Kamis, 18 April 2013

PERUMUSAN MASALAH DALAM TEORI



BAB II
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Setelah peneliti menentukan sekaligus menetapkan permasalahan yang akan diteliti secara jelas, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh peneliti adalah "merumuskan teori". Dalam banyak pustaka disebut teori, model, kerangka konseptual, dan paradigma, yang kesemuanya digunakan secara "interchangeable". Perlu diketahui bahwasanya teori itu timbul karena adanya permasalahan penelitian yang merupakan suatu kesenjangan antara das sollen dengan das sein, yang nantinya akan digunakan sebagai variabel dalam penelitian.
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis diarahkan untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian kuantitatif analitis data menggunakan statistic. Statistic yang digunakan berupa statistic deskreptif dan induktif. Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan penjelasan. Penyajian data dapat menggunakan table, table distribusi frekuensi, grafik garis, dll. Pembahasan terhadap hasil penelitian merupakan penjelasan dan interprestasi terhadap data-data yang telah disajikan. Setelah hasil penelitian pembahasan, maka selanjutnya dapat disimpulkan. Kesimpulan berisi jawaban singkat terhadap setiap rumusan masalah berdasarkan data yang telah terkumpul.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Teori dalam penelitian?
2.      Bagaimana Hubungan antar Konsep dalam Penelitian?
3.      Bagaimana Fungsi Teori dalam Penelitian?
4.      Bagaiamana Kegunaan Teori Dalam Penelitian?
5.      Bagaimana Fungsi Fakta dalam Penelitian?

C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Teori dalam penelitian
2.      Untuk mengetahui Hubungan antar Konsep dalam Penelitian
3.      Untuk mengetahui Fungsi Teori dalam Penelitian
4.      Untuk mengetahui Kegunaan Teori Dalam Penelitian
5.      Untuk mengetahui Fungsi Fakta dalam Penelitian
BAB III
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Teori dalam Penelitian
Teori dalam penelitian merupakan "an organized system of concepts" (Direnzo, 1966). Lebih lanjut diperluas teori dalam penelitian "... a set of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena"[1] (Kerlinger RN, 1973).
Adanya pengertian teori dari Kerlinger tersebut Mtr%-asanya formulasi teori menuntut adanya suatu atau "conceptual definitions". Konstruk maupun konsep, sebagai konsep terkecil dari pada teori berfungsi sangat "representative simbolis". Sedangkan konsep atau konstruk dapat di definisikan sebagai berikut: ... a rational representation of universal application which comprehends the essential attributes of a class or logical species of phenomena”
Dengan demikian, tindakan peneliti yang pertama kali harus dilakukan adalah mengidentifikasikan fenomena yang relevan bagi subyek yang sedang diteliti, yang selanjutnya peneliti merumuskannya dalam bentuk konstruk. Berikutnya berdasarkan pengetahuan dan latar belakang pengalamannya peneliti menarik hubungan antara konstruk ke dalam suatu jaringan hubungan sebab akibat atau " network of relationships" (Krathwohl, 1985).

B.   Hubungan antar Konsep dalam Penelitian
Peneliti perlu menegaskan bahwasanya koefisien korelasi tidak menunjukkan arah hubungan yang jelas, mana yang independen ataupun yang dependen. Hal tersebut hanya dapat diperjelas melalui teori. Sebab dengan teorisasilah yang mampu menginterpretasikan arah hubungan tersebut baik antara independen maupun dependen. Pada hakikatnya terdapat beberapa jenis atau tipe hubungan antar variabel (Kidder, 1986), di antaranya sebagai berikut:
a.       Hubungan simetris, yaitu suatu hubungan di mana variabel yang satu tidak berkorelasi dengan variabel yang lain. Misalnya, mahasiswa yang berhasil baik dalam "verbal test" berhasil pula dalam "mathematical test" Hubungan simetris tersebut ternyata bervariasi seperti tercermin dalam paparan berikut:
· Alternative indicators of the same concept, misalnya telapak tangan dingin, sedang hati berdebar debar
· Fungsional interdependence of the elements of a unit, misalnya: adanya jantung dan paru-paru, keduanya merupakan bagian organ tubuh
· Fortuitous (peristiwa yang kebetulan), misalnya: perang Libanon semakin hangat, juga harga kentang telor di Malang semakin mahal pula

b.      Reciprocral Relationships, apabila dua variabel berinteraksi, dan mutually reinforcing atau sering pula alternating asymmetry; misalnya
X-----X-----X-----X-----X----- dan seterusnya
to       t1      t2      t3      to
c.       Asymmetrical Relationships, jika ditelaah secara cermat, inti daripada analisis ilmiah terletak pada hubungan asimetris. Di sini akan dijumpai hubungan antara independen variabel dengan dependen varabel yang variasinya tercermin sebagai berikut:
· causal type of determinant (hubungan stimulus dan respon), misalnya: dampak film "hunter" terhadap perilaku anak.
· association between " a disposition " and "a response", misalnya:
-   suku  Madura dengan perilaku keras dan kasar
-   bahannya karet busa ternyata kemps
-   Pikiran liberal dan perilakunya liberal.
d.      One in which the independent variable is essentially a necessary precondition for a given effect, misalnya: literacy and terhnilogical progress. (Kerlinger, 1973: Krathwohl, 1985)[2]
Dengan demikian yang harus diperhatikan di dalam kajian pustaka adalah hubungan antar konsep atau hubungan antar konstruk, berdasar atas kajian hubungan antar konsep, peneliti harus mencoba mengembangkannya tetapi dalam bentuk hipotesis. Dalam pengertian lain hipotesis merupakan hubungan antara konsep atau hubungan antar konstruk yang harus dibuktikan secara empiris (empirical testing). (Krathwohl, 1985).
Dari paparan di atas maka teori merupakan perumusan dari hal-hal yang abstrak. Jika dikaji lebih jauh lagi maka peneliti harus menyelidiki ada tidaknya hubungannya teori dengan penelitian. Dalam ilmu-ilmu sosial, sosiologi, psikologi, di mana teori merupakan abstraksi, sedang abstraksi yang merupakan bagian dari pada teori biasa disebut dengan konsep.
Teori merupakan dasar tujuan suatu ilmu dalam upaya menjelaskan gejala alam yang masih bersifat umum. Upaya untuk menjelaskan gejala, abstraksi dari keadaan yang demikian disebut teori. Misalnya untuk menjelaskan tingkah laku anak secara jelas dan terinci maka para pakar psikologi menjelaskan secara keseluruhan mencakup beberapa hubungan tentang tingkah laku anak tersebut. Begitu pula halnya dengan penjelasan tentang metode pemecahan, masalah berhitung, maka pakar bidang matematika akan menjelaskan masalah teori pemecah masalah secara umum tidak terpisah-pisah.
Uraian lebih lanjut berkaitan dengan tujuan ilmu teori yang kemungkinannya bahwa seluruh aktifitas manusia telah dimasukkan ke dalam teori yang merupakan jalan secara praktis. Jika dikatakan bahwa tujuan ilmu adalah untuk kemajuan umat manusia, rnaka secara spontanitas para pembaca akan menerima ungkapan tersebut. Tetapi dasar tujuan ilmu itu adalah bukan berdasar atas kemajuan umat manusia merupakan suatu pernyataan teori. Sebab itu tujuan dari ilmu adalah merupakan penjelasan, pengertian, meramalkan, dan pengawasan (penguasaan). Jika menerima teori seperti pada tujuan pokok utama ilmu itu, betapapun penjelasan, pengertian itu menjadi saderhana sebagaimana tujuan pokok dari ilmu itu.
Oleh karenanya para pakar di bidang ini memberikan pengertian teori adalah merupakan seperangkat gagasan atau konsep, ketentuan dan rencana, yang sistematis terhadap kejadian oleh adanya hubungan yang menetapkan di antara variabel, dengan tujuan menjelaskan, meramalkan gejala tersebut (Kerlinger, 1973).
Bertolak dari pengertian teori di atas, maka dapat dijelaskan bahwa teori itu mengandung tiga unsur, yaitu: (1) teori adalah seperangkat rencana, gagasan yang dibuat ketentuan, dan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya (2) bahwa teori itu dijelaskan, dikemukakan adanya suatu hubungan di antara seperangkat variabel, dan digambarkan secara sistematis tentang kejadian, gejala tersebut dalam bentuk variabel dan (3) bahwa teori itu adalah menerangkan atau menjelaskan perjanjian, hal itu dilakukan juga oleh ketentuan, ketetapan, apakah variabel itu berhubungan? Oleh karena itu peneliti harus diberi kemungkinan untuk meramalkan dari variabel-variabel yang khusus terhadap variabel lain yang dapat dipercaya.
Salah satu kemungkinan untuk lebih memperjelas pembaca adalah contoh berikut: kegagalan sekolah. Kegagalan sekolah itu terjadi kemungkinan salah satu variabelnya adalah kecerdasan, sikap, kegelisahan, jumlah atau beban anggota keluarga, kelas sosial, dan dorongan. Dengan melihat kejadian dari tiap variabel tersebut sudah tentu dapat dijelaskan terjadinya kegagalan sekolah tersebut. Contoh lain yang hampir sama yaitu "prestasi hasil belajar". Dengan demikian kegagalan sekolah dapat dijelaskan dengan menetapkan hubungan di antara variabel-variabel terkait, di samping itu juga dapat dijelaskan pasangan-pasangan dari variabel terkait dengan kegagalan sekolah sehingga menjadi jelas sebab-sebab terjadinya kegagalan sekolah tersebut.
Para pakar telah berhasil mempergunakan seperangkat variabel, kemudian mengerti, akan kegagalan sekolah itu. Mereka dapat menjelaskan beberapa tingkat persoalan, setidak-tidaknya mampu meramalkan terjadinya kegagalan sekolah tersebut. Untuk dapat menjelaskan, meramalkan kejadian terhadap "kegagalan sekolah" hanya dapat dilakukan dengan cara meringkas dari teori. Namun demikian tidak semua peneliti mampu memulai melakukan penelitian dengan suatu teori tertentu, tanpa ditentukan oleh ada tidaknya teori yang bersangkutan.
Teori pada pokoknya merupakan pernyataan mengenai sebab akibat, adanya hubungan positif antara gejala yang diteliti atau adanya beberapa faktor yaitu; terkait dalam kehidupan. Dengan melakukan analisis teori diperoleh suatu hasil untuk memperluas teori itu dalam upaya memperluas dan memperjelas gejala yang muncul dalam kehidupan. Dengan kerangka teori akan banyak membantu peneliti dalam menentukan arah, sasaran, tujuan penelitian, begitu pula halnya dalam memilih konsep yang tepat dalam pembentukan hipotesis (Koentjaraningrat 1977). Penting untuk diperhatikan oleh para peneliti khususnya peneliti pemula bahwa teori bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk perumusan hipotesis penelitian. Sebab itu kontribusi hipotesis terhadap teori adalah: (1) menemukan teori baru, (2) menguji teori yang sudah ada, dan (3) memeriksa fenomena tertentu (Emmy, 1979).


C.   Fungsi Teori dalam Penelitian
Dari paparan di atas selanjutnya dapat ditelusuri lebih jauh akan fungsi teori dalam penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Teori berfungsi sebagai klasifikasi, dalam hal ini teori memberi pedoman dan strategi, melalui konsep­-konsepnya, untuk mengumpulkan data yang relevan, untuk melakukan klasifikasi atau pengelompokan/penggolongan data, menetapkan kategori-kategori yang kadang dipandang memiliki maksud dan tujuan. Dengan bekal kerangka teori peneliti dalam mengumpulkan data tidak lagi merupakan himpunan yang tidak teratur dan tidak menentu, sebab teori memberi arah dan petunjuk bagi peneliti terutama data apa yang perlu dikumpulkan, bagaimana menyusun klasifikasinya berdasar atas tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, teori peningkatan mutu, kualitas pendidikan yang menghubungkan kerajinan guru dengan anak putus sekolah (drop out). Peneliti dengan berbekal teori yang mantap mampu melakukan dan menghimpun pengelompokan data anak yang putus sekolah (drop out) menurut tingkat pendidikan. Hal ini erat kaitannya dengan teori yang menyatakan adanya perbedaan tingkat anak putus sekolah di antara tingkat pendidikan yang ada mulai dari tingkat sekolah dasar, menengah tingkat pertama, tingkat menengah atas, maupun tingkat perguruan tinggi.
2. Teori berfungsi sebagai eksplanatur, maksudnya bahwasanya teori memiliki banyak informasi di balik rangkaian fenomena. Informasi di sini diharapkan teori mampu memberikan jawaban mengenai sebab ­musabab terjadinya suatu fenomena. Sebenarnya kegiatan penciptaan teori yang paling penting adalah proses kegiatan untuk menemukan sejumlah ulasan yang memberi bukti penyebab dari suatu kegiatan atau kejadian tertentu. Alasan yang merupakan inti atau bukti tentu saja dapat diperoleh melalui pengujian secara empiris dengan menggunakan prosedur dan metodologi yang memadai.
Teori selalu bersifat menemukan kesimpulan dengan jalan mengadakan abstraksi dari sejumlah fakta yang konkret. Kerangka abstraksi yang menghubungkan antara fakta itu selalu menjadi rangkaian yang berhubungan satu sama lain dalam kaitan yang memiliki makna. Inilah salah satu jasa yang diberikan teori dalam menjelaskan fakta, dan dengan berkat teori maka hubungan antar fakta menjadi jelas dan masuk akal.
3. Fungsi teori sebagai prediktif, dalam kaitan ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari teori yang berfungsi sebagai eksplanasi yakni menjelaskan sebab akibat kejadian tertentu. Sebab dengan mengetahui suatu kejadian akan tahu pula penyebab terjadinya kejadian yang lain, sehingga bilamana kejadian yang semacam itu terjadi berulang kali, dan polanya sama, maka peneliti menjadi yakin akan ketepatan hubungan sebab akibat dari kejadian tersebut, yang selanjutnya peneliti diharapkan mampu untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Apabila dalam situasi yang berbeda, peneliti menjumpai timbulnya faktor penyebab yang sama, maka dapat dipastikan adanya akibat tertentu akan terjadi.[3]

Kembali kepada teori "peningkatan mutu" dan "kualitas pendidikan", yang menghubungkan dengan kerajinan guru juga dengan putus sekolah (drop out),yang salah satu di antara penyebab putus sekolah (drop out) adalah krisis ekonomi dari orang tua siswa. Dalam kondisi krisis ekonomi ini maka angka putus sekolah (drop out) akan bertambah besar, sebab adanya krisis ekonomi menyebabkan kurang adanya kestabilan, timbul kekacauan yang mengganggu ketenangan dalam kehidupan, ketertiban sosial terganggu. Data statistik menunjukkan bila keadaan ekonomi stabil atau membaik, maka angka putus sekolah (drop out) akan menurun atau malah terjadi sebaliknya, di samping itu mungkin faktor yang lain sebagai penyebabnya.
Dengan demikian peneliti harus mampu memprediksi sebab-sebab terjadinya putus sekolah (drop out) yang dikarenakan berbagai macam faktor penyebab. Sedangkan menurut tingkatan generalisasi atau abstraksi yang dicakup oleh teori meliputi besar kecilnya sejumlah gejala yang dicakup di dalamnya, dapatlah dibedakan pada tingkatan sebagai berikut:
a.  Tingkatan grand teori, yaitu teori besar atau teori makro yang mempunyai tingkatan generalisasi sangat luas, dan tingkat abstraksi yang sangat tinggi. Teori besar atau makro mencakup sejumlah gejala yang amat luas meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Contohnya, yang biasa dikenal adalah teori fungsional dari person yang mencakup seluruh bidang kehidupan manusia, aspek kepribadian, aspek kehidupan masyarakat, dan aspek kehidupan budaya manusia. Mengingat terlalu luasnya gejala yang tercakup di dalamnya, maka grand teori yang abstrak seperti ini sering mendapat kritikan yang menyangsikan kadar validitas teorinya yang lebih cenderung pada sistem filsafat.
b. Tingkatan middle range teori, yakni teori yang memiliki jangkauan sedang, hal ini bermaksud untuk menjembatani antara konsep yang abstrak yang berasal dari grand teori dengan data yang konkret. Daerah generalisasi dari teori yang memiliki jangkauan menengah ini tidak terlalu luas, dan tingkat abstraksinya tidak terlalu tinggi. Teori ini oleh penganjurnya dipandang sebagai tingkat teori yang realitas, karena tidak terlalu abstrak dan luas, sehingga kehilangan tempat berpijak di alam realita. Teori ini juga tidak terlalu sempit melingkar pada kenyataan empiris yang terbatas dan pragmatis sehingga tidak memungkinkan adanya proses akumulasi terhadap prinsip-prinsip yang diketemukan, dan yang sangat penting artinya untuk pengembangan ilmu. Contoh teori level ini seperti yang dikemukakan oleh Robert Merton tentang mesin politik di Amerika yang menjelaskan tentang peranan gelap dari "boss" politik untuk memenuhi tuntutan kebutuhan kelompok emigran yang melanggar hukum, dengan imbalan dukungan suara dalam pemilihan umum, yang kesemuanya itu dijelaskan dalam teori fungsional dari person.
c.  Tingkatan mikro teori, di mana para pendukung teori ini memusatkan perhatian pada ruang lingkup gejala yang lebih sempit, yang biasanya diambil dari masalah-masalah yang praktis. Masalah yang sebenarnya bagi mereka adalah lebih tepat dikatakan tidak menggunakan teori sama sekali karena mereka hanya ingin membuktikan konsep yang merupakan elemen kecil dari teori. Contoh tentang kelas sosial yang berorientasi politik, di mana hubungan konsep tersebut hanyalah merupakan suatu teori yang sifatnya mempersempit ruang lingkup dari teori itu sendiri. Konsep ini sifatnya sangat praktis dan biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, terutama sekali menjelang pemilihan umum. Konsep yang demikian ini dihubungkan dengan keadaan sehari-hari pada biasanya, boleh dibilang seperti tidak memakai suatu teori karena praktisnya dan memang terjadi demikian di dalam kehidupan, dan konsep ini penting dalam penelitian sebab sangat besar fungsi dan kegunaannya, karena melalui konsep yang jelas peneliti dapat mempersoalkan suatu realita. Melalui konsep yang jelas dunia sekeliling kita dapat diklasifikasikan, sehingga dengan demikian ada kemungkinan untuk dipersoalkan, dipecahkan, dengan catatan pengertian akan konsep tersebut harus disepakati bersama. Ini penting artinya agar nantinya tidak timbul adanya perbedaan akan pengertian konsep tersebut lantaran tidak adanya bahasa yang sama, dan yang umum dipergunakan sudah tentu yang demikian akan menghambat kemajuan ilmiah.
Oleh karena itu konsep menuntut adanya suatu kejelasan mengenai apa yang dimaksud dengan konsep tersebut. Perlu diketahui oleh peneliti bahwasanya validitas dari suatu konsep harus dihubungkan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Konsep yang dibuat itu mampu untuk memenuhi tujuan penelitiannya, maka validitas suatu konsep telah dinyatakan. Hal Ini karena konsep selalu mengalami perkembangan atas dasar pengalaman manusia. Sebab dalam mempersepsikan sesuatu sangat tergantung pada "frame of references" yang berbeda-beda bagi setiap peneliti. Hal ini terjadi karena dalam perkembangan IImiah sering mengakibatkan bahwa arti dari konsep bisa berubah-ubah (Vredenbregt, 1978).
Seperti telah dijelaskan di atas, maka konsep merupakan bagian dari teori, atau lebih tepatnya teori terdiri atas rangkaian beberapa konsep. Jika konsep mobilitas vertikal dihubungkan dengan konsep perbuatan yang berlebih-lebihan, maka hal itu akan didapat pada permulaan dari pada suatu teori. Mungkin dapat menjadi teori jika telah ada pembuktian yang cukup. Jika perumusan konsep tersebut diterima sebagai teori, maka setiap kali di lihat adanya mobilitas vertikal, dan setiap kali peneliti meramalkan, besar sekali kemungkinannya akan timbul suatu tindakan yang berlebih-lebihan. Adakalanya hubungan dua konsep seperti ini mempunyai efek akibat manakala prasyarat tertentu dipenuhi.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa teori mempunyai fungsi untuk mendahului kenyataan, yaitu meramalkan apa yang akan terjadi sehingga dengan demikian dapat mengisi kesenjangan pengetahuan yang tidak dapat hanya dicapai dengan melihat kenyataan saja. Dengan demikian teori dan konsep memiliki peranan penting dalam penelitian terutama sekali dalam perumusan suatu hipotesis manakala penelitian tersebut mempergunakan hipotesis.

D.  Kegunaan Teori Dalam Penelitian
Cooper and Schindler (2003), menyatakan bahwa kegunaan teori dalam penelitian adalah :
1.       Theory narrows the range of fact we need to study
2.       Theory suggest which research approaches are likely to yield the greatest meaning
3.       Theory suggest a system for the research to impose on data in order to classify them in the most meaningful way
4.       Theory summariszes what is known about object of study and states the uniformilites that lie beyond immediate observation
5.       Theory can be used to predict further fact that should be found[4]

E.   Fungsi Fakta dalam Penelitian
Jika peneliti mengatakan bahwa seseorang yang mengatakan atau membicarakan sesuatu adalah fakta, seakan-akan tidak ada lagi yang perlu dibuktikan. Fakta berbicara sendiri, demikian dasar pertimbangannya[5]. Dalam hal ini yang perlu dipertanyakan apa sebenarnya yang dimaksud dengan fakta dalam penelitian? Sebab ada fakta yang terbuka yang diketahui orang banyak, dan fakta terbuka ini unsur-unsurnya diketahui dan dapat diketahui, sedang orang lain juga mengetahui dalam arti fakta tersebut bukan merupakan rahasia. Misalnya, fakta terbuka seperti: pria, wanita, dan lain sebagainya. Di sini unsur pria, wanita, diketahui dan orang lain juga mengetahuinya. Jika hal-hal tersebut tidak diketahui oleh orang lain, maka fakta tersebut merupakan fakta perseorangan. Fakta perseorangan ini mungkin unsur-unsurnya mungkin diketahui oleh orang lain, tetapi orang lain tidak dapat membuktikannya.
Begitu pula dengan pendapat seseorang tentang Keluarga Berencana (KB). Pendapat ini mungkin diketahui oleh orang banyak, karena secara terbuka semua orang mengetahui. Tetapi kemungkinan juga terdapat pendapat pribadi atau perorangan, yang dalam hal ini tidak diberitahukan kepada orang lain. Akan lebih sulit lagi bila pendapat perseorangan ini tidak konsisten, selalu berganti, hari ini berpendapat A, hari esoknya berpendapat B, esoknya lagi berpendapat lain dan seterusnya.
Dalam ilmu eksakta obyek pembicaraannya adalah terbuka dan selama unsur-unsurnya diketahui secara jelas, dalam hal ini di dalam lapangan yang belum lengkap datany





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Suatu teori adalah suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau system pengertian ini diperoleh melalui jalan yang sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila tidak, dia bukan suatu teori. Dan semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teori disini akan berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian.
Oleh karenanya landasan teori dalam prorosal penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa yang akan dipakai.





















DAFTAR PUSTAKA

M. Djunaidi Ghony, Fauzan Almanshur, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif), UIN-Malang Press, 2009
Sugiono, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D), Bandung: Alfabeta, 2010



[1] Ghony Djunaidi, Almanshur Fauzan, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif), UIN-Malang Press,cet.1.Hlm:61
[2] Ghony Djunaidi, Almanshur Fauzan, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif), UIN-Malang Press,cet.1.Hlm:63

[3] Ghony Djunaidi, Almanshur Fauzan, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif), UIN-Malang Press,cet.1.Hlm:68

[4] Sugiono, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D), Bandung: Alfabeta, cet.11. Hlm:84
[5] Ghony Djunaidi, Almanshur Fauzan, METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitatif), UIN-Malang Press,cet.1.Hlm:72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar