BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pada adasarnya Ilmu Pengetahuan dan
Penelitian sangatlah berkaitan dan hampir tidak bisa dipisahkan, sebab ilmu
akan berkembang karena adanya penelitian. Dewasa ini kita melihat bahwa dunia
semakin maju itu juga karena adanya perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu
kita disini sebagai calon pemimpin masa depan perlu dibekali dengan ilmu-ilmu
penelitian, dengan harapan kita bisa membaca gejala-gejala alam yang ada baik
gejala dari ilmu pengetahuan alam maupun gejala dari ilmu pengetahuan sosial
dan diharapkan kita juga mampu menyelesaikan masalah dari gejala-gejala
tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini penulis mengajukan beberapa rumusan masalah yang tersusunn sebagai berikut:
a.
Bagaimanakah Eksistensi
manusia dalam Ilmu Pengetahuan?
b. Bagimanakah
Sains sebagai Proses?
c. Apa
pengertian dari Pengetahuan Ilmu (Sains)?
d. Bagaimanakah
perbedaan Sains dengan pemikiran orang awam?
e. Apa
sajakah Syarat-syatar Pengetahuan Saintifik?
f.
Bagaimanakah Sikap dan Cara
Manusia mencapai Kebenaran?
g.
Bagaimanakah Hubungan
antara Ilmu Pengetahuan dengan Penelitian?
C.
Tujuan
a.
Untuk
mengetahui bagaimana eksistensi manusia dalam ilmu pengetahuan.
b.
Untuk
mengetahui bagaimana Sains sebagi proses.
c.
Untuk
mengetahui apa pengertian dari pengetahuan Ilmu (Sains).
d.
Untuk
mengetahui perbedaan Sains dengan Pemikiran Orang Awam.
e.
Untuk
mengetahui syarat-syarat Pengetahuan Saintifik.
f.
Untuk
mengetahui sikap dan cara Manusia mencapai Kebenaran.
g.
Untuk
mengetahui bagaimana hubungan antara ilmu pengetahuan dengan penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Eksistensi
manusia dalam IlmuPengetahuan.
Didalam menghadapi ilmu,
biasanya dimulai dengan adanya sebuah pertanyaan. Mengapa ilmu atau penelitian
itu harus ada? Pertanyaan seperti ini sangatlah luas penjabarannya. Pertanyaan
ini baru akan terjawab jika manusia berperan penting dalam menyelesaikan atau
memecahkan pertanyaan itu. Ilmu atau penelitian itu hanya berasal dari manusia dan
bukan diturunkan dari yang disebut “yang absolut”. Dengan demikian
manusia bisa menyimpulkan bahwa ilmu atau penelitian berpangkal atau bersumber
dari eksistensi manusia yang pada hakikatnya memiliki sifat selalu ingin tahu. Hal
ini pula yang membedakan antara manusia dengan binatang. Binatang hanya bias
mengetahui apa yang mereka lihat secara fisik, dalam artian mereka hanya bisa
melihat wujud luarnya saja tanpa mengetahu apa yang ada didalm yang mereka
lihat tersebut. Berbeda dengan manusia, manusia selalu ingin tahu dengan apa
yang mereka lihat. Manusia ilmuan adalah manusia yang paling radikal karena
selalu ingin tahu sampai pada yang hakiki, dan berusaha menyingkirkan segala
macam rintangan yang ada, dan menurut manusia dalam ilmu dan penilitian tidak
ada dogma atau hal yang tabu untuk di ungkap.
Secara hakiki, para ahli
fikir mempunyai filsafat yang disebut “breakthrough” yang artinya selalu ingn
tahu, ingin menembus kebelakang tembok yang dihadapi. Contohnya seperti masalh
seks. Jika dalam masyarakat biasa, seks merupakan hal yang tabu untuk
dibicarakan. Namun jika hal ini dihadapkan pada para pemikir atau para
filosofis, seks tidak lagi menjadi hal yang tabu, akan tetapi menjadi hal yang
biasa untuk dibahas.
Manusia ingin tahu itupun
tidak dangkal, tidak hanya sekedar ingin tahu saja. Sebab mereka ingin
mengetahui untuk bahan persiapan lebih lanjut untuk lebih mengerti pengetahuan
yang hakiki. Disamping itu, ilmu dan penelitian berpangkal pada eksistensi
manusia yang selalu ingin bertanya. Tujuan manusia bertanya bermacam-macam.
Bukan hanya sebagai bahan lelucon atau permainan belaka. Jika dikaji lebih luas
dan mendalam apa hakikat bertanya itu, berikut akan disebutkan apa tujuan dari
bertanya tersebut. Diantaranya:
Ø Untuk menciptakan persoalan
Ø Terarah untuk memperoleh
jawaban
Ø Untuk merangsang melakukan
penalaran.
Dalam membuat pertanyaan
biasanya manusia menggunakan jenis-jenis pertanyaan sebagai berikut;
·
Where (dimana)
·
When (bilamana)
·
How (bagaimana)
·
Why (mengapa)
·
What (apa)
Disamping manusia sebagai
makhluk yang selalu ingin tahu dan bertanya maka dari itu manusia disebut
sebagai makhluk yang berfikir. Aristoteles menyebutnya sebagai “animal
rationale”. Manusia tidak hanya mengalami tapi manusia melakukan proses mental
yang namanya berfikir. Ucapan Aristoteles yang masyhur itu sampai kini masih
terkenal karena dengan berfikir itu manusia memiliki eksistensi yang spesifik
dalam dunia ini. Manusia tidak hanya sekedar berfikir tapi manusia menyadari
sejauh mana eksistensi berfikir yang dimiliki. Hal ini tidak berarti semua
tindakan manusia bersifat rasional, tetapi kadang manusia bertindak tidak
rasional. Seperti halnya ucapan Descartes yang berbunyi “cogito ergo sum,
artinya aku berfikir oleh karena itu aku ada”.
Dalam dunia ilmu dan
penelitian, eksistensi manusia berfikir itu menjadi realita. Karena berfikir
itu di anggap sebagai sumber eksistensi maka kemudian lahirlah penyelidikan
sistematik tentang pola-pola dan hokum-hukum berfikir yang dipelajari oleh
logika. Para filosof banyak yang melihat bahwa kreatifitas manusia juga lahir
dari kebebasan berfikir.
Jika dilihat dari seluruh
cakrawala pengetahuan manusia dari dulu sampai sekarang maka pengetahuan
manusia tecakup dalam tiga dunia yaitu:
1. Dunia das sien (dunia
empiris)
2. Dunia das sollen (dunia
normative)
3. Dunia metaphysic (dunia agama
atau filsafat metafisik)
Eksistensi pengetahuan
manusia yang luas sebenarnya merupakan hasil dari kegiatan budi manusia. Jika
diamati lebih dalam lagi maka pengetahuan manusia sukar dinyatakan homogen,
tetapi terdapat beberapa sifat pengetahuan yang berbeda didalamnya. Karena itu
manusia dapat malakukan pengelompokan. Para ahli filsafat mengelompokan menjadi
empat jenis yaitu:
Ø Filsafat (philosophy)
Ø Ilmu (science)
Ø Seni (art)
Ø Agama (religion)
Ilmu tak lagi memperhatikan
dari segi metafisik tapi hanya memperhatikan segi empiris. Pengaruh pandangan
yang positif dan mekanis kemudian ilmu telah diberikan makna yang sangat
positif dan akhirnya dinyatakan bahwa ilmu bukan lahir dari filsafat tetapi
ilmu adalah hasil dari penyelidikan manusia yang berkesinambungan. Tujuan sains
ada dua yaitu:
Ø Selalu menghindari
unsure-unsur yang sifatnya pribadi dan subjektif
Ø Selalu terarah kepada
deskripsi tentang fakta-fakta, hukum-hukum, dan proses yang terjadi dalam alam
ini.
B. Sains
sebagai Proses
Semenjak berkembangnya kultur
penelitian dalam dunia ilmu,sains tidak lagi menolak kepada konsep-konsep
abstrak yang ada dalam filsafat atau agama. Konsep abstrak tersebut dianggap
terlalu banyak mengandung isi yang spekulatif atau metafisik yang sulit
dibuktikan secara empiris. Ilmu kini meminta pada filsafat untuk menganalisis
dan mengkritik konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu. Kini manusia memandang
epistimoli sangat penting dalam memberikan dasar pada setiap cabang sains.
Dari aspek terjadinya sains
itu berawal dari terjadinya masalah, karena manusia pada hakikatnya selalu
ingin tahu dan selalu bertanya.Dikarenakan selalu berhadapan dengan masalah
dari yang sederhana sampai yang rumit. Metode bukanlah hanya berupa cara tetapi
cara yang telah diuji berkali-kali sehingga hasilnya diyakini paling tepat dan
hasil yang diperoleh diyakini secara optimal.
Dalam dunia sains dirasakan
manusia memiliki kemampuan yang terbatas dalam menangkap realita dan apa yang
ditangkap itu hanya sebagian kecil dari fakta atau gejala yang ada, sebab
manusia tak mampu menangkap semua fakta atau gejala yang ada dari realita. Selanjutnya
fakta yang ditangkap manusia itu tidak selalu dapat dimengerti oleh manusia,
tetapi manusia selalu menfsikan lagi apa fakta itu katena tafsiran manusia
sebagai subjek relative berbeda maka konsep itu cenderung akan berbeda terhadap
fakta.
Usaha untuk menghadapi fakta
dalam sains adalah melalui metode induksi. Fakta yang ditangkap itu kemudian
danalisis, dirinci kedalam bagian yang khusus dan sifatnya yang khusus itu
kemudian dicari persamaan atau perbedaannya dan akhirnya disintesakan. Dari
sifat yang khusus itu kemudian mencoba ditarik suatu perumusan atau
jenerilisasi seperti dengan bantuan pendekatan statistic. Didalam dunia
rasional dicoba dianalisis atau dirinci melalui pola atau hokum-hukum penalaran
yang deduktif. Kemudian dicari pernyataan-pernyataan yang dapat dibuktikan
dengan hokum logika deduktif dan apakah didalamnya juga terdapat konsistensi.
Ilmu sebagai hasil dari suatu
proses dapat dilihat dalam paparan berikut:
1. Perumusan masalah
2. Pengamatan dan deskripsi
3. Penjelasan atau eksplanasi
4. Ramalan dan control
Dengan demikian menjadi jelas
bahwa sains sebagai suatu pengetahuan yang utuh adalah merupakan hasil
penelitian dan pengetahuan yang dihasilkan itu karena system yang telah
diciptakan sebagaimana yang dipaparkan diatas. Sedangkan cirri-ciri dari
persoalan sains antara lain dapat dipahami sebagai berikut.
1. Bertalian dengan
gagasan-gagasan yang bersifat khusus, ilmu membatasi diri terhadap
persoalan-persoalan yang besar, karena persoalan yang umum akan mempersulit
penyelidikan. Sains mengarahkan diri pada persoalan yang khusus.
2. Bertalian dengan obyek yang
factual. Hal ini sebagai konsekuensi ilmu mengarahkan diri pada dunia empiris.
Dan ilmu selalu menolak pada penyelidikan
obyek yang abstrak atau metafisik.
3. Bertalian dengan proses ekploitasi.
Ilmu seara radikal mencari kejelasan terhadap fakta dan tidak mencari kejelasan
bagi subyek yang terbatas saja. Ilmu selalu mencari kejelasan untuk semua
orang.
4. Bertalian denga sikap manusia
yang skeptic. Ilmu selalu mendorong kepada orang untuk bersikap ragu-ragu dalam
menghadapi masalah karena sikap ragi tersebut sebagai langkah awal untuk
melakukan kritisasi terhadap semua hal.
Kepercayaan adalah di balik aktivitas yang telah melakukan pembuktian.
Bukan percaya terlebih dahulu melainkan harus bersikap ragu-ragu.
C. Pengertian Ilmu (sains)
Pengertian ilmu bermakna ganda, seperti apa yang terjadi dikalangan ahli
agama, filsafat, ilmuwan atau peneliti. Dari masing-masing para ahli memiliki
persepsi yang berbeda. Secara etimologi istilah ilmu berasal dari science, dan
dalam bahasa indonesia pemakaian istilah ilmu sudah jarang dipakai karena bisa diterapkan
pada ilmu hitam, ilmu klenik perdukunan dan sebagainya. Untuk menghindari
adanya salah tafsir, maka isti;ah sains diterjemahkan saja dengan sain. Dalam
yunani kuno istilah sains disebut dengan scientia yang berarti suatu
pengetahuan umum yang sifatnya empiris.
Beberapa ahli berpendapat tentang batasan/definisi sains, yaitu :
1.
Ilmu adalah
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan
masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun
bangunannya dari dalam(Hatta,1953:13).
2.
Ilmu
pengetahuan ialah suatu yang komplek atau disiplin pengetahuan tentang bidang
realita tertentu yang didasarkan pada fakta dan disusun serta dihubungkan
secara sistematik dan menurut hukum-hukum logika(Polak,1968:3).
3.
Ilmu yang
dihubungkan dengan observasi, deskripsi, klasifikasi, pengukuran, eksperimen,
generalisasi, eksplanasi, prediksi, evaluasi, dan kontrol terhadap dunia(Sills,1968:84).
Dengan demikian para ahli mendefinisikan ilmu pengetahuan berbeda-beda,
setelah abad ke-20 sains telah diberikan arti sebagai suatu pengetahuan yang
sistematik tentang suatu hubungan sebab-akibat.
D.
Perbedaan Sains dengan Pemikiran Orang Awam
Dalam realita sosial ternyata manusia akademik memiliki perilaku yang
baebeda dengan perilaku orang awam terutama dalam menghadapi masalah. Manusia
akademik dalam menghadapi masalah ingin sampai kepada bagian yang lebih dalam
sedangkan orang awam hanya cukup sampai dipermukaannya saja. Dalam kaitan
eksistensi, maka manusia akademik dan orang awam memiliki kedalam yang berbeda
terhadap penggalian dan dalam melakukan eksplorasi terhadap masalah yang
dihadapi. Dalam dunia penelitian, secara tegas dibedakan antara pengetahuan
sains dengan pengetahuan akal sehat (common sense). Adapun perbedaan yang
disebut sebagai berikut :
1.
Ilmuwan selalu
memakai konsep atau teori secara cermat dalam menghadapi masalah, juga
melakukan tes empiris terhadap fenomena yang menimbulkan masalah itu serta
mempersoalkan konssistensi pengetahuan yang telah dikenalnya terhadap fenomena.
Sedang orang awam memakai konsep atau
teori yang tidak cukup cermat dan tidak korektif, cepat sekali mereduksi
konsep-konsep yang dimiliki terutama dalam menghadapi semua bentuk fenomena.
2.
Ilmuwan selalu
melakukan tes empiris mengenai teori ataupun hipotesis yang dijumpai,
sebaliknya bagi orang awam melakukan tes atau koreksi terhadap fenomena yang
diseleksi, yang disenangi, dan yang menarik, dan mereka selalu diikuti emosi
terutama dalam melakukan tes empiris.
3.
Ilmuwan
mencoba melakukan ricek, kontrol, terhadap penjelasan-penjelasan yang ada, yang
pernah dibuatnya, sedangkan orang awam tak mampu melakukan cek dan ricek,
kontrol yang cermat terhadap penjelasan yang telah dibuatnya atau diucapkannya.
Orang awam sering kali melakukan penjelasan yang bersifat analogis.
4.
Ilmuwan pada
umunya asik dengan fenomena atau sasaran yang dihadapi, tapi orabg awam sibuk
dengan akal sehatnya sendiri.
5.
Ilmuwan akan
menyingkirkan terlebih dahulu konsep atau penjelasan yang metafisik dari
penalaran atau penjelasan yang dibuat sebab bertentangan dengan sifat dunia
empiris sedangkan orang awam dia selalu digeluti dengan pengetahuan empiris
yang terdiri dari penjelasan-penjelasan metafisik.
Ciri-ciri yang
mudah dikenal untuk membedakan sains dengan hasil pemikiran orang awam, sebagai
berikut :
a.
Sains selalu
terarah untuk membuat generalisasi terhadap sifat-sifat fakta yang dijumpai dan
juga melakukan tes secara kritis terhadap apa yang telah dibuat dalam
penjelasannya. Sedangkan orang awam hanya mampu melakukan generalisasi secara
manasuka dan tidak melakukan tes secara kritis terhadap penjelasan yang
dibuatnya.
b.
Sains selalu sadar terhadap berlakunya
batas-batas validitas atau besar kecilnya validitas. Secara umum orang awam
lebih cenderung untuk melakukan deduksi secara acak atau random terhadap fakta
atau fenomena yang dihadapi.
c.
Sains selalu
terarah kepada pembuatan eksplanasi yang sistematik, serta membuat susunan
pengetahuan dalam hubungannya yang logis serta mencari konsistensi antar
pengetahuan yang ada. Sedangkan penjelasan orang awam pada umumnya tidak
sistematis atau tidak konsisten karena isi dari penjelasannya saling
bertentangan.
d.
Sains memiliki
teori yang cenderung tidak bertahan lama karena selalu mencari ketepatan, dan
juga selalu membuka diri untuk pengujian kembali serta meninjau kembali.
e.
Sains selalu
melakukan percobaan untuk menemukan teori baru, sehingga sifat sains adalah
inventif, dan sebaliknya tidak merisaukan pengetahuan yang terlalu bersifat
pragmatis. Sains memakai istilah abstrak tetapi tidak lepas dari dunia empiris,
dan sains melakukan generalisasi sehingga kemungkinan bagi sains mampu mencakup
berbagai macam ragam gejala dalam eksistensi yang luas. Sedangkan orang awam
selalu bertalian dengan hal-hal kepentingan yang bersifat praktis.
f.
Sains selalu
mengekspos hasil-hasil yang telah dicapai dalam penyelidikan agar dapat
ditangani oleh pihak lain terbuka untuk dikritisi atau dilakukan cek ulang
melalui suatu penelitian. Berbeda dengan pengetahuan orang awam yang
relatif tertutup sehingga sulit untuk
dilakukan pembuktian kebenaran yang dinyatakan.
Dari adanya perbedaan tersebut nampak bahwa pemikiran orang awam ,elaloi
akal sehat adalah sangan jelas kualitasnya lebih rendah dari pengatahuan
saintifik. Dalam sains tidak ada kepercayaan bahwa pengetahuan itu mutlak,
sebab semua pengetahuan produk dari hasil pemikiran manusia adalah bersifat
relatif.
E.
Syarat-syarat Pengetahuan Saintifik
Apa yang dirasa benar oleh orang awam belum tentu benar bila dikaji
melalui pengetahuan saintifik. Pengetahuan saintifik itu memerlukan
syarat-syarat yang sangat ketat agar suatu pengetahuan itu nantinya bisa dan
dapat disebut dengan pengetahuan saintifik.
Selanjutnya seperti halmya pertanyaan epistimologi tentang pengetahuan
sains dapat dirumuskan seperti berikut, apakah syarat-syarat dari suatu
pengetahuan agar dapat disebut dengan pengetahuan saintifik dapat dipaparkan
senagau berikut :
1.
Metodologis
2.
Objektif
3.
Logis
4.
Sistematis
F.
Sikap dan Cara Manusia Mencapai Kebenaran
Dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan, maka bekal kemampuan meneliti sangat
diperlukan. Sebab penelitian dan ilmu pengetahuan merupakan dua sisi dari satu
mata uang yang tiada mungkin terpisahkan satu sama lain. Akhir-akhir ini banyak
seseorang melihat ilmu hanya sebagai produk, kurang memperhatikan
prosesnya(Balian,Edward,1983). Keadaan demikian terjadi pada diri manusia
dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
1.
Manusia
memiliki sikap skeptif
Pada dasarnya, sikap manusia yang selalu ingin tahu, atau sering disebut
sikap skeptif. Sikap skeptif menusia sudah ada pada diri manusia sejak lahir.
Sikap ini sering muncul pada bentuk kata tanya, dibalik kata tanya itu, pada
diri manusia ingin mencari sesuatu yakni kebenaran.
2.
Pendekatan
menuju kebenaran
Tanpa disadari sejak manusia purba selalu menginginkan suatu kebenaran,
untuk mencapainya, dapat diterapkan dua pendekatan, yaitu: pendekatan
non-ilmiah dan pendekatan ilmiah(Suryabrata, 1983).
Pendekatan non-ilmiah yang sering dijumpai antara lain:
a.
Akal sehat
Akal sehat
merupakan konsep dan skema konsep, sangat membantu manusia dalam kegiatan sehari-hari,
dan konsep merupakan generalisasi dari pada fakta (Kerlinger, 1987).
b.
Prasangka
Pada sisi lain
suatu akibat dipengaruhi oleh barbagai penyebab. Menebak sesuatu tanpa
memperhitungkan penyebabnya secara umum dan dari berbagai sudut tinjauan, hanya
merupakan prasangka belaka(Kidder, 1986).
c.
Intuisi
Pada dasarnya,
intuisi sering disebut “apriori” yang langkahnya kurang sistematis.
d.
Kebetulan
Manusia dalam
perjalanan hidupnya sering menjumpai yang namnya kebenaran secara kebetulan,
walaupuan bermanfaat, akan tetapi penemuan tersebut tidak melalui prosedur
ilmiah.
e.
Mendasarkan
otoritas
Pendapat berdasarkan otoritas ini sebenarnya
kurang tepai, sehingga dikelpmpokkan sebagai usaha yang kurang ilmiah(Salladin,
1989).
Sedangkan untuk pendekatan ilmiah, apabila pengalaman seseorang
didasarkan atas teori tertentu dapat dikatakan bahwa kebenaran tersebut
berdasarkan pendekatan ilmiah. Teori itu dibangun berdasarkan langkah-langkah
yang sistematis, terkontrol dan berdasarkan fakta empiris, yakni lewat
penelitian ilmiah. Sedangkan hasil dari penelitian ilmiah selayaknya dapat
diuji kebenarannya oleh orang atau peneliti yang lain.
Selanjutnya ada beberapa cara atau metode yang digunakan manusia dalam
usaha untuk memahami gejala lam ataupun gejala sosial dalam usaha menemukan
sesuatu yang dianggap benar khususnya yang melatar belakangi fenomena tersebut.
Cara-cara tersebut dapat dilakukan melalui hal-hal berikut:
1.
Menemukan
kebenaran melalui pengalaman.
Apa yang diamati oleh panca indra manusia, itulah yang benar walaupun
mungkin berlawanan dengan fikirannya sebelum mereka mengamati. Dalam menemukan
kebenaran melalui pengalaman manusia, memiliki banyak kelemahan, yaitu:
a.
Pengamatan
melalui panca indra tidak selalu sesuai dengan kenyataan.
b.
Isu bisa
dianggap opini.
c.
Pengalaman
pribadi seseorang sering digeneralisasikan bak seseorang yang buta
melaporkan mujuk seekor gajah.
2.
Menemukan
kebenaran melalui kekuatan nalar
Tiga cara menemukan kebenaran melalui kekuatan nalar, yaitu:
a.
Menalar secara
deduktif (oleh Aristoteles)
b.
Menalar secara
induktif (oleh Francis Bacon)
c.
Menemukan
kebenaran melalui penelitian (oleh Darwin)
Langkah-langkah
penelitian:
(1) Ada fenomena tertentu yang harus diteliti.
(2) Ada masalah yang muncul dari pengamatan terhadap fenomena tersebut.
(3) Langkah ini diikuti adanya usaha untuk mencoba menemukan identitas
hubungan antara beberapa fenomena, walaupun sifatnya masih sangat tentatif
(belum pasti).
(4) Hubungan tentatif ini menstimulasi peneliti untuk merumuskan hipotesis
secara lebih rinci atau lebih operasinal.
(5) Hipotesis ini perlu diuji dan dibuktikan.
(6) Pengujian hipotesis menghasilkan kesimpulan.
(7) Hasil pengujian hipotesis tersebut diikuti oleh pengujian-pembuktian
hipotesis, dengan tujuan untuk menyempurnakan kesimpulan.
(8) Membuat kesimpulan yang layak dan telah mapan.
Lebih lanjut
penelitian itu harus berorientasi ke penemuan adanya hubungan fungsional antara
beberapa fenomena alam yang ada. Oleh sebabitu penelitian dan ilmu pengetahuan,
tidak munkin keduanya dipisahkan, sebab ilmu pengetahuan itu berkembang berkat
adanya penelitian.
G.
Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dengan Penelitian
Akhir-akhir
ini sering dijumpai adanya kecenderungan para sarjana melihat ilmu pengetahuan
hanya sebagai produk bukan sebagai proses. Bila dikaji secara cermat
sesungguhnya:
1.
Penelitian
merupakan alat memproses ilmu pengetahuan, dimana alat tersebut harus berjalan
dengan cepat dan berkelanjutan supaya dapat mengahasilkan produk yang cukup
serta berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.
Pada
hakikatnya penelitian merupakan suatu usaha untuk menjembatani dunia konsep
dengn dunia empiris.
Dalam
menjembatani dunia konsep dengan dunia empiris, peneliti harus memperoleh dan
mencapai ilmu pengetahuan, lantaran peneliti harus memiliki kemampuan dalam
hal:
a.
Menerangkan
b.
Memperoleh
pengertian
c.
Meramalkan
d.
Mengontrol
Sebagaimana yang telah diungkapkan diatas bahwasannya tujuan dasar ilmu
adalah teori. Sedangakan pengertian dari teori yang dimaksut bahwa:
“Teori adalah seperangkat konsep (konstruk), batasan, dan proposisi
yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan memerinci
hubungan-hubungan antar variable, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan
gejala tersebut” (Kerlinger 1973).
Batasan diatas mengandung 3 hal. Pertama, sebuah teori adalah
seperangkat proposisi yang terdiri atas konstruk-konstruk yang terdefinisikan
dan saling berhubungan. kedua, teori menyusun antarhubungan
seperangkat variable dan dengan demikian merupakan suatu pandangan sistematis
mengenai fenomena-fenomena yang dideskripsikan oleh variable-variabel itu. Ketiga,
suatu teori yang menjelaskan fenomena, dan penjelasan itu dianjukan dengan cara
menunjuk secara rinci variable-variabel tertentu yang berkaitan dengan variable
lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya manusia
merupakan makhluk yang selalu ingin tahu. Manusia tercipta dengan kodarat
memiliki rasa keingintahuan yang lebih besar dibandingkan dengan binatang.
Kemudian hal itu jugalah yang membedakan manusia dengan binatang. Disamping
memiliki rasa keingintahuan yang besar, manusia juga melakukan proses yang
dinamakan “berfikir”. Dalam dunia ilmu dan pengetahuan, eksistensi manusia
dengan berfikir itu menjadi realita. Karena berfikir itu di anggap sebagai
sumber eksistensi maka kemudian lahirlah penyelidikan sistematik tentang
pola-pola dan hukum-hukum berfikir yang dipelajari oleh logika.
Dalam proses terjadinya pada
dasrnya dikarenakan adanya masalah, karena pada hakikatnya manusia selalu ing
tahu dan bertanya. Sedangkan pengertian sains itu sendiri ada beberapa tokoh
yang member pengertian tentang sains. Salah satu diantaranya yaitu Hatta yang
mendefinisikan bahawa Ilmu
adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu
golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari
luar maupun bangunannya dari dalam.
Pemikiran manusia yang berilmu tinggi dengan manusia manusia awam jelas
sangat berbeda terutama dalam menghadapi dan memecahkan masalah. Manusia yang
berilmu jelas lebih teliti dan berfikir untuk jangka panjang dan tidak
menggunakan emosi, sedangkan manusia yang awam yang tidak faham akan ilmu
pengetahuan biasanya lebih cepat dalam mengambil keputusan dalam memecahkan
masalah namun tidak didasari dengan pemikiran, lebih identik dengan emosi dan
ego.
Apa yang dirasa benar oleh orang awam belum tentu benar bila dikaji
melalui pengetahuan saintifik. Pengetahuan saintifik itu memerlukan
syarat-syarat yang sangat ketat agar suatu pengetahuan itu nantinya bisa dan
dapat disebut dengan pengetahuan saintifik. Syarat-syarat tersebut diantaranya
sebagai berikut:
1.
Metodologis
2.
Objektif
3.
Logis
4.
Sistematis
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan, maka bekal kemampuan
meneliti sangat diperlukan.
Akhir-akhir ini banyak seseorang
melihat ilmu hanya sebagai produk, kurang memperhatikan prosesnya. Keadaan
demikian terjadi pada diri manusia dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
a.
Manusia
memiliki sikap skeptif
b.
Pendekatan menuju kebenaran
Akhir-akhir
ini sering dijumpai adanya kecenderungan para sarjana melihat ilmu pengetahuan
hanya sebagai produk bukan sebagai proses. Bila dikaji secara cermat
sesungguhnya:
3.
Penelitian
merupakan alat memproses ilmu pengetahuan, dimana alat tersebut harus berjalan
dengan cepat dan berkelanjutan supaya dapat mengahasilkan produk yang cukup
serta berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
4.
Pada
hakikatnya penelitian merupakan suatu usaha untuk menjembatani dunia konsep
dengn dunia empiris.
Daftar Pustaka
Ghoni,
Djunaidi M. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Malang, Fakultas
Tarbiyah Universitas Islam Negeri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar