BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Kata jabariyah berasal dari kata jabara ayang berarti
memaksa.di dalam al munjid, dijaelaskan bahwa nama jabariyah berasal
dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan
sesuatu.kalau di katakan,Allah mempunyai sifat al- jabar(dalam bentuk
mubalaghoh).itu artinya Allah Maha Memaksa.ungkapan al insan majbur(bentuk isim
maf’ul)mempunyai arti bahwa manusia memaksa atau terpaksa.selanjutnya,kata jabara(bentuk
pertama).setelah di tarik menjadi jabariyah(dengan menambah ya’
nisbat)memiliki arti satu kelompok atau aliran(isme).lebih lanjut
asy-syahratsan menegaskan bahwa aliran al-jabr berarti menghilangkan
perbuatan manusia yang berarti yang sesungguhnya dan menyadarkannya kepada
Allah.dengan kata lain mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.
Kemunculan persoalan
dalam masalah kalam adalah dipicu dari persoalan dalam bidang politik, yang
menyangkut pembunuhan Utsman Bin ‘Affan ra. yang berbuntut pada penolakan
Mu’awiyah atas kekholifahan Ali Bin Abi Thalib ra. Mu’awiyah yang saat itu
menjadi gubernur Damaskus, tidak mau berbaiat terhadap kepemimpinan Ali Bin Abi
Thalib ra. Malahan Ia menuntut kepada Ali agar para pembunuh Utsman dihukum,
bahkan ia menuduh bahwa Ali terlibat dalam pembunuhan Utsman.
Ketegangan antara Ali dan Mu’awiyah ini memicu terjadinya perang siffin yang berakhir pada keputusan tahkim. Yang akhirnya tahkim itu diterima pihak Ali, setelah sebelumnya Ali menolaknya. Karena desakan para pengikutnya, Ali pun akhirnya menerimanyaDalam peristiwa tahkim itu, Ali dan para pengikutnya merasa ditipu dan dibodohi. Akhirnya Mu’awiyah lah yang menjabat menjadi kholifah. Namun Ali dan para pengikutnya tidak menerima atas kekholifahan Mu’awiyah. Akhirnya terjadi pertikaian dan kekacauan lagi, yang menyebabkan Ali terbunuh.
Dari peristiwa tersebut, timbullah aliran-aliran yang bermacam-macam, yang memiliki pandangan berbeda-beda dalam menilai Ali dan Mu’awiah serta para pengikutnya. Ada yang memandang bahwa semua yang terlibat tahkim itu kafir, ada yang menganggap bahwa mereka tetap mukmin, dan lain-lain.
Ketegangan antara Ali dan Mu’awiyah ini memicu terjadinya perang siffin yang berakhir pada keputusan tahkim. Yang akhirnya tahkim itu diterima pihak Ali, setelah sebelumnya Ali menolaknya. Karena desakan para pengikutnya, Ali pun akhirnya menerimanyaDalam peristiwa tahkim itu, Ali dan para pengikutnya merasa ditipu dan dibodohi. Akhirnya Mu’awiyah lah yang menjabat menjadi kholifah. Namun Ali dan para pengikutnya tidak menerima atas kekholifahan Mu’awiyah. Akhirnya terjadi pertikaian dan kekacauan lagi, yang menyebabkan Ali terbunuh.
Dari peristiwa tersebut, timbullah aliran-aliran yang bermacam-macam, yang memiliki pandangan berbeda-beda dalam menilai Ali dan Mu’awiah serta para pengikutnya. Ada yang memandang bahwa semua yang terlibat tahkim itu kafir, ada yang menganggap bahwa mereka tetap mukmin, dan lain-lain.
Paham jabariyah ini pertama kali diperkenalkan oleh ja’ad bin dirham
kemudian disebarkan oleh jahm bin shofwan dari khurasan.dalam sejarah teologi
islam,jahm tercatat sebagai tokoh yang mensirikan aliran jahmiyah dalam
kalangan mur’ah.dia adalah sekretaris suri’ah bin al haris yang selalu
menemaninya dalan setiap gerakan melawan kekuasaan bani Umayah.namun dalam
perkembangannya,faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh yang lainnnya diantaranya
adalah al-husain bin Muhammad An-najjar dan ja’d bin dirrar.
Mengenai kemunculan faham al-jabar ini,para ahli
sjarah pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa
arab.diantara para ahli yang dio maksud aadlaah Muhammad amin.ia menggambarkan
bahwa kehidupan bangsa arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahar memberikan
pengaruh besar kepada cara hidup mereka.ketergantungan mereka kepada alam
sahara yang ganas telah memunculakan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut harun
nasution bahwa dalam situasi semikian,masyarakat tidak dapat melihat jalan
untuk merubah keadaan sekeliling mereka sesuai keinginan mereka sendiri.mereka
merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup.akhirnya,mereka banyak
bergantung ada kehendak alam.hal ini membawa mereka kepada sikap fitalisme.
B. rumusan masalah
1.
Bagaimana munculnya aliran jabariyah?
2.
Ada berapakah Kelompok dan faham jabariyah?
3.
Siapakah tokoh-tokoh jabariyah?
4.
Apa doktrin-doktrin jabariyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemunculan Jabariyah
Secara sosiologis,
Masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham Jabariyah.
Bangsa Arab yang pada waktu itu bersifat serba sederhana dan jauh dari
pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir,
dengan panasnya yang terik serta tanahnya yang gundul. Dalam dunia yang
demikian mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah keadaan sekeliling
mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri[1]. Mereka
merasa dirinya lemah dan tak berkuasa menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang
ditimbulkan suasana padang padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari mereka
banyak tergantung pada kehendak natur. Hal ini membawa mereka pada faham
fatalisme. Disamping itu, dalam bukunya Ilmu Kalam,Thaib Thahir
mengungkapkan bahwa faham ini disebabkan karena disebabkan kuanya iman terhadap
qudrat dan iradat Allah ditambah pula dengan sifat wahdaniyah-Nya
itulah yang mendorongnya kepada faham Jabariyah.
Aliran
ini muncul ketika masa Bani Umayyah. Pemimpin pertama dari aliran jabariyah ini
adalah Jaham bin sofwan. Karena itu faham ini kadang-kadang disebut
Al-jahamiyah. Meskipun jaham yang banyak berperan dalam menyebarkan faham ini,
tetapi Aliran ini untuk pertama kali dalam sejarah teologi Islam ditonjolkan
oleh al-Jad bin Dirham. Aliran Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya
aliran Qadariyah, dan tampaknya merupakan reaksi dari padanya. Daerah tempat
timbulnya pun tidak berjauhan. Aliran jabariyah timbul di Khurasan Persia
sedangkan Qadariyah timbul di Iraq [2].
B. Benih-benih timbulnya jabariyah
A. Suatu ketika Nabi
menjumpai sahabat yang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan. Nabi melarang
mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan
penafsiran tentang ayat-yat Allah yang berkenaan dengan taqdir.
B. Khalifah Umar Bin
Khathab pertnah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri. Ketika diintrogasi,
pencuri itu berkata, “Tuhan telah menentukan/menaqdirkan saya untuk mencuri”.
Mendengar ucapan itu Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta
kepada Allah SWT. oleh karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman kepada
pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangn karena mencuri. Kedua, hukuman dera
karena menggunakan dalil Taqdir Allah SWT, dengan penafsiran yang menyesatkan.
C. Khalifah Ali Bin Abi
Thalib seusai perang shiffin ditanya oleh seorang tua mengenai Qodar
(ketentuan) Allah SWT dalam kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang tua itu
bertanya, “Bila perjalanan menuju perang shiffin itu terjadi dengan Qadha dan
Qadar Allah SWT, tidak ada pahala sebagai balasannya”. Ali menjelaskan bahwa
Qadha dan Qadar bukanlah paksaan Allah SWT. Ada pahala dan siksa sebagai
balasan amal perbuatan manusia. Sekiranya Qadha dan Qadar itu merupakan
paksaan, batallah pahala dan siksa, gugurlah makna janji dan ancaman Allah SWT,
serta tidak ada celaan Allah atas pelaku dosa dan pujian-Nya bagi orang-orang
yang bertaqwa (berakhlak mulia).
D. Pada pemerintahan
Daulah Bani Umayyah, pandangan tentang al-jabar semakin mencuat ke permukaan.
Abdullah Bin Abbas, melalui suratnya, memberikan reaksi keras kepada penduduk
Syiria yang diduga berfaham Jabariyah.
Paparan di atas menjelaskan bahwa bibit faham al-jabar telah muncul sejak awal periode Islam. Namun, al-jabar sebagai suatu pola fikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan, baru terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, yakni oleh kedua tokoh yang telah disebutkan di atas.
Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermadzhab Qurra dan agama Keristen bermadzhab Yacobit. Namun, tanpa pengaruh asing itu, faham al-jabarakan muncul juga di kalangan umat Islam. Di dalam Al-Qu’an sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan faham-faham ini (jabariyah), misalnya:
Paparan di atas menjelaskan bahwa bibit faham al-jabar telah muncul sejak awal periode Islam. Namun, al-jabar sebagai suatu pola fikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan, baru terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, yakni oleh kedua tokoh yang telah disebutkan di atas.
Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermadzhab Qurra dan agama Keristen bermadzhab Yacobit. Namun, tanpa pengaruh asing itu, faham al-jabarakan muncul juga di kalangan umat Islam. Di dalam Al-Qu’an sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan faham-faham ini (jabariyah), misalnya:
öqs9ur $oY¯Rr& !$uZø9¨tR ãNÍkös9Î) spx6Í´¯»n=yJø9$# ÞOßgyJ¯=x.ur 4tAöqpRùQ$# $tR÷|³ymur öNÍkön=tã ¨@ä. &äóÓx« Wxç6è% $¨B (#qçR%x. (#þqãZÏB÷sãÏ9 HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# £`Å3»s9ur öNèdusYò2r& tbqè=ygøgs
Kalau sekiranya kami
turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang Telah mati berbicara
dengan mereka dan kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka[498],
niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki,
tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.(al an’ am 111)’
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès?
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu
perbuat itu". (Ash-Shaffat:96)
öNn=sù öNèdqè=çFø)s? ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |MøtBu øÎ) |MøtBu ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4 uÍ?ö7ãÏ9ur úüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt/ $·Z|¡ym 4 cÎ) ©!$# ììÏJy ÒOÎ=tæ ÇÊÐÈ
öNn=sù öNèdqè=çFø)s? ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |MøtBu øÎ) |MøtBu ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4 uÍ?ö7ãÏ9ur úüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt/ $·Z|¡ym 4 cÎ) ©!$# ììÏJy ÒOÎ=tæ ÇÊÐÈ
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (Al-Anfaal: 17)
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã $VJÅ3ym ÇÌÉÈ
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Al-Insan: 30)
Ayat-ayat tersebut terkesan
membawa seseorang pada alam pikiran Jabariyah. Mungkin inilah yang menyebabkan
pola fikir Jabariyah masih tetap ada di kalangan umat Islam hingga kini, walau
anjurannya telah tiada.
Jaham
lah yang pertama kali mengatakan bahwa manusia dalam keadaan terpaksa, tidak
bebas dan tidak mempunyai kekuasaan sedikit juapun untuk bertindak dalam
mengerjakan sesuatu. Allah lah yang menentukan sesuatu itu kepada seseorang,
apa yang akan dikerjakannya, baik dikehendaki oleh manusia itu sendiri maupun
tidak. Jadi Allah lah yang
memperbuat segala pekerjaan manusia [3]
C.
Kelompok dan Faham
Jabariyah
Tampaknya setiap aliran
memilki faham yang mereka anut dan mereka jalankan sesuai dengan keyakinan
mereka. Meskipun sebuah aliran sudah tidak ada, namun faham-faham aliran
tersebut masih terus bergulir saling mempengaruhi dari generasi ke generasi.
Meskipun secara jelas aliran jabariyah ini sudah hampir tidak dijumpai lagi,
namun faham-fahamnya masih ada. Sejalan dengan faham jabariyah ini adalah
faham Fatalism. Disamping itu juga ada beberapa golongan yang
memilki pemahaman yang serupa dengan jabariyah, dan dalam jabariyah itu sendiri
terbagi menjadi kelompok.
1.Kelompok moderat
Faham
moderat ini dipelopori dan di bawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al- Najjar Nama
lengkapnya adalah Husain Bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H). Para pengikutnya
disebut dengan An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Kata al-Najar, Tuhanlah yang
menciptakan perbuatan-perbuatan manusia baik perbuatan baik maupun perbuataan
jahat. Meski demikian manusia memilki andil dalam perbuatan-perbuatannya.
Tenaga yang diciptakan-Nya memilki efek untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Dan inilah yang disebut usaha, kasb atau acquition. Senada
dengan faham ini adalah fahamnya Dirar Ibn ‘Amr ia mengatakan bahwa
perbuatan-perbuatan manusia pada hakekatnya diciptakan Tuhan, dan diperoleh
(acquired, iktasaba) pada hakekatnya oleh manusia.
Dalam faham yang dibawa
Dirar dan al-Najjar ini manusia tidak lagi merupakan wayang yang digerakan oleh
dalang. Manusia telah mempunya bagian dalam perwujudan perbuatan-perbuatannya.
Menurut faham ini, manusia dan Tuhan bekerjasama dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatan manusia. Manusia semata-mata tidak dipaksa
dalam dalam melakukan perbuatan-perbuatannya. Faham kasb yang
dibawa Dirar dan al-Najjar merupakan faham penengah dari faham Qadariyah yang
dibawa Ma’bad serta Ghailan dan faham Jabariyah yang dibawa oleh Jahm.
2.
Kelompok ekstrem
Faham ekstrem ini lah
yang dibawa oleh jahm bin shafwan, Nama lengkapnya adalah
Abu Mahrus Jaham Bin Shafwan. Ia berasal dari Khurasan, ia seorang da’i yang
fasih dan lincah (orator), ia menjabat sebagai sekretaris Haris Bin Surais.
Seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayyah di Khurasan. Ia ditawan
lalu dibunuh secara politis tanpa kaitannya dengan agama.
Jahm bin shafwan selain penggerak gerakan jabariyah, juga seorang pemimpin yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala tidak mempunyai sifat-sifat menurut Jahm, Tuhan hanya memilki Zat saja. Jahm berkata tidak layak tuhan itu disipati oleh sifat-sifat yang dipakai untuk mensifati makhluknya. Kaum jabariyah ekstrem ini berpendapat bahwa manusia tidak memilki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Nama Jabariyah sendiripun diambil dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa. Memang dalam aliran ini terdapat faham yang memandang bahwa manusia dalam mengerjakan perbuatanya terpaksa (majbur) dalam istilah Inggris faham ini disebut faham fatalism atau predenstination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh kada dan kadar Allah.
Jahm bin shafwan selain penggerak gerakan jabariyah, juga seorang pemimpin yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala tidak mempunyai sifat-sifat menurut Jahm, Tuhan hanya memilki Zat saja. Jahm berkata tidak layak tuhan itu disipati oleh sifat-sifat yang dipakai untuk mensifati makhluknya. Kaum jabariyah ekstrem ini berpendapat bahwa manusia tidak memilki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Nama Jabariyah sendiripun diambil dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa. Memang dalam aliran ini terdapat faham yang memandang bahwa manusia dalam mengerjakan perbuatanya terpaksa (majbur) dalam istilah Inggris faham ini disebut faham fatalism atau predenstination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh kada dan kadar Allah.
Menurut
Jahm manusia tidak memilki kekuasaan untuk berbuat apa-apa; manusia tidak
mempunyai daya, tidak memilki kehendak sendiri dan tidak mempunyai kekuasaan
serta tidak memilki pilihan. Manusia dalam perbuatan-perbuatannya adalah
dipaksa dengan dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.Perbuatan-perbuatan
diciptakan tuhan dalam diri manusia, tak obahnya dengan gerak yang diciptakan
Tuhan dalam benda-benda mati. Oleh karena itu manusia berbua bukan dalam arti
sebenarnya, tetapi dalam artimajazi atau kiasantak obahnya
sebagaimana disebut air mengalir, batu bergerak, maahari terbit dan sebaginya.
Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya
termasuk didalamnya perbuatan-perbuatan seperti menegrjakan kewajiban, menerima
pahala dan menerima siksaan [4].
Menurut faham ekstrem
ini, segala perbuatan manusia tidak merupakan perbuatan yang timbul dari
kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Kalau
seorang mencuri, umpamanya, maka perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas
kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena kada dan kadar Tuhan menghendaki yang
demikian. Dengan kata kasarnya, ia mencuri bukanlah kehendaknya sendiri, tetapi
Tuhan lah yang memaksa ia mencuri. Manusia, dalam faham ini hanya merupakan
wayang yang digerkan oleh sang dalang. Sebagaimana manusia digerakan oleh
Tuhannya. Tanpa gerak dari Tuhan manusia tidak bisa berbuat apa-apa [5]
D. Pertanyaan-Pertanyaan
kepada Jabariyah dan Jawabannya
Dalam dialektika
keilmuan, beradu argument dalam rangka mempertahankan pendapat dan membuka diri
untuk dapat dikritik merupaka sebuah tradisi. Mereka tidak menutup diri dari
kritik, hanya yang belum berpendirian teguhlah yang belum berani terbuka. Hal
ini dibuktikan mislanya pada tradisi dialektika masa filsuf yunani. Disamping itu pula
dalam dunia teologi Islam, saling serang menyerang argument adalah hal yang
biasa. Di bawah ini ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepada Jabariyah
dan bagaimana mereka menjawabnya.
Sebelum memualai pada
pertanyaan dan jawaban mereka, alangkah lebih baik diketahui terlebih dahulu
bagaimana jalan pikiran Jabariyah dalam soal-soal keimanan lainnya. Di bawah
ini akan diuraikan alam pikiran Jabariyah:
1.
Apa yang diperbuat itu adalah atas qudrat dan iradat
Allah semata, tanpa campur tangan manusia sedikitpun. Tetapi dengan faham ini
tidak berarti bahwa Jabariyah menganggap semua kewajiban-kewajiban yang
diperintahkan Allah itu sia-sia saja, dan juga mereka tidak menganggap bahwa
balasan-balasan Tuhan atas kejahatan manusia itu sebagai kezhaliman.
2.
Ahli Jabariyah tidak mendustakan utusan-utusan Allah
dan tidak juga membebaskan diri dari semua larangan-larangan Allah. Dari sini
teranglah bahwa Jabariyah tidak sama dengan kaum Musyrikin yang menentang
kewajiban dan larangan Allah dengan menggunakan alasan: jika Allah tidak
menghendaki kami menjadi kaum Musyrikin, niscaya tidak akan menjadi orang
Musyrikin.
Setelah mengetahui alur
pikiaran, maka timbullah beberapa pertanyaan yang ditujukan pada mereka
diantaranya: Kalau pedapat ahli Jabariyah seperti yang disebutkan diatas, maka
apakah artinya Tuhan mengutus Rasulnya dan menurunkan Qur’an yang penuh dengan
perintah, larangan, janji dan ancaman? Tidaklah itu menajadi sia-sia belaka? Jabariyah
menjawab semuanya itu tidak sia-sia, karena semuanya itu pun untuk menjalankan
qadar Allah juga terhadap orang-orang yang ta’at dan orang-orang yang maksiat.
Keadaan itu tidak bedanya dengan Tuhan menurunkan hujan. Jika hujan itu jatuh
di atas tanahyang subur tentu akan menyuburkan dan akan menumbuhkan macam-macam
tumbuhan atas izin dan kekuasaan Allah SWT. Sedangkan sebagian hujan yang lain
jatuh di atas tanah yang tandus karena sudah ditakdirkan Allah demikian.
Demikian pula Allah
menerbitkan matahari, yang dengan sinarnya berpencerlah faedah dan kemanfaatan
yang tidak erbilang banyaknyabagi kehidupan manusia dan langsungnya hidup alam
fana ini. Tidak bedanya dengan hal itu Allah menurunkan kitab-kitab dan mengutus
Rasul-rasul Nya yang dipilih dari hamba-hamba Nya, bagaikan hujan dan matahari
yang penuh dengan rahmat dan hikmah. Bilamana hikmah dan pengajaran Rasul-rasul
Nya itu kebetulan sampai kepada oarng yang hatinya telah dibukakan Allah untuk
menerimanya niscaya segeralah ia menangkap dan menerima ajaran-ajaran yang
mengandung hikmah itu.
Sebaliknya bila
ajaran-ajaran itu jatuh kepada orang-orang yang memang hatinya tidak bersedia
menerimanya, sudah tentu ia tidak akan suka menerimanaya, malahan ia lari dan benci
terhadap ajaran-ajaran yang amat tinggi nilainya itu. Sedangkan dakwah itu
seolah-olah suatu kewajiban yang ditaklif (diwajibkan), tetapi pada hakekatnya
merupakan merupakan kewajiban untuk membuktikan ketaatan mereka yang sangat
taat, dan perintah Tuhan bagi orang-orang maksiat itu, adalah sebagi perintah
memperolok-olok saja, atau untuk menjadi bukti akan kelalaian dan pembangkangan
mereka.
Allah mengutus para
Rasul untuk menyampaikan dakwah perintah-perintah Tuhan, kepada seluruh
manusia. Dengan begitu maka mereka tidak ada alasan untuk mengingkari adanya
kewajiabn - kewajiban itu. Kalu kitab-kitab itu tidak diturunkan Allah dan
Allah tidak mengutus utusan yang menyampaikan dakwah itu, mungkin timbul
perdebatan kalau seandainya kami menerima menerima ajaran-ajaran itu, tentu
kami akan iman dan akan lebih sempurna iman kami dari pada mereka yang sudah
beriman sekarang.
Demikianlah, maka
dengan telah diturunkannya kitab-kitab Allah dan diutusnya Rasul-rasul itu,
akan ternyata kelak bahwa merek melakuakan kejahatn dan tidak suka tunduk
kepada ajaran Rasul –rasul itu harus memilki konsekwensi atas perbuatannya
sendiri dan tidak akan melemparkan pertanggung jawaban itu kepada Rabb al-Alamin.
Seperti di atas juga
telah disebutkan bahwa orang tidak perlu memperkatakan mengapa si A dijadikan
baik sedang si C dijadikan jelek, atau mengapa si B menjadi orang yang
sedang-sedang. Sebab persoalan ini merupakan persoalan yang berputar bagaikan
lingkaran yang tiada berujung dan berpangkal. Sebab walaupun pekerjaan itu baik
toh masih akan ditanya juga sebab mengapa diperbuat baik, tidak diperbuat yang
jelek saja. Allah SWT Tuhan semesta alam pencipta dan pengatur alam, lebih baik
berhak untuk mengerjakan dan menunjukan kekuasaan Nya di alam yang luas ini
menurutkehendak dan kemauan Nya. Hal itu sesuai dengan firman Allah :
/uur ß,è=øs $tB âä!$t±o â$tFøsur 3 $tB c%2 ãNßgs9 äouzÏø:$# 4 z`»ysö6ß «!$# 4n?»yès?ur $£Jtã tbqà2Îô³ç ÇÏÑÈ
68. Dan Tuhanmu
menciptakan apa yang dia kehendaki dan memilihnya. sekali-kali tidak ada
pilihan bagi mereka[bila Allah Telah menentukan sesuatu, Maka manusia tidak
dapat memilih yang lain lagi dan harus menaati dan menerima apa yang Telah
ditetapkan Allah.]. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan (dengan Dia).
Manusia tidak berhak
untuk menyanggah apa yang telah ditentukan dan ditetapkan serta diperbuat
Allah, tetapi Allah berhak menuntut dan mengadili apa yang diperbuat oleh
manusia. Sebab akal manusia tidak akan sanggup mencapai ilmu Allah, dan hanya
Allah lah Yang Maha Mengetahui hikmah-hikmah yang lebih dalam tentang apa-apa
yang dijadikan Nya. Demikianlah, semua yang telah diuraikan di atas, adalah
uraian singkat tentang sekelumit Jabariyah[6].
E.TOKOH DAN DOKTRIN-DOKTRIN JABARIYAH
Menurut Asy-Syahratani,
Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kelompok ekstrim dan
moderat. Di antara dokrin Jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala
perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauan sendiri, tetapi
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Misalnya kalau seseorang mencuri,
perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi karena kehendak sendiri, tetapi timbul
karena qadha dan qadar Allah SWT yang menghendaki demikian. Di antara pemuka
Jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:
A.Jahm
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham Bin Shafwan. Ia berasal dari Khurasan, ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator), ia menjabat sebagai sekretaris Haris Bin Surais. Seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayyah di Khurasan. Ia ditawan lalu dibunuh secara politis tanpa kaitannya dengan agama.
Sebagai penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm yang tersebar ke berbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk.
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan dengan teologi adalah sebagai berikut:
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham Bin Shafwan. Ia berasal dari Khurasan, ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator), ia menjabat sebagai sekretaris Haris Bin Surais. Seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayyah di Khurasan. Ia ditawan lalu dibunuh secara politis tanpa kaitannya dengan agama.
Sebagai penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm yang tersebar ke berbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk.
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan dengan teologi adalah sebagai berikut:
1. Manusia tidak mampu
untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini
lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep
iman, kalam Allah, meniadakan sifat Allah (nahyu as-sifat), dan melihat Allah
di akhirat.
2. Surga dan neraka itu
tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Allah SWT.
3. Iman adalah ma’rifat
atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman
yang dimajukan oleh kaum Murji’ah.
4. Al-Qur’an adalah
Makhluk. Allah Mahasuci dari segala sifat dan keserupaan seperti berbicara,
mendengar, dan melihat. Begitu juga Allah tidak dapat dilihat dengan indera
mata di Akhirat kelak.
Dengan demikian, dalam beberapa hal, pendapat Jahm hampir sama dengan aliran Murji’ah, Mu’tazilah, dan Asy’ariyah. Itulah sebabnya para pengkeritik dan sejarawan menyebutkan dengan Al-Mu’tazili, Al-Murji’i, dan Al-Asy’ri.
Dengan demikian, dalam beberapa hal, pendapat Jahm hampir sama dengan aliran Murji’ah, Mu’tazilah, dan Asy’ariyah. Itulah sebabnya para pengkeritik dan sejarawan menyebutkan dengan Al-Mu’tazili, Al-Murji’i, dan Al-Asy’ri.
B. alja’d
Al-Ja’d adalah seorang
Maulana Banu Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan
orang-orang Kristen yang senang membicarakan tentang teologi. Semula ia
dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintahan Bani Umayyah, tetapi
setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontriversial, Bani Umayyah menolaknya.
Kemudian Al-Ja’d lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan Jahm, serta
mentrasfer fikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Dokrin pokok Ja’d secara umum sama dengan fikiran Jahm. Al-Ghuraby menjelaskannya sebagai berikut:
Dokrin pokok Ja’d secara umum sama dengan fikiran Jahm. Al-Ghuraby menjelaskannya sebagai berikut:
1. Al-Qur’an itu
makhluk. Oleh karena itu, Al-Qur’an adalah sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru
itu tidak bisa disifatkan kepada Allah SWT.
2. Allah tidak
mempunyai sifat yang sama atau serupa dengan makhluknya, seperti berbicara,
mendengar, dan melihat.
3. Manusia terpaksa oleh Allah SWT dalam segala hal.
Berbeda dengan
Jabariyah ekstrim, Jabariyah moderat mengatakan bahwa Allah memang menciptakan
perbuatan manusia, baik perbuatan baik ataupun perbuatan jahat, tetapi manusia
mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab
(ecquisitin). Menurut teori kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh
Allah), tidak seperti wayang yang dikendalikan sepenuhnya oleh dalang, dan
tidak pula menjadi pencipta perbuatan. Tetapi manusia memperoleh perbuatan yang
diciptakan oleh Allah SWT. yang termasuk kepada tokoh Jabariyah Moderat adalah
sebagai berikut:
C.An-Najjar
C.An-Najjar
Nama lengkapnya adalah
Husain Bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H). Para pengikutnya disebut dengan
An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-pendapatnya ialah sebagai berikut:
1. Allah SWT
menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau
peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut dengan
teori kasab dalam teori Al-Asy’ary. Dengan demikian, manusia dalam pandangan
An-Najjar tidak seperti wayang yang digerakan bergantung pada dalang, sebab
tenaga yang diciptaka oleh Allah SWT dalam diri manusia mempunyai efek dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
2. Allah SWT tidak
dapat dilihat di Akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Allah dapat
saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata, sehingga manusia dapat
melihat Allah SWT.
D.Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan sepenuhnya oleh dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan segala perbuatannya, dan tidak semata-mata dipaksa dalam melaksanakan perbuatan-perbuatannya. Secara tegas, Dhirar menyatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hnya ditimbulkan oleh Allah SWT, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yat (melihat) Allah SWT di Akhirat, Dhirar menyatakan bahwa Allah SWT dapat dilihat di Akhirat melalui indra keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi saw adalah Ijtihad. Adapun Hadits Ahad tidak dapat dijadikan sebagai sumber dalam menetapkan hukum dalam Islam.
Nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan sepenuhnya oleh dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan segala perbuatannya, dan tidak semata-mata dipaksa dalam melaksanakan perbuatan-perbuatannya. Secara tegas, Dhirar menyatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hnya ditimbulkan oleh Allah SWT, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yat (melihat) Allah SWT di Akhirat, Dhirar menyatakan bahwa Allah SWT dapat dilihat di Akhirat melalui indra keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi saw adalah Ijtihad. Adapun Hadits Ahad tidak dapat dijadikan sebagai sumber dalam menetapkan hukum dalam Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Jabariyah
muncul ketika masa Bani Umayyah. Pemimpin pertama dari aliran jabariyah ini
adalah jaham bin sofwan. Jabariyah itu sendiri terbagi menjadi kelompok:
1. kelompok
moderat dan kelompok ekstrem. Kelompok moderat ini dipelopori dan di bawa oleh
al-Husain Ibn Muhammad al- Najjar. Kata al-Najar, Tuhanlah yang menciptakan
perbuatan-perbuatan manusia baik perbuatan baik maupun perbuataan jahat. Meski
demikian manusia memilki andil dalam perbuatan-perbuatannya. Tenaga yang
diciptakan-Nya memilki efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dan inilah
yang disebut usaha, kasb atau acquition
1.
Faham
ekstrem ini lah yang dibawa oleh jahm bin shafwan. Kaum jabariyah ekstrem ini
berpendapat bahwa manusia tidak memilki kemerdekaan dalam menentukan kehendak
dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini
terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Disamping itu juga ada beberapa pertanyaan
dan jawaban yang bergulir mengenai faham Jabariyah ini.
Pertanyaan pertama apakah
artinya Tuhan mengutus Rasulnya dan menurunkan Qur’an yang penuh dengan
perintah, larangan, janji dan ancaman? Tidaklah itu menajadi sia-sia belaka?
Jabariyah menjawab semuanya itu tidak sia-sia, karena semuanya itu pun untuk
menjalankan qadar Allah juga terhadap orang-orang yang ta’at dan orang-orang
yang maksiat.
Pertanyaan kedua Bagaiman
Tuhan memperbuat hambanya celaka sedangkan semua kelakuan hambanya adalah Allah
jua yang menunjukannya, Allah jua yang membuatnya, dan Allah jua yang
memudahkan terlaksananya. Maka tidakkah hal itu dapat dikatakan kezhaliman?
Tidakkah sebaiknya kalau semua hamba Allah itu dijadikan orang yang baik-baik
dan semuanya bahagia? Jabariyah menjawab segala apa saja yang terjadi di alam
ini adalah telah ditentukan Allah dalam azalinya. Dan semua yang dijadikan
Allah itu tentu ada hikmahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Nasution,
harun, Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan, UI
Press, Jakarta, 1983, hal 31
2.
A.
Nasir Shalihun, pengantar ilmu kalam, Rajawali Press, Jakarta,
1991, hal 133
3.
Abdul
mun’m Thaib Thahir, Ilmu Kalam, Widjaya, Jakarta, 1986,Hal 101
4.
Al
qur’an al karim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar