BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Sangat
penting mempelajari sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Karena dengan memepelajari sejarah dimasa lampau maka
dapat mengambil pelajaran untuk dimasa yang akan datang dibuat perencanaan atau
konsep yang lebih baik khususnya untuk dakwah di tanah
air kita Indonesia.
Untuk itulah
kami menyusun makalah ini dengan maksud untuk mengetahui tentang pentingnya
suatu sejarah organisasi baik yang berbentuk sosial-politik maupun yang
berasaskan islami dan tokoh-tokonya yang berperan di dalamnya dan usaha-usaha
serta pengaruh pemikirinnya dalam dunia pendidikan, sosial maupun politik.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apa
saja Organisasi-organisasi sosial-politik pasca kemerdekaan?
2.
Bagaimana
usaha-usaha dan pemikiran organisasi pasca kemerdekaan dalam membangun
peradaban islam?
3.
Siapa
tokoh-tokoh organisasi dan bagaimana perannya dalam mengembangkan peradaban
islam pasca kemerdekaan RI?
1.3.
Tujuan
1.
Mengetahui
Organisasi-organisasi sosial-politik pasca kemerdekaan.
2.
Mengetahui
usaha-usaha dan pemikiran organisasi pasca kemerdekaan dalam membangun
peradaban islam.
3.
Mengetahui
tokoh-tokoh organisasi dan sekaligus perannya dalam mengembangkan peradaban
islam pasca kemerdekaan RI.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Organisasi Sosial-Politik
dan Islam Pada Masa Orde Lama
Sejak masa demokrasi
terpimpin, Indonesia mengalami masa yang disebut orde lama. Dengan adanya
seminar indonesia yang sistem pemerintahannya parlementer menjadi terpimpin.
Berbagai pihak tidak setuju dengan hal ini. Terutama islam yang dari Masyumi (Muhammad
Nasir) yang mengatakan bahwa tentulah akan menjadi sistem yang diktator, PSI
dan Wapres sendiri Muhammad Hatta yang menyatakan ketidak setujuan dengan
diberlakukanya demokrasi terpimpin, sampai mengundurkan diri dari jabatannya
karena beliau beralasan berarti peranan partai dihapuskan.
Situasi politik pada
saat itu semakin kacau. Banyak masyarakat yang simpati kepada Hatta dkk
cenderung anti kepada pemerintah pusat Jakarta, mereka juga kecewa terhadap
pemerintah pusat yang tidak memperhatikan pembangunan daerah, terutama
penghasil devisa. Majelis konstituante yang bertugas untuk merumuskan UUD yang bersifat tetap terbentuk dalam pemilu
1955 mengadakan sidang di Bandung. Karena tidak adanya UU yang rapi, maka
muncul perdebatan. Namun, masalah-masalah seperti bentuk negara, sistem
parlemen, kekuasaan negara telah rampung. Akan tetapi kesepakatan mengenai
dasar negara terjadi perbedaan yang sulit dan alot, apakah didasarkan pada
pancasila atau dasar islam.
Masalah yang sebenarnya
telah terjadi sejak lama ini, pada abad 20, pengertian nasionalisme identik
dengan islam. Akan tetapi ketika masyarakat Indonesia semakin banyak yang
mendapat pendidikan barat, akhirnya mereka banyak yang mulaimerumuskan
nasionalisme jawa, sepert Soekarno, Soepomo dan Ishak mereka berpendapat bahwa
islam berlawanan dengan nasionalisme. Hal ini juga terjadi lagi ketika BPUPKI
akan merumuskan rancangan UUD sebagai persiapan menghadapi indonesia merdeka.
Dalam majelis konstituante 1955, dicoba untuk menyalurkan aspirasi secara demokratis
untuk membentuk negara. Apakah negara ini Republik Islam Indonesia atau
Republik Indonesia saja? Apakah hukum islam yang didasarkan Al-Qur’an dan
Hadist dapat dilaksanakan dalam kehidupan baikperorangan, masyarakat maupun
bernegara?
Tuntutan dalam Majelis
Konstituante tersebut wajar dengan sebab sebagai berikut:
a.
Islam sebagai konsep
yang utuh yang tidak membedakan negara dan masyarakat
b.
Islam telah tampil dalam
sejarah indonesia untuk membentuk masyarakat nasional.
c.
Kenyataan bahwa dalam
segi kuantitatif mayoritas masyarakat Indonesia adalah islam.
Ketiga faktor ini
memberikan suatu realitas dan legalitas bahwa tuntutan umat islam itu sangatlah
wajar. Akan tetapi hal itu menjadi lain ketika hasil pemilu menyatakan bahwa
ketiga partai islam (Masyumi, NU dan
Perti) hanya memiliki 44 % suara, sedangkan kelompok pancasila 56% . Hal ini
tidaklah bisa dijadikan keputusan karena menurut peraturan menetapkan UUD harus
diterima sekurang-kurangnya 67%. Oleh karena itu muncul usulan untuk kembali ke
UUD 1945, usulan yang didukung PNI, PKI serta IPKI ini ditolak oleh islam
dengan alasan kinerja konstituante telah berhasil menyelesaikan 90% persoalan.
Dengan demikian dikeluarkanlah dekrit presiden 5 Juli 1958 yaitu:
a.
Bubarkan konstituante
b.
Kembali ke UUD 1945 dan
mencabut UUD sementara
c.
Membentuk MPRS sementara
yang terdiri dari anggota DPR ditambah utusan daerahdan golongan serta
pembentukan Dewan Pertimbagan Agung Sementara.
Terhadap dekrit ini, Masyumi dan PSI menentang karena
menurut mereka dekrit ini menyimpang dari jalur demokrasi. Sedangkan partai
lain seperti NU, PSII dan Perti mengikuti arus politik.
Dalam periode demokrasi terpimpin ini, Sokerno bertindak
selayaknya sultan, seluruh kehendaknya musti dituruti. Masyumi\ melakukan oposisi. Kedudukannnya menjadi sulit karena
tekanan dari Soekarno dan PKI yang menganggapnya sebagai musuh yang menghalangi
kehendaknya. Ditambah lagi dengan dikeluarkannya PenPres yang mendesak pimpinan
Masyumi untuk membubarkan partainya.
Dan pada tanggal 13 September 1960, pimpinan pusat Masyumi
menyatakan pembubaran partai. Dengan pembubaran Masyumi sebagai partai yang
berciri khas islam inilah merupakan titik awal proses transformasi sosial
politik Indonesia kearah negara dan birokrasi, dimana kepemimpinan dan
kutub-kutub politik tidak lagi berdasarkan pada islam.
Gerak umat islam tidak hanya melalui partai islam, dari
sinilah dapat terlihat gerak umat islam yang asalnya dari politik praktis
beralih ke arah pembinaan umat melalui pendidikan, selain itu juga melalui
dakwah lewat organisasi sosial dan sekolah-sekolah seperti yang dilakukan oleh
M. Natsir, Farid Prawiranegara dll. Sedangkan partai islma lainnya seperti NU,
PSII dan Perti berusaha menyesuikan diri dengan politik baru dengan tetap
mengirim wakil-wakil mereka untuk duduk dalam DPR Gotong Royong maupun dalam
Kabinet.
Presiden yang semula berharap kepada PNI agar dapat
mengikuti kemauannya, ternyata PNI tidak demikian. Akhirnya Soekarno mencari
dukungan pada PKI, dan kemudian malah dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan
partai komunis, dengan taktik menggiring konflik, sasaran utamanya adalah
pemilik tanah dari kalangan islam dan PNI. Demokrasi yang awalnya dimaksudkan
untuk menyelesaikna konflik ideologi
dan pemberontakan, akhirnya menciptakan konflik lain yang lebih menegangkan.
Berpindahnya sistem demokrasi parlementer menjadi sistem
demkrasi terpimpin berarti berpindahnya kekuasaan dari parlemen ke tangan satu
orang, yaitu Soekarno. Hal ini sebenarnya sesuai dengan tradisi kebudayaan
Indonesia yang semuanya terpusat pada raja. Namun, mengaa soekarno gagal?
Mungkin karena kurangnya keseimbanagan antara pandangan tradisional dengan
kebudayaan barat yang sedand diadobsi.
Ketika Masyumi dan PNI dibubarkan, Islam masih mempunyai NU
di parlemen. Betapapun NU mengikuti kehendak soekarno, akan tetapi NU dapat
menandingi PKI. Kalau PKI membuat Lekra, Barisan Tani di Desa-desa, Sobsi
(buruh), maka NU membuat Lembaga Seni
Budaya Muslim (Lesbumi), Persatuan Tani NU (Pertanu), Serikat Buruh Muslim
Indonesia (Serbumusi), Banser (Barisan Ansor Serbaguna, untuk mengimbangi PKI
yang tidak segan-segan melakukan kekerasan).
Sejumlah orgasisasi khusus, seperti IPNU, PMII juga dibentuk
untuk mengimbangi PKI. Selain itu, HMI, PII, Pemuda Muhammadiyah , serta IMM juga dibentuk oleh NU, PSII dan
Perti untuk juga mendukung perlawanan pada PKI. Dengan perincian sbb:
A. Persatuan Umat Islam (PUI)
Persatuan Umat Islam adalah
sebuah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial
kemasayarakatan. Organisasi ini semula merupakan dua organisasi yang melakukan
fusi (bergabung) menjadi satu pada tahun 1371 H/1952 M. kedua organisasi tersebut adalah Perikatan
Umat Islam, yang didirikan oleh KH. Abdul Halim pada tahun 1942 (sebagai
lanjutan dari Persyarikatan Ulama yang didirikan pada tahun 1917) di
Majalengka, dan Persatuan Umat Islam Indonesia, yang didirikan oleh KH.
Ahmad Sanusi pada tahun 1942 (sebagai kelanjutan dari al-Ittihadiat
al-Islamiyah/AII yang didirikan pada tahun 1931).
Mengingat terdapatnya kesatuan pandangan di antara
kedua belah pihak, maka setelah berselang beberapa waktu, pada tanggal 9 Rajab
1371/5 April 1952 bertempat di Gedung Nasional Bogor, kedua organisasi itu
melakukan fusi menjadi satu wadah dengan nama Persatuan Umat Islam (PUI), yang
berkedudukan di Bandung.
Kemudian, karena situasi politik yang tidak mendukung, kedudukannya dipindah ke
Majalengka sampai dengan Mukhtamar IV. Pada Mukhtamar V tahun 1970 sampai
dengan Mukhtamar VII tahun 1975, kedudukan kembali ke Bandung. Sedangkan pada Mukhtamar VIII tahun
1989 ditetapkan, bahwa kedudukan Pengurus Besar PUI adalah di Jakarta. Dasar dan tujuan fusi ini adalah
untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan umat Islam dalam mewujudkan
cita-citanya, sebagaimana yang tertuang dalam anggaran dasar dan program kerja.
Organisasi ini berasaskan Islam, berdiri sendiri
(independen), dan bertujuan mempersatukan umat Islam., demi terlaksananya
Syari’at Islam madzhab Ahlussunnah Waljama’ah. Usaha-usaha yang dilakukannya
ialah:
1. Melaksanakn ibadah kepada Allah SWT
2. Memajukan pendidikan Islam dalam arti yang selaus-luasnya
3. Meningkatkan da’wah Islam
4. Berusaha mewujudkan kesejahteraan umat Islam
5. Membangun semangat untuk terlaksananya persatuan dalam
kalangan umat Islam dan
6. Melakukan kerjasama dengan organisasi lain guna memajukan
keIslaman.
B. Partai Pelajar Islam (PPI)
Organisasi ini didirikan pada tanggal 4 mei 1947 di Jogjakarta, adapun
tujuan dari organisasi ini adalah menuju kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan
yang sesuai dengan islam bagi rakyat Indonesia.
Sedangkan asas dari PII adalah
islam. Organisasi ini berbentuk kesatuan
yang bersifat idependen, yaitu tidak menjadi bagian dari golongan atau
partai-partai tertentu.
PII muncul karena adanya konflik intern umat
islam pada tahun-tahun pra kemerdekaan RI sehingga menumbuhkan kesadaran
generasi umat islam sehingga menumbuhkan kesadaran generasi mudah islam untuk
mengadakan perkumpulan-perkumpulan mudah atau pelajar islam. PII muncul
dikarenakan gagasan seorang pelajar islam yang bernama Joes D Ghozali.
Pada masa orde lama, PII mempunyai
banyak andil untuk menumpas pemberontakan PKI madiun bersama ABRI, dan pada
masa peralihan orde lama ke orde baru
PII juga mempunyai andil dalam gerakan-gerakan demonstrasi menentang
Soekarno dalam orde lama, yaitu dengan cara bergabung dalam kesatuan aksi
mahasiswa atau KAMMI. Namun setelah melewati batas waktu penyesuian diri dengan
masal tahun 1945, PII tidak melaporkan diri pada menteri dalam negeri,
akibatnya dalam sidang DPRI PII dianggap membubarkan diri.
Usaha-usaha PII adalah:
1. mendidik
anggotanya agar menjadi orang yang
berkepribadian muslim dan tunduk kepada Allah
2. mendidik
anggotanya agar memiliki dan memilihara jiwa independen, yaitu sanggup berdiri
sendiri tanpa ketergantungan pada orang lain.
3. mengembangkan kecerdasan kreatifitas
anggotanya.
4. mencetak
kader muslim yang berpribadian muslim dalam setiap bidang kehidupan
5. ikut
berpartisipasi dalam kegiatan sosial untuk kepentingan islam dan umat islam.
6. membina
mental dan menumbukan apresiasi keilmuan dan kebudayaan islam
7. membantu
memenuhi minat, kebutuhan serta mengatasi problematika pelajar.
Pertentangan terjadi dimana-mana,
PKI, PNI dan NU yang ketiganya dibentuk untuk pemersatu malah menjadi pemecah
belah. PKI melancarkan landreform yang menekan pemilik tanah yang mayoritas
kaum agama dan priyayi. Tahun 1964 PKI melakukan aksi merbut tanah perkebunan
dan tanah waka, melakukan[ penggerebekan dan penganiyayaan. Tahun 1965 terjadi
pemberontkan antara PKI dan Islam yang menimbulkan kekacauan dimana-mana.
Terjadi inflasi besar-besaran sehingga terjadi kebangkrutan. Konfrontasi dengan
Malaysia menjadikan Indonesia
dikucilkan ,oleh negara kapitalis. Indonesia keluar dari PBB.
Dalam kondisi ekonomi
politik yang tidak menetu, tebersit kabar bahwa Soekarno sakit. PKI yang
mendengar desas desus bahwa di kalangan AD akan deibentuk Dewan Jendral yang
akan mengkudeta terhadap Soekarno, maka PKI (Kolonel Unutng) pada tanggal 30
September, bergerak cepat dengan menculik dan membunuh sejumlah Dewan AD di
Jakarta, Jawa Tengah Dan Yoyakarta. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan G30S
PKI.Namun dengan adanya persatuan dan kerjasama yang baik antara tentara dan
organisasi islam maka peristiwa itu cepat dilumpuhkan. Peristiwa ini merupakan
klimaks dari pertentangan ideologi yang sangat tajam zaman Demokrasi terpimpin.
Tahun 1966, aksi pemuda, mahasiswa dan pelajar berhasil menurunkan Soekarno dan
membubarkan PKI.
C.
Organisasi Pelajar dan Mahasiswa
PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa yang
terus bercita-cita mewujudkan Indonesia
ke depan menjadi lebih baik. PMII berdiri tanggal 17 April 1960 dengan latar
belakang situasi politik tahun 1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil
dalam mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia. Pendirian PMII dimotori
oleh kalangan muda NU (meskipun di kemudian hari dengan dicetuskannya Deklarasi
Murnajati 14 Juli 1972, PMII menyatakan sikap independen dari lembaga NU). Di
antara pendirinya adalah Mahbub Djunaidi dan Subhan ZE (seorang jurnalis
sekaligus politikus legendaris).
Makna Filosofis
Dari namanya PMII disusun dari empat kata
yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan”
yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa
bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam
sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut
upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan
agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas
kekhalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan
generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas
diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan
religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas
mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial
kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun
sebagai warga bangsa dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah
Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal
jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional
antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya
tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka,
progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka,
menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah
rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu
dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab
(civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi
bangsa (Pancasila) serta UUD 45.
HMI
LATAR BELAKANG
Kalau ditinjau secara
umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya
HMI.
1. Situasi
Dunia Internasional
Berbagai argumen
telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal
yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan
kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang
jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka
pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.
Akibat dari
keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang
keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan
ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan
ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini,
bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan
juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran
Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam
kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist
Rassullulah SAW.
Dengan timbulnya ide
pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam bermunculan, seperti
di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi
Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab
(Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India
(1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.
2. Situasi NKRI
Tahun 1596 Cornelis
de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia
dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3
(tiga) hal :
- Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
- Missi dan Zending agama Kristiani.
- Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT
maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi
atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.
Kondisi Mikrobiologis
Ummat Islam di Indonesia
Kondisi ummat Islam
sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu:
- Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran.
- Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
- Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja.
- Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.
3. Kondisi
Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan
Ada dua faktor yang
sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan
sebelum HMI berdiri:
- Sistem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia".
- Adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.
LATAR BELAKANG
PEMIKIRAN
Berdirinya Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI
(Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk
ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya
antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan,
Sumatera Utara. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan
nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta
dan sekolah Muhammadiyah.
Adapun latar belakang
pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan
kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum
memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat
dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu
dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini
harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu
menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman
dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan
terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini
harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta
ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Peristiwa Bersejarah
5 Februari 1947
Setelah beberapa kali
mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan
rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang
mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal
1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di
Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa
Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan
"Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan
yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk
mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka
organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Pada awal
pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
- Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
- Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Faktor Penghambat Berdirinya HMI
Munculnya
reaksi-reaksi dari :
- Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
- Gerakan Pemuda Islam (GPII)
- Pelajar Islam Indonesia (PII)
- Fase-Fase Perkembangan HMI dalam Perjuangan Bangsa Indonesia
Fase Pengokohan (5
Februari 1947 - 30 November 1947)
Selama lebih kurang 9
(sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa
sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan
yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi
HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.
Fase Perjuangan
Bersenjata (1947 - 1949)
Seiring dengan tujuan
HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa
perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang
dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata
bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk
menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil
Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan
Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas
pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung,
memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI
tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun '64-'65,
disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.
Fase Pertumbuhan dan
Perkembangan HMI (1950-1963)
Selama para kader HMI
banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor,
selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara
sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi
tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan
kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk
melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta.
Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi.
Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa.
Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
Fase Tantangan (1964
- 1965)
Dendam sejarah PKI
kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah
agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI
adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya
dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan,
fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.
Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak
menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang
kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah
membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
Fase Kebangkitan HMI
sebagai Pelopor Orde Baru (1966 - 1968)
HMI sebagai sumber
insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama
yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI
melalui Wakil Ketua PB Mari'ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa
(KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2)
Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya.
Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember
1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI
menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI
terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam
bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan
yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa
menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di
Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di
Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan
pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan
ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut
berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak
sejarah berdirinya Orde Baru.
Fase Pembangunan
(1969 - 1970)
Setelah Orde Baru mantap,
Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian
lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya
turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan.
Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni
meliputi diantaranya : 1) partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan
iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, 2) partisipasi dalam
pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran 3) partisipasi dalam
bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.
Fase Pergolakan dan
Pembaharuan Pemikiran (1970 - sekarang )
Suatu ciri khas yang
dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya,
karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang
bersifat dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan bahwa fase pergolakan
pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada
tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 di mana secara
relatif masalah- masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan.
Sementara di sisi lain, persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang
problema.
IMM
IMM
(Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) ialah organisasi mahasiswa Islam di Indonesia
yang memiliki hubungan struktural dengan organisasi Muhammadiyah
dengan kedudukan sebagai organisasi otonom. Memiliki tujuan terbentuknya
akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) didirikan di Yogyakarta
pada tangal 14
Maret 1964,
bertepatan dengan tanggal 29 Syawwal 1384 H. Kelahiran IMM dan keberadaannya
hingga sekarang cukup sarat dengan sejarah yang melatarbelakangi, mewarnai, dan
sekaligus dijalaninya. Dalam konteks kehidupan umat dan bangsa, dinamika
gerakan Muhammadiyah dan organisasi otonomnya, serta kehidupan
organisasi-organisasi mahasiswa yang sudah ada, bisa dikatakan IMM memiliki
sejarahnya sendiri yang unik. Hal ini karena sejarah kelahiran IMM tidak luput
dari beragam penilaian dan pengakuan yang berbeda dan tidak jarang ada yang
menyudutkannya dari pihak-pihak tertentu. Pandangan yang tidak apresiatif
terhadap IMM ini berkaitan dengan aktivitas dan keterlibatan IMM dalam
pergolakan sejarah bangsa Indonesia pada pertengahan tahun 1960-an; serta
menyangkut keberadaan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada waktu
itu.
Sesungguhnya
ada dua faktor integral yang menjadi dasar dan latar belakang sejarah
berdirinya IMM, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Yang dimaksud dengan
faktor intern adalah faktor yang terdapat dan ada dalam organisasi Muhmmadiyah
itu sendiri. Sedangkan faktor ekstern adalah hal-hal dan keadaan yang datang
dari dan berada di luar Muhammadiyah, yaitu situasi dan kondisi kehidupan umat
dan bangsa serta dinamika gerakan organisasi-organisasi mahasiswa.
Faktor
intern sebetulnya lebih dominan dalam bentuk motivasi idealis dari dalam, yaitu
dorongan untuk mengembangkan ideologi, paham, dan cita-cita Muhammadiyah. Untuk
mewujudkan cita-cita dan merefleksikan ideologinya itu, maka Muhammadiyah mesti
bersinggungan dan berinteraksi dengan berbagai lapisan dan golongan masyarakat
yang majemuk. Ada masyarakat petani, pedagang, birokrat, intelektual,
profesional, mahasiswa. dan sbagainya.
Interaksi
dan persinggungan Muhammadiyah dengan mahasiswa untuk merealisasikan maksud dan
tujuannya itu, cara dan strateginya bukan secara langsung terjun mendakwahi dan
mempengaruhinya di kampus-kampus perguruan tinggi. Tetapi caranya adalah dengan
menyediakan dan membentuk wadah khusus yang bisa menarik animo dan
mengembangkan potensi mahasiswa. Namun demikian, keinginan untuk menghimpun dan
membina mahasiswa-mahasiswa Muhammadiyah tersebut tidak bisa langsung terwujud,
karena pada saat itu Muhammadiyah belum memiliki perguruan tinggi sendiri.
Untuk menjembataninya, maka para mahasiswa yang sepaham, atau mempunyai alam
pikiran yang sama, dengan Muhammadiyah itu diwadahi dalam organisasi otonom
yang telah ada seperti NA dan Pemuda Muhammadiyah, serta tidak sedikit pula
yang berkecimpung di HMI. Pada tanggal 18 November 1955, Muhammadiyah baru bisa
mewujudkan cita-citanya untuk mendirikan perguruan tinggi yang sejak lama telah
dicetuskannya pada tahun 1936, yaitu dengan berdirinya Fakultas Hukum dan
Filsafat di Padang Panjang.
Sedangkan
faktor ekstern berdirinya IMM berkaitan dengan situasi dan kondisi kehidupan di
luar dan di sekitar Muhammadiyah. Hal ini paling tidak bertalian dengan keadaan
umat Islam, kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia, serta dinamika
gerakan mahasiswa.
Keadaan
dan kehidupan umat Islam waktu itu masih banyak dipenuhi oleh tradisi, paham,
dan keyakinan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Keyakinan dan praktek keagamaan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah
mahasiswa, banyak bercampur baur dengan takhayul, bid`ah, dan khurafat.
Sementara
itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga tengah terancam oleh pengaruh
ideologi komunis (PKI), keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan konflik
kekuasaan antar golongan dan partai politik. Sehingga, kendati waktu itu
Indonesia telah merdeka selama kurang lebih 20 tahun, namun tidak bisa
mencerminkan makna dan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Demokrasi dan kedaulatan
rakyat terkungkung, sementara tirani kekuasaan dan otoritarianisme merajalela
akibat kebijakan demokrasi terpimpin ala Soekarno.
Keadaan
politik Indonesia sekitar awal sampai dengan pertengahan tahun '60-an, tulis
Cosmas Batubara, sangat menarik. Banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa
perkembangan dan kehidupan politik saat itu diwarnai oleh tiga pelaku politik
yang amat dominan, yaitu: Diri pribadi Presiden soekarno; ABRI (terutama sekali
angkatan Darat); dan PKI. Ketiga kekuatan politik tersebut sangat mewarnai dan
mempengaruhi perilaku dan orientasi kehidupan berbangsa, dan bernegara di
berbagai lapisan dan kelompok masyarakat. Di kalangan organisasi mahasiswa,
orientasi dan perilaku politiknya juga terbagi ke dalam tiga kekuatan dominan tadi.
Organisasi mahasiswa yang secara tajam mengikuti garis Presiden Soekarno adalah
GMNI, dan yang sejalan dengan garis ABRI adalah HMI, PMKRI, dan SOMAL
(Sekretariat Organisasi-Organisasi Mahasiswa Lokal). Sedangkan yang mengikuti
dan mendukung garis PKI adalah CGMI (Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia).
Di tengah kemelut dan pertentangan garis politik tersebut, pergolakan
organisasi-organisasi mahasiswa sampai dengan terjadinya G30S 1965 terlihat
menemui jalan buntu dalam mempertahankan partisipasinya di era kemerdekaan RI.
Pada waktu itu sejak Kongres Mahasiswa Indonesia di malang pada tanggal 8 Juni
1947, organisais-organisasi mahasiswa seperti HMI, PMKRI (Persatuan Mahasiswa
Katholik Republik Indonesia), PMKI (Persekutuan Mahasiswa Kristen Indonesia;
yang pada tahun 1950 berubah menjadi GMKI [Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia]), PMJ (Persatuan Mahasiswa Jogjakarta), PMD (Persatuan Mahasiswa
Djakarta), MMM (Masyarakat Mahasiswa Malang), PMKH (Persatuan Mahasiswa
Kedokteran Hewan), dan SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia) berfusi ke dalam PPMI
(Perserikatan Perhimpunan-Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) yang bersifat
independen. Independensi PPMI sebagai penggalang kekuatan anti-imperialisme
pada mulanya berjalan kompak. Tetapi setelah mengadakan Konferensi Mahasiswa
Asia Afrika (KMAA) di Bandung tahun 1957—yang menjadi prestasi puncak
PPMI—masing-masing organisasinya kemudian memisahkan diri. Hal ini karena pada
tahun 1958 PPMI menerima CGMI, selundupan PKI, yang kemudian melancarkan aksi
intervensi untuk mempengaruhi organisasi mahasiswa lain agar keluar dari PPMI.
Akhirnya , karena kuatnya pengaruh dan intervensi dari CGMI tersebut, maka
masing-masing organisasi dalam PPMI memisahkan diri. Pada bulan oktober 1965,
setelah PKI dilumpuhkan, PPMI akhirnya secara resmi membubarkan diri. Sasaran
gerakan CGMI sebetulnya ingin mendominasi gerakan mahasiswa dan kehidupan
kampus serta ingin menyingkirkan organisasi-organisasi mahasiswa Islam seperti
HMI.
Sesungguhnya
sebelum PPMI membubarkan diri, antara tahun 1964 sampai 1965 masing-masing
organisasi mahasiswa yang berfusi di dalamnya bersikap sok revolusioner. Pada
akhirnya HMI juga tidak ketinggalan untuk menjadi bagian dari kekuatan
revolusioner. Menurut Deliar Noer, waktu itu HMI dengan keras turut menyanyikan
senandung Demokrasi Terpimpin. Slogan-slogan Soekarno mulai dikumandangkan
seperti "Nasakom jiwaku", "revolusioner", dan "ganyang
Malaysia". Bahkan pada tahun 1964 HMI memecat beberapa anggota penasihatnya
yang telah alumni karena tidak sesuai dengan revolusi. HMI juga mengecam keras
Kasman Singodimedjo yang sedang menghadapi pengadilan di Bogor dan menuntut
dihukum sekeras-kerasnya bila bersalah.
Program Kerja
Secara
umum program kerja IMM dilaksanakan untuk memantapkan eksistensi organisasi
demi mencapai tujuannya, "mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang
berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah" (AD IMM Pasal
6). Untuk menunjang pencapaian tujuan IMM tersebut, maka perencanaan dan
pelaksanaan program kerja diorientasikan bagi terbentuknya profil kader IMM
yang memiliki kompetensi dasar aqidah, kompetensi dasar intelektual, dan
kompetensi dasar humanitas . Sebagai organisasi yang bergerak di bidang
keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan, maka program kerja IMM pada
dasarnya tidak bisa lepas dari tiga bidang garapan tersebut. Perencanaan dan
pelaksanaan program kerja tersebut memiliki stressing yang berbeda-beda
(berurutan dan saling menunjang) pada masing-masing level kepemimpinan.
- Di tingkat Komisariat: kemahasiswaan, perkaderan, keorganisasian, kemasyarakatan.
- Di tingkat Cabang: Perkaderan, kemahasiswaan, keorganisasian, kemasyarakatan.
- Di tingkat Daerah: keorganisasian, kemasyarakatan, perkaderan, kemahasiswaan.
- Di tingkast Pusat: Kemasyarakatan, keorganisasian, perkaderan, kemahasiswaan.
Berkaitan
dengan program kerja jangka panjang, maka sasaran utamanya diarahkan pada upaya
perumusan visi dan peran sosial politik IMM memasuki abad XXI. Hal ini tidak
lepas dari ikhtiar untuk memantapkan eksistensi IMM demi tercapainya tujuan
organisasi (lihat AD IMM Pasal 6). Sasaran utama dan program jangka panjang ini
merujuk pada dan melanjutkan prioritas program yang telah diputuskan pada
Muktamar VII IMM di Purwokerto (1992). Program dimaksud menetapkan strategi
pembinaan dan pengembangan organisasi secara bertahap, sistematis, dan
berkelanjutan selama lima periode muktamar IMM.
Periode
Muktamar IX diarahkan pada pemantapan konsolidasi internal (organisasi,
pimpinan, dan program) dengan meningkatkan upaya pembangunan kualitas
institusional dan pemantapan mekanisme kaderisasi dalam menghadapi perkembangan
situasi sosial politik nasional yang semakin dinamis. Periode Muktamar X
diarahkan pada penguatan orientasi kekaderan dengan meningkatkan mutu sumber
daya kader sebagai penopang utama kekuatan organisasi dalam transformasi sosial
masyarakat. Periode Muktamar XI diarahkan pada penguatan peran institusi
organisasi baik secara internal (pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan
pembaruan dan amal usaha Muhammadiyah) maupun eksternal (kader umat dan kader
bangsa).
Periode
Muktamar XII diarahkan pada pemantapan peran IMM dalam wilayah kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memasuki era globalisasi yang lebih
luas. Periode Muktamar XIII diarahkan pada pemberdayaan institusi organisasi
serta pemantapan peranan IMM dalam kehidupan sosial politik bangsa.
Kemudian
pelaksanaan program jangka panjang itu memiliki sasaran khusus pada
masing-masing bidangnya. Bidang Organisasi diarahkan pada terciptanya struktur
dan fungsi organisasi serta mekanisme kepemimpinan yang mantap dan mendukung
gerak IMM dalam mencapai tujuannya. Program konsolidasi gerakan IMM juga
diarahkan bagi terciptanya kekuatan gerak IMM baik ke dalam maupun ke luar sebagai
modal penggerak bagi pengembangan gerakan IMM. Bidang Kaderisasi diarahkan pada
penguatan tiga kompetensi dasar kader IMM (aqidah, intelektual, dan humanitas)
yang secara dinamis mampu menempatkan diri sebagai agen pelaku perubahan sosial
bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi diarahkan pada pembangunan budaya iptek dan penguatan paradigma ilmu
yang melandasi setiap agenda dan aksi gerakan IMMdalam menyikapi tantangan
zaman. Bidang Hikmah diarahkan pada penguatan peran sosial politik IMM di
tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam peran serta dan
partisipasi sosial politik generasi muda (mahasiswa). Bidang Sosial Ekonomi
diarahkan pada penumbuhkembangan budaya dan wawasan wiraswasta di lingkungan
IMM, terutama dalam membangun dan memberdayakan potensi ekonomi kerakyatan.
Bidang Immawati diarahkan pada upaya penguatan jati diri dan peran aktif sumber
daya kader puteri IMM dalam transformasi sosial menuju masyarakat utama.
2.2 Organisasi Sosial-Politik
dan Islam Pada Masa Orde Baru
Orde lama seolah menjadi simbol penyelewwngan konstitusi dan
demokrasi, tidak ada upaya mensejahterakan rakyat,komunis merajalela, serta
keadaan serba buruk pada zaman demokrasi terpimpin. Datanglah masa orde baru
yang diawali dengan terbentuknya Kabinet Ampera yang bertugas memelihara
stabilitas keamanan dan memperbaiki ekonomi. Orde baru menunjukk kepada tatanan
dan tujuan kehidupan sosial, politik, ekonomi, kultural yang dijiwai oleh moral
pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dikalangan umat islam timbul harapan-harapan baru. Dengan
dihapusnya PKI berarti tidak ada lagi halangan melaksanakan “Syari’at Islam”.
Akan tetapi rupanya orde baru mempunyai pemikran yang curiga. Oleh karena itu,
umat islam mulai menyadari bahwa memperjuangkan islam melalui jalur politik
kurang menguntungkan, perlu jalan lain yaitu dakwah. Sebagai ganti Masyumi,
pada tanggal 20 Februari 1968, Surat Keputusan Presiden No. 70/68 mengesahkan
Partai Muslimin Indonesia dengan ketua Djarnawi Hadikusuma. Akhirnya semua
partai politik setuju dan sepakat berpegang kepada Pancasila dan UUD 1945.
Inilah yang kemudian disebut dengan “Konsensus Nasional”.
Namun,muncul konsensus lain, yaitu menyederhanakan
partai-partai dan menjadikan pancasila sebagai satu-satunya asas tunggal bagi
semua organisasi. Orde baru mengalami banyak perubahan. Kesadaran mulai tumbuh
dari generasi mudaislam, yang mulai menuntut ilmu di Perguruan Tinggi, baik
dalam maupun luar negri. Mereka berpendapat bahwa perjuangan “negara islam”
tidak perlu dalam bentuk formal, akan tetapi penerapannya lebih kedalam
nilai-nilai fitrah dan hanif yang selalu dinamis dan berpendapat bahwa pintu
ijtihad tidaklah tertutup.
Dari berbagai analisi diketahui bahwa kebijaksanaan soeharto
dan soekarna terhadap pergerakan muslim indonesia ternyata sama, yaitu
membedakan aspek keagamaan dan aspek politik.Di balik kemunduran politik,
kekuatan pergerakan muslim sebenarnya tetap besar. Mentri Pendidikan berhasil
membina birokrasi pendidikan Nasional dan berhasil mempromosikan pendidik an
muslim. Dibawah arahan Mahmud Yunus sebagai mentri pendidikan pada waktu itu,
menetapkan program sekolah islam komprehensif, meliputi progrm pendidikan dasar
6 tahun,pendidikan menengah 4 tahun, dan pendidikan atas 2 tahun. Pengajaran
agama ditambah pada kurikulum semua sekolah negri dan Perguruan Tinggi. Menteri
agama membantu memperbaharui kurikulum pendidikan.
Kini, tidaka ada lagi persoalan mengenai apakah indonesia
ini negara islam atau bukan, yang penting adalah merea mampu menjaga harmonitas
stabilitas sambil melakukan perbaikan, sesuai dengan kaidah fiqih “menghindari
kerusakan lebih baik daripada menciptakan kebaikan”. Karena itu tidak
dibenarkan melakukan kudeta dan oposisi radikal sebab akan memuncukkan sesuatu
yang lebih buruk dari keadaan semula. Dalam kondisi tenang itulah, islam mulai
menata diri.
Semua kemauan umat islam diatas, sebenarnya adalah sesuatu
diluar kemampuan Soeharto sebagi presiden. Sebab Soeharto dengan kekuatan ABRI
nya sebenarnya merekayasa berbagai macam cara, bahkan dengan kekerasan,
sehingga berkuasa selama 32 tahun. KKN merajalela, hutang atas nama negara
dalam jumlah yang snagta besar, korupsi yang luar biasa, dan hancurnya etika
nasional. Soeharto juga memonopoli kekuatan politik, baik dengan perangkat
kekerasan fisik seperti birokrasi dan tentara maupun kekerasan ideologis,
sehingga negara ini dapat disebut sedang mengalami kebangkrutan dan kebobrokan
moral.
Dalam situasi seperti itulah, muncullah kalangan muda,
cendekiawan, serta masyarakat kritis lainnya. Gerakan pro demokrasi telah
menguasai gedung MPR/DPR menyarakan perlunya suksesi kekuasaan untuk mengakhiri
kekuasaan Soeharto. Sejak tahun 1973 gerakan itu terus tumbuh, terutama
dipimpin oleh Amien Rais melalui berbagai kesempatan, ceramah, seminar dll.
Sampai tanggal 19 Mei 1998 tidak ada tanda-tanda akan
lengsernya Soeharto, yang terlihat justru soeharto akan menggunakan militer
untuk menghabiskna gerakan pro demokrasi tersebut. Menghadapi itu, gerakan pro
demokrasi akan mengadakan apel akbardidepan Monas yang akan diikuti oleh ribuan
masyarakat, walaupun TNI mengancam akan menghabisi demonstran itu. Namun,
karena desakan dari berbagai pihak, akhirnya amien dkk mengurungkan niatnya.
Mendengar isu tersebut membuat soeharto akhirnya memilih mundur, setelah
pernyataan mundur 11 mentri serta penolakan sejumlah tokoh mwnjadi anggota
komite Reformasi yang akan dibentuk Soeharto. Pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto
Resmi mengundurkan diri dan melantik Habibie, yang merupakan wakil presiden
waktu itu, menjadi Presiden RI. Berikut ini penjelasan mengenai organisasi dan
partai politik masa orde baru:
A. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
PPP adalah sebuah partai
politik yang dibentuk pada awal masa orde baru dan merupakan fusi dari
partai-partai islam: Nahdatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi),
Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah
(Persi).
Pembentukan partai ini, bermula dari program pemerintah pada
masa orde baru untuk melaksanakan pembaharuan politik. Kekuatan Politik pada
masa Orde Baru diharapkan tidak lagi berorientasi pada ideologi akan tetapi
berorientasi pada program. Pada tanggal 7 Februari 1970, presiden menghimbau
agar partai politik dapat menciptakan stabilitas nasional untuk menciptakan
suasana yang memungkinkan pelaksanaan pembangunan. Selain itu, presiden juga
menghimbau untuk memikirkan kemungkinan dikelompokkannya partai-partai politik
yang ada. Dan dari himbauan tersebut akhirnya pada tanggal 27 Februari 1970 presiden mengadakan temu pimpinan partai
poltik dan menghasilkan keputusan sbb:
1. Lahirnya kelompok Sekuler
pada tanggal 9 Maret 1970 yang merupakan gabungan dari Partai Nasional
Indonesia (PPI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen
Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, dan Murba dengan nama kelompok Demokrasi
Pembangunan.
2. Lahir pula kesepakatan
untuk menghimpun kelompok spiritual pada tanggal 13 Maret 1970 yang merupakan
gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan Perti, dengan nama kelompok Persatuan
Pembangunan. Kelompok terakhir inilah yang kemudian menjadi Partai
Persatuan Pembangunan (PPP).
Pada tanggal 5 Januari 1973 para pemimpin partai kelompok
spiritual mengadakan pertemuan di rumah HMS Mintaredja,S.H. Pertemuan tersebut
melahirkan kesepakatan untuk bergabung menjadi satu Partai Politik yang bernama
Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Deklarasi berdirinya partai ini diumumkan
oleh Presidium kelompok Persatuan Pembangunan yang ditandatangani oleh
Dr.KH.Idham Chalid (NU), HMS Mntaredja,S.H. (Parmusi), H.Anwar Tjokroaminoto
(PSII), H. Rusli Khalil (Perti), dan KH. Masykur (NU).
Cita-cita
Perjuangan PPP (Lima Rukun Khidmah)
Pada tanggal 13 Februari 1973 bertepat di kediaman
KH.Masykur, PPP berhasil menyusun cita-cita atau rencana perjuangan yang
kenudian disebut Lima Rukun Khidmah, yang berisi:
1. Berkhidmah untuk mewujudkan
dan membina masyarakat yang bertakwa kepada ALLAH SWT, dan meningkatkan mutu
serta mengembangkan kehidupan masyarakat Islam melalui pendidikan, dakwah, dll.
2. Berkhidmah untuk
mengamalkan dan mempertahankan Pancasila serta melaksanakan UUD 1945 secara
murni dan konsekwen guna tercapainya cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945
menuju masyarakat adil dan makmur rohani dan jasmani yang diridhoi oleh ALLAH
SWT.
3. Berkhidmah untuk memelihara
dan mempertahankan kesatuan dan persatuan umat Islam Indonesia.
4. Berkhidmah untuk
melaksanakan Pembangunan Nasional dan Pembangunan demokrasi berdaarka Pancasila
dalam rangka mewujudkan kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan rakyat
Indonesia.
5. Berkhidmah untuk mencegah
pola kehidupan yang bersifat materialistik serta memberantas paham Komunisme
dan Liberalisme dalam kehidupan bangsa Indonesia.
ASAS PPP
Terpilih sebagai ketua partai pertama adalah Dr.KH. Idham Chalid, sedangkan
ketua umumnya adalah HMS Mintaredja. Menurut pasal 2 anggaran dasar partai tahun
1973 disebutkan bahwa PPP beradasarkan islam. Akan tetapi, dengan adanya UU no
3 tahun 1975 yang menyebutkan bahwa semua kekuatan politik berasaskan
pancasila. Maka, PPP pun menyesuaikan, pada tanggal 6-8 Nopember berdasar hasil
musyawarah, maka bunyi pasal 2 diubah menjadi “Parta persatuan pembangunan
berdasarkan pancasila, UUD 1945, dan Islam”
Perubahan PPP dari partai islam
menjadi partai yang bersifat umum, membawa pengaruh besar dalam PPP. Lambang
ka’bah diganti dengan lambang yang mencerminkan pancasila yaitu bintang.
Pergantian ideologi partai dari dasar islam menjadi dasar pancasila pada
mulanya menimbulkan pro dan kontra dikalangan umat. Nadhlatul ulama adalah
ormas islam yang mula-mula menerima asas tunggal (pancasila), keputusan ini
sekaligus dibarengi bahwasanya NU kembali ke “Khitah 1926”, artinya NU kembali
sebagai organisasi sosial belaka dan secara resmi keluar dari PPP, dan
keputusan ini di ambil dalam mukhtamar nasional PPP 1983 di Situbondo.
Pada awalnya, bergabungnya
partai-partai islam dalam satu wadah dalam PPP merupakan peristiwa bersejarah
dalam dinamika politik umat islam indonesia. Baru kali inilah
partai-partai politik islam bersatu dalam satu wadah sejak zaman Demokrasi
Liberal dan Demokrasi Terpimpin.
Para pemimpin dan umat islam indonesia
menyambut peristiwa ini dengan antusias. Tetapi kekompakan diantara para
pemimpin partai ini tidak berumur panjang. Dalam Sidang Umum MPR tahun 1978
terjadi perpecahan di kalangan anggota DPR dari PPP tentang sikap yang
seharusnya diambil, yakni mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4), Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan
YME, dan GBHN. Pada sidang komisi B dalam membahas P4 dan aliran kepercayaan,
anggota DPR dari PPP masing-masing membawakan suara asal organisasi mereka,
Parmusi menganjurkan ikut dalam voting, PSII menganjurkan hadir tapi tidak ikut
memberikan suara dalam voting, sedangkan NU menolak sama sekali soal
“kepercayaan” dengan alasan takut musyrik.
Kericuhan intern muncul ketika H.
Jailani Naro, S.H menuntut perubahan komposisi suara dalam fraksi Persatuan
Pembangunan, dengan unsur petimbangan Parmusi 5, NU 5, PSII 2 dan Perti 1
padahal pertimbangan suara yang didapat menghendaki NU 8, Parmusi 3, PSII 3,
dan Perti 0. Kericuhan ini terjadi pada masa sidang 1980/1981. NU merasa
dirugikan dalam peristiwa ini tetapi NU tidak berdaya menghadapi pengucilan
yang dilakukan Sudarji (kelompok Parmusi-Naro) sehingga komposisi menjadi NU 3,
Parmusi 3, PSII 2, Perti 0. NU terpaksa mengosongkan 5 kursi yang menjadi
haknya.
Penggantian kepemimpinan PPP
sampai menjelang pemilu 1082 belum dilakukan melalui mukhtamar sebagaimana
mestinya. Pergantian dari HMS Mintareja SH kepada H. Jailani Naro,Sh Misalnya,
dilakukan atas dasar konsensus dalam musyawarah nasional dewan partai. Pada
masa ini terjadi kemelut PPP. Prmusi melalui Naro yang sudah menduduki kurs
ketua umum PPP, dan Sudarji sebagai sekjen menuntut agar calon dari Parmusi
lebih banyak kursi di DPR. Naro mengajukan 625 nama calon dari 27 propinsi.
Kemelut ini mengakibatkan terlambatnya penyusunan daftar calon, dan pada
tanggal 19 Nopember 1981 KH. Syaifudin Zuhri (NU) mengundurkan diri karena
merasa sangat dirugikan dalam kemelut ini. Dalam pemilu 1982 yang diikuti oleh
tiga kekuatan politik, PPP menduduki urutan kontestan nomor 1, dengan komposisi
perolehan suara Golkar, 345, PPP 94, dan yang diangkat 100.
B. Pembina Iman Tauhid Islam (PITI)
Organisasi-organisasi sosial ang
bergerak dibidang dakwah. Gabungan dari persatuan Islam Tiongha (PIT) dan
persatuan Tiongoa Muslim (PTM). Organisasi ini semula bernama Persatuan Islam
Tionghoa Indonesia
yang didirikan oleh H.Abdl Karim Oie Tjeng Hien pada tahun 1961.
Pada tahun 1972 pemerintah
melalui jaksa agung melarang penggunaan istilah Persatuan Tionghoa Indonesia
Karen dianggap kskluif utuk menghilangkan keraguan-keraguan terhadap organisasi
dakwah keturunan tionghoa, pimpinan organisasi ini beruaha menyeragamkan
pembinaan organisasi dakwah bagi muslimin keturunan tionghoa, dengan semua wrga
negara Indonesia yang beragama islam. Pada
tanggal 15 Desember 1972, pimpinan pusat PITI melalui surat
yang dikirim ke Jaksa Agung
RI menyatakan bahwa dalam rangka berbakti secara
aktif terhadap agama bangsa dan negara. PITI bertujuan membentuk insane kamil
(manusia sempurna) yang mengamalkan ajaran islam untuk mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, bahagia di dunia dan akhirat dalam negara republic Indonesia yang
berdasarkan pancasila dan diridhoi oleh Allah SWT.
Berdasarkan ketetapan musyawarah
Nasional, program kerja dan kegiatan PITI merupakan penjabaran dari program
kerja nasional yang tertuang dalam GBHN dibidang agama, pendidikan dan
pembaharuan.
Kegiatan pokok organisasi ini adalah:
1.
Menyampaikan ajaran islam dengan penuh hikmah kepada setiap warga negara Indonesia yang
suka rela menganut agama islam
2. Memberikan bimbingan dan pembinaan ajaran
islam bagi anggotanya
3. Mengadakan hubungan dan kejasama antar
organisasi isam untuk mewujudkan ukhuwah islamiyah
4. Melaksanakan kegiatan bidng sosial dan
pendidikan.
C.
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) dibentuk ketika pemerintahan Orde Baru
masih berkuasa di Indonesia. Saat itu pemerintah menetapkan bahwa di
Indonesia hanya ada satu organisasi para buruh, yaitu Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Namun SPSI yang seharusnya mewakili dan
memperjuangkan kepentingan-kepentingan para buruh dalam kaitan dengan
pekerjaannya, pada kenyataannya lebih sering memihak kepada pemilik perusahaan
dan pemerintah, yang berkepentingan untuk memelihara kondisi kerja yang
menguntungkan para pemilik modal agar Indonesia tetap menarik bagi mereka.
Hal
ini menimbulkan banyak ketidakpuasan di kalangan para buruh. Karena itu pada 25 April 1992, dalam sebuah
pertemuan buruh nasional di Cipayung, Jawa Barat, dibentuklah Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia. Tokoh-tokoh yang ikut memprakarasi pembentukan organisasi ini antara
lain adalah Dr. Muchtar Pakpahan, Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), Rachmawati Soekarnoputri, Sabam Sirait, dan dr. Sukowaluyo Mintohardjo.
Muchtar Pakpahan kemudian terpilih sebagai ketua umum SBSI yang pertama.
2.3 Organisasi Sosial-Politik
dan Islam Pada Masa Reformasi
Jatuhnya pemerintahan Orde baru yang otoriter dan korup
membawa harapan munculnya pemerintahan pasca orde baru yang demokratis. Halini
tercermin dari kebebasan membentuk partai politik. Tercatat ada 48 partai baru
yang mengikuti pemilu 1999, termasuk didalamnya partai-partai islam. Keadaan
ini juga mempengaruhi ulama untuk kembali aktif di dunia politik dengan terjun langsung untuk memenangkan
partai tertentu sesuai dengan posisinya.
A. PKB
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), adalah sebuah partai
politik di Indonesia. Partai ini didirikan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 1998 (29 Rabi'ul Awal
1419 Hijriyah) yang dideklarasikan oleh para kiai-kiai Nahdlatul
Ulama, seperti Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, Abdurrahman
Wahid, A. Mustofa Bisri, dan A. Muhith Muzadi).
Kronologi pendirian
Kisah pendirian PKB dimulai pada 11 Mei 1998. Ketika para kyai sesepuh di Langitan mengadakan pertemuan. Mereka membicarakan situasi terakhir yang menuntut perlu diadakan perubahan untuk menyelamatkan bangsa ini dari kehancuran. Saat itu para kyai membuat surat resmi kepada Pak Harto yang isinya meminta agar beliau turun atau lengser dari jabatan presiden. Pertemuan itu mengutus Kyai Mu’hid Mujadid dari Jember dan Gus Yusuf Muhammad menghadap Pak Harto untuk menyampaikan surat itu. Mereka berangkat ke Jakarta, meminta waktu tetapi belum dapat jadwal. Sehingga sebelum surat itu diterima, Pak Harto sudah mengundurkan diri terlebih dahulu, tanggal 23 Mei 1998.
Setelah itu, pada tanggal 30 Mei
1998, diadakan istiqosah akbar di Jawa Timur. Lalu semua kyai berkumpul di
kantor PBNU Jatim. Para kyai itu mendesak KH Cholil
Bisri supaya menggagas dan membidani pendirian partai bagi wadah aspirasi
politik NU. “Tapi saya mengatakan, jangan saya,” kata KH Cholil
Bisri. Sebab ia merasa sudah capek jadi orang politik. Ia merasa lebih baik
di pesantren saja. Tetapi para kyai terus mendorongnya karena dinilai lebih
berpengalaman dalam hal politik. Ketika itu Gus Dur belum ikut. Makanya ia
terus dipaksa.
Kemudian, tanggal 6 Juni 1998, ia
mengundang 20 kyai untuk membicarakan hal tersebut. Undangan hanya lewat
telepon. Tetapi pada hari H-nya yang datang lebih 200 kyai. Sehingga rumahnya
di Rembang sebagai tempat pertemuan penuh. Dalam pertemuan itu terbentuklah
sebuah panitia yang disebut dengan Tim “Lajenah” karena terdiri dari 11 orang.
Ia sendiri menjadi ketua. Sekretarisnya Gus Yus. Panitia ini bekerja secara
maraton untuk menyusun platform dan komponen-komponen partai termasuk logo
(yang sampai saat ini menjadi lambang resmi partai) yang pembuatannya diserahkan
kepada KH.A. Mustofa Bisri. Selain itu terbentuk juga Tim
Asistensi Lajenah terdiri dari 14 orang yang diketuai oleh Matori Abdul Djalil
dan sekretarisnya Asnan Mulatif.
Pada tanggal 18 Juni 1998, panitia
mengadakan pertemuan dengan PBNU. Dilanjutkan audiensi dengan tokoh-tokoh politik (NU) yang
ada di Golkar, PDI dan PPP. Panitia menawarkan untuk bergabung, tanpa paksaan.
PBNU sendiri menolak pendirian partai. Setelah itu, pada tanggal 4 Juli 1998,
Tim ‘Lajenah’ beserta Tim dari NU mengadakan semacam konfrensi besar di Bandung
dengan mengundang seluruh PW NU se-Indonesia. 27 perwakilan datang semua.
Hari itu diputuskan nama partai.
Usulan nama adalah Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Kebangitan Ummat dan
Partai Nahdlatul Ummat. Akhirnya hasil musyawarah memilih nama PKB (Partai
Kebangkitan Bangsa). Lalu ditentukan siapa-siapa yang menjadi deklarator
partai. Disepakati 72 deklarator, sesuai dengan usia NU ketika itu. Jumlah itu
terdiri dari Tim Lajenah (11), Tim Asistensi Lajenah (14), Tim NU (5), Tim
Asistensi NU (7), Perwakilan Wilayah (27 x 2), Ketua–ketua Event Organisasi NU,
tokoh-tokoh Pesantren dan tokoh-tokoh masyarakat. Semua deklarator membubuhkan
tandatangan dilengkapi naskah deklarasi. Lalu diserahkan ke PBNU untuk mencari “kapten”
partai ini.
Ketika masuk ke PBNU, dinyatakan
bahwa yang menjadi deklaratornya 5 orang saja, bukan 72 orang. Kelima orang itu
yakni Kyai Munasir Allahilham, Kyai Eliyas Ruhyat, Kyai Muhid Mujadid dan KH. A.
Mustofa Bisri dan ditambah Abddurahman Wahid sebagai ketua PBNU. Nama 72
deklarator dari Tim Lajenah itu dicoreti semua oleh PBNU. “Ya terima saja.
Sebab saya berpikir untuk dapat berjuang bukanlah harus ada di dalam struktur,”
ujar KH Cholil Bisri, ketika Wartawan Tokoh Indonesia mengonfirmasi hal ini
dalam percakapan dengannya di ruang kerjanya di Gedung MPR-RI (22/10/02).
Dalam menyikapi usulan yang masuk
dari masyarakat Nahdliyin, PBNU menanggapinya secara hati-hati. Hal ini
didasarkan pada adanya kenyataan bahwa hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo
yang menetapkan bahwa secara organisatoris NU tidak terkait dengan partai
politik manapun dan tidak melakukan kegiatan politik praktis. Namun demikian,
sikap yang ditunjukan PBNU belum memuaskan keinginan warga NU. Banyak pihak dan
kalangan NU dengan tidak sabar bahkan langsung menyatakan berdirinya parpol
untuk mewadahi aspirasi politik warga NU setempat. Diantara yang sudah
mendeklarasikan sebuar parpol adalah Partai Bintang Sembilan di Purwokerto dan
Partai Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.
Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat
Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 3 Juni 1998 yang menghasilkan
keputusan untuk membentuk Tim Lima yang diberi tugas untuk memenuhi aspirasi
warga NU. Tim Lima diketuai oleh KH Ma'ruf
Amin (Rais Suriyah/Koordinator Harian PBNU), dengan anggota, KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU),
Dr KH Said Aqil Siradj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU), H M. Rozy
Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal
PBNU). Untuk mengatasi hambatan organisatoris, Tim Lima itu dibekali Surat
Keputusan PBNU. Tim lima ini adalah tim NU,
Selanjutnya, untuk memperkuat
posisi dan kemampuan kerja Tim Lima seiring semakin derasnya usulan warga NU
untuk menginginkan partai politik, maka pada Rapat Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah PBNU tanggal 20 Juni 1998 memberi Surat Tugas kepada Tim Lima,
selain itu juga dibentuk Tim Asistensi NU yang diketuai oleh Arifin Djunaedi (Wakil
Sekjen PBNU) dengan anggota H Muhyiddin Arubusman, H.M. Fachri Thaha Ma'ruf,
Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin,
Drs. Amin Said Husni dan Muhaimin
Iskandar. Tim Asistensi NU bertugas membantu Tim NU dalam mengiventarisasi
dan merangkum usulan pembetukan parpol.
Pada tanggal 22 Juni 1998 Tim
Lima dan Tim Asistensi mengadakan rapat untuk mendefinisikan dan
mengelaborasikan tugas-tugasnya. Tanggal 26 - 28 Juni 1998 Tim Lima dan Tim
Asistensi mengadakan konsinyering di Villa La Citra Cipanas untuk membahas
usulan pendirian PKB dari para Kiai yang telah berkumpul di Rembang. Pertemuan
ini menghasilkan lima rancangan:
Pokok-pokok Pikiran NU Mengenai Reformasi
Politik, Mabda'
Siyasiy, Hubungan Partai Politik dengan NU,
ADART
dan Naskah
Deklarasi.
Pemilihan Umum
Partai ini pertama mengikuti pemilu pada tahun
1999 dan pada tahun 2004 mengikutinya lagi.
Partai yang berbasis kaum NU ini sempat mengajukan Gus Dur sebagai
presiden yang menjabat dari tahun 1999
sampai pertengahan 2001.
Pada tahun 2004, partai ini memperoleh hasil
suara 10,57% (11.989.564) dan mendapatkan kursi sebanyak 52 di DPR.
Partai Kebangkitan Bangsa mendapat 28 kursi
(4,6%) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah
mendapat sebanyak 5.146.122 suara (4,9%). Ini berarti penurunan besar (50%
kursi) dari hasil perolehan pada tahun 2004.
B. PAN
Partai Amanat Nasional (PAN) adalah sebuah partai
politik di Indonesia. Asas partai ini adalah "Akhlak Politik
Berlandaskan Agama yang Membawa Rahmat bagi Sekalian Alam" (AD Bab II,
Pasal 3 [2]). PAN didirikan pada tanggal 23 Agustus
1998 berdasarkan
pengesahan Depkeh HAM No. M-20.UM.06.08 tgl. 27 Agustus 2003. Ketua Umum saat
ini adalah Hatta Rajasa. Ketua Majelis Pertimbangan
Partai dijabat oleh Amien Rais.
Kelahiran Partai Amanat Nasional
(PAN) dibidani oleh Majelis Amanat Rakyat (MARA), salah satu
organ gerakan reformasi pada era pemerintahan Soeharto, PPSK
Muhamadiyah, dan Kelompok Tebet.
PAN dideklarasasikan di Jakarta
pada 23 Agustus, 1998 oleh 50 tokoh nasional, di antaranya Prof. Dr. H. Amien Rais,
mantan Ketua umum Muhammadiyah, Goenawan
Mohammad, Abdillah Toha, Dr. Rizal Ramli,
Dr. Albert Hasibuan, Toety Heraty, Prof. Dr. Emil Salim,
Drs. Faisal
Basri MA, A.M. Fatwa, Zoemrotin, Alvin Lie Ling Piao dan lainnya. Sebelumnya
pada pertemuan tanggal 5-6 Agustus 1998 di Bogor, mereka sepakat membentuk Partai Amanat Bangsa (PAB) yang
kemudian berubah nama menjadi Partai Amanat Nasional (PAN) ( Selengkapnya di Sejarah Partai Amanat Nasional )
PAN bertujuan menjunjung tinggi
dan menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan, kemajuan material dan spiritual.
Cita-cita partai berakar pada moral agama, kemanusiaan, dan kemajemukan.
Selebihnya PAN menganut prinsip nonsektarian dan nondiskriminatif. Untuk
terwujudnya Indonesia baru, PAN pernah melontarkan gagasan wacana dialog
bentuk negara federasi sebagai jawaban atas ancaman disintegrasi. Titik sentral
dialog adalah keadilan dalam mengelola sumber daya sehingga rakyat seluruh
Indonesia dapat benar-benar merasakan sebagai warga bangsa ( Selengkapnya di Platform
Partai Amanat Nasional). Pada Pemilu
2004, PAN
mencalonkan pasangan Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo sebagai calon presiden
untuk dipilih secara langsung. Pasangan ini meraih hampir 15% suara nasional.
C. Partai Keadilan Sejahtera
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebelumnya bernama Partai
Keadilan (PK), adalah sebuah partai
politik berbasis Islam
di Indonesia.
PKS didirikan di Jakarta
pada 20 April
2002 (atau tanggal 9
Jumadil 'Ula 1423 H untuk tahun hijriah) dan merupakan kelanjutan dari Partai
Keadilan (PK) yang didirikan di Jakarta pada 20 Juli 1998 (atau 26 Rabi'ul
Awwal 1419 H). Pada 20 Juli 1998 PKS berdiri dengan nama awal Partai Keadilan
(disingkat PK) [2]
dalam sebuah konferensi pers di Aula Masjid
Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Presiden (ketua) partai ini
adalah Nurmahmudi Isma'il.
Pada 20 Oktober
1999 PK menerima
tawaran kursi kementerian Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) dalam kabinet
pemerintahan KH Abdurrahman Wahid, dan menunjuk Nurmahmudi Isma'il (saat itu presiden partai)
sebagai calon menteri. Nurmahmudi kemudian mengundurkan diri sebagai presiden
partai dan digantikan oleh Hidayat
Nur Wahid yang terpilih pada 21 Mei 2000. Pada 3 Agustus 2000 Delapan partai Islam (PPP, PBB, PK, Masyumi, PKU, PNU, PUI,
PSII 1905) menggelar acara sarasehan dan silaturahmi partai-partai Islam di Masjid
Al-Azhar dan meminta Piagam Jakarta masuk dalam Amandemen UUD 1945.
Akibat UU Pemilu Nomor 3
Tahun 1999 tentang syarat berlakunya batas minimum keikut sertaan parpol
pada pemilu selanjutnya (electoral threshold) dua persen, maka PK harus
merubah namanya untuk dapat ikut kembali di Pemilu berikutnya. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan
Sejahtera (PK Sejahtera) menyelesaikan seluruh proses verifikasi
Departemen Kehakiman dan HAM (Depkehham) di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah
(setingkat Propinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat Kabupaten/Kota).
Sehari kemudian, PK bergabung dengan PKS dan dengan penggabungan ini, seluruh
hak milik PK menjadi milik PKS, termasuk anggota dewan dan para kadernya.
Dengan penggabungan ini maka PK (Partai Keadilan) resmi berubah nama menjadi PKS
(Partai Keadilan Sejahtera).
Setelah Pemilu 2004,
Hidayat Nur Wahid (Presiden PKS yang sedang
menjabat) kemudian terpilih sebagai ketua MPR masa bakti 2004-2009
dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden PK Sejahtera. Pada
Sidang Majelis Syuro I PKS pada 26 - 29 Mei 2005 di Jakarta, Tifatul
Sembiring terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2005-2010. Seperti
Nurmahmudi Isma'il dan Hidayat
Nur Wahid disaat Tifatul Sembiring dipercaya oleh Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Indonesia ke 6 sebagai Menteri
Komunikasi dan Informatika. Maka estafet kepemimpinan pun berpindah ke Luthfi Hasan Ishaq
sebagai pjs Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro PKS II pada 16 -
20 Juni 2010 di Jakarta, Luthfi Hasan Ishaq
terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2010-2015.
Kehadiran ulama dalam politik
seharusnya berdampak positif, dalam pengertian memberikan sumbangan bagi
terciptanya bangunan struktur politik yang bermoral, karena ulama adalah sumber
moral. Namun, ketika ulama itu terpolarisasi sedemikian rupa, sehingga sering
antara seorang ulama dengan ulama lain saling berhadapan dalam membela
partainya masing-masing. Kondisi ini akan menimbulkan perpecahan dan dampaknya
membingungkan rakyat, paling tidak akan memperlemah kekuatan umat Islam sendiri
yang akhirnya sering dimanfaatkan oleh golongan (partai) lain.
Memang, Pemilu 1999 telah membawa
ulama ikut berperan kembali secara mandiri di dalam pemerintahan, sehingga
beberapa ulama telah duduk di legislatif. Mereka bergabung dalam Fraksi
kebangkitan Bangsa(FKB). Begitu pula, Pemilu tahun 1999 telah membawa K.H.
Abdurrahman Wahid menjadi Presiden. Pada saat itu, peran ulama berpolitik
sangat menonjol karena Gus Dur selalu mengikutsertakan ulama dalam mengambil
keputusannya. Sayang kedudukan yang terhormat itu harus berakhir dengan singkat
oleh MPR yang waktu itu ketuanya Amien Rais, dan jabatan Presiden kemudian
diserahkan kepada Megawati.
Sampai pada Pemilu 2004, serta
pemilihan langsung Presiden/Wakil Presiden tanggal 5 Juli 2004, peran ulama
dalam politik terus berlanjut. Namun sayang, dalam tubuh sebuah partai besar
PKB timbul kegoncangan ketika dua orang elit ulama partai itu (K.H. Hasyim
Muzadi dan Gus Solahuddin adik kandung Gus Dur) sama-sama dicalonkan oleh dua
partai nasionalis PDIP dan Golkar untuk menjadi Calon Wakil Presiden Megawati dan
Wiranto. Maka, timbul ketegangan antara PKB dan PBNU. Hal ini akan memperlemah
persatuan umat Islam.
Apakah cita-cita reformasi untuk
menciptakan kondisi yang demokratis bagi kehidupan bernegara dan kehidupan yang
makmur bagi rakyat tercapai? Nyatanya sampai sekarang belum ada hasil yang
menggembirakan. Dan masih butuh pemikiran dan perjuangan kedepan.
BAB III
PENUTUP
2.4 Kesimpulan
Dari uraian
pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa bangsa indonesia
setelah berjuang melawan penjajah akhirnya dapat memperoleh kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan inipun tidak luput dari usaha orang-orang
muslin dalam memperjuangkannya.
Pada awal kemerdekaan Indonesia, meskipun Departemen Agama
telah dibentuk, dan telah ada beberapa organisasi ataupun partai islam, akan
tetapi dalam kancah politik umat muslim belum mendapat tempat. Sampai indonesia
memasuki masa orde baru, barulah umat muslim berbenah dan meningkatkan
kinerjanya di berbagai bidang politik, sosial maupun dalam segi ajaran islam
sendiri. Dan pada masa akhir orde baru, yang diawali dengan masa kontemporer
hingga sekarang, organisasi-organisasi islam banyakterbentuk dan paling tidak
telah memiliki kedudukan yang baik dalam sistem pemerintahan utuk membantu
sabilitas islam di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 2008. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: PT Grafindo Persada
Ensiklopedi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar