guru pada saat melaksanakan KBM
b. Menumbuhkembangkan diripeserta didik secara utuh sehingga
mereka menjadi pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai
masalah dan konflik dalam kehidupan sehari-hari dengan penerapan disiplin kasih
sayang.
Pencapaian
kondisi proses belajar mengajar yang optimal yang didukung dengan disiplin
siswa dan guru.
II.II
Pengertian Pendidikan Islam
Kalua dicermati secara sesakma, pendidikan meruapakan suatu
kegiatan yang melibatkan dua pihak sekaligus. Pihak pertama adalah subjek
pendidikan, yakni yang melaksanakan pendidikan, sedangkan diaman objek
pendidikan, yaitu pihak yang menjadi persengketaan sebagian orang karena terma”objek
pendidikan” member kesan dan pengertian yang kurang pas, yakni pihak yang
menerian pendidikan.
Menurut Logge (1974:23), secara sempit pendidikan adalah
pendidikan disekolah: jadi pendidikan adalah pendidikan formal.
Prof Richey berpendapat bahwa istilah pendidikan itu
berkenaan dengan fungsi luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu
masyrakat terutama membawa masyrakat yang masih baru (generasi muda) bagi
penunaian kewajibna dan tanggung jawab di
dalam masyrakat.
Mortimer J.Adler mendefinisikan pendidikan sebagai proses
atas nama kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang terdapa
dipengaruhi oleh pembiasaan dan disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang
baik, melalui saran yang secara artistiak dibuat dan dan dipakai oleh siapapun
untuk tujaun yang diambil pengertian bahwa pendidikan harus dilaksanakan untuk
membina semua kemampuan pertam beruap bakat, minat, dan sejenisnya, sedangkan
kemampuan kedua didapat dari interaksi dengan alas an sekitarnya.
Ketika akan melibatkan pengertian pendidikan Islam terutama
dari sisi etimologis, usaha yang paling tepat dilakukan adalah meninjau
kata-kat Arab, karena ajran Isalm itu sendiri diturunkan dalam bahsa tersebut.
Kata pendidikan dalam bahasa Arab adalah tarbiyah dengan kata kerja rabba.
Sedangakn kata pendidikan dalam bahasa Arabnya adalah Ta`lim` denagn kata kerja
`Allama. Perkataan Tarbiyah yang berarti pendidikan itu bersal dari kata
Rabba-Yurabbi-Tarbiyatan, yang mempunyai makna asal tumbuh dan berkembaag.
Berdasar pada pengertian ini, segala aktivitas untuk menumbuhkan serta
mengembangkan sesuatu termasuak ke dalam lingkungan Rabba.
Pengunaan kata Rabba atau Tarbiyah yang terdapat dalam
Al-Quran pada dasarnya mengacu pada gagasan kepemilikan. Seperti pemilikan
orangtua terhadap anaknya untuk melaksanakan Teabiyah yang bersiafatnya hanya
menujukan Relasioanal saja. Sedangakan pemilikan yang sesungguhnya hanya ada
pada Allah semata. Beberapa ayat Al-Quran yang berkaitan dengan kata-kat
Tarbiyah adalah seperti pada firman Allah yang artinya;
Wahai tuhaku, kasihanilah keduaanya, sebagai mana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil. (QS.Al-Isra`[17]: 24)
Kata Rabbaya`ni pada ayat pertama mempunyai arti Rahma,
yaitu ampunan dan kasih sayang, yang berarti proses orangtua memberikan makna,
kasih sayang, pakaian dan merawat anak-anaknya merupakan cerminan budaya
tarbiyah. Kata nuabbika pada yat kedua, walaupun Fir’aun melakukan tarbiyah
kepada Nabi Musa, secar sederhana berarti membesarkan tanpa mesti mencakup
penamaan pengetahuaan dalam prose situ.
Kata lain yang mengandung makna pendidikan adalah Addaba,
seperti yang dilihat dalam sabda Rasulullah yang artinaya:
Tuahan telah mendidikku, mak ia sempurnakan pendidikanku.
Sedangakan talim dengan kata kerja allama sudah digunakan
pada zaman Nabi, baik dalam Al-Quran, Al-Hadis maupun dalam pemakian
sehari-hari. Kata Allama dapat ditemikan pengguanaannya dalam surat Al-Baqarah
ayat 31 dan dalam surat Al-Naml ayat 16.
Pendidikan Islam dapat dimaknai sebagai praktik pendidikan
menurut ajaran Islam. Kata Islam disini berfungsi sebagai keterangan sifat dari
perkataan pendidikan. Hampir sama dengan
apabila hendak mendefiniskan baju hijau, yakni baju yang berwarna hihjau.
Dengan demikian, pendidikaan Islam dalah pendidikan dengan warna Islam.pada
pengertain pertama, islam ditempatkan atau dijadiakn serbagai sumber nilai yang
akan diwujudkan dalam seluruh praktik kependidikannya. Defenisi kedua
menampilkan Islam sebagai bidang studi (sebagai ilmu). Sebagai ilmu, dalam hal
ini, Islam diberlakukan sama dengan disiplin ilmu yang lain. Sedangkan dalam
pengertian ketiga, Islam menduduki posisinya sebagai sumber nailai sekaligus
bidang studi yang di tawarkan lewat program studi yang diselenggarakannya.
Menurut Mohammad Fadil Al-Djamaly, pendidikan Islam adalah
proses mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan juga mengangkat
derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah)dan kemampuan
ajarannya (pengaruh dari luar).
Pendidikan Islam harus dilaksanakan melalui proses kegiatan yang membimbing
kemampuan dasar manusai kesempatan terhadap penaguru luar atau lingkungan masuk
dalam proses tersebut.
II.III landasan pendidikan Islam
Ibarat
bangunan, pendidikan Islam harus didirikan diatas landasan atau fondasi yang
kuat. Landasan yang kuat berarti landasan yang tidak mudah rusak oleh pengaruh
situasi dan kondisi tertentu yang bersifat destruk. Dengan landasan yang kuat
akan menopang bangunan di atas sehingga member suasan tenang bagi segenap
komunitas yang ada di dalamnya.
Dengan
demikian, pendidikan Islam harus dirikan di atas landasan yang kuat, agar
komunitas Muslim sebagi konsumennya mersa adanay iklm edukatif yang kondusif
bagi pememuhan kebutuhan-kebutuhan humanistiknya, baik lahiriah terlebih yang
berbasis batiniah.
Al-Quran
sebagai landasan atau sumber yang utama memuat nilai-nilai yang universal, baik
dari segi lingkuap, ruang maupun dimensi waktu. Ini berarti, Al-Quran
mengandung tuntutan hidup bagi manusia dari segala bidang dan aspek
kehidupannya (tak terkecuali bidang pendidikan) pada ruang dan waktu (space and
time) yang idak terbatas. Dalam AL-Quran sering kali terdapat formulasi yang
terlampau global (mujmal), dan disinilah Al-Sunnah sebagai penjelas (Al-Bayan)
dari nash Al-Quran yang masih bersifat mujmal tadi.
Karena
kehiduapan manusia tidak pernah berhenti dengan progresivitasnya yang tinggi
sehingga memunculkan berbagai problematika yang mungkin sama sekali baru, yang
kemungkinan Al-Quran dan Al-Sunnah tidak
eksplisit (gambling) menyinggungnya,maka dipergunakanlah cara penetapan hokum
yang lain, yakni ijtihad. Namun, ijtihad ini harus dialkukan dengan kriterium
yang sangat ketat, serta msih menggunakan Al-Quran dan Al-Sunnah sebagai
rujukan dalam melakukan istimbat hukumnya.
1.
Al-Quran
Al- Quran adalah kitab suci yang berisi
firman Allah yang ditunrunkan kepada Nabi melalui perantaran malaikat Jibril.
Lebih terperinci lagi, Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsir Al-Manar mengatakan:
Al-Quran adalah kalam yang diturunkan oleh Allah kepada jiwa nabi yang paling
sempurna (Muhammad) yang ajarannya mencakup pengetahuan yang tinggi dan menjadi
sumber yang mulia yang esensinya tidak dapat dimengerti kecuali bagi
ornag-orang yang berjiwa suci dan berakal cerdas.
Al-Quran merupakan sumber pokok dan
utama bagi manusia dalam ber-islam. Di dalamnya terdapatpenjuk-penjuk tentang
kebenaran. Al- Quaran adalah kebenaran absolute dan mutlak. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat di bawah ini:
Maksud ayat diatas, dapat dipahami bahwa yang
dimaksud penjuk adalah penjuk yang berhubungan dengan segalaaktivitas hidup
manusia. Penjuk bagaimana manusia beragama, bermasyarakat, berbangsa, bernegara
dan sebagainya, tidak terkecuali juga penjuk bagaimana manusia sebagai insane
pedagogi melaksanakan aktivitas pendidikan.
Mengawali proses pendidikan dalam
sejarah kemanusia, Allah menampilkan figure Adam sebagai sasaran pendidikan-Nya
melalui transformasi pengetahuan berupa nama-nama benda –asma’a kullaha- ,
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 31 berikut:
Dari ayat tersebut, bisa di ambil
pemahaman bahwa yang memulai proses pendidikan Islam (al-Tarbiyah
al-Islamiyyah) adalah Allah yang secara lansung mentranser ilmu pengetahuan
berupa nama-nama benda kepada Nabi Adam. Sebagai rasu allah, adam mempunyai
tugas untuk menyaikan risalah yang datang dari allah itu kepada umatnya. Ini
merupakna proses kependidikan pada tahap selanjutnya. Jadi, adam merupakan
peristis awal bagi terwujudnya budaya dalam historissitas kehidupan manusia
dengan penjuk Allah.
1.
Al-sunah
Secara etimologis, Sunnah berartibal-
thariq al-maslukah, jalan yang ditempuh baik terpuji maupun tidak. Sunnah juga
berarti cara, sistem, baik cara Nabi Muhammad ataupun lawan daripada bid’ah.
AL-Sunnah secara istilah diartikan oleh para ulama hadis mengeartikan sunnah
sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan,perkataan, ketetapan.
Ulama ushulm Fiqh memberikan pengertian
sunnah sebagai segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad Saw., baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang ada sangkut pautnya dengan hokum.
Sedangkan para Fuqaha mengartikan sunnah dengan perbuatan yang dilaksanakan
dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai Wajib atau Fardu, yang mana
perbuatan tersebut adalahsesuatu yang utama bila dikerjakan.
Dengan demikian, nilai kebenaran Sunnah
berada setingkat dibawah Al-Quran, sebab pada haikikatnyabSunnah merupakan
wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasullah, sedangakn aklhlak dan perilaku
Nabi merupakan cermin totalAl-Quran Karim. Dan ini seperti yang pernah
dikatakan oleh Aisyah: kana khuluqubu Al-Quran
bahwa sesunggunya akhlak Nabi adalah Al-Quran.
Rasulullah merupakan teladan yang
sempurnah bagi manusia sebagai firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat:21
Berangkat dari statemen naqli di atas,
dalam kerangka menempatkan Al-Sunnah sebagai landasan pendidikan Islam,
rasullah merupakan figure tunggal bagi terpulangnya segala problematika dalam
tinjauan sunnah, semua perilaku rasullah harus dijadikan teladan yang paripurna
bagi pelaksanaan pendidikan pada masa mendatang.
Konsep pendidikan yang di contohkan
nabi Muhammad kepada umatnya memiliki corak rahmatan lil alamin yang ruang
lingkupnya tidak hanya sebatas manusia, tetapi juga pada makhluk lain (QS
Al-Anbiya’[21]:107), sampaikan secara universal, mencakup dimensi kehidupan apa
pun yang berguna untuk kegembiraan dan peringatan bagi umatnya (QS Saba’
[34]:28). Apa yang disamapaikan merupakan kebenaran yang mutlak (QS Al-Baqarah
[2]: 119) dan keautentikan kebenaran it uterus terjadi (QS Al-Hijr [15]: 9).
Nabi adalah evaluator yang mengawasi serta bertanggu jawab atas aktivitas
kependidikan (QS Asy-Syura [42]:48; QS Al-Ahzab [33]: 4-5; QS Al-fath [48]:8).
Perilaku Nabi Muhammad merupakan uswatun hasanah, yaitu seorang figure yang
patut diteladani semua tindak tanduknya (QS Al-Najm [53]:3-4), dan Nabi juga
terpelihara dari perbuatan dosa (ma’sh`um). Namun demikian, masalah
teknis-praktis dalam pelaksanaan pendidikan Islam sepenuhnya diserahkan kepada
umat, seperti disabdannya:
“Engkau lebih tahu dengan urusan
duniamu.”(HRMuslim dari Abu Hurairah).
Pernyataan Robert L.Gulick dalam
Muhammad the Educator, bahwa “ Muhammad betul-betul seorang pendidikan yang
membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar
sertabmelahirkan ketertiban dan kestabilan yang mendorong perkembangan budaya
Islam, suatu revolusi yang memliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang
menantang. Dari sudut pragmatis, seorang yang mengangkat dan memperbaiki
perilaku manusia adala seorang pangertan diantara para pendidik.
2.
Ijtihad
Hasil pemikiran para pelaku ijitihad
(mujtahid) dapat dijadikan landasan pendidikan Islam, terlebih apabila ijtihad
itu merupakan kesepakatan umum (ijama’), maka eksistensinya akan menjadi
semakin kuat. Hasil pemikiran mujtahid dalam pendidikan Islam sangat penting
artinya dalam pengembangan pendidikan Islam dimasa mendatang, karena hal itu
memungkinkan pendidikan akan mengalami perkembangkan yang tinggi.
Dalam hal ini, Abu Hamid Hakim
mendefinisikan ijhihad sebagai upaya yang sungguh-sungguh dalam memperoleh
hukum syara' berupa konsep yang operasioanal melalui metode istinbat (deduktif
maupun induktif) dari Al-Quran dan Al-Sunnah.
Pengertian dan perbedaan zaman, tempat,
keadaan juga kemajuan ilmu dan teknologinakan bermuara pada perubahan kehidupan
sosial, sehingga menutut peranan ijtihad untuk member jawaban atas problematika
kehidupan yang muncul. Situasi sosial-kultural kita sekarang ini tentunya akan
jauh berbeda dengan kondisi masyarakat pada zaman Rasulullah dijazirah Arab.
Keadaan kita disini secara geografis juga menampilan gejala serupa, tak
terkecuali perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melompat begitu
cepat menimbulkan kemajuan yang luar biasa dibanding era Nabi Muhammad.
Karena begitu pentingnya peran para
mujtahid tersebut, Allah sangat menghargai kesungguhan mereka dalam melakukan
usaha ijtihadnya. Tentang hal ini Rasulullah bersabda yang artinya;
“ Apabila hakim telah menetapkan hokum,
kemudian berijihad dan ijihadnya itu benar maka baginaya dua pahala. Tetapi
apabila ia sudah membuat keputusan dan keputusannya itu salah, maka baginya
satu pahala.”(HR Bukhari-Muslim dari
Arm bin`Ash)
Penggunaan dalil-dalil ijihad dalam
lapangan kependidikan Islam pada dasarnya merupakan pantulan dan cerminan
fleksibiltas hokum Islam dalam semua bidang dan sedara khusus dalam bidang
kependidikan. Dengan menggunakan dalil-dalil ijtihad dalam kegiatan
kependidikan Islam, persoalan-persoalan pelik yang dihadapi dunia kependidikan
(Islam) masa kini dan masa depan akan memilki tempat berpulang yang sesungguhnya
yang sesungguhnya dan damai.
Untuk menompang laju perkembangan zaman
yang senantiasa berubah (pantarei), dengan masih berpegang pada dogmatis
Al-Quran dan Al-Sunnah, dipakailah ijtihad sebagai landasan pendidikan Islam.
Ijtihad merupakan hasil pemikiran para pemikir (ahli pendidikan Islam) guna
mencari jalan keluar (way out) bagi segala permasalahan kependidikan
Islam. Dengan dalil-dalil ijtihad, segala problematika pendidikan islam-
terutama yang menyangkut dimensi filosofisnya masa kini, bahkan yang akan
datang, bakal memliki tempat berpulang. Dengan demikian pendidikan Islam dimasa
depan akan tetap eksis dan adaptif.[1]
II.III Asas Pendidikan Islam
pendidikan islam merupakan usaha
sistematik dan positif yang dilakukan oleh Muslim dewasa untuk membantu
pematangan humanisasi generasi muda Muslim. Pendidikan Islam dilaksanakn dengan
asa-asa tertentu. Dalam leksikologi bahasa indonesia, asas juga berarti
cita-cita yang menjadi dasar. Dengan demikian, berbicara tentang asas-asas
pendidikan Islam berarti memperbincangkan tumpuan berpikir yang menadi dasar
operasionalisasi pendidikan Islam. Asas-asas termaksud adalah asas ideal, asas
ta’abbudiyah dan asas tasyri’i.
1.
Asas ideal
Asas
ideal pendidikan Islam berangkat dari pemahaman tentang pandangan Islam
mengenai manusia, mengenai alam, dan mengenai kehidupan. Lalu dari telaah dan kajian tentang manusia,
alam kehidupan dan dalam perspektif islam tersebut, diangkatlah nilai-nilai
pendidikan (dampak edukatif) yang terdapat didalamnya.
Islam
merupakan sistem ilahi yang paripurna (QS Al-Ma’idah [5]:3) yang memandang
manusia sebagai makhluk yang mulia (QS Al-Isro’[17]:70). Manusia adalah yang
dianugrahi Allah dengan amanat (QS Al-Ahzab [33]:72), dan diantara amanat itu
adalah sebagai amanat adalah sebagai khalifah Allah di muka bumi (QS Al-Baqarah
[2]:30). Abdurrahman An-Nahlawi mengatakan bahwa pandangan manusia tentang
dirinya akan memberikan dampak yang sangat kuat terhadap pendidikannya. Oleh
karena itu, bahasan tentang pandangan Al-Qur’an mengenai manusia menjadi hal
yang paling penting.[2]
Al-Qur’an
menjelaskan bahwa hakikat manusia berasal dari dua asal, yaitu asal yang jauh,
yakni kejadian manusia pertama dari tanah, dan asal kejadian dari nuthfah
(QS Al-sajdah [32]: 7-9). Di lain ayat, dijelaskan bahwa manusia diciptakan
dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk,
kejadiannya disempurnakanoleh Allah serta ditiupkan ruh ciptaan-Nya kepadanya
(QS Al-Thariq [86]: 6-7;QS Ya Sin [36]:77). Ayat ini bermaksud untuk
melenyapkan kecongkakan manusia, sehingga dalam hidupnya menjadi orang yang
rendah diri (tawadhu’), bahkan mampu berserah diri. Pada awal
kejadiaanya, Allah telah melindungi manusia ketika dia dalam perut ibunya (QS
Al-Zumar [39]: 6), yang dijadikan dari sari pati tanah yang disimpan dalam
tempat yang kokoh (rahim) (QS Al-Mu’minun [23]:14). Dengan demikian, diharapkan
manusia mau membalas budi dengan bersyukur kepada Allah. Dampak pendidikan
Qur’an semacam ini terlihat pada perilaku Rasulullah Saw, yang berdo’a dalam
sujudnya.
“Diriku bersujud kepada Allah
yang menjadikan dan membentuknya serta telah membukakan pendengarannya dan
penglihatannya. Mahasuci Allah. Pencipta yang paling baik.” (HR Muslim). [3]
Islam
juga memandang manusia sebagai makhluk yang paling mulia (QS Al-Tin [95]; QS
Al-Isro’ [17]: 70). Juga menundukkan bagi manusia terhadap apa yang ada di bumi
(QS Al-Hajj [22]: 65). Namun dengan kondisi seperti itu, Allah melarang manusia
menundukkan diri kepada sesuatu pun diantara alam itu. Ini merupakan muatan
pedagogis agar bisa menanamkan kemuliaan pada diri manusia yang diisyaratkan
Al-Qur’an. Di antara kelebihan dan kemuliaan itu adalah Allah menganugrahkan
kepadanya potensi untuk belajar dan berpengetahuan (QS Al-Alaq [96]:3-5;QS
Al-Baqarah [2]: 31). Untuk keperluan belajar dan berpengetahuan (QS Al-Alaq
[96]:3-5; QS Al-Baqarah [2]:31). Untuk keperluan belajar dan berpengetahuan
tersebut, Allah membekali makhluk manusia ini dengan alat
pendengaran,penglihatan, dan hati (QS Al-Nahl [16]:78). Pendengaran berfungsi
merekam dan selanjutnya memelihara ilmu pengetahuan yang ada dengan upaya-upaya
eksploratifnya, sedangkan hati berperan memberikan petunjuk (guide line)
dari hal-hal yang kotor. Semua ini merupakan nikmat sekaligus amanat dari
Allah. Bagi mereka yang mengingkari atau tidak mau mempergunakannya sebagaimana
mestinya, maka akan ada siksa atasnya (QS Al-A’raf [7]:79).
Namun,
dari semua diskursus tentang manusia menurut pandangan Islam, hal yang paling
penting adalah bahwa semua perilaku sadar manusia harus selalu berorientasi
ibadah kepada Allah, sebab manusia diciptakan hanya untuk beribadah (QS
Al-Dzariyat [51]: 56).
Pandangan
Islam tentang alam tidak semata-mata rasional, dan ini merupakan ciri khas
Islam. Persepsi demikian memberi pemahaman
Islam tidak hanya dalam dimensi rasional, tapi juga alam irasional, bahkan alam
meta-rasional. Dengan pandangan ini, akan tergugah emosionalitas manusia pada
keagungan sang khalik.
Dari
ayat-ayat di atas, dapat diambil muatan normatif pedagogis bahwa: hendaknaya
manusia tidak tertipu oleh kehidupan dunia, sehingga tidak tertipu oleh
kehidupan dunia, sehingga tidak meluoakan tujuan diadakannya kehidupan itu,
yakni kembali kepada sang khalik. Manusia hendaknya lebih banyak instrospeksi
dan beramal dengan anggapan dunia adalah tempat ujian sementara, sedangkan
negerinya yang abadi adalah akhirat. Dengan demikian, hidupnya menjadi terkontrol,
selalu waspada, sabar terhadap kesusahan dan kesulitan hidup, memiliki sikap
dinamis dan menikmati kebaikan dunia hanya demi merealisasikan ubudiyahnya
kepada Allah.
2.
Asas Ta’abudiyah
Di atas telah disinggung bahwa manusia
diciptakan untuk mengabdi kepada Allah, dan segalaaktifitas kehidupan manusia
menurut islam, harus menjadi wujud perilaku pengabdian kepada Allah. Dalam
kerangka ini,apapun yang dilakukan manusia harus berorientasi pada satu
kehendak mengabdikan diri kepada yang kuasa. Ini merupakan cakupan ibadah dalam
pengertiannya yang luas. Ibadah adalah perilaku sadar manusia sebagai
penghambaannya kepada Allah. Ibadah merupakan perilaku pemasrahan diri manusia
kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya (QS Al-An’am [6]: 162-163).[4]
Dimensi ibadah dapat mengatur kehidupan
manusia. Dalam lingkup yang sempit, ibadah mengatur kehidupan sehari-hari
Muslim agar bisa disiplin dengan melalui Sholat. Mengatur manusia makan dengan
menjaga kondisi perut tetap normal dan sehat, sebab perut tempat berbagai
penyakit, melalui puasa. Ibadah juga mengatur kehidupan masyarakat Muslim agar
bisa terjamin lewat kewajiban zakat. Ibadah juga mengatur serta menhidupkan
kesatuan masyarakat islamyang universal, dan itu dapat dilihat dalam kewajiban
ibadah haji.
Ibadah mempunyai dampak edukatif dan
positif bagi kehidupan manusia. Ibadah mendidik diri untuk selalu sadar
berpikir. Karena ingatan dan pikirannya selalu kepada Allah, segala perbuatan
dan tindakannya tidak akan penuh tipu daya, dan inilah inti ibadah itu. Ibadah
juga dapat memberi bias dalam menanamkan rasa persatuan antar umat lewat
hubungan dengan jama’ah Muslim. Dampak edukatif dalam bentukdemikian terlihat
jelas pada pelaksanaan shalat berjama’ah, zakat, dan haji.
Ibadah juga memberikan pengaruh pedagogis bagi manusia
berupa kekuatan ruhaniah. Pendidikan yang didasarkan atas ibadah akan membekali
manusia dengan potensi batiniah (kekuatan ruhaniah) yang bersumber pada
kekuatan dari Allah; tiada daya dan kekuatan-Nya, la_hawla wala quwwata illa
billah. Ibadah membentuk kepercayaan diri yang bersumber pada iman kepada
Allah, baik di alam dunia terlebih di akhirat kelak. Selama hati (kalbu) menuju
kepada Allah, segala amal perbuatan positif Muslim adalah ibadah (QS Al-Baqarah
[2]: 177;QS Al-Dzariyat [51]:56). Sistem ibadah demikian perlu diformat agar
bisa membingkai paradigma pendidikan Islam (al-Tarbiyah al-Islamiyyah),
sehingga pendidikan Islam mampu mempertahankan dan meningkatkan derajat
kemanusiaan manusia sebagai makhluk yang mulia, yakni sebagai khalifah Allah
dan ‘abd Allah.
3.
Asas Tasyri’i
Sebagai seorang muslim, kita harus yakin bahwa hanya ada
satu musyarri’ yang wajib dilaksanakan segala titahnya, yakni Allah (QS
Al-Syura [42]: 21). Barang siapa yang memperkenankan dalam hatinya untuk
membuat syari’at atau menaati apa yang tidak disyariatkan oleh Allah, berarti
dia telah menyekutukan-Nya. Allah melukiskan orang yang membuat syariat (musyarri’)
sebagai berikut:
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib
mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Almasih
putra Maryam: padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak
ada tuhan selain Dia Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS Al-Taubah
[9]:31) [5]
Menurut
makna Qur’annya yang luas, syariat adalah penjelas akidah, pengantar kehidupan,
serta pembatas pdan pengatur seluruh hubungan insaniah dengan Allah, dengan
alam semesta, dengan sesamanya atau bahkan dengan makhluk selainnya.
Syariat
mengandung muatan normatif-pedagogid (dampak edukatif) bagi manusia Muslim.
Syariat memberi dampak terhadap pendidikan berpikir. Syariat merupakan pedoman
tentang segala hal bagi kehidupan manusia. Syariat mencakup pandangan dan sikap
Islam terhadap manusia,alam,dan wujud serta keterikatan manusia Muslim pada
masing-masing itu. Dengan demikian, syariat menggariskan deskripsi logis dan
dirinya dengan alam,kehidupan,dan dengan tujuan hidupnya sendiri.
Syariat
mengajarkan manusia untuk selalu belajar memperdalam agama serta mempelajarinya
(QS Al-Taubah [9]: 122). Kebutuhan dasar untuk dapat belajar ilmu agama
tersebut adalah kemampuan membaca (QS Al-Alaq [96]: 1-2) syariat memuat
kemungkinan yang luas bagi manusia untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Untuk
memahami ilmu faroidh (ilmu waris islam) misalnya, diperlukan
pengetahuan pendukung ilmu hitung atau mamtematika.untuk memahami letak dan
kondisi kaum-kaum yang terdahulu, dibutuhkan ilmu tarikh dan geografi.
Syariat
juga mengandung nilai-nilai edukatif berupa pendidikan akhlakul karimah. Ia
berfungsi sebagai sumber moral bagi setiap individu Muslim. Ia juga menjadi
pedoman dalam melaksanakan kehidupan sosialnya. Yang digariskan syariat bagi
diri individu salah satunya adalah: menjaga diri dari api neraka (QS Al-Tahrim
[66]: 6). Dalam kehidupan sosial Muslim,
syariat memberi nilai edukatif berupa sikap kesetiakawanan sosial
melalui kewajiban zakat (QS Al-Taubah [9] 103), mendidik fitroh sosial Muslim
dengan menganjurkan agar melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Individu
Muslim yang meninggalkan seruan ini dianggap menjadi salah satu tanda
kehancuran masyarakat (QS Al-Ma’idah [5]: 78-79).
Secara
umum, dapat dibuat sebuah komprehensi bahwa Islam merupakan sistem ilahi yang
paripurna (QS Al-Ma’idah [5]: 3). Syariatnya syarat dengan nilai edukatif
tentang manusia,alam,dan kehidupan. Dan ia pun menjadi asa ideal pendidikan
Islam.
Penjelasan tentang bagaimana manusia harus
berinteraksi dengan sesama dan alam serta bagaimana seharusnya melaksanakan
kehidupannya, sudah terdapat dalam syariat. Inilah nilai yang menjadi asas
tsyri’i pelaksanaan (operasional) pendidikan Islam. Aplikasi syariat dalam
lingkup yang lebih luas menjadi sikap dan perilaku Muslim yang dilakukan hanya
untuk mencari keridhaan Allah. Dalam terminologi agama, hal itu dinamakan
dengan asas ta’abudiyah.
II.IV Pandangan Aliran Humanisme Tentang
Pendidikan
Perhatian
psikologi tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan
dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada
pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Humanistik lebih
melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada
“ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa
Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.
Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para
pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada
pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif
disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam
domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat
dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran,
memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan
interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan
interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Humanisme, secara sederhana adalah
suatu sikap yang konsisten dalam membela kelangsungan dan keberadaan hidup
manusia agar manusia tidak tenggelam dalam kehancuran atau kebinasaan Aliran
humanisme muncul sebagai reaksi ketidak puasan terhadap pendekatan psikoanalisa
dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh
dikatakan relatif muda.
Pendekatan humanisme membahasa tentang pengertian pendidikan
Islam landasan pendidikan agama Islam,Asas-Asas pendidikan agama islam,dan
pandangan aliran humanism tentang pendidikan agama Islam. Pendidikan islam adalah proses mengarahkan manusia kepada
kehidupan yang baik dan juga mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan
kemampuan dasar (fitrah)dan kemampuan ajarannya
(pengaruh dari luar). Landasan pendidikan islam yaitu Al-Quran,
Al-Sunnah dan Ijtihad. Asas pendidikan Islam yaitu asas ideal dan, asas
ta`abbudiyah dan asa tasyri`i.
Asas ideal pendidikan Islam berangakat dari pemaham tentang
pandangan Islam mengenai manusia,mengenai alam dan mengenai kehidupan, asas ini
dalam lingkupbyang sempit, ibadah mengatur kehidupan sehari-hari Muslim gara
bisa disiplin dengan memului shalat. Maengatur makan dengan kondesi perut tetap
normal dan sehat, sebab perut tempat penyakit, melalui puasa. Ibadah menagatur
kehiduapan masyrakat Muslim agar bisa terjamin lewat kewajiban zakat. Ibadah
juga mengatur serta menghidupkan kesatuan masyrakat Islam yang universal, dan
itu dapat dikihat dalam kewajiban ibadah Haji. Sedangkan Asas Tasyri’
penjelaskan tentang bagaiman manusia harus berintraksi dengan sesame dan alam
serta bagaimana seharusnay melaksankan kehidupannya, sudah terdapat dalam
syariat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar