BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Belajar
merupakan suatu aktivitas manusia yang sangat penting dan vital yang
terus-menerus akan dilakukan manusia tersebut masih hidup. Manusia tidak mampu
hidup sebagai manusia jika mereka tidak dididik atau di ajar oleh manusia yang
lainnya. Bayi yang telah dilahirkan membawa beberapa naluri atau insting dan
potensi-potensi yang dibutuhkan atau diperlukan untuk kelangsungan hidupnya.
Akan tetapi, naluri dan potensi-potensi tersebut tidak akan berkembang baik
tanpa ada pengaruh dari luar, yati campur tanagan manusia yang lain. Dismaping
kepandaian-kepandaian yang bersifat jasmaniyah (skiil, motor ability),
seperti merangkak, duduk, berjalan, makan, dan lain sebagainya, manusia
memebutuhkan kepandaian-kepandaian yang bersifat rohaniyah karena manusia
adalah mahluk sosial budaya.
Untuk
mengembangkan semua potensi yang telah dimiliki manusia, itu membutuhkan teori
yang sesuai dengan keadaannya. Teori pembelajaran harus mampu menghubungkan
antara hal yang ada sekarang dan bagaimana menghasilkan hal tersebut. Teori
belajar menjelaskan dengan pasti apa yang terjadi, namun teori pembeajaran
hanya membimbing apayang harus dilakukan untuk menghasilkan hal tersebut.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
pengertian teori behavioristik?
2. Bagaimana prinsip
dan ciri-ciri teori behavioristik serta tokoh-tokohnya?
3. Apakah
kelebihan dan kekurangan teori behavioristik?
4. Bagaimana
implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran?
1.3.
TUJUAN
1. Agar
kita memahamai tentang teori belajar behaviristik
2. Untuk
mengetahui prinsip dan ciri-ciri teori behavioristik serta tokoh-tokoh yang
mencetuskan
3. Agar
kita mengetahui kelebihan dan kekurangan teori behavioristik
4. Mendeskripsikan
implikasi teori belajar behvioristik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengetian
teori behavioristik
Teori
belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar[1].
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut
teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman menurut Gage dan Berliner (Muhammad thobroni dan arif mustofa).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Dalam arti
teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.
Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini,
timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah
mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan.
Pada teori
belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia
dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement(hadiah/faktor
penguat)dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat
jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru
yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi
terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Gagasan
utama dari teori ini adalah bahwa untuk memahami tingkah laku manusia
diperlukan pendakatan yang objektif, mekanistik, dan matrealistik, sehingga
perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya
pengondisian. denagn perkataan lain, mempelajari tingkah laku seseorang
seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang
tampak, bukan dengan mengamati kegiatan bagian dalam tubuh[2].
Dan menurut tokoh behavioristik bahwa tidak bertanggung jawab dan tidak ilmiyah
mempelajari tingkah laku manusia semata-mata didasarkan pada kejadian-kejadian
subjektif, yakni kejadian-kejadian yang diperkirakan terjadi di dalam pikiran,
tetapi tidak dapat diukur dan diamati.
2.2.
Prinsip, ciri-ciri
dan tokoh-tokoh teori behavioristik
a)
Prinsip
teori behavioristik
ü Obyek psikologi adalah tingkah laku
ü Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada
reflek
ü Mementingkan pembentukan kebiasaan
b)
Ciri-ciri
teori behavioristik
ü Mementingkan
pengaruh lingkungan (environmentalistis)
ü Mementingkan
peranan reaksi (respon)
ü Mementingkan
mekanisme terbentuknya hasil belajar
ü Mementingkan
hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
ü Mementingkan
pembentukan kebiasaan.
ü Ciri
khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and error.
c)
Tokoh-tokoh
teori behavioristik
Beberapa tokoh besar dalam aliran behaviorisme antara lain adalah :
Beberapa tokoh besar dalam aliran behaviorisme antara lain adalah :
Ivan Petrovich Pavlov lahir
14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia mengemukakan bahwa dengan menerapkan
strategi ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara stimulus alami
dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Pavlov mengadakan percobaan
laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus
bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. pavlov meletakkan daging
yang sudah di lembutkan dengan diiringi oleh bunyi garbu hingga anjing tersebut
mengeluarkan air liur, kegiatan ini dilakukan hingga hasilnya tanpa memeberikan
daging di mulut anjing dan hanya membunyikan garbu anjing tersebut sudah
mengeluarkan air liur[3].
Contoh situasi percobaan pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda
waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap
bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank.
Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat
untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak
sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar.
Belajar menurut teori ini
adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang
menimbulkan reaksi. Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah
adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah
terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
2. .
Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang
disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan proses belajar sebagai
proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar
harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen dengan
sebuah puzzlebox.
Dalam sebuah Eksperimen
yang dilakukan dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila
pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh.
Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error[4].
Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada
berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai
respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Atas
dasar percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :
ü Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin
siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu
kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada
kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi
memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan
jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi
memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika
kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas.
Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.
Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi
ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan
melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan
bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia
akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
ü Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin
sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan
semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi
(yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena
latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak
dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam
belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin
dikuasai.
ü Hukum Hasil (law of effect), yaitu hubungan
stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil
perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung
dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang
diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi[5].
Ada beberapa ciri-ciri belajar dengan menggunakan “Trial
and Error”, yaitu: (a) ada motif pendorong aktifitas; (b) Ada berbagai respon
terhadap situasi; (c) ada eliminasi respon-respon yag gagal atau salah ; dan
(d) ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan
yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka
manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan
mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Skinner menganggap reward
dan reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar. Skinner berpendapat
bahwa tujuan psikologi adalah meramal, mengontrol tingkah laku. Pada teori ini
guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih
rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operant conditioning
adalah suatu proses penguatan perilaku operant yang dapat mengakibatkan
perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.
Prinsip
belajar Skinners adalah :
ü Hasil
belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika benar
diberi penguat.
ü Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan
sebagai sistem modul.
ü Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan
aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah
untuk menghindari hukuman.
ü Tingkah
laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
ü dalam pembelajaran digunakan shapping.
2.3.
Kelebihan
Dan Kekurangan Teori Behavioristik
1.
Kelebihan
teori behavioristik
ü Membisakan
guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
ü Guru tidak
membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika
murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
ü Mampu
membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan
prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada
prilaku yang tampak.
ü Dengan
melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan
bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha
mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan
pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
ü Bahan
pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu
prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
ü Dapat
mengganti stimulus yangsatu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai
respons yang diinginkan muncul.
ü Teori ini
cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
ü Teori
behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung[6].
2.
Kekurangan
toeri behavioristik
ü Sebuah
konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap
ü Tidaka
setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
ü Murid
berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar
dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
ü Penggunaan
hukuman yang snagt dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
ü Murid
dipanang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan oleh guru.
ü Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf
siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa
diselesaikan oleh siswa.
ü Cenderung
mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak
produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
ü Pembelajaran
siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan
hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
ü Penerapanmetode
yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi
berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari
murid[7].
2.4.
Implikasi
Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran
Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Munculnya Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar.
Fungsi
mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada
melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama
terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar
atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Demikian halnya dalam
pembelajaran, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan
motivasi dan penguatan dari pendidik.
Sebagai konsekuensi teori
ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan
pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus
dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi
ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan
sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari
yang sederhana samapi pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi
dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu.
Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan
harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku
yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negatif.
Implikasi dari teori
behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak
yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar
atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada
di luar diri pebelajar.
Evaluasi menekankan pada
respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and
pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila
pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Aplikasi teori belajar behaviorisme
menurut tokoh-tokoh antara lain :
a. Aplikasi Teori Pavlov
Contohnya yaitu pada awal
tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru
menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga
para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.
b.
Aplikasi Teori Thorndike
ü Sebelum
guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih
dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
ü Guru
mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem
drill.
ü Guru
memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman
sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.
c.
Aplikasi Teori Skinner
Guru mengembalikan dan
mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa dan dinilai sesegera
mungkin.
BAB III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori behviorisme
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. teori belajar behavioristik
merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara
stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru.
Faktor lain yang dianggap penting
oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat.
Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
respon juga semakin kuat.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik
di antaranya adalah Pavlov, Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan
Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan
analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
3.2.
SARAN
Pengertian, prinsip, dan
perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan
diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan
benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar,
prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di
bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang berkualitas yang
mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Desmita. 2011. Psikologi perkembangan pesrta didik. Pustaka
Remaja Rosdakarya: Bandung
Dirgagunarsa, singgih. 1975. Pengantar psikologi. Pustaka :
Jakarta
Sujanto, agus. 1986. Psikologi umum. Pustaka Aksara Baru :
Jakarta
Said, Muh dan affan, junifar. 1990. Psikologi dari zaman ke zaman.
Pustaka Jemmars : Bandung
Thobroni, Muhammad dan arif mustofa. 2011. Belajar dan
pembelajaran. Pustaka Ar-ruzz : Jogjakarta
[1]
Muhammad thobroni dan arif mustofa, belajar dan pembelajaran,2011,
(Jogjakarta. Ar-ruzz media) hal 64
[2]
Desmita. Psikologi perkembangan peserta didik.2011.(remaja
rosdakarya. bandung)hal 44
[3]
Muh, said dan junmar affan. Psikologi dari zaman ke zaman. 1990.(pustaka
jemmars bandung) hal 160
[4]
Agus sujanto. Psikologi umum 1986. (pustaka aksara baru jakarta) hal 122
[5]
Muhammad thobroni dan arif mustofa. Belajar dan pembelajaran. 2011(pustaka
ar-ruzz media jogjakarta) hal 69
[7] Ibit
hal 87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar