BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyelenggaraan
pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru, di mana pembelajaran dapat
diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Salah satu
cara yang dapat ditempuh oleh guru ialah dengan menerapkan pendekatan dalam
proses pembelajaran. CBSA/aktive learning, merupakan pendekatan
pembelajaran yang tersurat dan tersirat dalam kurikukulum yang berlaku.
Kita sebagai calon guru, tentunya
berkepentingan untuk mengetahui apa dan bagaimana cara belajar siswa aktif itu.
Pendidikan saat ini selain hanya memerankan guru sebagai pemegang kendali
proses pembelajaran dan menempatkan murid secara pasif, juga hanya menekankan
pada aspek penguasaan teori belakang (Knowledge) tanpa mampu menggunakan
dan mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran yang demikian
hanya menghasilkan lulusan yang verbalistis dan pasif.
B.
Rumuan Masalah
1. Apa itu (pengertian)
pembelajaran siswa aktif / aktif learning (CBSA)?
2. Apa hakekat CBSA itu?
3. Bagaimana CBSA Dalam Pandangan Islam?
4. Apa yang dimaksud rasional CBSA?
5. Apa yang menjadi
komponen-komponen (syarat) penting CBSA?
6. Apakah Tujuan, ruang
lingkup dan asas pelaksanaan CBSA dalam KBM?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian model pembelajaran aktif / aktif learning (CBSA)
Setiap proses pembelajaran pasti menampakkan keaktifan orang
yang belajar atau siswa. Pernyataan ini tidak dapat kita bantah atau kita tolak
kebenarannya. Adanya kenyataan ini, menyebabkan sulitnya mendefinisikan
pengertian pendekatan CBSA secara tepat, kepastian adanya keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran, memberikan kepastian kepada kita bahwa pendekatan CBSA
bukanlah suatu hal yang dikotomis. Hal ini berarti, setiap peristwa
pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru dapat dipastikan adanya penerapan
pendekatan CBSA dan tidak mungkin terjadi penerapan pendekatan CBSA dalam
peristiwa pembelajaran.[1]
Pengertian CBSA dapat kita telusuri
dalam kegiatan belajar-mengajar. Pemahaman terhadap mengajar ditentukan oleh
persepsi guru terhadap belajar. Kalau belajar dianggap sebagai usaha untuk
memperoleh informasi,maka mengajar adalah memberi informasi. Kalau belajar
adalah untuk memperoleh suatu keterampilan,maka mengajar adalah melatih
keterampilan. Konsep belajar-mengajar dalam pemahaman seperti itu kurang
mendapat tempat bagi CBSA. Seperti telah disebutkan sebelumnya,peserta
didik merupakan seorang peneliti yang mengamati lingkungan sekitarnya. Belajar
dalam pengertian CBSA ini adalah kegiatan untuk mengolah informasi. Dengan
demikian,mengajar adalah usaha untuk mengoptimalkan kegiatan belajar.
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
merupakan istilah yang bermakna sama dengan Student Aktive Learning (SAL). CBSA
bukan disiplin ilmu atau dalam bahasa populer bukan “teori”, melainkan
merupakan cara, teknik, atau dengan kata lain disebut “teknologi”.
Dalam dunia pendidikan dan
pengajaran, CBSA bukanlah hal yang baru. Bahkan dalam teori pengajaran, CBSA
merupakan konsekuensi logis dari pengajaran yang seharusnya. Artinya merupakan
tuntutan logis dari hakikat belajar dan hakikat mengajar. Hampir tidak pernah
terjadi proses belajar tanpa adanya keaktifan individu atau siswa yang belajar.
Ada keaktifan belajar kategori rendah, sedang, dan ada pula kategori tinggi.
Dengan demikian, hakikatnya CBSA pada dasarnya adalah cara atau usaha
mempertinggi dan mengoptimalkan kegiatan belajar siswa dalam proses pengajaran.
Sebagai konsep, CBSA adalah suatu proses kegiatan belajar
mengajar yang sukjek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional
sehingga ia betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan
kegiatan belajar. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa CBSA menempatkan siswa
sebagai inti dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa dipandang sebagai objek dan
sebagai subjek.
Dilihat dari subjek didik, CBSA merupakan proses kegiatan
yang dilakukan oleh siswa dalam rangka belajar. Dilihat dari segi guru atau
pengajar, CBSA merupakan bagian strategi mengajar yang menuntut keaktifan
optimal subjek didik. Bertitik tolak dari uraian diatas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan CBSA adalah salah satu cara strategi
belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subjek didik seoptimal
mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan
efisien.
Untuk melihat terwujudnya CBSA dalam proses belajar
mengajar, terdapat beberapa indikator CBSA, sehingga dapa dilihat tingkah laku
mana yang muncul dalam suatu proses belajar mengajar berdasarkan apa yang
dirancang oleh guru. Indikator tersebut dilihat dari lima segi, yaitu:
a.
Dari sudut siswa, dapat dilihat dari:
ü Keinginan, keberanian
menampilkan minat, kebutuhan, dan permasalahannya
ü Keinginan dan keberanian
serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan
kelanjutan belajar
ü Penampilan berbagai usaha
atau keaktifan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar
mengajar sampai mencapai keberhasilan
ü Kebebasan atau keleluasaan
melakukan hal tersebut diatas tanpa tekanan guru atau pihak lainnya
(kemandirian belajar)
b. Dilihat dari sudut guru,
tampak:
ü Adanya usaha mendorong,
membina gairah belajar dan partisipasi siswa secara aktif
ü Peranan guru tidak
mendominasi kegiatan proses belajar siswa
ü Guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan masing-masing
ü Guru menggunakan berbagai
jenis metode mengajar serta pendekatan multimedia
c. Dilihat dari segi program,
hendaknya:
ü Tujuan intruksional serta
konsep maupun isi pelajaran itu sesuai dengan kebutuhan, minat serta kemampuan subjek
didik
ü Program cukup jelas dapat
dimengerti siswa dan menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar
ü Bahan pelajaran mengandung
fakta atau informasi, konsep, prinsip, dan ketrampilan
d.
Dilihat dari situasi belajar, tampak adanya:
ü Iklim hubungan intim dan
erat antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan guru, serta
dengan unsur pimpinan di sekolah
ü Gairah serta kegembiraan
belajar siswa sehingga siswa memiliki motivasi yang kuat serta keleluasaan
mengembangkan cara belajar masing-masing
e.
Dilihat dari sarana belajar, tampak adanya:
ü Sumber-sumber belajar bagi
siswa
ü Fleksibilitas waktu untuk
melakukan kegiatan belajar
ü Dukungan dari berbagai
jenis media pengajaran
ü Kegiatan belajar siswa yang
tidak terbatas di dalam kelas, tetapi juga diluar kelas
Dengan adanya tanda-tanda diatas, akan lebih mudah bagi guru
dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Setidak-tidaknya memberikan
rambu-rambu bagi guru dalam melaksanakan CBSA.[2]
2.
Hakekat CBSA
Berbagai
literatur mengungkapkan bahwa CBSA merupakan pengertian yang sulit dirumuskan
secara tegas dan tepat, sebab bagaimanapun “belajar” harus berlangsung dalam
bentuk “aktivitas subyek didik” walau dalam “kadar” berbeda-beda.[3]
Hakekat dari
CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan
belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
a.
Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang
memungkinkan terbentuknya pengetahuan.
b.
Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang
memungkinkan terbentuknya keterampilan.
c.
Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu:
yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap
Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak
pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak
pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan-kemungkinan
yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru
diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis
situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang
efektif dan efisien. Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu
dijabarkan menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai
prinsip-pninsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati.
Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu
kegiatan belajar mengajar.
Terdapat
sejumlah alasan mengapa pendekatan CBSA perlu dilakukan:
·
Pertama, karena lulusan pendidikan di indonesia saat
ini pada umumnya hanya menguasai teori yang belum lengkap. Sedangkan kemampuan
untuk menerapkan berbagai teori teori tersebut masih sangat minim. Hal ini
terlihat, ketika seorang lulusan diminta untuk bekerja tapi masih belum dapat melakukannya dengan baik. Tamatan
pendidikan tersebut dinilai belum siap pakai (read for use). Untuk itu,
ia harus diberi pengalaman untuk melakukan berbagai pekerjaan yang berdasarkan
teori tersebut.
·
Kedua, lulusan pendidikan saat ini pada umumnya lebih
suka menerima pengetahuan atau informasi yang sudah jadi. Ia tak ubahnya
seperti orang yang hanya dapat menikmati hidangan makanan atau minuman, namun
tidak dapat mengetahui bagaimana makanan dan minuman itu diproses dan dibuat.
Dengan ilustrasi lainnya, seorang lulusan pendidikan sekarang hanya dapat
menikmati ikan tangkapan dan olahan orang lain, namun tidak mampu menangkap dan
memasak ikan tersebut.
·
Ketiga, lulusan pendidikan saat ini pada umumnya
cenderung verbalistis, menghafal dan mengikuti pendapat orang, namun tidak
mengetahui cara mengamalkannya dan cara memperolehnya.
·
Keempat, lulusan pendidikan saat ini pada umumnya
cenderung pasif dan kurang kreatif. Keadaan ini tidak sejalan dengan era
globalisasi yang menuntut manusia yang kreatif, aktif dan menjemput bola,
sehingga ia tampil sebagai pemenang dalam pertarungan kehidupan yang kompetitif.
·
Kelima, lulusan pendidikan saat ini umumnya belum
terberdayakan seluruh potensi dirinya secara optimal dan
maksimal. Mereka misalnya, belajar bahasa inggris dari sejak sekolah tingkat
dasar hingga perguruan tinggi, namun tidak mampu berkomunikasi dalam bahasa
inggris, baik lisan maupun tulisan.
·
Keenam, lulusan pendidikan saat ini umumnya belum
memiliki keterampilan dan pengalaman dalam bekerja, sehingga dalam belajar ia
hanya mengantongi selembar ijazah, dan ketika mengelamar kerja ia cenderung
tidak diterima. Untuk mengatasi hal tersebut, kini sudah ada pendekatan baru
yang mengintregrasikan antara kemampuan akademis dan kemampuan praktis empiris.
Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara belajar sa,bil bekerja. Para
siswa atau mahasiswa, hendaknya dapat memanfaatkan waktu luang mdan senggangnya
utuk bekerja part-time di berbagai lapangan pekerjaan yang sesuai atau
yang mendekati bidang keilmuanya. Dengan cara demikian, ketika ia tamat atau
lulus, ia tidak hanya mengantongi selembar ijazah, melainkan juga mengantongi
sejumlah pengalaman kerja yang diperkuat dengan sertifikat atau surat
keterangan.[4]
3.
CBSA dalam Pandangan Islam
Dalam
pandangan islam, mengingatkan kita kepada ajaran islam yang lebih mendorong
seseorang untuk bersikap terbuka, belagar terus menerus dan menjadikan belajar
sebagai ibadah. Islam juga melihat antara bahwa antara satu manusia dengan
manusia lain adalah guru bagi yang lain. Dalam beberapa ayat Al-Qur’an misalnya
dapat memberikan petunjuk tentang CBSA. Dalam surat al-Baqarah, 2:67
øÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ¨bÎ) ©!$# ôMä.âßDù't br& (#qçtr2õs? Zots)t/ ( (#þqä9$s% $tRäÏGs?r& #Yrâèd ( tA$s% èqããr& «!$$Î/ ÷br& tbqä.r& z`ÏB úüÎ=Îg»pgø:$# ÇÏÐÈ
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina."
mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?"[62]
Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah
seorang dari orang-orang yang jahil".
Pada ayat tersebut, Nabi Musa as. Sesungguhnya ingin
mengadakan sebuah kegiatan pembelajaran kepada pengikutnya dengan perintah
menyembelih seekor sapi sebagai tanda bersyukur. Namun, umatnya itu tidak mau
mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut, malah menuduh Musa sebagai orang yang
akan merugikannya. Karena sikapnya yang demikian itu, maka umat Nabi Musa telah
melakukan kebodohan, sehingga datang mereka tidak mendapatkan pelajaran yang
terdapat di balik perintah Nabi Musa itu. Dari ayat ini terdapat petunjuk yang
utama dalam melaksanakan pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA), yaitu
adanya hubungan yang baik dan rasa salin percaya antara guru dan murid.
Prinsip belajar
siswa aktif ini selanjutnya dapat dijumpai dalam hadis Rasulullah SAW, sebagai
berikut yang artinya
Tidak ada suatu kaum yang
berkumpul di sebuah rumah dari rumah Allah (masjid) yang didalamnya dibacakan
ayat-ayat Allah, dikaji isinya serta diperdalam kandungannya, melainkan
kepadanya akan diturunkan ketenangan, ditaburi rahmat, dan dimintakan ampun
oleh malaikat (HR. Muslim)
Dalam hadis tersebut
ada tiga buah kegiatan bersama yang dilakukan. Pertama, Tilawah Al-Quran.
Kedua, Yu’alimul Quran. Ketiga, Yataddaru (mendalami kandungan
ayat tersebut dengan berbagai ilmu bantu lainnya sehingga dapat merumuskan
teori, konsep, program, dan desain). Melalui kegiatan tersebut, seseorang akan
mendapatkan bekal hidup yang dapat memberikan ketenangan dalam menghadapi
kehidupan, dan dari konsep dan teori yang dipraktekkan itu, ia akan merasakan manfaatnya,
dan sekaligus mendapatkan restu dan ampunan dari malaikat, karena perbuatan
yang demikian itu dianggap sebagai ibadah.
4.
Rasional CBSA
Rasional atau dasar-dasar serta alasan-alasan kebangkitan kembali CBSA sehingga
diterapkan dalam KBM, adalah sebagai
berikut ini.
a.
Secara
esensi tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan manusia yang mampu berdiri sendiri di samping berpartisipasi dalam rangka pembangunan lingkungan, masyarakat dam bangsanya.
Untuk
mampu melaksanakan misi ini di dalam dunia yang senantiasa berpacu dan berubah maka setiap warga masyarakat secara pribadi harus memiliki kemampuan berfikir kritis, memiliki kemampuan, kemauan serta kebiasaan untuk terus menerus belajar (life long education) dalam arti yang hakiki.
Sedang sebagai anggota masyarakat mereka
harus mampu bekerjasama untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama. Di lihat dari
dimensi ini maka lembaga pendidikan formal
seharusnya secara optimal memberi peluang bagi peserta didik untuk melaksanakan interaksi edukatif. Jadi bukan
sekedar pemberian ilmu pengetahuan atau ketrampilan saja tetapi pembekalan sikap dan nilai untuk menghadapi segala problema di dalam
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan tersebut. CBSA dipandang
sebagai salah satu upaya membangkitkan esensi
yang terdalam para peserta didik, yakni kreativitasnya.
b. keterlibatan mental psikologi yang optimal dalam KBM
dengan cara terjun dan mengambil bagian dalam berbagai kegiatan akan mempunyai
nilai “pembangkitan serta peningkatan motivasi” yang optimal di banding KBM
yang hanya menggunakan komunikasi satu arah saja (terutama dengan metode komunikasi
ceramah saja). Dengan demikian,
pengalaman belajar yang mencoba memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja
sendiri, berusaha mencari jawaban atau memecahkan suatu masalah, memberi
kesempatan bekerjasama dengan teman-temannya dalam menyelesaikan tugas akan
jauh lebih menantang dalam rangka mengarahkan konsentrasi, pikiran bahkan
tenaga daripada mereka sekedar menelan/menerima sesuatu yang telah selesai
dikunyah dengan modus komunikasi satu arah (pola DDCH). Model mengajar
demikian akan
lebih meningkatkan sifat ingin tahu (curiocity) serta meningkatkan motivasi
siswa. Lebih-lebih,
motivasi adalah merupakan motor penggerak bagi siswa dalam KBM guna mencapai tujuan.[5]
c. Komunikasi
banyak arah dengan pcnggunaan multy-method dan multy-media dalam KBM
seperti dikemukakan di atas, akan memberikan manfaat (peluang) bagi guru dalam
memperoleh balikan dalam menilai efektivitas KBM. Dengan demikian, balikan
tidak perlu ditunggu sampai harus menyelenggarakan formatif tes, sumatif tes, Ebta/Ebtanas;
akan tetapi segera bisa diperoleh sementara KBM masih berjalan. Dengan
demikian CBSA memberi landasan yang lebih mantap bagi pelaksanaan penilaian
formatif dalam proses belajar mengajar.
d. Akhirnya
sebagai rasional yang keempat; ditinjau dari semi kebutuhan untuk meningkatkan
mutu pendidikan dari segi Calon Guru maupun para guru yang masih cenderung menggunakan pola seperti yang diterimanya di
Lembaga Pendidikan Keguruan dahulunya, kiranya pola yang telah membudaya
dengan metode tunggal "metode ceramah' seyogyanya CBSA ini mendapat
prioritas.[6]
5.
Komponen-komponen (Syarat) Penting CBSA
Sebagaimana
telah diketahui pada bahasan awal bahwa kegiatan belajar aktif itu ialah yang
banyak melibatkan elemen lain yang senantiasa akan membantu terciptanya suasana
belajar yang nyaman, aktif, kondusif sehingga terarah.Dari banyak faktor yang
senantiasa mesti terlibat dalam pembelajaran agar tercipta belajar yang aktif,
kurang lebih secara ringkasnya terbagi:
a. Individu siswa (sebagai
objek) pembelajaran, Dalam hal ini individu seorang murid itu merupakan hal
yang paling dasar, sehinga harus benar-benar memiliki motovasi belajar yang
kuat untuk ingin dan semangat belajar karena apapun dan sebesar bagaimanapun
perhatian (pengaruh) dari luar jika tida didasari dengan semangat dari dalam
dirinya siswa itu sendiri maka pembelajaran tidak akan aktif dan jauh
kemungkinan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam hal ini faktor keluarga
yang memberikan pelajaran utama sebelum di sekolah dan yang mencetak kearah
mana diarahkanya seorang anak harus benar-benar faham dan mampu memberikan
arahan, bimbingan, dan melayani akan kemauan sang anaknya tersebut.
b. Guru sebagai dalang (sutra
dara), Guru sebagai dalang atau dapat dikatakan sutradara dalam pembelajaran
aktif harus dapat menyajikan pelaksanaan proses pembelajaran sebagus dan
semenarik mungkin, sehingga seorang guru harus benar-benar propesional
dibidangnya itu baik secara kualifikasi mapun secara profesi dimana didalamnya
harus faham mengenai psikologi anak, psikologi pendidikan, administrasi
pendidikan, dan segala hal yang berkaitan dengan profesional seorang guru
diantaranya harus mengetahui, metode, strategi, pendekatan, teknik dan taktik,
dan yang lainya.
Dalam
pembelajaran ditemukan adanya dua pelaku, guru berinteraksi dengan siswa, yang
keduanya mencapai tujuan pembelajaran atau sasaran belajar yang serupa. Kadar
CBSA dalam interaksi tersebut berbeda-beda. Raka Joni mengemukakan bahwa
pembelajaran yang ber-CBSA baik berciri:
Þ
Pembelajaran berpusat pada siswa.
Þ
Guru bertindak sebagai pembimbing pengalaman belajar.
Þ
Orientasi tujuan pada perkembangan kemampuan siswa secara
utuh dan seimbang.
Þ
Pengelolaan pembelajaran menekankan pada kreativitas siswa.
Þ
Pelaksanaan penilaian tertuju pada kegiatan dan kemajuan
siswa.
Optimalisasi kadar CBSA tersebut dapat diprogramkan dalam
desain instruksional (pesiapan mengajar) guru.[7]
Pembelajaran
ber-CBSA merupakan wujud kegiatan atau unjuk kerja guru. Hampir dapat dikatakan
bahwa guru professional diduga berkemampuan mengelola pembelajaran ber-CBSA
tinggi.
c. Proses (suasana) belajar, Proses
atau suasana belajar ini berkaitan dengan kemampuan guru menguasai suasana dan
memahami keadaan kelas ataupun kondisi murid itu sendiri agar dapat memilah dan
memilih metode, media, taktik dan gaya belajar yang memang cocok dengan sussana
atau kondisi tersebut. setelahnya faham mengenai hal itu, guru juga harus bisa
menjalankannya dengan baik dan menyenangkan mulai dari awal sampai belajar
berakhir.
d. Sarana dan prasarana
belajar, Dalam menciptakan kegiatan belajar yang aktif disini diutamakan sarana
penunjang untuk kelancaran dan keefektipan belar tercapai, maka sega sesuatu
yang memang dibutuhkan haruslah tersedia baik itu yang sifatnya indor ataupun
out dor. Namun, jika masalahnya hal tersebut sebagai media yang dibutuhkan
tidak ada maka disinilah dibutuhkan akan kekreatifan seorang guru agar dapat
mengemas pembelajaran supaya tetap berjalan dengan kondusif dan aktif.
6.
Tujuan, ruang lingkup dan asas pelaksanaan CBSA dalam KBM
I.
Tujuan
CBSA bertujuan untuk memberi kesempatan kepada siswa
secara lebih.aktif mengembangkan kemampuan pribadinya dalam
hal-hal:
a. Mempelajari
materi atau konsep dengan penuh perhatian.
b. Mendapatkan pengetahuan dengan cara
mengalami dan melakukan sendiri.
c. Merasakan sendiri kegunaan materi
yang dipelajarinya, mengembangkan rasa ingin tahu dan sifat
terbuka, jujur, tekun, disiplin, kreatif terhadap tugas yang diberikan.
d. Belajar berkelompok untuk menemukan
sifat pribadinya serta sifat dan kemampuan temannya.
e. Memikirkan, mencobakan dan
mengembangkan konsep nilai-nilai tertentu.
f.
Menemukan dan mempelajari gejala/kejadian yang dapat
mengembangkan gagasan baru.
g. Menunjukkan kemampuan
mengkomunikasikan cara berfikir yang menghasilkan penemuan baru dan penghayatan
nilai baik secara lisan maupun tertulis.
II.
Ruang lingkup
kegiatan CBSA, meliputi
seluruh ranah baik kognitif, afektif
maupun psikomotorik secara individual
maupun kelompok.
III.
Asas pelaksanaan
CBSA
a.
Pemberian motivasi
b.
KBM diawali dengan kondisi siswa
yang telah siap menerima pelajaran.
c.
Sosialisasi (proses jalinan
sosial)
d.
Memperhatikan perbedaan individu
siswa.
e.
Belajar sambil bekerja.
f.
Asumsi bahwa semua siswa memiliki
potensi dasar untuk menemukan dan mengembangkan potensi dasarnya tersebut.
g.
Kepandaian siswa banyak ditentukan oleh
kemampuan memecahkan masalah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
CBSA
adalah merupakan salah satu pendekatan atau model pembelajaran alternatif yang
sejalan dengan paradigma baru proses pembelajaran yang merangsang, menantang,
mendorong, dan memotivasi kreatifitas peserta didik. Mereka selain mengetahui
berbagai macam teori dan konsep tentang keilmuan, juga dapat mengetahui dan
terampil dalam mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut. Mereka bukan hanya dapat
memakan ikan, melainkan dapat menangkap ikan tersebut.
Islam
sebagai agama yang saling menghargai, menghormati, kerjasama, tolong-menolong,
terbuka, dinamis, dan inovatif sangat menganjurkan dilakukannya pendekatan
belajar dengan model CBSA itu. Namun demikian, Islam menghendaki agar dalam
prateknya CBSA tetap menjaga sopan santun, tata krama, kesopanan, dan ke-tawaluan
pada anak didik. Kemampuan peserta didik dalam menemukan dan memahami
berbagai konsep tentang ilmu pengetahuan, diharapkan tidak menyebabkan dia
menjadi orang yang pandai dan cerdas, namun kecerdasan dan kepandaiannya itu
disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang menimbulkan hal-hal yang merugikan
dirinya dan masyarakat sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mudjiono,Dimyati, Belajar dan Pembelajaran,
PT Rineka Cipta. Jakarta
Sudjana, Nana, Cara Belajar Siswa Aktif
dalam Proses Belajar Mengajar. PT Sinar Baru, Bandung.
Azhar, Lalu Muhammad, Proses Pola Belajar
Mengajajr Pola CBSA. PT Usaha Nasional, Surabaya
Prof. H. Abuddin Nata, Perspektif Islam
tentang Strategi Pembelajaran, kencana, Jakarta
Usman,M. Basyiruddin M.Pd, Motodologi Pembelajaran
Agama Islam, Ciputat Press, Jakarta Selatan
[1] Dr. Dimyati, Drs Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka cipta.
Jakarta. Hal 114
[2] Dr. Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar
Mengajar. PT Sinar Baru, Bandung. Hal 20
[3] Drs. Lalu Muhammad Azhar. Proses Pola Belajar Mengajar Pola CBSA. PT
Usaha Nasional, Surabaya hal 40
[4] Prof. H. Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran,
kencana, Jakarta, hal 319
[5] Drs. M. Basyiruddin Usman, m.pd, Motodologi Pmbelajaran Agama Islam,
ciputat press, Jakarta Selatan, hal 28
[6] Drs. Lalu Muhammad Azhar. Proses Pola Belajar Mengajajr Pola CBSA. PT
Usaha Nasional,Surabaya hal 42
[7] Dr. Dimyati, Drs. Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka Cipta.
Jakarta. Hal 154
makasih mba :)
BalasHapussangat bermanfaat