BAB II
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setelah peneliti menentukan sekaligus menetapkan
permasalahan yang akan diteliti secara jelas, maka langkah selanjutnya yang
perlu dilakukan oleh peneliti adalah "merumuskan
teori". Dalam banyak pustaka disebut teori, model, kerangka konseptual, dan paradigma, yang kesemuanya digunakan secara "interchangeable". Perlu diketahui bahwasanya teori itu timbul karena
adanya permasalahan penelitian yang merupakan
suatu kesenjangan antara das sollen dengan das sein, yang nantinya akan digunakan sebagai variabel dalam penelitian.
Data yang terkumpul
selanjutnya dianalisis. Analisis diarahkan untuk menjawab rumusan masalah dan
hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian kuantitatif analitis data menggunakan
statistic. Statistic yang digunakan berupa statistic deskreptif dan induktif.
Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan penjelasan. Penyajian
data dapat menggunakan table, table distribusi frekuensi, grafik garis, dll.
Pembahasan terhadap hasil penelitian merupakan penjelasan dan interprestasi
terhadap data-data yang telah disajikan. Setelah hasil penelitian pembahasan,
maka selanjutnya dapat disimpulkan. Kesimpulan berisi jawaban singkat terhadap
setiap rumusan masalah berdasarkan data yang telah terkumpul.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari Teori dalam penelitian?
2.
Bagaimana Hubungan
antar Konsep dalam Penelitian?
3.
Bagaimana
Fungsi Teori dalam Penelitian?
4.
Bagaiamana
Kegunaan Teori Dalam Penelitian?
5.
Bagaimana
Fungsi
Fakta dalam Penelitian?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari Teori dalam
penelitian
2.
Untuk
mengetahui Hubungan antar Konsep dalam
Penelitian
3.
Untuk
mengetahui Fungsi Teori dalam Penelitian
4.
Untuk
mengetahui Kegunaan Teori Dalam Penelitian
5.
Untuk
mengetahui Fungsi Fakta dalam Penelitian
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Teori dalam Penelitian
Teori dalam penelitian
merupakan "an organized system of concepts" (Direnzo, 1966). Lebih lanjut diperluas teori dalam penelitian "... a set of interrelated
constructs (concepts), definitions, and
propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables,
with the purpose of explaining and predicting the phenomena"[1] (Kerlinger RN, 1973).
Adanya pengertian
teori dari Kerlinger tersebut Mtr%-asanya formulasi teori menuntut adanya suatu atau
"conceptual definitions". Konstruk maupun konsep, sebagai konsep terkecil dari pada teori
berfungsi sangat "representative
simbolis". Sedangkan konsep atau konstruk dapat di definisikan sebagai berikut: “... a rational representation of universal application which
comprehends the essential attributes of a class or logical species of phenomena”
Dengan demikian, tindakan peneliti yang pertama kali harus
dilakukan adalah mengidentifikasikan fenomena yang relevan bagi subyek yang
sedang diteliti, yang selanjutnya peneliti merumuskannya dalam bentuk konstruk.
Berikutnya berdasarkan pengetahuan dan latar belakang pengalamannya peneliti menarik hubungan antara konstruk ke dalam suatu jaringan hubungan sebab akibat atau " network of relationships" (Krathwohl, 1985).
B.
Hubungan antar Konsep dalam Penelitian
Peneliti perlu menegaskan bahwasanya koefisien korelasi tidak menunjukkan arah hubungan yang jelas, mana yang independen ataupun yang dependen. Hal tersebut hanya dapat diperjelas melalui teori. Sebab dengan teorisasilah yang mampu menginterpretasikan arah hubungan tersebut baik antara independen maupun dependen. Pada hakikatnya terdapat beberapa jenis atau tipe hubungan antar variabel (Kidder, 1986), di
antaranya sebagai berikut:
a.
Hubungan simetris, yaitu suatu hubungan di mana variabel yang satu tidak berkorelasi dengan variabel yang lain. Misalnya, mahasiswa yang berhasil baik dalam "verbal test" berhasil pula dalam "mathematical test" Hubungan
simetris tersebut ternyata bervariasi seperti tercermin dalam paparan berikut:
· Alternative
indicators of the same concept, misalnya telapak tangan dingin, sedang hati berdebar debar
· Fungsional interdependence of the
elements of a unit, misalnya: adanya jantung dan paru-paru, keduanya merupakan bagian organ tubuh
· Fortuitous
(peristiwa yang kebetulan), misalnya: perang Libanon
semakin hangat, juga harga kentang telor di Malang semakin mahal pula
b.
Reciprocral Relationships, apabila dua variabel berinteraksi, dan mutually reinforcing atau sering pula alternating asymmetry; misalnya
X-----X-----X-----X-----X-----
dan seterusnya
to t1 t2 t3 to
c.
Asymmetrical Relationships, jika ditelaah secara cermat, inti daripada analisis ilmiah terletak pada hubungan
asimetris. Di sini akan dijumpai hubungan antara independen variabel dengan
dependen varabel yang variasinya tercermin sebagai berikut:
· causal type of determinant (hubungan stimulus dan respon), misalnya: dampak film "hunter" terhadap perilaku anak.
· association
between " a disposition " and
"a
response", misalnya:
-
suku Madura dengan perilaku keras dan kasar
-
bahannya karet busa ternyata kemps
-
Pikiran liberal dan perilakunya liberal.
d.
One in which the independent variable is
essentially a
necessary precondition for a given effect, misalnya: literacy and terhnilogical progress. (Kerlinger, 1973: Krathwohl, 1985)[2]
Dengan demikian
yang harus diperhatikan di dalam kajian pustaka adalah hubungan antar konsep
atau hubungan antar konstruk, berdasar atas kajian hubungan
antar konsep, peneliti harus mencoba mengembangkannya tetapi dalam bentuk
hipotesis. Dalam pengertian lain hipotesis
merupakan hubungan antara konsep atau hubungan antar konstruk yang harus
dibuktikan secara empiris (empirical testing). (Krathwohl,
1985).
Dari paparan di atas maka teori merupakan perumusan dari hal-hal yang abstrak. Jika dikaji lebih jauh
lagi maka peneliti harus menyelidiki ada
tidaknya hubungannya teori dengan penelitian. Dalam
ilmu-ilmu sosial, sosiologi, psikologi, di mana teori merupakan abstraksi, sedang abstraksi yang merupakan bagian dari pada teori biasa disebut dengan konsep.
Teori merupakan dasar tujuan suatu ilmu dalam upaya
menjelaskan gejala alam yang masih bersifat umum.
Upaya untuk menjelaskan gejala, abstraksi dari keadaan yang demikian disebut teori. Misalnya
untuk menjelaskan tingkah laku anak
secara jelas dan terinci maka para pakar psikologi
menjelaskan secara keseluruhan mencakup beberapa hubungan tentang tingkah laku
anak tersebut. Begitu pula halnya
dengan penjelasan tentang metode pemecahan, masalah berhitung, maka pakar bidang matematika akan menjelaskan masalah teori pemecah
masalah secara umum tidak terpisah-pisah.
Uraian
lebih lanjut berkaitan dengan tujuan ilmu teori yang kemungkinannya bahwa
seluruh aktifitas manusia telah dimasukkan ke dalam teori yang merupakan jalan
secara praktis. Jika dikatakan bahwa tujuan ilmu
adalah untuk kemajuan umat manusia,
rnaka secara spontanitas para pembaca akan menerima
ungkapan tersebut. Tetapi dasar tujuan ilmu itu adalah bukan berdasar atas kemajuan umat manusia merupakan suatu pernyataan teori. Sebab itu tujuan dari ilmu adalah merupakan penjelasan, pengertian, meramalkan, dan pengawasan (penguasaan). Jika
menerima teori seperti pada tujuan pokok utama ilmu itu, betapapun penjelasan,
pengertian itu menjadi saderhana sebagaimana tujuan pokok dari ilmu itu.
Oleh karenanya para pakar di bidang ini memberikan pengertian teori
adalah merupakan seperangkat gagasan atau konsep, ketentuan dan rencana, yang sistematis terhadap kejadian oleh adanya hubungan yang menetapkan di antara variabel, dengan tujuan menjelaskan, meramalkan gejala tersebut (Kerlinger, 1973).
Bertolak dari pengertian teori di atas, maka dapat
dijelaskan bahwa teori itu mengandung tiga unsur, yaitu: (1) teori adalah
seperangkat rencana, gagasan yang dibuat ketentuan, dan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya (2)
bahwa teori itu dijelaskan, dikemukakan adanya suatu hubungan di antara
seperangkat variabel, dan digambarkan secara sistematis tentang kejadian,
gejala tersebut dalam bentuk variabel dan (3) bahwa teori itu adalah menerangkan atau menjelaskan
perjanjian, hal itu dilakukan juga oleh ketentuan, ketetapan, apakah
variabel itu berhubungan? Oleh karena itu peneliti harus
diberi kemungkinan
untuk meramalkan dari variabel-variabel yang khusus terhadap variabel lain yang dapat dipercaya.
Salah satu kemungkinan untuk lebih memperjelas pembaca adalah contoh berikut: “kegagalan sekolah”. Kegagalan sekolah itu terjadi kemungkinan salah satu variabelnya adalah kecerdasan, sikap, kegelisahan, jumlah atau
beban anggota keluarga, kelas sosial, dan dorongan. Dengan melihat kejadian dari tiap variabel
tersebut sudah tentu dapat dijelaskan terjadinya kegagalan sekolah tersebut. Contoh
lain yang hampir
sama yaitu "prestasi
hasil belajar". Dengan demikian kegagalan sekolah dapat
dijelaskan dengan menetapkan hubungan di antara variabel-variabel terkait, di
samping itu juga dapat dijelaskan pasangan-pasangan dari variabel
terkait dengan kegagalan sekolah sehingga menjadi jelas sebab-sebab terjadinya
kegagalan sekolah tersebut.
Para pakar telah berhasil mempergunakan seperangkat
variabel, kemudian mengerti, akan
kegagalan sekolah itu. Mereka dapat menjelaskan
beberapa tingkat persoalan, setidak-tidaknya mampu meramalkan terjadinya kegagalan sekolah tersebut. Untuk dapat menjelaskan, meramalkan kejadian terhadap "kegagalan sekolah" hanya
dapat dilakukan dengan cara meringkas dari teori. Namun demikian tidak semua peneliti mampu memulai melakukan penelitian
dengan suatu teori tertentu, tanpa ditentukan oleh ada tidaknya teori yang bersangkutan.
Teori pada pokoknya merupakan pernyataan mengenai sebab akibat, adanya hubungan positif antara gejala yang diteliti atau adanya beberapa
faktor yaitu; terkait dalam kehidupan. Dengan
melakukan analisis teori diperoleh suatu hasil untuk memperluas teori itu dalam upaya memperluas dan memperjelas gejala yang muncul dalam kehidupan. Dengan kerangka teori akan banyak
membantu peneliti dalam menentukan arah, sasaran, tujuan penelitian, begitu pula halnya dalam memilih
konsep yang tepat dalam pembentukan hipotesis (Koentjaraningrat 1977). Penting untuk diperhatikan oleh para peneliti
khususnya peneliti pemula bahwa teori
bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus
dianggap sebagai petunjuk perumusan hipotesis penelitian. Sebab itu kontribusi hipotesis terhadap teori adalah: (1)
menemukan teori baru, (2) menguji teori
yang sudah ada, dan (3) memeriksa fenomena tertentu (Emmy, 1979).
C.
Fungsi Teori dalam Penelitian
Dari paparan di atas selanjutnya dapat ditelusuri lebih jauh akan fungsi teori dalam penelitian antara
lain sebagai berikut:
1. Teori berfungsi
sebagai klasifikasi,
dalam hal ini teori memberi pedoman dan strategi, melalui
konsep-konsepnya, untuk mengumpulkan data yang relevan, untuk melakukan
klasifikasi atau pengelompokan/penggolongan data, menetapkan kategori-kategori
yang kadang dipandang memiliki maksud dan tujuan. Dengan bekal kerangka teori peneliti dalam mengumpulkan data tidak lagi merupakan himpunan yang tidak teratur dan tidak menentu, sebab teori memberi arah dan petunjuk bagi peneliti terutama data apa yang perlu dikumpulkan, bagaimana menyusun klasifikasinya berdasar atas tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, teori peningkatan mutu, kualitas pendidikan yang menghubungkan kerajinan guru dengan anak putus sekolah (drop out). Peneliti dengan berbekal teori yang mantap mampu melakukan dan menghimpun pengelompokan data anak yang putus sekolah (drop out) menurut tingkat pendidikan. Hal ini erat kaitannya dengan teori yang menyatakan adanya perbedaan tingkat anak putus sekolah di antara tingkat pendidikan yang ada mulai dari tingkat sekolah dasar, menengah tingkat pertama, tingkat menengah atas, maupun tingkat perguruan tinggi.
2. Teori berfungsi sebagai eksplanatur, maksudnya bahwasanya teori memiliki banyak informasi di balik rangkaian fenomena. Informasi di sini diharapkan teori mampu memberikan jawaban mengenai sebab musabab terjadinya suatu fenomena. Sebenarnya kegiatan penciptaan teori yang paling penting adalah
proses kegiatan untuk menemukan sejumlah ulasan yang memberi bukti penyebab dari suatu
kegiatan atau kejadian tertentu. Alasan yang merupakan inti atau bukti tentu saja dapat diperoleh melalui pengujian
secara empiris dengan menggunakan prosedur dan metodologi yang memadai.
Teori selalu bersifat menemukan kesimpulan dengan jalan mengadakan abstraksi dari sejumlah fakta
yang konkret. Kerangka abstraksi yang menghubungkan antara fakta itu selalu
menjadi rangkaian yang berhubungan satu sama lain dalam kaitan yang memiliki makna.
Inilah salah satu jasa yang diberikan teori dalam
menjelaskan fakta, dan dengan berkat teori maka hubungan antar fakta menjadi
jelas dan masuk akal.
3. Fungsi teori sebagai prediktif, dalam
kaitan ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari teori yang berfungsi sebagai eksplanasi
yakni menjelaskan sebab akibat kejadian tertentu. Sebab dengan mengetahui suatu
kejadian akan tahu pula penyebab terjadinya kejadian yang lain, sehingga
bilamana kejadian yang semacam itu terjadi berulang kali, dan polanya sama,
maka peneliti menjadi yakin akan ketepatan hubungan sebab akibat dari kejadian
tersebut, yang selanjutnya peneliti
diharapkan mampu untuk meramalkan apa yang akan
terjadi. Apabila dalam situasi yang berbeda, peneliti
menjumpai timbulnya faktor penyebab yang sama, maka
dapat dipastikan adanya akibat tertentu akan terjadi.[3]
Kembali
kepada teori "peningkatan mutu" dan "kualitas
pendidikan", yang menghubungkan dengan kerajinan guru juga dengan
putus sekolah (drop
out),yang
salah satu di antara penyebab putus sekolah (drop out) adalah
krisis ekonomi dari orang tua siswa. Dalam
kondisi krisis ekonomi ini maka angka putus sekolah (drop out) akan
bertambah besar, sebab adanya krisis ekonomi menyebabkan kurang adanya kestabilan,
timbul kekacauan yang mengganggu ketenangan dalam kehidupan, ketertiban sosial
terganggu. Data statistik menunjukkan bila keadaan ekonomi stabil atau membaik,
maka angka putus sekolah (drop
out) akan
menurun atau malah terjadi sebaliknya, di samping itu mungkin faktor yang lain
sebagai penyebabnya.
Dengan demikian peneliti harus mampu memprediksi sebab-sebab terjadinya putus sekolah (drop out) yang dikarenakan berbagai macam faktor penyebab. Sedangkan menurut tingkatan generalisasi atau abstraksi yang
dicakup oleh teori meliputi besar kecilnya
sejumlah gejala yang dicakup di dalamnya, dapatlah
dibedakan pada tingkatan sebagai berikut:
a. Tingkatan
grand teori, yaitu teori besar atau teori makro yang mempunyai tingkatan generalisasi sangat luas, dan tingkat
abstraksi yang sangat tinggi. Teori besar atau makro mencakup sejumlah gejala
yang amat luas meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Contohnya,
yang biasa dikenal adalah teori fungsional dari person yang mencakup seluruh
bidang kehidupan manusia, aspek kepribadian, aspek kehidupan masyarakat, dan aspek kehidupan budaya manusia.
Mengingat terlalu luasnya gejala yang tercakup di dalamnya, maka grand teori yang abstrak seperti ini sering mendapat kritikan yang menyangsikan kadar
validitas teorinya yang lebih cenderung pada sistem filsafat.
b. Tingkatan middle range teori, yakni teori yang memiliki jangkauan sedang, hal ini
bermaksud untuk menjembatani antara konsep
yang abstrak yang berasal dari grand teori dengan data yang konkret. Daerah
generalisasi dari teori yang memiliki jangkauan menengah ini tidak terlalu luas, dan tingkat abstraksinya tidak terlalu tinggi. Teori ini
oleh penganjurnya dipandang sebagai tingkat teori yang realitas, karena tidak
terlalu abstrak dan luas, sehingga kehilangan tempat berpijak di alam realita.
Teori ini juga tidak terlalu sempit melingkar pada kenyataan empiris yang
terbatas dan pragmatis sehingga tidak
memungkinkan adanya proses akumulasi terhadap
prinsip-prinsip yang diketemukan, dan yang sangat penting artinya untuk pengembangan
ilmu. Contoh
teori level ini seperti yang dikemukakan oleh Robert Merton tentang mesin
politik di Amerika yang menjelaskan tentang peranan gelap dari "boss"
politik untuk memenuhi tuntutan kebutuhan kelompok emigran yang melanggar
hukum, dengan imbalan dukungan suara dalam pemilihan umum, yang kesemuanya itu dijelaskan dalam teori fungsional
dari person.
c. Tingkatan mikro teori, di mana
para pendukung teori ini memusatkan perhatian pada ruang lingkup gejala yang
lebih sempit, yang biasanya diambil dari masalah-masalah yang praktis. Masalah
yang sebenarnya bagi mereka adalah lebih tepat dikatakan tidak menggunakan
teori sama sekali karena mereka hanya ingin membuktikan konsep yang merupakan
elemen kecil dari teori. Contoh tentang kelas sosial yang berorientasi
politik, di mana hubungan konsep tersebut hanyalah merupakan suatu teori yang
sifatnya mempersempit ruang lingkup dari teori itu sendiri. Konsep ini sifatnya
sangat praktis dan biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, terutama sekali
menjelang pemilihan umum. Konsep yang demikian ini dihubungkan dengan keadaan sehari-hari pada biasanya, boleh dibilang
seperti tidak memakai suatu teori karena praktisnya dan memang terjadi demikian
di dalam kehidupan, dan konsep ini penting dalam penelitian sebab sangat besar
fungsi dan kegunaannya, karena melalui konsep yang jelas peneliti dapat
mempersoalkan suatu realita. Melalui konsep yang jelas dunia sekeliling kita
dapat diklasifikasikan, sehingga dengan demikian ada kemungkinan untuk
dipersoalkan, dipecahkan, dengan catatan pengertian akan konsep tersebut harus
disepakati bersama. Ini penting artinya agar nantinya tidak timbul adanya
perbedaan akan pengertian konsep tersebut lantaran tidak adanya bahasa yang
sama, dan yang umum dipergunakan sudah tentu yang demikian akan menghambat
kemajuan ilmiah.
Oleh
karena itu konsep menuntut adanya suatu kejelasan mengenai apa yang dimaksud
dengan konsep tersebut. Perlu diketahui oleh peneliti bahwasanya validitas dari
suatu konsep harus dihubungkan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Konsep yang dibuat itu mampu untuk memenuhi tujuan penelitiannya, maka
validitas suatu konsep telah dinyatakan. Hal
Ini karena konsep selalu mengalami perkembangan atas dasar pengalaman manusia. Sebab dalam
mempersepsikan sesuatu sangat tergantung pada "frame of references" yang berbeda-beda bagi setiap peneliti. Hal ini terjadi karena dalam perkembangan IImiah
sering mengakibatkan bahwa arti dari konsep bisa berubah-ubah (Vredenbregt, 1978).
Seperti
telah dijelaskan di atas, maka konsep merupakan bagian dari teori, atau
lebih tepatnya teori terdiri
atas rangkaian beberapa konsep. Jika konsep mobilitas
vertikal dihubungkan dengan konsep perbuatan yang
berlebih-lebihan, maka hal itu akan didapat pada permulaan dari pada suatu
teori. Mungkin dapat menjadi teori jika telah ada pembuktian yang
cukup. Jika perumusan konsep tersebut diterima sebagai teori, maka setiap kali di lihat adanya mobilitas vertikal, dan setiap kali peneliti meramalkan, besar sekali kemungkinannya akan timbul
suatu tindakan yang berlebih-lebihan. Adakalanya hubungan dua konsep seperti ini mempunyai efek
akibat manakala prasyarat tertentu dipenuhi.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa teori
mempunyai fungsi untuk mendahului kenyataan, yaitu meramalkan apa yang akan
terjadi sehingga dengan demikian dapat mengisi kesenjangan pengetahuan yang
tidak dapat hanya dicapai dengan melihat kenyataan saja. Dengan demikian
teori dan konsep memiliki peranan penting dalam penelitian terutama sekali dalam perumusan suatu hipotesis manakala penelitian
tersebut mempergunakan hipotesis.
D. Kegunaan
Teori Dalam Penelitian
Cooper
and Schindler (2003), menyatakan bahwa kegunaan teori dalam penelitian adalah :
1.
Theory narrows the range of fact we need to study
2.
Theory suggest which research approaches are likely to
yield the greatest meaning
3.
Theory suggest a system for the research to impose on
data in order to classify them in the most meaningful way
4.
Theory summariszes what is known about object of study
and states the uniformilites that lie beyond immediate observation
5.
Theory can be used to predict further fact that should
be found[4]
E. Fungsi Fakta dalam Penelitian
Jika
peneliti mengatakan bahwa seseorang yang mengatakan atau membicarakan sesuatu
adalah fakta, seakan-akan tidak ada lagi yang perlu dibuktikan. Fakta berbicara sendiri, demikian dasar
pertimbangannya[5].
Dalam hal ini yang perlu dipertanyakan apa sebenarnya yang dimaksud dengan
fakta dalam penelitian? Sebab ada fakta yang terbuka yang diketahui orang
banyak, dan fakta terbuka ini unsur-unsurnya diketahui dan dapat diketahui,
sedang orang lain juga mengetahui dalam
arti fakta tersebut bukan merupakan rahasia. Misalnya, fakta terbuka seperti:
pria, wanita, dan lain sebagainya. Di sini unsur pria, wanita, diketahui dan orang lain juga mengetahuinya. Jika
hal-hal tersebut tidak diketahui oleh orang lain, maka fakta tersebut merupakan fakta perseorangan. Fakta perseorangan ini mungkin unsur-unsurnya mungkin diketahui oleh orang lain, tetapi orang lain tidak dapat membuktikannya.
Begitu pula dengan pendapat seseorang tentang Keluarga Berencana (KB). Pendapat ini mungkin diketahui oleh orang
banyak, karena secara terbuka semua orang mengetahui.
Tetapi kemungkinan juga terdapat pendapat pribadi atau perorangan, yang dalam hal ini tidak diberitahukan kepada orang lain. Akan lebih sulit lagi bila pendapat
perseorangan ini tidak konsisten, selalu berganti, hari
ini berpendapat A, hari esoknya berpendapat B, esoknya
lagi berpendapat lain dan seterusnya.
Dalam ilmu eksakta obyek pembicaraannya adalah terbuka dan
selama unsur-unsurnya diketahui secara jelas, dalam hal ini di dalam lapangan
yang belum lengkap datany
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Suatu teori adalah suatu
konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau system pengertian ini diperoleh
melalui jalan yang sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila
tidak, dia bukan suatu teori. Dan semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena
itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori
yang digunakan harus sudah jelas, karena teori disini akan berfungsi untuk
memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis,
dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian.
Oleh karenanya landasan
teori dalam prorosal penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa yang akan
dipakai.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Djunaidi Ghony,
Fauzan Almanshur, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif),
UIN-Malang Press, 2009
Sugiono, METODOLOGI
PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D), Bandung:
Alfabeta, 2010
[1] Ghony Djunaidi,
Almanshur Fauzan, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif),
UIN-Malang Press,cet.1.Hlm:61
[2] Ghony Djunaidi,
Almanshur Fauzan, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif),
UIN-Malang Press,cet.1.Hlm:63
[3] Ghony Djunaidi,
Almanshur Fauzan, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif),
UIN-Malang Press,cet.1.Hlm:68
[4] Sugiono, METODOLOGI
PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D), Bandung:
Alfabeta, cet.11. Hlm:84
[5] Ghony Djunaidi,
Almanshur Fauzan, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif),
UIN-Malang Press,cet.1.Hlm:72
Tidak ada komentar:
Posting Komentar