Kamis, 18 April 2013

ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN



BAB I
Pendahuluan
A.     Latar Belakang
Pada adasarnya Ilmu Pengetahuan dan Penelitian sangatlah berkaitan dan hampir tidak bisa dipisahkan, sebab ilmu akan berkembang karena adanya penelitian. Dewasa ini kita melihat bahwa dunia semakin maju itu juga karena adanya perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu kita disini sebagai calon pemimpin masa depan perlu dibekali dengan ilmu-ilmu penelitian, dengan harapan kita bisa membaca gejala-gejala alam yang ada baik gejala dari ilmu pengetahuan alam maupun gejala dari ilmu pengetahuan sosial dan diharapkan kita juga mampu menyelesaikan masalah dari gejala-gejala tersebut.
B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengajukan beberapa rumusan masalah yang tersusunn sebagai berikut:
a.       Bagaimanakah Eksistensi manusia dalam Ilmu Pengetahuan?
b.      Bagimanakah Sains sebagai Proses?
c.       Apa pengertian dari Pengetahuan Ilmu (Sains)?
d.      Bagaimanakah perbedaan Sains dengan pemikiran orang awam?
e.       Apa sajakah Syarat-syatar Pengetahuan Saintifik?
f.        Bagaimanakah Sikap dan Cara Manusia mencapai Kebenaran?
g.       Bagaimanakah Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dengan Penelitian?

C.      Tujuan
a.       Untuk mengetahui bagaimana eksistensi manusia dalam ilmu pengetahuan.
b.      Untuk mengetahui bagaimana Sains sebagi proses.
c.       Untuk mengetahui apa pengertian dari pengetahuan Ilmu (Sains).
d.      Untuk mengetahui perbedaan Sains dengan Pemikiran Orang Awam.
e.       Untuk mengetahui syarat-syarat Pengetahuan Saintifik.
f.        Untuk mengetahui sikap dan cara Manusia mencapai Kebenaran.
g.       Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara ilmu pengetahuan dengan penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Eksistensi manusia dalam IlmuPengetahuan.
Didalam menghadapi ilmu, biasanya dimulai dengan adanya sebuah pertanyaan. Mengapa ilmu atau penelitian itu harus ada? Pertanyaan seperti ini sangatlah luas penjabarannya. Pertanyaan ini baru akan terjawab jika manusia berperan penting dalam menyelesaikan atau memecahkan pertanyaan itu. Ilmu atau penelitian itu hanya berasal dari manusia dan bukan diturunkan dari yang disebut “yang absolut”. Dengan demikian manusia bisa menyimpulkan bahwa ilmu atau penelitian berpangkal atau bersumber dari eksistensi manusia yang pada hakikatnya memiliki sifat selalu ingin tahu. Hal ini pula yang membedakan antara manusia dengan binatang. Binatang hanya bias mengetahui apa yang mereka lihat secara fisik, dalam artian mereka hanya bisa melihat wujud luarnya saja tanpa mengetahu apa yang ada didalm yang mereka lihat tersebut. Berbeda dengan manusia, manusia selalu ingin tahu dengan apa yang mereka lihat. Manusia ilmuan adalah manusia yang paling radikal karena selalu ingin tahu sampai pada yang hakiki, dan berusaha menyingkirkan segala macam rintangan yang ada, dan menurut manusia dalam ilmu dan penilitian tidak ada dogma atau hal yang tabu untuk di ungkap.
Secara hakiki, para ahli fikir mempunyai filsafat yang disebut “breakthrough” yang artinya selalu ingn tahu, ingin menembus kebelakang tembok yang dihadapi. Contohnya seperti masalh seks. Jika dalam masyarakat biasa, seks merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan. Namun jika hal ini dihadapkan pada para pemikir atau para filosofis, seks tidak lagi menjadi hal yang tabu, akan tetapi menjadi hal yang biasa untuk dibahas.
Manusia ingin tahu itupun tidak dangkal, tidak hanya sekedar ingin tahu saja. Sebab mereka ingin mengetahui untuk bahan persiapan lebih lanjut untuk lebih mengerti pengetahuan yang hakiki. Disamping itu, ilmu dan penelitian berpangkal pada eksistensi manusia yang selalu ingin bertanya. Tujuan manusia bertanya bermacam-macam. Bukan hanya sebagai bahan lelucon atau permainan belaka. Jika dikaji lebih luas dan mendalam apa hakikat bertanya itu, berikut akan disebutkan apa tujuan dari bertanya tersebut. Diantaranya:
Ø  Untuk menciptakan persoalan
Ø  Terarah untuk memperoleh jawaban
Ø  Untuk merangsang melakukan penalaran.
Dalam membuat pertanyaan biasanya manusia menggunakan jenis-jenis pertanyaan sebagai berikut;
·         Where (dimana)
·         When (bilamana)
·         How (bagaimana)
·         Why (mengapa)
·         What (apa)
Disamping manusia sebagai makhluk yang selalu ingin tahu dan bertanya maka dari itu manusia disebut sebagai makhluk yang berfikir. Aristoteles menyebutnya sebagai “animal rationale”. Manusia tidak hanya mengalami tapi manusia melakukan proses mental yang namanya berfikir. Ucapan Aristoteles yang masyhur itu sampai kini masih terkenal karena dengan berfikir itu manusia memiliki eksistensi yang spesifik dalam dunia ini. Manusia tidak hanya sekedar berfikir tapi manusia menyadari sejauh mana eksistensi berfikir yang dimiliki. Hal ini tidak berarti semua tindakan manusia bersifat rasional, tetapi kadang manusia bertindak tidak rasional. Seperti halnya ucapan Descartes yang berbunyi “cogito ergo sum, artinya aku berfikir oleh karena itu aku ada”.
Dalam dunia ilmu dan penelitian, eksistensi manusia berfikir itu menjadi realita. Karena berfikir itu di anggap sebagai sumber eksistensi maka kemudian lahirlah penyelidikan sistematik tentang pola-pola dan hokum-hukum berfikir yang dipelajari oleh logika. Para filosof banyak yang melihat bahwa kreatifitas manusia juga lahir dari kebebasan berfikir.
Jika dilihat dari seluruh cakrawala pengetahuan manusia dari dulu sampai sekarang maka pengetahuan manusia tecakup dalam tiga dunia yaitu:
1.      Dunia das sien (dunia empiris)
2.      Dunia das sollen (dunia normative)
3.      Dunia metaphysic (dunia agama atau filsafat metafisik)
Eksistensi pengetahuan manusia yang luas sebenarnya merupakan hasil dari kegiatan budi manusia. Jika diamati lebih dalam lagi maka pengetahuan manusia sukar dinyatakan homogen, tetapi terdapat beberapa sifat pengetahuan yang berbeda didalamnya. Karena itu manusia dapat malakukan pengelompokan. Para ahli filsafat mengelompokan menjadi empat jenis yaitu:
Ø  Filsafat (philosophy)
Ø  Ilmu (science)
Ø  Seni (art)
Ø  Agama (religion)
Ilmu tak lagi memperhatikan dari segi metafisik tapi hanya memperhatikan segi empiris. Pengaruh pandangan yang positif dan mekanis kemudian ilmu telah diberikan makna yang sangat positif dan akhirnya dinyatakan bahwa ilmu bukan lahir dari filsafat tetapi ilmu adalah hasil dari penyelidikan manusia yang berkesinambungan. Tujuan sains ada dua yaitu:
Ø  Selalu menghindari unsure-unsur yang sifatnya pribadi dan subjektif
Ø  Selalu terarah kepada deskripsi tentang fakta-fakta, hukum-hukum, dan proses yang terjadi dalam alam ini.

B.     Sains sebagai Proses
Semenjak berkembangnya kultur penelitian dalam dunia ilmu,sains tidak lagi menolak kepada konsep-konsep abstrak yang ada dalam filsafat atau agama. Konsep abstrak tersebut dianggap terlalu banyak mengandung isi yang spekulatif atau metafisik yang sulit dibuktikan secara empiris. Ilmu kini meminta pada filsafat untuk menganalisis dan mengkritik konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu. Kini manusia memandang epistimoli sangat penting dalam memberikan dasar pada setiap cabang sains.
Dari aspek terjadinya sains itu berawal dari terjadinya masalah, karena manusia pada hakikatnya selalu ingin tahu dan selalu bertanya.Dikarenakan selalu berhadapan dengan masalah dari yang sederhana sampai yang rumit. Metode bukanlah hanya berupa cara tetapi cara yang telah diuji berkali-kali sehingga hasilnya diyakini paling tepat dan hasil yang diperoleh diyakini secara optimal.
Dalam dunia sains dirasakan manusia memiliki kemampuan yang terbatas dalam menangkap realita dan apa yang ditangkap itu hanya sebagian kecil dari fakta atau gejala yang ada, sebab manusia tak mampu menangkap semua fakta atau gejala yang ada dari realita. Selanjutnya fakta yang ditangkap manusia itu tidak selalu dapat dimengerti oleh manusia, tetapi manusia selalu menfsikan lagi apa fakta itu katena tafsiran manusia sebagai subjek relative berbeda maka konsep itu cenderung akan berbeda terhadap fakta.
Usaha untuk menghadapi fakta dalam sains adalah melalui metode induksi. Fakta yang ditangkap itu kemudian danalisis, dirinci kedalam bagian yang khusus dan sifatnya yang khusus itu kemudian dicari persamaan atau perbedaannya dan akhirnya disintesakan. Dari sifat yang khusus itu kemudian mencoba ditarik suatu perumusan atau jenerilisasi seperti dengan bantuan pendekatan statistic. Didalam dunia rasional dicoba dianalisis atau dirinci melalui pola atau hokum-hukum penalaran yang deduktif. Kemudian dicari pernyataan-pernyataan yang dapat dibuktikan dengan hokum logika deduktif dan apakah didalamnya juga terdapat konsistensi.
Ilmu sebagai hasil dari suatu proses dapat dilihat dalam paparan berikut:
1.      Perumusan masalah
2.      Pengamatan dan deskripsi
3.      Penjelasan atau eksplanasi
4.      Ramalan dan control
Dengan demikian menjadi jelas bahwa sains sebagai suatu pengetahuan yang utuh adalah merupakan hasil penelitian dan pengetahuan yang dihasilkan itu karena system yang telah diciptakan sebagaimana yang dipaparkan diatas. Sedangkan cirri-ciri dari persoalan sains antara lain dapat dipahami sebagai berikut.
1.      Bertalian dengan gagasan-gagasan yang bersifat khusus, ilmu membatasi diri terhadap persoalan-persoalan yang besar, karena persoalan yang umum akan mempersulit penyelidikan. Sains mengarahkan diri pada persoalan yang khusus.
2.      Bertalian dengan obyek yang factual. Hal ini sebagai konsekuensi ilmu mengarahkan diri pada dunia empiris. Dan ilmu selalu menolak pada penyelidikan  obyek yang abstrak atau metafisik.
3.      Bertalian dengan proses ekploitasi. Ilmu seara radikal mencari kejelasan terhadap fakta dan tidak mencari kejelasan bagi subyek yang terbatas saja. Ilmu selalu mencari kejelasan untuk semua orang.
4.      Bertalian denga sikap manusia yang skeptic. Ilmu selalu mendorong kepada orang untuk bersikap ragu-ragu dalam menghadapi masalah karena sikap ragi tersebut sebagai langkah awal untuk melakukan kritisasi terhadap semua hal.  Kepercayaan adalah di balik aktivitas yang telah melakukan pembuktian. Bukan percaya terlebih dahulu melainkan harus bersikap ragu-ragu.
C.      Pengertian Ilmu (sains)
Pengertian ilmu bermakna ganda, seperti apa yang terjadi dikalangan ahli agama, filsafat, ilmuwan atau peneliti. Dari masing-masing para ahli memiliki persepsi yang berbeda. Secara etimologi istilah ilmu berasal dari science, dan dalam bahasa indonesia pemakaian istilah ilmu sudah jarang dipakai karena bisa diterapkan pada ilmu hitam, ilmu klenik perdukunan dan sebagainya. Untuk menghindari adanya salah tafsir, maka isti;ah sains diterjemahkan saja dengan sain. Dalam yunani kuno istilah sains disebut dengan scientia yang berarti suatu pengetahuan umum yang sifatnya empiris.
Beberapa ahli berpendapat tentang batasan/definisi sains, yaitu :
1.      Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun bangunannya dari dalam(Hatta,1953:13).
2.      Ilmu pengetahuan ialah suatu yang komplek atau disiplin pengetahuan tentang bidang realita tertentu yang didasarkan pada fakta dan disusun serta dihubungkan secara sistematik dan menurut hukum-hukum logika(Polak,1968:3).
3.      Ilmu yang dihubungkan dengan observasi, deskripsi, klasifikasi, pengukuran, eksperimen, generalisasi, eksplanasi, prediksi, evaluasi, dan kontrol terhadap dunia(Sills,1968:84).
Dengan demikian para ahli mendefinisikan ilmu pengetahuan berbeda-beda, setelah abad ke-20 sains telah diberikan arti sebagai suatu pengetahuan yang sistematik tentang suatu hubungan sebab-akibat.
D.     Perbedaan Sains dengan Pemikiran Orang Awam
Dalam realita sosial ternyata manusia akademik memiliki perilaku yang baebeda dengan perilaku orang awam terutama dalam menghadapi masalah. Manusia akademik dalam menghadapi masalah ingin sampai kepada bagian yang lebih dalam sedangkan orang awam hanya cukup sampai dipermukaannya saja. Dalam kaitan eksistensi, maka manusia akademik dan orang awam memiliki kedalam yang berbeda terhadap penggalian dan dalam melakukan eksplorasi terhadap masalah yang dihadapi. Dalam dunia penelitian, secara tegas dibedakan antara pengetahuan sains dengan pengetahuan akal sehat (common sense). Adapun perbedaan yang disebut sebagai berikut :
1.      Ilmuwan selalu memakai konsep atau teori secara cermat dalam menghadapi masalah, juga melakukan tes empiris terhadap fenomena yang menimbulkan masalah itu serta mempersoalkan konssistensi pengetahuan yang telah dikenalnya terhadap fenomena. Sedang orang  awam memakai konsep atau teori yang tidak cukup cermat dan tidak korektif, cepat sekali mereduksi konsep-konsep yang dimiliki terutama dalam menghadapi semua bentuk fenomena.
2.      Ilmuwan selalu melakukan tes empiris mengenai teori ataupun hipotesis yang dijumpai, sebaliknya bagi orang awam melakukan tes atau koreksi terhadap fenomena yang diseleksi, yang disenangi, dan yang menarik, dan mereka selalu diikuti emosi terutama dalam melakukan tes empiris.
3.      Ilmuwan mencoba melakukan ricek, kontrol, terhadap penjelasan-penjelasan yang ada, yang pernah dibuatnya, sedangkan orang awam tak mampu melakukan cek dan ricek, kontrol yang cermat terhadap penjelasan yang telah dibuatnya atau diucapkannya. Orang awam sering kali melakukan penjelasan yang bersifat analogis.
4.      Ilmuwan pada umunya asik dengan fenomena atau sasaran yang dihadapi, tapi orabg awam sibuk dengan akal sehatnya sendiri.
5.      Ilmuwan akan menyingkirkan terlebih dahulu konsep atau penjelasan yang metafisik dari penalaran atau penjelasan yang dibuat sebab bertentangan dengan sifat dunia empiris sedangkan orang awam dia selalu digeluti dengan pengetahuan empiris yang terdiri dari penjelasan-penjelasan metafisik.
Ciri-ciri yang mudah dikenal untuk membedakan sains dengan hasil pemikiran orang awam, sebagai berikut :
a.       Sains selalu terarah untuk membuat generalisasi terhadap sifat-sifat fakta yang dijumpai dan juga melakukan tes secara kritis terhadap apa yang telah dibuat dalam penjelasannya. Sedangkan orang awam hanya mampu melakukan generalisasi secara manasuka dan tidak melakukan tes secara kritis terhadap penjelasan yang dibuatnya.
b.       Sains selalu sadar terhadap berlakunya batas-batas validitas atau besar kecilnya validitas. Secara umum orang awam lebih cenderung untuk melakukan deduksi secara acak atau random terhadap fakta atau fenomena yang dihadapi.
c.       Sains selalu terarah kepada pembuatan eksplanasi yang sistematik, serta membuat susunan pengetahuan dalam hubungannya yang logis serta mencari konsistensi antar pengetahuan yang ada. Sedangkan penjelasan orang awam pada umumnya tidak sistematis atau tidak konsisten karena isi dari penjelasannya saling bertentangan.
d.      Sains memiliki teori yang cenderung tidak bertahan lama karena selalu mencari ketepatan, dan juga selalu membuka diri untuk pengujian kembali serta meninjau kembali.
e.       Sains selalu melakukan percobaan untuk menemukan teori baru, sehingga sifat sains adalah inventif, dan sebaliknya tidak merisaukan pengetahuan yang terlalu bersifat pragmatis. Sains memakai istilah abstrak tetapi tidak lepas dari dunia empiris, dan sains melakukan generalisasi sehingga kemungkinan bagi sains mampu mencakup berbagai macam ragam gejala dalam eksistensi yang luas. Sedangkan orang awam selalu bertalian dengan hal-hal kepentingan yang bersifat praktis.
f.        Sains selalu mengekspos hasil-hasil yang telah dicapai dalam penyelidikan agar dapat ditangani oleh pihak lain terbuka untuk dikritisi atau dilakukan cek ulang melalui suatu penelitian. Berbeda dengan pengetahuan orang awam yang relatif  tertutup sehingga sulit untuk dilakukan pembuktian kebenaran yang dinyatakan.
Dari adanya perbedaan tersebut nampak bahwa pemikiran orang awam ,elaloi akal sehat adalah sangan jelas kualitasnya lebih rendah dari pengatahuan saintifik. Dalam sains tidak ada kepercayaan bahwa pengetahuan itu mutlak, sebab semua pengetahuan produk dari hasil pemikiran manusia adalah bersifat relatif.
E.      Syarat-syarat Pengetahuan Saintifik
Apa yang dirasa benar oleh orang awam belum tentu benar bila dikaji melalui pengetahuan saintifik. Pengetahuan saintifik itu memerlukan syarat-syarat yang sangat ketat agar suatu pengetahuan itu nantinya bisa dan dapat disebut dengan pengetahuan saintifik.
Selanjutnya seperti halmya pertanyaan epistimologi tentang pengetahuan sains dapat dirumuskan seperti berikut, apakah syarat-syarat dari suatu pengetahuan agar dapat disebut dengan pengetahuan saintifik dapat dipaparkan senagau berikut :
1.      Metodologis
2.      Objektif
3.      Logis
4.      Sistematis
F.      Sikap dan Cara Manusia Mencapai Kebenaran
            Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan, maka bekal kemampuan meneliti sangat diperlukan. Sebab penelitian dan ilmu pengetahuan merupakan dua sisi dari satu mata uang yang tiada mungkin terpisahkan satu sama lain. Akhir-akhir ini banyak seseorang melihat ilmu hanya sebagai produk, kurang memperhatikan prosesnya(Balian,Edward,1983). Keadaan demikian terjadi pada diri manusia dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
1.      Manusia memiliki sikap skeptif
Pada dasarnya, sikap manusia yang selalu ingin tahu, atau sering disebut sikap skeptif. Sikap skeptif menusia sudah ada pada diri manusia sejak lahir. Sikap ini sering muncul pada bentuk kata tanya, dibalik kata tanya itu, pada diri manusia ingin mencari sesuatu yakni kebenaran.
2.      Pendekatan menuju kebenaran
Tanpa disadari sejak manusia purba selalu menginginkan suatu kebenaran, untuk mencapainya, dapat diterapkan dua pendekatan, yaitu: pendekatan non-ilmiah dan pendekatan ilmiah(Suryabrata, 1983).
Pendekatan non-ilmiah yang sering dijumpai antara lain:
a.       Akal sehat
Akal sehat merupakan konsep dan skema konsep, sangat membantu manusia dalam kegiatan sehari-hari, dan konsep merupakan generalisasi dari pada fakta (Kerlinger, 1987).
b.      Prasangka
Pada sisi lain suatu akibat dipengaruhi oleh barbagai penyebab. Menebak sesuatu tanpa memperhitungkan penyebabnya secara umum dan dari berbagai sudut tinjauan, hanya merupakan prasangka belaka(Kidder, 1986).
c.       Intuisi
Pada dasarnya, intuisi sering disebut “apriori” yang langkahnya kurang sistematis.
d.      Kebetulan
Manusia dalam perjalanan hidupnya sering menjumpai yang namnya kebenaran secara kebetulan, walaupuan bermanfaat, akan tetapi penemuan tersebut tidak melalui prosedur ilmiah.
e.       Mendasarkan otoritas
Pendapat berdasarkan otoritas ini sebenarnya kurang tepai, sehingga dikelpmpokkan sebagai usaha yang kurang ilmiah(Salladin, 1989).
Sedangkan untuk pendekatan ilmiah, apabila pengalaman seseorang didasarkan atas teori tertentu dapat dikatakan bahwa kebenaran tersebut berdasarkan pendekatan ilmiah. Teori itu dibangun berdasarkan langkah-langkah yang sistematis, terkontrol dan berdasarkan fakta empiris, yakni lewat penelitian ilmiah. Sedangkan hasil dari penelitian ilmiah selayaknya dapat diuji kebenarannya oleh orang atau peneliti yang lain.
Selanjutnya ada beberapa cara atau metode yang digunakan manusia dalam usaha untuk memahami gejala lam ataupun gejala sosial dalam usaha menemukan sesuatu yang dianggap benar khususnya yang melatar belakangi fenomena tersebut. Cara-cara tersebut dapat dilakukan melalui hal-hal berikut:
1.      Menemukan kebenaran melalui pengalaman.
Apa yang diamati oleh panca indra manusia, itulah yang benar walaupun mungkin berlawanan dengan fikirannya sebelum mereka mengamati. Dalam menemukan kebenaran melalui pengalaman manusia, memiliki banyak kelemahan, yaitu:
a.       Pengamatan melalui panca indra tidak selalu sesuai dengan kenyataan.
b.      Isu bisa dianggap opini.
c.       Pengalaman pribadi seseorang sering digeneralisasikan bak seseorang yang buta melaporkan mujuk seekor gajah.
2.      Menemukan kebenaran melalui kekuatan nalar
Tiga cara menemukan kebenaran melalui kekuatan nalar, yaitu:
a.       Menalar secara deduktif (oleh Aristoteles)
b.      Menalar secara induktif (oleh Francis Bacon)
c.       Menemukan kebenaran melalui penelitian (oleh Darwin)
Langkah-langkah penelitian:
(1)  Ada fenomena tertentu yang harus diteliti.
(2)  Ada masalah yang muncul dari pengamatan terhadap fenomena tersebut.
(3)  Langkah ini diikuti adanya usaha untuk mencoba menemukan identitas hubungan antara beberapa fenomena, walaupun sifatnya masih sangat tentatif (belum pasti).
(4)  Hubungan tentatif ini menstimulasi peneliti untuk merumuskan hipotesis secara lebih rinci atau lebih operasinal.
(5)  Hipotesis ini perlu diuji dan dibuktikan.
(6)  Pengujian hipotesis menghasilkan kesimpulan.
(7)  Hasil pengujian hipotesis tersebut diikuti oleh pengujian-pembuktian hipotesis, dengan tujuan untuk menyempurnakan kesimpulan.
(8)  Membuat kesimpulan yang layak dan telah mapan.
Lebih lanjut penelitian itu harus berorientasi ke penemuan adanya hubungan fungsional antara beberapa fenomena alam yang ada. Oleh sebabitu penelitian dan ilmu pengetahuan, tidak munkin keduanya dipisahkan, sebab ilmu pengetahuan itu berkembang berkat adanya penelitian. 


G.     Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dengan Penelitian

Akhir-akhir ini sering dijumpai adanya kecenderungan para sarjana melihat ilmu pengetahuan hanya sebagai produk bukan sebagai proses. Bila dikaji secara cermat sesungguhnya:
1.      Penelitian merupakan alat memproses ilmu pengetahuan, dimana alat tersebut harus berjalan dengan cepat dan berkelanjutan supaya dapat mengahasilkan produk yang cukup serta berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.      Pada hakikatnya penelitian merupakan suatu usaha untuk menjembatani dunia konsep dengn dunia empiris.

Dalam menjembatani dunia konsep dengan dunia empiris, peneliti harus memperoleh dan mencapai ilmu pengetahuan, lantaran peneliti harus memiliki kemampuan dalam hal:
a.       Menerangkan
b.      Memperoleh pengertian
c.       Meramalkan
d.      Mengontrol
Sebagaimana yang telah diungkapkan diatas bahwasannya tujuan dasar ilmu adalah teori. Sedangakan pengertian dari teori yang dimaksut bahwa:
Teori adalah seperangkat konsep (konstruk), batasan, dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan memerinci hubungan-hubungan antar variable, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala tersebut” (Kerlinger 1973).
Batasan diatas mengandung 3 hal. Pertama, sebuah teori adalah seperangkat proposisi yang terdiri atas konstruk-konstruk yang terdefinisikan dan saling berhubungan. kedua, teori menyusun antarhubungan seperangkat variable dan dengan demikian merupakan suatu pandangan sistematis mengenai fenomena-fenomena yang dideskripsikan oleh variable-variabel itu. Ketiga, suatu teori yang menjelaskan fenomena, dan penjelasan itu dianjukan dengan cara menunjuk secara rinci variable-variabel tertentu yang berkaitan dengan variable lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan

Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang selalu ingin tahu. Manusia tercipta dengan kodarat memiliki rasa keingintahuan yang lebih besar dibandingkan dengan binatang. Kemudian hal itu jugalah yang membedakan manusia dengan binatang. Disamping memiliki rasa keingintahuan yang besar, manusia juga melakukan proses yang dinamakan “berfikir”. Dalam dunia ilmu dan pengetahuan, eksistensi manusia dengan berfikir itu menjadi realita. Karena berfikir itu di anggap sebagai sumber eksistensi maka kemudian lahirlah penyelidikan sistematik tentang pola-pola dan hukum-hukum berfikir yang dipelajari oleh logika.
Dalam proses terjadinya pada dasrnya dikarenakan adanya masalah, karena pada hakikatnya manusia selalu ing tahu dan bertanya. Sedangkan pengertian sains itu sendiri ada beberapa tokoh yang member pengertian tentang sains. Salah satu diantaranya yaitu Hatta yang mendefinisikan bahawa Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun bangunannya dari dalam.
Pemikiran manusia yang berilmu tinggi dengan manusia manusia awam jelas sangat berbeda terutama dalam menghadapi dan memecahkan masalah. Manusia yang berilmu jelas lebih teliti dan berfikir untuk jangka panjang dan tidak menggunakan emosi, sedangkan manusia yang awam yang tidak faham akan ilmu pengetahuan biasanya lebih cepat dalam mengambil keputusan dalam memecahkan masalah namun tidak didasari dengan pemikiran, lebih identik dengan emosi dan ego.
Apa yang dirasa benar oleh orang awam belum tentu benar bila dikaji melalui pengetahuan saintifik. Pengetahuan saintifik itu memerlukan syarat-syarat yang sangat ketat agar suatu pengetahuan itu nantinya bisa dan dapat disebut dengan pengetahuan saintifik. Syarat-syarat tersebut diantaranya sebagai berikut:

1.      Metodologis
2.      Objektif
3.      Logis
4.      Sistematis
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan, maka bekal kemampuan meneliti sangat diperlukan. Akhir-akhir ini banyak seseorang melihat ilmu hanya sebagai produk, kurang memperhatikan prosesnya. Keadaan demikian terjadi pada diri manusia dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
a.       Manusia memiliki sikap skeptif
b.      Pendekatan menuju kebenaran

Akhir-akhir ini sering dijumpai adanya kecenderungan para sarjana melihat ilmu pengetahuan hanya sebagai produk bukan sebagai proses. Bila dikaji secara cermat sesungguhnya:
3.      Penelitian merupakan alat memproses ilmu pengetahuan, dimana alat tersebut harus berjalan dengan cepat dan berkelanjutan supaya dapat mengahasilkan produk yang cukup serta berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
4.      Pada hakikatnya penelitian merupakan suatu usaha untuk menjembatani dunia konsep dengn dunia empiris.







Daftar Pustaka
Ghoni, Djunaidi M. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Malang, Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar