Jumat, 26 April 2013

ALIRAN JABARIYAH




     BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Kata jabariyah berasal dari kata jabara ayang berarti memaksa.di dalam al munjid, dijaelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan sesuatu.kalau di katakan,Allah mempunyai sifat al- jabar(dalam bentuk mubalaghoh).itu artinya Allah Maha Memaksa.ungkapan al insan majbur(bentuk isim maf’ul)mempunyai arti bahwa manusia memaksa atau terpaksa.selanjutnya,kata jabara(bentuk pertama).setelah di tarik menjadi jabariyah(dengan menambah ya’ nisbat)memiliki arti satu kelompok atau aliran(isme).lebih lanjut asy-syahratsan menegaskan bahwa aliran al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia yang berarti yang sesungguhnya dan menyadarkannya kepada Allah.dengan kata lain mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.
Kemunculan persoalan dalam masalah kalam adalah dipicu dari persoalan dalam bidang politik, yang menyangkut pembunuhan Utsman Bin ‘Affan ra. yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas kekholifahan Ali Bin Abi Thalib ra. Mu’awiyah yang saat itu menjadi gubernur Damaskus, tidak mau berbaiat terhadap kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib ra. Malahan Ia menuntut kepada Ali agar para pembunuh Utsman dihukum, bahkan ia menuduh bahwa Ali terlibat dalam pembunuhan Utsman.
Ketegangan antara Ali dan Mu’awiyah ini memicu terjadinya perang siffin yang berakhir pada keputusan tahkim. Yang akhirnya tahkim itu diterima pihak Ali, setelah sebelumnya Ali menolaknya. Karena desakan para pengikutnya, Ali pun akhirnya menerimanyaDalam peristiwa tahkim itu, Ali dan para pengikutnya merasa ditipu dan dibodohi. Akhirnya Mu’awiyah lah yang menjabat menjadi kholifah. Namun Ali dan para pengikutnya tidak menerima atas kekholifahan Mu’awiyah. Akhirnya terjadi pertikaian dan kekacauan lagi, yang menyebabkan Ali terbunuh.
Dari peristiwa tersebut, timbullah aliran-aliran yang bermacam-macam, yang memiliki pandangan berbeda-beda dalam menilai Ali dan Mu’awiah serta para pengikutnya. Ada yang memandang bahwa semua yang terlibat tahkim itu kafir, ada yang menganggap bahwa mereka tetap mukmin, dan lain-lain.
Paham jabariyah ini pertama kali diperkenalkan oleh ja’ad bin dirham kemudian disebarkan oleh jahm bin shofwan dari khurasan.dalam sejarah teologi islam,jahm tercatat sebagai tokoh yang mensirikan aliran jahmiyah dalam kalangan mur’ah.dia adalah sekretaris suri’ah bin al haris yang selalu menemaninya dalan setiap gerakan melawan kekuasaan bani Umayah.namun dalam perkembangannya,faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh yang lainnnya diantaranya adalah al-husain bin Muhammad An-najjar dan ja’d bin dirrar.
 Mengenai kemunculan faham al-jabar ini,para ahli sjarah pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa arab.diantara para ahli yang dio maksud aadlaah Muhammad amin.ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahar memberikan pengaruh besar kepada cara hidup mereka.ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah memunculakan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut harun nasution bahwa dalam situasi semikian,masyarakat tidak dapat melihat jalan untuk merubah keadaan sekeliling mereka sesuai keinginan mereka sendiri.mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup.akhirnya,mereka banyak bergantung ada kehendak alam.hal ini membawa mereka kepada sikap fitalisme.

B. rumusan masalah   
1.      Bagaimana munculnya aliran jabariyah?
2.      Ada berapakah Kelompok dan faham jabariyah?
3.      Siapakah tokoh-tokoh jabariyah?
4.      Apa doktrin-doktrin jabariyah?















BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemunculan Jabariyah
Secara sosiologis, Masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham Jabariyah. Bangsa Arab yang pada waktu itu bersifat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir, dengan panasnya yang terik serta tanahnya yang gundul. Dalam dunia yang demikian mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri[1]. Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak tergantung pada kehendak natur. Hal ini membawa mereka pada faham fatalisme. Disamping itu, dalam bukunya Ilmu Kalam,Thaib Thahir mengungkapkan bahwa faham ini disebabkan karena disebabkan kuanya iman terhadap qudrat dan iradat Allah ditambah pula dengan sifat wahdaniyah-Nya itulah yang mendorongnya kepada faham Jabariyah.
Aliran ini muncul ketika masa Bani Umayyah. Pemimpin pertama dari aliran jabariyah ini adalah Jaham bin sofwan. Karena itu faham ini kadang-kadang disebut Al-jahamiyah. Meskipun jaham yang banyak berperan dalam menyebarkan faham ini, tetapi Aliran ini untuk pertama kali dalam sejarah teologi Islam ditonjolkan oleh al-Jad bin Dirham. Aliran Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya aliran Qadariyah, dan tampaknya merupakan reaksi dari padanya. Daerah tempat timbulnya pun tidak berjauhan. Aliran jabariyah timbul di Khurasan Persia sedangkan Qadariyah timbul di Iraq [2].
B. Benih-benih timbulnya jabariyah
A. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabat yang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan. Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-yat Allah yang berkenaan dengan taqdir.
B. Khalifah Umar Bin Khathab pertnah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri. Ketika diintrogasi, pencuri itu berkata, “Tuhan telah menentukan/menaqdirkan saya untuk mencuri”. Mendengar ucapan itu Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada Allah SWT. oleh karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangn karena mencuri. Kedua, hukuman dera karena menggunakan dalil Taqdir Allah SWT, dengan penafsiran yang menyesatkan.
C. Khalifah Ali Bin Abi Thalib seusai perang shiffin ditanya oleh seorang tua mengenai Qodar (ketentuan) Allah SWT dalam kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang tua itu bertanya, “Bila perjalanan menuju perang shiffin itu terjadi dengan Qadha dan Qadar Allah SWT, tidak ada pahala sebagai balasannya”. Ali menjelaskan bahwa Qadha dan Qadar bukanlah paksaan Allah SWT. Ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia. Sekiranya Qadha dan Qadar itu merupakan paksaan, batallah pahala dan siksa, gugurlah makna janji dan ancaman Allah SWT, serta tidak ada celaan Allah atas pelaku dosa dan pujian-Nya bagi orang-orang yang bertaqwa (berakhlak mulia).
D. Pada pemerintahan Daulah Bani Umayyah, pandangan tentang al-jabar semakin mencuat ke permukaan. Abdullah Bin Abbas, melalui suratnya, memberikan reaksi keras kepada penduduk Syiria yang diduga berfaham Jabariyah.
Paparan di atas menjelaskan bahwa bibit faham al-jabar telah muncul sejak awal periode Islam. Namun, al-jabar sebagai suatu pola fikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan, baru terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, yakni oleh kedua tokoh yang telah disebutkan di atas.
Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermadzhab Qurra dan agama Keristen bermadzhab Yacobit. Namun, tanpa pengaruh asing itu, faham al-jabarakan muncul juga di kalangan umat Islam. Di dalam Al-Qu’an sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan faham-faham ini (jabariyah), misalnya:
öqs9ur $oY¯Rr& !$uZø9¨tR ãNÍköŽs9Î) spx6Í´¯»n=yJø9$# ÞOßgyJ¯=x.ur 4tAöqpRùQ$# $tR÷Ž|³ymur öNÍköŽn=tã ¨@ä. &äóÓx« Wxç6è% $¨B (#qçR%x. (#þqãZÏB÷sãÏ9 HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# £`Å3»s9ur öNèduŽsYò2r& tbqè=ygøgs
 Kalau sekiranya kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang Telah mati berbicara dengan mereka dan kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka[498], niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.(al an’ am 111)’

ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès?
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (Ash-Shaffat:96)

öNn=sù öNèdqè=çFø)s?  ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |MøtBu øŒÎ) |MøtBu  ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4 uÍ?ö7ãŠÏ9ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt/ $·Z|¡ym 4 žcÎ) ©!$# ììÏJy ÒOŠÎ=tæ ÇÊÐÈ

“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (Al-Anfaal: 17)
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJÅ3ym ÇÌÉÈ

“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Al-Insan: 30)


Ayat-ayat tersebut terkesan membawa seseorang pada alam pikiran Jabariyah. Mungkin inilah yang menyebabkan pola fikir Jabariyah masih tetap ada di kalangan umat Islam hingga kini, walau anjurannya telah tiada.
Jaham lah yang pertama kali mengatakan bahwa manusia dalam keadaan terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan sedikit juapun untuk bertindak dalam mengerjakan sesuatu. Allah lah yang menentukan sesuatu itu kepada seseorang, apa yang akan dikerjakannya, baik dikehendaki oleh manusia itu sendiri maupun tidak. Jadi Allah lah yang memperbuat segala pekerjaan manusia [3]


C. Kelompok dan Faham Jabariyah
Tampaknya setiap aliran memilki faham yang mereka anut dan mereka jalankan sesuai dengan keyakinan mereka. Meskipun sebuah aliran sudah tidak ada, namun faham-faham aliran tersebut masih terus bergulir saling mempengaruhi dari generasi ke generasi. Meskipun secara jelas aliran jabariyah ini sudah hampir tidak dijumpai lagi, namun faham-fahamnya masih ada. Sejalan dengan faham jabariyah ini adalah faham Fatalism. Disamping itu juga ada beberapa golongan yang memilki pemahaman yang serupa dengan jabariyah, dan dalam jabariyah itu sendiri terbagi menjadi kelompok.
1.Kelompok moderat
Faham moderat ini dipelopori dan di bawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al- Najjar Nama lengkapnya adalah Husain Bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H). Para pengikutnya disebut dengan An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Kata al-Najar, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia baik perbuatan baik maupun perbuataan jahat. Meski demikian manusia memilki andil dalam perbuatan-perbuatannya. Tenaga yang diciptakan-Nya memilki efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dan inilah yang disebut usaha, kasb atau acquition. Senada dengan faham ini adalah fahamnya Dirar Ibn ‘Amr ia mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan manusia pada hakekatnya diciptakan Tuhan, dan diperoleh (acquired, iktasaba) pada hakekatnya oleh manusia.
Dalam faham yang dibawa Dirar dan al-Najjar ini manusia tidak lagi merupakan wayang yang digerakan oleh dalang. Manusia telah mempunya bagian dalam perwujudan perbuatan-perbuatannya. Menurut faham ini, manusia dan Tuhan bekerjasama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia semata-mata tidak dipaksa dalam dalam melakukan perbuatan-perbuatannya. Faham kasb yang dibawa Dirar dan al-Najjar merupakan faham penengah dari faham Qadariyah yang dibawa Ma’bad serta Ghailan dan faham Jabariyah yang dibawa oleh Jahm.
2. Kelompok ekstrem
Faham ekstrem ini lah yang dibawa oleh jahm bin shafwan,  Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham Bin Shafwan. Ia berasal dari Khurasan, ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator), ia menjabat sebagai sekretaris Haris Bin Surais. Seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayyah di Khurasan. Ia ditawan lalu dibunuh secara politis tanpa kaitannya dengan agama.
Jahm bin shafwan selain penggerak gerakan jabariyah, juga seorang pemimpin yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala tidak mempunyai sifat-sifat menurut Jahm, Tuhan hanya memilki Zat saja. Jahm berkata tidak layak tuhan itu disipati oleh sifat-sifat yang dipakai untuk mensifati makhluknya. Kaum jabariyah ekstrem ini berpendapat bahwa manusia tidak memilki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Nama Jabariyah sendiripun diambil dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa. Memang dalam aliran ini terdapat faham yang memandang bahwa manusia dalam mengerjakan perbuatanya terpaksa (majbur) dalam istilah Inggris faham ini disebut faham fatalism atau predenstination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh kada dan kadar Allah.
Menurut Jahm manusia tidak memilki kekuasaan untuk berbuat apa-apa; manusia tidak mempunyai daya, tidak memilki kehendak sendiri dan tidak mempunyai kekuasaan serta tidak memilki pilihan. Manusia dalam perbuatan-perbuatannya adalah dipaksa dengan dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.Perbuatan-perbuatan diciptakan tuhan dalam diri manusia, tak obahnya dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati. Oleh karena itu manusia berbua bukan dalam arti sebenarnya, tetapi dalam artimajazi atau kiasantak obahnya sebagaimana disebut air mengalir, batu bergerak, maahari terbit dan sebaginya. Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya termasuk didalamnya perbuatan-perbuatan seperti menegrjakan kewajiban, menerima pahala dan menerima siksaan [4].
Menurut faham ekstrem ini, segala perbuatan manusia tidak merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Kalau seorang mencuri, umpamanya, maka perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena kada dan kadar Tuhan menghendaki yang demikian. Dengan kata kasarnya, ia mencuri bukanlah kehendaknya sendiri, tetapi Tuhan lah yang memaksa ia mencuri. Manusia, dalam faham ini hanya merupakan wayang yang digerkan oleh sang dalang. Sebagaimana manusia digerakan oleh Tuhannya. Tanpa gerak dari Tuhan manusia tidak bisa berbuat apa-apa [5]
D. Pertanyaan-Pertanyaan kepada Jabariyah dan Jawabannya
Dalam dialektika keilmuan, beradu argument dalam rangka mempertahankan pendapat dan membuka diri untuk dapat dikritik merupaka sebuah tradisi. Mereka tidak menutup diri dari kritik, hanya yang belum berpendirian teguhlah yang belum berani terbuka. Hal ini dibuktikan mislanya pada tradisi dialektika masa filsuf yunani. Disamping itu pula dalam dunia teologi Islam, saling serang menyerang argument adalah hal yang biasa. Di bawah ini ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepada Jabariyah dan bagaimana mereka menjawabnya.
Sebelum memualai pada pertanyaan dan jawaban mereka, alangkah lebih baik diketahui terlebih dahulu bagaimana jalan pikiran Jabariyah dalam soal-soal keimanan lainnya. Di bawah ini akan diuraikan alam pikiran Jabariyah:
1.      Apa yang diperbuat itu adalah atas qudrat dan iradat Allah semata, tanpa campur tangan manusia sedikitpun. Tetapi dengan faham ini tidak berarti bahwa Jabariyah menganggap semua kewajiban-kewajiban yang diperintahkan Allah itu sia-sia saja, dan juga mereka tidak menganggap bahwa balasan-balasan Tuhan atas kejahatan manusia itu sebagai kezhaliman.
2.      Ahli Jabariyah tidak mendustakan utusan-utusan Allah dan tidak juga membebaskan diri dari semua larangan-larangan Allah. Dari sini teranglah bahwa Jabariyah tidak sama dengan kaum Musyrikin yang menentang kewajiban dan larangan Allah dengan menggunakan alasan: jika Allah tidak menghendaki kami menjadi kaum Musyrikin, niscaya tidak akan menjadi orang Musyrikin.
Setelah mengetahui alur pikiaran, maka timbullah beberapa pertanyaan yang ditujukan pada mereka diantaranya: Kalau pedapat ahli Jabariyah seperti yang disebutkan diatas, maka apakah artinya Tuhan mengutus Rasulnya dan menurunkan Qur’an yang penuh dengan perintah, larangan, janji dan ancaman? Tidaklah itu menajadi sia-sia belaka? Jabariyah menjawab semuanya itu tidak sia-sia, karena semuanya itu pun untuk menjalankan qadar Allah juga terhadap orang-orang yang ta’at dan orang-orang yang maksiat. Keadaan itu tidak bedanya dengan Tuhan menurunkan hujan. Jika hujan itu jatuh di atas tanahyang subur tentu akan menyuburkan dan akan menumbuhkan macam-macam tumbuhan atas izin dan kekuasaan Allah SWT. Sedangkan sebagian hujan yang lain jatuh di atas tanah yang tandus karena sudah ditakdirkan Allah demikian.
Demikian pula Allah menerbitkan matahari, yang dengan sinarnya berpencerlah faedah dan kemanfaatan yang tidak erbilang banyaknyabagi kehidupan manusia dan langsungnya hidup alam fana ini. Tidak bedanya dengan hal itu Allah menurunkan kitab-kitab dan mengutus Rasul-rasul Nya yang dipilih dari hamba-hamba Nya, bagaikan hujan dan matahari yang penuh dengan rahmat dan hikmah. Bilamana hikmah dan pengajaran Rasul-rasul Nya itu kebetulan sampai kepada oarng yang hatinya telah dibukakan Allah untuk menerimanya niscaya segeralah ia menangkap dan menerima ajaran-ajaran yang mengandung hikmah itu.
Sebaliknya bila ajaran-ajaran itu jatuh kepada orang-orang yang memang hatinya tidak bersedia menerimanya, sudah tentu ia tidak akan suka menerimanaya, malahan ia lari dan benci terhadap ajaran-ajaran yang amat tinggi nilainya itu. Sedangkan dakwah itu seolah-olah suatu kewajiban yang ditaklif (diwajibkan), tetapi pada hakekatnya merupakan merupakan kewajiban untuk membuktikan ketaatan mereka yang sangat taat, dan perintah Tuhan bagi orang-orang maksiat itu, adalah sebagi perintah memperolok-olok saja, atau untuk menjadi bukti akan kelalaian dan pembangkangan mereka.
Allah mengutus para Rasul untuk menyampaikan dakwah perintah-perintah Tuhan, kepada seluruh manusia. Dengan begitu maka mereka tidak ada alasan untuk mengingkari adanya kewajiabn - kewajiban itu. Kalu kitab-kitab itu tidak diturunkan Allah dan Allah tidak mengutus utusan yang menyampaikan dakwah itu, mungkin timbul perdebatan kalau seandainya kami menerima menerima ajaran-ajaran itu, tentu kami akan iman dan akan lebih sempurna iman kami dari pada mereka yang sudah beriman sekarang.
Demikianlah, maka dengan telah diturunkannya kitab-kitab Allah dan diutusnya Rasul-rasul itu, akan ternyata kelak bahwa merek melakuakan kejahatn dan tidak suka tunduk kepada ajaran Rasul –rasul itu harus memilki konsekwensi atas perbuatannya sendiri dan tidak akan melemparkan pertanggung jawaban itu kepada Rabb al-Alamin.
Seperti di atas juga telah disebutkan bahwa orang tidak perlu memperkatakan mengapa si A dijadikan baik sedang si C dijadikan jelek, atau mengapa si B menjadi orang yang sedang-sedang. Sebab persoalan ini merupakan persoalan yang berputar bagaikan lingkaran yang tiada berujung dan berpangkal. Sebab walaupun pekerjaan itu baik toh masih akan ditanya juga sebab mengapa diperbuat baik, tidak diperbuat yang jelek saja. Allah SWT Tuhan semesta alam pencipta dan pengatur alam, lebih baik berhak untuk mengerjakan dan menunjukan kekuasaan Nya di alam yang luas ini menurutkehendak dan kemauan Nya. Hal itu sesuai dengan firman Allah :
šš/uur ß,è=øƒs $tB âä!$t±o â$tFøƒsur 3 $tB šc%Ÿ2 ãNßgs9 äouŽzÏƒø:$# 4 z`»ysö6ß «!$# 4n?»yès?ur $£Jtã tbqà2ÎŽô³ç ÇÏÑÈ
68.  Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dia kehendaki dan memilihnya. sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka[bila Allah Telah menentukan sesuatu, Maka manusia tidak dapat memilih yang lain lagi dan harus menaati dan menerima apa yang Telah ditetapkan Allah.]. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).
Manusia tidak berhak untuk menyanggah apa yang telah ditentukan dan ditetapkan serta diperbuat Allah, tetapi Allah berhak menuntut dan mengadili apa yang diperbuat oleh manusia. Sebab akal manusia tidak akan sanggup mencapai ilmu Allah, dan hanya Allah lah Yang Maha Mengetahui hikmah-hikmah yang lebih dalam tentang apa-apa yang dijadikan Nya. Demikianlah, semua yang telah diuraikan di atas, adalah uraian singkat tentang sekelumit Jabariyah[6].
E.TOKOH DAN DOKTRIN-DOKTRIN JABARIYAH
Menurut Asy-Syahratani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kelompok ekstrim dan moderat. Di antara dokrin Jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauan sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Misalnya kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi karena kehendak sendiri, tetapi timbul karena qadha dan qadar Allah SWT yang menghendaki demikian. Di antara pemuka Jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:
A.Jahm
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham Bin Shafwan. Ia berasal dari Khurasan, ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator), ia menjabat sebagai sekretaris Haris Bin Surais. Seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayyah di Khurasan. Ia ditawan lalu dibunuh secara politis tanpa kaitannya dengan agama.
Sebagai penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm yang tersebar ke berbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk.
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan dengan teologi adalah sebagai berikut:
1. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Allah, meniadakan sifat Allah (nahyu as-sifat), dan melihat Allah di akhirat.
2. Surga dan neraka itu tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Allah SWT.
3. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman yang dimajukan oleh kaum Murji’ah.
4. Al-Qur’an adalah Makhluk. Allah Mahasuci dari segala sifat dan keserupaan seperti berbicara, mendengar, dan melihat. Begitu juga Allah tidak dapat dilihat dengan indera mata di Akhirat kelak.
Dengan demikian, dalam beberapa hal, pendapat Jahm hampir sama dengan aliran Murji’ah, Mu’tazilah, dan Asy’ariyah. Itulah sebabnya para pengkeritik dan sejarawan menyebutkan dengan Al-Mu’tazili, Al-Murji’i, dan Al-Asy’ri.
B. alja’d
Al-Ja’d adalah seorang Maulana Banu Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan orang-orang Kristen yang senang membicarakan tentang teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintahan Bani Umayyah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontriversial, Bani Umayyah menolaknya. Kemudian Al-Ja’d lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan Jahm, serta mentrasfer fikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Dokrin pokok Ja’d secara umum sama dengan fikiran Jahm. Al-Ghuraby menjelaskannya sebagai berikut:
1. Al-Qur’an itu makhluk. Oleh karena itu, Al-Qur’an adalah sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru itu tidak bisa disifatkan kepada Allah SWT.
2. Allah tidak mempunyai sifat yang sama atau serupa dengan makhluknya, seperti berbicara, mendengar, dan melihat.
3. Manusia terpaksa oleh Allah SWT dalam segala hal.
Berbeda dengan Jabariyah ekstrim, Jabariyah moderat mengatakan bahwa Allah memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan baik ataupun perbuatan jahat, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab (ecquisitin). Menurut teori kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Allah), tidak seperti wayang yang dikendalikan sepenuhnya oleh dalang, dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan. Tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan oleh Allah SWT. yang termasuk kepada tokoh Jabariyah Moderat adalah sebagai berikut:
C.An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain Bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H). Para pengikutnya disebut dengan An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-pendapatnya ialah sebagai berikut:
1. Allah SWT menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut dengan teori kasab dalam teori Al-Asy’ary. Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najjar tidak seperti wayang yang digerakan bergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptaka oleh Allah SWT dalam diri manusia mempunyai efek dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
2. Allah SWT tidak dapat dilihat di Akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Allah dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata, sehingga manusia dapat melihat Allah SWT.
D.Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan sepenuhnya oleh dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan segala perbuatannya, dan tidak semata-mata dipaksa dalam melaksanakan perbuatan-perbuatannya. Secara tegas, Dhirar menyatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hnya ditimbulkan oleh Allah SWT, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yat (melihat) Allah SWT di Akhirat, Dhirar menyatakan bahwa Allah SWT dapat dilihat di Akhirat melalui indra keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi saw adalah Ijtihad. Adapun Hadits Ahad tidak dapat dijadikan sebagai sumber dalam menetapkan hukum dalam Islam.












BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Jabariyah muncul ketika masa Bani Umayyah. Pemimpin pertama dari aliran jabariyah ini adalah jaham bin sofwan. Jabariyah itu sendiri terbagi menjadi kelompok: 
1.      kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Kelompok moderat ini dipelopori dan di bawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al- Najjar. Kata al-Najar, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia baik perbuatan baik maupun perbuataan jahat. Meski demikian manusia memilki andil dalam perbuatan-perbuatannya. Tenaga yang diciptakan-Nya memilki efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dan inilah yang disebut usaha, kasb atau acquition
1.       Faham ekstrem ini lah yang dibawa oleh jahm bin shafwan. Kaum jabariyah ekstrem ini berpendapat bahwa manusia tidak memilki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Disamping itu juga ada beberapa pertanyaan dan jawaban yang bergulir mengenai faham Jabariyah ini.
Pertanyaan pertama apakah artinya Tuhan mengutus Rasulnya dan menurunkan Qur’an yang penuh dengan perintah, larangan, janji dan ancaman? Tidaklah itu menajadi sia-sia belaka? Jabariyah menjawab semuanya itu tidak sia-sia, karena semuanya itu pun untuk menjalankan qadar Allah juga terhadap orang-orang yang ta’at dan orang-orang yang maksiat.
Pertanyaan kedua Bagaiman Tuhan memperbuat hambanya celaka sedangkan semua kelakuan hambanya adalah Allah jua yang menunjukannya, Allah jua yang membuatnya, dan Allah jua yang memudahkan terlaksananya. Maka tidakkah hal itu dapat dikatakan kezhaliman? Tidakkah sebaiknya kalau semua hamba Allah itu dijadikan orang yang baik-baik dan semuanya bahagia? Jabariyah menjawab segala apa saja yang terjadi di alam ini adalah telah ditentukan Allah dalam azalinya. Dan semua yang dijadikan Allah itu tentu ada hikmahnya.























DAFTAR PUSTAKA

1.       Nasution, harun, Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan, UI Press, Jakarta, 1983, hal 31
2.       A. Nasir Shalihun, pengantar ilmu kalam, Rajawali Press, Jakarta, 1991, hal 133
3.       Abdul mun’m Thaib Thahir, Ilmu Kalam, Widjaya, Jakarta, 1986,Hal 101
4.      Al qur’an al karim




[1]. Nasution, harun, Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan, UI Press, Jakarta, 1983, hal 31

[2] . A. Nasir Shalihun, pengantar ilmu kalam, Rajawali Press, Jakarta, 1991, hal 133
[3]. Abdul mun’m Thaib Thahir, Ilmu Kalam, Widjaya, Jakarta, 1986,Hal 101
[4]. Lih al-Milal jilid 1 hal 87

[5]. Nasution, harun, op.cit hal 34
[6]  A. Nasir Shalihun, op.cit. hal 242-246

Tidak ada komentar:

Posting Komentar