BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan di masyarakat, baik menyangkut ekonomi, sosial maupun budaya. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pendidikan, sebenarnya merupakan tantangan bagi institusi pendidikan untuk memberikan jawaban atau solusi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.
Atas
dasar itu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan termasuk yang
diselenggarakan oleh madrasah mesti dilakukan secara konprehensip yaitu
mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, terkait dengan aspek
moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan, ketrampilan dan
seni, dijelaskan bahwa pendidikan merupakan bagian dari system pendidikan
nasional yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu; dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuainnya dengan lingkungan,
kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta kesenian.
B.
RUMUSAN MASALAH
·
apakah yang dilakukan ikatan cendekiawan
muslaim Indonesia pada pendidikan ?
·
Bagaimana pandangan kurkulum 1994 pada madrasah
?
·
Apakah langkah pemerintah pada pendidikan ?
·
Bagaimana pandangan masyarakat tentang
pesantren dan bagaimana tanggapan ?
·
Bagaimana langkah pesantren untuk mencetak
generasi yang mampu menghadapi tantangan zaman ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Peran ICMI dalam pendidikan
A. Ikatan cendikiawan muslim indonesia
a)
Sejarah
Kelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil di
bulan Februari 1990 di masjid kampus Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang.
Sekelompok mahasiswa merasa prihatin dengan kondisi umat Islam, terutama berserakannya keadaan cendekiawan muslim, sehingga
menimbulkan polarisasi kepemimpinan di kalangan umat Islam. Masing-masing
kelompok sibuk dengan kelompoknya sendiri, serta berjuang secara parsial sesuai
dengan aliran dan profesi masing-masing.
Dari forum itu kemudian muncul gagasan untuk mengadakan
simposium dengan tema “Sumbangan Cendekiawan Muslim Menuju Era Tinggal Landas”
yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 29 September - 1 Oktober 1990.
Mahasiswa Unibraw yang terdiri dari Erik Salman, Ali Mudakir, M. Zaenuri, Awang
Surya dan M. Iqbal berkeliling menemui para pembicara, di antaranya Immaduddin
Abdurrahim dan M. Dawam Rahardjo. Dari hasil pertemuan tersebut pemikiran
mereka terus berkembang sampai muncul ide untuk membentuk wadah cendekiawan
muslim yang berlingkup nasional.
Kemudian para mahasiswa tersebut dengan diantar
Imaduddin Abdurrahim, M. Dawam Rahardjo dan Syafi’i Anwar menghadap Menristek
Prof. B.J. Habibie dan meminta beliau untuk memimpin wadah cendekiawan muslim
dalam lingkup nasional. Waktu itu B.J. Habibie menjawab, sebagai pribadi beliau
bersedia tapi sebagai menteri harus meminta izin dari Presiden Soeharto. Beliau
juga meminta agar pencalonannya dinyatakan secara resmi melalui surat dan
diperkuat dengan dukungan secara tertulis dari kalangan cendekiawan muslim.
Sebanyak 49 orang cendekiawan muslim menyetujui pencalonan B.J. Habibie untuk
memimpin wadah cendekiawan muslim tersebut.
Pada tanggal 27 September 1990, dalam sebuah
pertemuan di rumahnya, B.J. Habibie memberitahukan bahwa usulan sebagai
pimpinan wadah cendekiawan muslim itu disetujui Presiden Soeharto. Beliau juga
mengusulkan agar wadah cendekiawan muslim itu diberi nama “Ikatan Cendekiawan
Muslim se-Indonesia”, disingkat ICMI.
b)
Peran ICMI dalam pendidikan
Mutu pendidikan di Indonesia
saat ini sangatlah memprihatinkan, baik dari sisi pengelolaan maupun dari sisi
materi (substansi pendidikan). Oleh karena itu, untuk mencapai visi
dan misi ICMI, pemberdayaan
pendidikan merupakan kunci penting yang harus dilakukan. Sejalan dengan Program
Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat, yang memberikan fokus perhatian pada
peningkatan Indek Pembangunan Manusia yaitu meningkatkan pendidikan Sumber Daya
Manusia, meningkatkan Kesehatan dan meningkatkan Daya Beli, maka ICMI Orwil
Jawa Barat beserta Orda dan Orsat-orsatnya akan mendukung sepenuhnya program
peningkatan IPM Jawa Barat ini dengan antara lain
:
a.
Community Base Education
Pengelolaan pendidikan yang
berpusat kepada negara, sedikit banyak telah mengikis prakarsa dan tanggung
jawab masyarakat terhadap pendidikan. Hal ini terlihat dari lebih populernya sekolah yang berstatus “negeri” (yang nota bene pengelolaannya
sangat menyita subsidi) dari pada swasta yang sebagian besar sumber dana berasal dari masyarakat.
Penyerahan pengelolaan
(deregulasi) pendidikan kepada masyarakat di samping akan memperingan beban negara juga akan
menumbuhkan kemandirian dan tanggujang
jawab masyarakat terhadap pendidikan.
Untuk hal ini penting dikaji tentang sistem
Pesantren yang hampir seluruhnya dirancang dan dikelola oleh masyarakat,
untuk kemudian sistem tersebut disempurnakan dan ditranformasikan ke dalam
sistem pendidikan yang sesuai dengan semangat perkembangan zamam.
Hasil dari pengkajin tersebut merupakan modal ICMI
untak menjadikan community base
education sebagai sebuah gerakan yang dimulai dengan pengembangan model-model lembaga-lembaga pendidikan yang
memenuhi standar kualifikasi yang unggul.
b.
Pengembangan Model Pendidikan Kesalehan Sosial.
Tendesi sistem pendidikan
yang sekuler tidak memberikan dampak kepada pembangunan manusia yang seutuhnya.
Sekolah-sekolah formal mengejar IP anak didiknya terfokus pada nilai IQ yang
tinggi sering meninggalkan waktu belajar untuk meningkatkan EQ maupun SQ.
Padahal masyarakat yang maju ternyata tidak hanya ditunjang oleh keunggulan
Iqnya saja tetapi kepada kedisiplinan mereka dalam menjaga etika, moral dan
budayanya yang tinggi. ICMI yang menyadari adanya tendensi sistem pendidikan
yang sekuler ini, perlu berupaya membangun model-model pendidikan yang integral
seperti pengembangan training/pelatihan-pelatihan peningkatan EQ yang sekarang
sudah mulai marak dan mengembangkankan kepada model-model pelatihan SQ sepeti
yang dilakukan oleh Agym dengan model Management Qolbu-nya (MQ). Hasil dari
model-model pelatihan tersebut dapat menumbuhkan kesalehan sosial masyarakat
Jawa Barat yang lebih baik.
Dilain fihak pengembangan
kurikulum pada pendidikan formal mulai pada tingkat Dasar, Menegah sampai
Tinggi perlu menekankan pada pelajaran ahlaq, budi-pekerti dan penanaman
moral-etika yang lebih jelas dalam setiap kurikulum dan silabusnya.
Gagasan-gasan anggota ICMI kearah ini harus digalakkan.
c.
Peningkatan Mutu Sistem Pembelajaran Berbasis Imtaq
Sementara dari sisi sistem
pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dikoreksi dan dikembangkan khususnya
pada muatan peningkatan iman dan taqwa peserta didik:
Pertama, materi pendidikan
yang selama ini bersifat dikotomis harus
segera dirubah menjadi bersifat integral, dengan memperhatikan potensi-potensi
yang ada pada lingkungan dan masyarakat.
untuk itu hal ini ICMI akan membantu
membuat standardisasi mutu pendidikan yang mengacu kepada pencapaian 5-K secara
holistis.
Kedua, pelaku-pelaku
pendidikan, terutama guru harus ditingkatkan profesionalitasnya (kompetensi, komunikasi, etos, dedikasi, ketauladanan,
dst),. Sedemilkian rupa mereka memiliki posisi tawar untuk meningkatkan kesejahteraan.
Untuk hal ini ICMI perlu
berperan, baik dalam tataran strategis (sebagai konsultan) maupun dalam tataran
aplikatif (sebagai pengelola) dengan mengembangkan model-model pendidikan yang
sesuai dengan peluang dan potensi
wilayah:
ü pendidikan formal, dengan
berperan sebagai konsulatan dan pengembang
pendidikan, mulai dari tingkat pradasar dan hingga perguruan tinggi.
ü pendidikan non formal dalam
bentuk pelatihan dan pengkaderan yang menunjang pengembangan usaha sektor riil masyarakat, seperti:
pelatihan/kursus otomotif, agribisnis, jasa dan telekomunikasi.
B. PROSEDUR PENGEMBANGAN
KURIKULUM BERBASIS MADRASAH
Pada dasarnya prosedur Pengembangan Kurikulum yang Berbasis
Madrasah sama dengan prosedur Pengembangan Kurikulum Berbasis Sekolah (School
Based Curriculum Development) mengingat term madrasah dengan sekolah
memiliki substansi yang sama yaitu keduanya merupakan tempat belajar secara
formal. Secara sederhana prosedur pengembangannya adalah sebagai berikut :
Pemilihan Model
Pengembangan
Dalam Pengembangan Kurikulum Berbasis Madrasah, para pengembang
kurikulum dapat memulai dengan memilih model konsep pengembangan yang ditawarkan oleh
para ahli kurikulum. Pemilihan model ini dilakukan dengan mempertimbangkan
aspek lokalitas atau kebutuahan masyarakat di mana madrasah itu berada.
Beberapa model pengembangan berikut ini dapat dipilih oleh para pengembang
kurikulum madrasah dengan mempertimbangkan hubungan antara elemen kurikulum dan
urutan penyusunannya sebagai berikut :
1) Model Rasional
atau Tujuan
Model ini menekankan pada urutan elemen kurikulum, yang dimulai
dengan tujuan, kemudian materi, metode dan diakhiri dengan evaluasi. Tujuan
merupakan elemen yang sangat penting karena menjadi dasar penyusunan elemen
berikutnya.
Merumuskan Isi
Kurikulum
Isi Kurikulum adalah bahan ajar dalam proses belajar mengajar yang
meliputi pengetahuan, ketrampilan dan nilai(values) yang terkait dengan bahan
ajar yang disampaikan tersebut. Agar menjadi guru yang efektif, penulis
menyebutkan isi kurikulum sebagai berikut: 1) Pengetahuan yang berisi fakta,
prinsip, dan generalisasi yang ada dalam bahan ajar. 2) Pengetahuan pendidikan
meliputi metode yang digunakan guru dalam mengajar agar siswanya benar-benar
memahami materi ajar. 3) Pengetahuan Kurikulum, yakni pemahaman terhadap kontek
kurikulum untuk mengajarkan pengetahuan tentang materi ajar. Kriteria Pemilihan
Isi Kurikulum. Penulis mengemukakan 6 kriteria pemilihan isi kurikulum, yaitu:
1) Signifikan; dengan pengetahuan dan disiplin ilmu, keseimbangan
antara konsep, ide dan fakta.
2) Validitas; konten harus otentik, benar dan akurat.
3) Relevansi sosial; berhubungan dengan nilai moral, ideal,
masalah sosial, isu-isu kontroversi.
4) Utility (berguna); menyiapkan siswa agar hidup lebih ”dewasa”.
5) Learnability (dapat dipelajari); dapat digunakan siswa dengan
latar belakang dan kemampuan yang berbeda.
6) Interest; didasarkan pada minat (interest) anak didik
Sementara ruang lingkup isi kurikulum mengacu pada keluasan dan kedalaman
kurikulum pada satu kurun waktu.
Dalam menentukan ruang lingkup isi kurikulum, penulis menyarankan
beberapa konsep yaitu Time Constraint (hambatan waktu), A common core
(Konsep inti), Special needs of Content (kebutuhan khusus
dari Isi), Integration of Content (keterpaduan isi) dan A total Penyusunan materi
juga harus mempertimbangkan keruntutan (sequence).
Keruntutan adalah susunan dari isi kurikulum yang disampaikan pada
peserta didik. Ada enam kriteria untuk mengurutkan isi kurikulum sebagaimana
yang disarankan oleh Robert Zais, yaitu: dari yang sederhana menuju yang
ruwet/sulit (simple to complex), pelajaran bersyarat (prerequisite
learnings), kronologis (chronology), dari keseluruhan ke
bagian-bagian (whole-to-part learning), dari konkrit ke yang abstrak (increasing
abstraction) dan pengurutan secara Spiral (Spiral Sequencing).
C.
Lahirnya kurikulum 1994 bagi
madrasah
Salah satu persoalan mendasar dalam dunia
pendidikan, khususnya pendidikan Islam adalah permasalahan dikotomi. Dikotomi
dimaksud, baik dalam bentuk dikotomi ilmu pengetahuan maupun dikotomi
kelembagaan yang membedakan keduanya.
Upaya untuk penyelesaian permasalahan fondamental
tersebut telah dilakukan sejak awal abad ke 20 atau
awal masa pembaharuan pendidikan Islam hingga sekarang. Upaya penyelesaian yang dilakukan utamanya melalui
pembaharuan kurikulum dan
pembelajaran. Secara umum pembaharuan dalam bidang kurikulum adalah dalam upaya
memasukkan ilmu pengetahuan umum bagi siswanya sehingga dapat menyamai kualitas
pendidikan dan pengetahuan umum sebagaimana yang dilakukan dan dicapai oleh
sekolah umum. Sebaliknya pada
kurikulum sekolah umum dimasukkan mata pelajaran pendidikan Agama Islam.
Upaya penyelesaian
masalah dikotomi telah dilakukan secara intens. Pada madrasah/sekolah diawali pertama kali oleh tokoh-tokoh pendidikan Sumatera Thawalib di Padang dan kemudian berlanjut
oleh berbagai pihak penanggung jawab pendidikan hingga sekarang. Pembaharuan kurikulum yang dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia secara formal dimulai
oleh Departemen Agama yang terbentuk sejak tanggal 03 Januari 1946, yang salah satu tugas utamanya ialah mengurusi
lembaga pendidikan Islam. Lembaga pendidikan Islam yang banyak mendapatkan
perhatian pemerintah (Departemen Agama) tersebut adalah madrasah.
Menurut Steenbrink (1994:97), madrasah yang
banyak mendapat perhatian ialah madrasah yang memperhatikan pendidikan umum,
bahkan dapat dikatakan hampir semua bantuan merupakan bantuan untuk mata
pelajaran umum. Sejalan dengan itu, Departemen Agama juga menganjurkan supaya
pesantren yang tradisional dikembangkan menjadi sebuah madrasah, disusun secara
klasikal, dengan memakai kurikulum yang tetap dan memasukkan mata pelajaran
umum di samping mata pelajaran agama.
Upaya pemerintah yang lebih intensif untuk
pengembangan madrasah, khususnya dibidang kurikulum yang memperhatikan
keterintegrasian pengetahuan umum dan agama, dilakukan sejak pertengahan tahun
70-an. Upaya ini dimulai dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, yaitu Menteri Dalam
Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Agama pada tahun 1975,
yakni tentang “Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah”. Peningkatan tersebut
dilakukan melalui pembenahan terhadap kurikulum madrasah, khususnya pada bidang
mata pelajaran umum agar setara dengan sekolah umum” (Jurnal Madrasah, 1997: 36-41). Tindak lanjut dari SKB 3 Menteri tersebut, Menteri Agama
RI mengeluarkan Surat Keputusan tahun 1975, tentang “Kurikulum Madrasah”, yang memasukkan mata pelajaran
umum yang sama dengan yang diberikan di sekolah umum.
Untuk memantapkan upaya
peningkatan mutu pendidikan pada madrasah tersebut pemerintah menganggap perlu
menegaskan persamaan kurikulum antara madrasah dengan sekolah umum. Untuk itu, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan mengeluarkan Surat Keputusan bersama pada tahun 1983 tentang
“Persamaan Kurikulum Madrasah dan Sekolah Umum”. Inti dari SKB 2 Menteri 1984 itu ialah persamaan mata
pelajaran umum yang diberikan di sekolah umum dengan yang diberikan di
madrasah. Tindak lanjut dari SKB 2
Menteri 1983 itu ialah dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Agama RI tahun
1984 tentang kurikulum madrasah, yang disebut dengan kurikulum madrasah 1984.
Kurikulum ini memuat mata pelajaran yang sama dengan mata pelajaran yang
diberikan di sekolah umum, di samping memasukkan pula kurang lebih 20 % mata
pelajaran keagamaan (keislaman).
Ketika Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN Nomor
2 Tahun 1989) diundangkan, madrasah mengalami perubahan status menjadi seko-lah
umum yang berciri khas Islam. Konsekuensi dari perubahan status madrasah
tersebut, disamping merubah status madrasah, juga mengandung pesan keharusan
melaksanakan kurikulum yang sama dengan sekolah umum di samping kuriku-lum yang
merupakan ciri khas madrasah (pendidikan keislaman).
Tindak lanjut dari
penyesuaian status dan keharusan di atas, pada tahun 1994 dikeluarkan Kurikulum
Madrasah Tahun 1994, yang pada intinya memuat sepenuhnya (100 %) materi
pelajaran umum sebagaimana diberikan pada sekolah umum ditambah dengan ciri
khas madrasah (keislaman). Ciri khas agama Islam tersebut meliputi:
1. Pemberian mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam, yang meliputi: Qur`an-hadist; Fiqih; Aqidah-Akhlak; dan Sejarah
Kebudayaan Islam.
2. Penciptaan suasana kegamaan, antara lain
melalui: menciptakan suasana kehidupan madrasah yang agamis; adanya
sarana ibadah; dan penggunaan pendekatan yang agamis dalam penyajian
mata pelajaran yang memungkinkan.
3. Pengadaan guru yang memiliki kualifikasi,
antara lain guru yang beragama Islam dan berakhlak mulia (Kep. Menag RI,
Nomor 302 tahun 1993, h. 12).
D.
beasiswa bagi siswa sokolah
dan madrasah
Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa pendidikan mengemban tugas untuk menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat , sehingga diharapkan dapat berperan dalam
mewujudkan peningkatan taraf kehidupan masyarakat dan keberhasilan pembangunan
nasional. Mahasiswa sebagai aset bangsa merupakan sumberdaya manusia yang
produktif dan potensial serta akan tumbuh dan berkembang sebagai calon-calon
pemimpin di masa mendatang, sehingga kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan
untuk menyelamatkan aset bangsa tersebut.
Memperhatikan perkembangan
kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih lemah dan
ditambah lagi dengan pengaruh ekonomi yang telah mendorong semakin rendahnya
nilai pendapatan masyarakat. Hal ini akan sangat berpengaruh pula terhadap
proses pendidikan di perguruan tinggi, dan bahkan dalam keadaan sangat terpaksa
telah menyebabkan terputusnya atau tertundanya penyelesaian pendidikan
mahasiswa, sangat disayangkan apabila menimpa mahasiswa yang secara potensial
memiliki prestasi akademik yang tinggi.
Diharapkan pemberian
Beasiswan akan dapat memacu prestasi, sehingga para siswa dapat menyelesaikan
sekolahnya tepat waktu.
E.
Pelatihan teknologi dan sains
di pesantren
Internet ibarat pisau bermata ganda, bisa
digunakan untuk hal-hal yang positif, konstruktif, namun juga bisa untuk hal
yang negatif. “Kehadiran Internet tidak untuk ditolak dan dijauhi. Kita justru
harus mendekati, mempelajari dan memanfaatkan Internet untuk hal-hal positif.
Dalam pelatihan ini para santri diberi motivasi
dan pengetahuan tentang manfaat Internet untuk berdakwah, belajar cara akses
Internet, belajar bagaimana menggunakan Internet, belajar membuat web blog di
Internet yang pada target akhir akan digunakan untuk berdakwah di dunia cyber.
Para peserta dan alumni kegiatan tersebut diberi sebutan Santri Indigo, yaitu
santri yang berkarya dan berbudaya digital, mengedepankan mentalitas positif
dalam mencipta dan berkarya, dan membina silaturahim dengan membentuk Indonesia
Digital Community (Indigo).
Pondok Pesantren merupakan sekolah plus, selain
pendidikan umum para santri juga mendapat pendidikan keagamaan, artinya para
santri memiliki ilmu yang lebih dibanding sekolah umum. Di samping itu para
santri telah dibekali dengan ilmu keagamaan dan akhlak yang cukup sehingga
ketika diberi 'pisau Internet' para santri dapat memilah dan memilih mana yang
bermanfaat dan yang mudharat. Masuknya Internet di pondok pesantren untuk
menunjukkan bahwa santri mampu berkarya dan menerima modernisasi untuk kegiatan
dakwah yang mendunia.
Pelatihan yang bertajuk Internet Pesantren
Wahana Syiar Digital ini telah menghasilkan alumni sebanyak 1.150 santri Indigo
yang terbagi dalam sebelas angkatan. Setiap angkatan diikuti oleh 75 sampai 100
peserta terdiri dari 60 santri dan sisanya ustadz sebagai pembimbing yang
berasal dari 30 pesantren dan sekolah Aliyah di kota-kota yang terpilih menjadi
tuan rumah.
Pelatihan yang mengusung slogan Bangun
Kecerdasan Bangsa ini selalu diawali dengan motivasi yang diberikan oleh para
pejabat dan atau tokoh yang bisa memberi semangat dan wawasan teknologi kepada
santri tentang pentingnya Internet untuk dakwah yang global.
Di Depok misalnya, walikota Depok H Nurmahmudi
Ismail memberi motivasi kepada para santri untuk berdakwah di dunia Internet.
Di Ciamis, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mendorong agar santri tidak gagap
teknologi dan dapat mengikuti teknologi mutahir Internet. Di Pesantren Kempek -
Palimanan Cirebon, Prof Jimly Assidiqi disamping memberi wawasan tentang
teknologi cyber juga memamerkan bagaimana kepiawaiannya dengan teknologi
Internet, bahkan secara rutin mantan ketua Mahkaman Konstitusi ini memberi
kuliah kepada mahasiswanya yang ada di seluruh indonesia secara online melalui
jalur Internet.
F.
Madrasah Insan Cendekiawan Serpong
Untuk
memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam penguasaan
IPTEK yang didasari nilai keimanan dan ketakwaan, pada tahun 1996 BPPT
mendirikan SMU Insan Cendekia di Serpong dan di Gorontalo melalui program
penyetaraan IPTEK STEP (Science and Technology Equity Program) bagi
sekolah-sekolah yang berada di lingkungan pondok pesantren.
Pada
tahun pelajaran pertama (1996/1997), penerimaan siswa SMU Insan Cendekia
diprioritaskan bagi siswa-siswi SMU/MA kelas satu dan siswa-siswi lulusan SMP/MTs
berprestasi yang berasal dari pondok pesantren dan sekolah islam lainnya. Akan
tetapi, mulai tahun pelajaran kedua (1997/1998) SMU Insan Cendekia memberi
kesempatan pula kepada siswa-siswi SLTP umum dan MTs baik negeri maupun swasta.
Sejak
tahun pelajaran 2000/2001 SMU Insan Cendekia baik yang berada di Serpong maupun
di Gorontalo dilimpahkan pengelolaannya oleh BPPT kepada Departemen Agama RI.
Untuk tetap mempertahankan ciri khas penguasaan IPTEK dan IMTAK, maka dalam
pengelolaan dan pembinaannya Departemen Agama dan BPPT terus melakukan
kerjasama. Selanjutnya nama SMU Insan Cendekia ditransformasikan menjadi
Madrasah Aliyah Insan Cendekia dengan tanpa mengurangi dan mengubah sistem
pengajaran secara keseluruhan yang telah berjalan selama ini.
Pada tahun
2001, dengan SK Menteri Agama RI, Nomor 490 Tahun 2001 MA Insan Cendekia
Serpong berubah menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia Serpong. MAN
Insan Cendekia Serpong setiap tahun meluluskan siswanya dengan rata-rata nilai
yang diraih dalam Ujian Akhir Nasional (UAN) dengan grade A. Disamping itu MAN
Insan Cendekia Serpong aktif mengikuti kegiatan lomba, baik tingkat
kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional.
2.2Peran
PKS Dalam Mengembangkan Pendidikan Islam
A.
Menjamurnya
Ta’lim Liqo’
Istilah halaqah ini sangat umum di timur tengah
dan biasa dilakukan di banyak masjid. Materinya bisa berkaitan dengan kitab
tertentu seperti qidah, fikih, hadits, sirah dan seterusnya. Contoh yang paling
mudah bisa kita dapati di dua masjid Al-Haram, Mekkah dan Madinah. Setiap hari
selalu dipenuhi dengan halaqah yang diisi oleh para masyaikh / ustaz yang
merupakan akar di bidangnya.Sedangkan isitlah liqo` lebih umum dari halaqah,
karena isinya bisa saja bukan merupakan kajian ilmiyah, tetapi bisa diisi dengan
rapat, pertemuan, musyawarah dan seterusnya.
Istilah halaqah dan liqo di Indonesia umumnya
sering dikaitkan dengan pengajian dalam format kelompok kecil antar 5 s/d 10
orang, dimana ada satu orang yang bertindak sebagai nara sumber yang sering
diistilahkan dengan murabbi / pembina. Secara umum, format halaqah dengan
jumlah terbatas ini memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya adalah
bahwa anggota dari halaqah itu biasanya adalah orang-orang yang sudah terpilih
melalui semacam seleksi. Sehingga lebih mudah untuk penanganannya ketimbang
bila jumlahnya terlalu banyak. Sehingga kontroling dari murabbi bisa lebih
sempurna.
Kekurangannya adalah apabila kemampuan sang
murabbi ini terbatas baik dari sisi waktu, ilmu dan kemampuan dalam membina,
sehingga menimbulkan kebosanan dan kejenuhan. Dari sisi ilmu dan wawasan,
halaqah kecil ini akan sangat tergantung dari wawasan sang murabbi. Bila
kemampuannya baik, maka umumnya anggotanya pun punya wawasan yang baik.
Sehingga meski pada beberapa sisi ada kelebihannya, tapi halaqah kecil ini
perlu juga dilengkapi dengan penambahan ilmu-ilmu ke-islaman secara lebih
lanjut dan lebih luas, bila ingin mencetak orang-orang yang ahli dalam bidang
syariah Islam. Sekedar ikut halaqah yang jam pertemuannya hanya 2-3 jam sepekan
tentu sangat kurang bila tujuannya adalah mendalami ilmu-ilmu keislaman.
Apalagi bila sang murabbi terbatas ilmu dan kemampuan bahasa arabnya.
Tapi umumnya, halaqah yang banyak
diselenggarakan itu memang tidak bertujuan mencetak
ahli syariah, tetapi lebih kepada membentuk wawasan dan kepribadian yang
Islami. Untuk bisa menelurkan ahli syariah, yang dibutuhkan adalah kuliah di
fakultas syariah. Dan untuk melahirkan aktifis yang memiliki wawaan fikrah
Islam serta memiliki kepribadian yang islami, sarana halaqah umumnya lumayan
bermanfaat. Namun semua itu tidak lain hanyalah wasilah (sarana) yang bisa
dimanfaatkan dalam rangka dakwah kepada Allah dan melahirkan generasi yang
islami.
Liqo’, dalam bahasa diartikan sebagai Pertemuan dan dalam
salah satu organisasi mereka maknai sebagai Pengajian. Isi pertemuan tersebut
sangat bervariasi tergantung jenjang atau tingkat keaktifan peserta dalam
organisasi tersebut. Jika peserta masih dalam tahap pemula, pertemuan itu hanya
membahas masalah tauhid. Disinilah makna Liqo disamarkan menjadi Pengajian
bernafaskan Islam. Jenjang selanjutnya, ketika Liqo pemula telah membentuk pola
pikir dipesertanya untuk terus aktif diorganisasi tersebut, atau dalam kata
lain, telah dicuci otaknya agar tetap terikat, lalu mulailah visi misi dan
target organisasi disampaikan dengan samar-samar didalam Liqo tersebut.
Penyampaian visi, misi ini masih berupa pengertian awal dan dihubung-hubungkan
dengan materi pertemuan pemula, agar peserta masih merasa berada disuasana
pengajian bernafaskan Islam. Semakin lama dan semakin dekat peserta kepada
organisasi tersebut, dan itu butuh 3 sampai 5 bulan proses pencucian otak, maka
akan semakin sedikit materi pengajian bernafaskan Islam diberikan kedalam
pertemuan tersebut.
Karena telah
sampai pada tujuan awal pertemuan tersebut diadakan yaitu bagaimana caranya
memenangkan pemilu bagi caleg yang berada dinomor jadi, ini yang tidak
diketahui oleh para awam dan pemula, dan disembunyikan oleh mereka yang telah
paham walau harus berbohong karena kebohongan menurut mereka bisa dilakukan
untuk kepentingan organisasi, doktrin berbohong tersebut sudah lama disebarkan
oleh ajaran sesat Syiah. Apakah Syiah memiliki hubungan dengan organisasi yang
menyelenggarakan Liqo tersebut? atau hanya sekedar mengambil sebagian doktrin
Syiah untuk kepentingan caleg nomor jadi agar terpilih duduk dikursi empuk DPR
atau DPRD? saya rasa anda bisa membuktikan sendiri Liqo sebenarnya dan
seharusnya tidak bisa dikatakan sebuah Pengajian bernafaskan Islam, memaknainya
saja dengan Pengajian sudah tidak masuk akal dan tidak pantas.
Tujuan antara Pengajian dan Liqo sudah sangat tidak
sejalan dimana tujuan Pengajian adalah untuk menciptakan manusia-manusia yang
taat kepada tuhan, sedangkan Liqo adalah proses pencucian otak agar nantinya
bekerja keras memenangkan caleg nomor jadi dalam pemilu dan hanya itu
tujuannya.
Liqo tidak pernah menjadikan manusia-manusia yang taat
kepada Tuhan karna hasil dari Liqo sendiri justru mewujudkan manusia-manusia
yang hobi berbohong, korupsi, maksiat dan penghancuran manusia-manusia lainnya.
Sebuah konsep gerakan yang juga diterapkan oleh Dajjal.
B. Berkembangnya Sekolah
Islam Terpadu (TKIT, SDIT, dll.)
Adanya
kombinasi yang seimbang dalam pembelajaran pendidikan formal dan nonformal,
khususnya pada aspek religius yang diterapkan dalam sekolah Islam terpadu telah
memberikan warna baru bagi insititusi pendidikan anak di Indonesia.
Hal itu
disampaikan mahasiswa Hubungan Internasional – Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta (HI-UMY), Mahreta Adi Kuncoro saat mengungkapkan hasil presentasinya
yang dipaparkannya dalam Islam, Childhoods, and Building Cultures of Peace in
Southeast Asia Conference, University of Philippines, 29-30 September silam.
Menurutnya, kemunculan Sekolah Islam Terpadu
ini berkembang pesat sekitar tahun 1993 dalam mengkombinasikan pendidikan
formal dan nonformal, terutama pada aspek religius. Perkembangan pesat ini
merupakan ide bagaimana pendidikan menciptakan generasi yang memiliki
Intellectual Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), serta Spiritual Quotient
(SQ) yang seimbang dan baik. “Sistem pendidikan sekolah Islam terpadu yang
tidak hanya memprioritaskan pendidikan formal dan mengembangkan pendidikan
moral akan menjadi peran signifikan dalam pembentukan karakter mulia bagi
individu,” jelasnya di Kampus Terpadu UMY, Rabu (6/10).
Lebih lanjut, Mahreta mengatakan anak mengalami
usia emas (golden age) yang perlu disadari para orang tua dalam
membentuk kepribadian baik bagi anak. “Pada usia emas tersebut, anak mengalami
masa perkembangan sehingga apa yang mereka lihat, rasa, dan dengar akan
mempengaruhi masa depannya. Instistusi pendidikan sebagai fasilitator, dalam
hal ini, berperan penting dalam memahami perkembangan mereka,” terangnya.
Institusi pendidikan, dituturkan Mahreta, harus
memahami perkembangan karakter muridnya dan bisa menentukan tujuan dari
pembelajaran dan aktivitas yang dikenakan bagi mereka. “Selain itu, para
pendidik juga perlu memahami psikologi pendidikan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan dalam menciptakan generasi cerdas secara intelektual serta memiliki
karakter dan moral yang baik sehingga murid tak hanya fokus pada nilai dan
hasil akhir, ” tuturnya.
Mahreta menambahkan, pendidik juga perlu
menyadari beberapa hal dalam mendidik anak pada usia emas karena mereka memiliki
karakateristik, diantaranya yaitu memiliki rasa keingintahuan besar terhadap
lingkungan sekitarnya, menyukai permainan, mengatur diri mereka sendiri dengan
mencoba beberapa hal baru, serta mempelajari sesuatu dengan melakukan,
mengamati, memulai dan mengajarkannya kepada teman sebayanya. “Dengan diajarkan
pendidikan formal dan nonformal pada sekolah Islam terpadu, mereka akan
memiliki kepribadian antara yang seimbang pula antara IQ, EQ, dan SQ,”
jelasnya.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar
di dunia, perkembangan sekolah Islam terpadu, kondisi ini turut andil dalam
meningkatkan pemikiran para orang tua dalam memasukkan anaknya kedalam sekolah
Islam terpadu.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Peningkatan
kualitas sumberdaya manusia yang menjadi fokus perhatian ICMI diwujudkan dalam
berbagai aktivitas, mulai dari pengembangan model pendidikan secara nyata
hingga pengembangan intelektualitas.
Pertama, materi pendidikan
yang selama ini bersifat dikotomis harus
segera dirubah menjadi bersifat integral, dengan memperhatikan potensi-potensi
yang ada pada lingkungan dan masyarakat.
untuk itu hal ini ICMI akan membantu
membuat standardisasi mutu pendidikan.
Kedua, pelaku-pelaku
pendidikan, terutama guru harus ditingkatkan profesionalitasnya (kompetensi, komunikasi, etos, dedikasi,
ketauladanan, dst),. Sedemilkian rupa mereka memiliki posisi tawar untuk
meningkatkan kesejahteraan.
Pondok Pesantren merupakan
sekolah plus, selain pendidikan umum para santri juga mendapat pendidikan
keagamaan, artinya para santri memiliki ilmu yang lebih dibanding sekolah umum.
Di samping itu para santri telah dibekali dengan ilmu keagamaan dan akhlak yang
cukup sehingga ketika diberi 'pisau Internet' para santri dapat memilah dan
memilih mana yang bermanfaat dan yang mudharat. Masuknya Internet di pondok
pesantren untuk menunjukkan bahwa santri mampu berkarya dan menerima
modernisasi untuk kegiatan dakwah yang mendunia.
DAFTAR PUSTAKA
·
Rosihan Anwar, Ulama
Dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah Keagamaan . Jakarta : PT. Pringgondani
berseri, 2003.
·
Ruchman Basori, Pesantren
Modern Indonesia. Jakarta : PT Inceis cetakan ke dua, 2008.
·
http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian kepentingan-dan-masalah-yang-dihadapi/di
akses pada tanggal 10 April 2008.
·
Nata Abudin. Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia.
Grasindo. Jakarta.2001.
·
Dawam Ainurrafiq. Manajemen
Madrasah Berbasis Pesantren. Lastafarista Putra. Jakarta.2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar