BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar
Belakang
Haji
sebagai rukun Islam kelima, adalah sebuah perjalanan suci dalam memenuhi
panggilan Ilahi. Walau namanya rukun, tetapi rukun Islam yang satu ini,
tidaklah wajib bagi setiap umat Islam, hanya terbatas kepada orang-orang yang
mampu untuk melakukan perjalanan ke Masjidil Haram, yaitu orang-orang yang
mempunyai biaya cukup untuk bisa sampai ke Baitullah di Makkah.
Agama Islam
bertugas mendidik manusia, menyucikan jiwa dan membebaskan diri dari hawa nafsu.
Untuk ini dibuatlah satu pendidikan yang merupakan ibadah bagi kita. Cara itu
ialah aqidah yang murni, ibadah yang tulus ikhlas serta sesuai dengan kehendak
Allah dan sunnah rasul.
Segala
ibadah dalam Islam walaupun bermacam rupa bentuknya, namun menuju ke satu arah,
yaitu yang mendatangkan kebahagiaan. Maka kumpulan dari bermacam cara-cara
ibadah, baik yang mempergunakan tenaga, semangat, harta, menahan nafsu,
terlihat jelas dalam ibadah haji.
Dalam
melaksanakan ibadah haji tidaklah serta merta hanya melaksanakan saja tetapi
harus mengikuti ketentuan dan tata cara pelaksanaan ibadah haji. Hal pokok yang
sering menimbulkan masalah dalam menunaikan ibadah haji adalah kurangnya
pemahaman tentang ilmu dan pelaksanaan ibadah haji tersebut, terutama tentang
mana rukun, wajib dan sunat, sehingga banyak di antara kita kurang dapat
mencari kesempatan yang baik (aman, tertib,khusyu’) dalam pelaksanaannya. Oleh
karena itu pemahaman tentang ilmu dan pelaksanaan ibadah haji harus diketahui
dan di pelajari bagi umat Islam terutama bagi orang yang hendak menunaikan
ibadah haji.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian haji dalam perspektif etimologi dan perspektif terminologi?
2. Sebutkan
macam-macam haji?
3. Apa
saja syarat-syarat wajib haji dan tata cara pelaksanaannya?
4. Apa
pengertian umroh dalam prespektif etimologi dan prespektif terminologi?
5. Bagaimana
tata cara pelaksanaan umroh?
1.3 Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui dan memahami haji secara etimologi dan terminologi.
2. Untuk
mengetahui dan memahami macam-macam haji.
3. Untuk
mengetahui dan memahami syarat-syarat wajib haji dan tata cara pelaksanaannya.
4. Untuk
mengetahui definisi umroh secara etimologi dan terminologi
5. Untuk
mengetahui dan memahami tata cara pelaksanaan umroh .
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Haji
Haji
dalam perspektif etimologi yang dalam bahasa arab berarti menyengaja, ziarah.
Kata hajja al-ka’bata menurut Mahmud Yunus mengartikan “menyengaja,
ziarah ke Ka’bah”, sedang menurut Hasbi ash-Shiddiqy haji adalah menuju ke
suatu tempat berulang kali atau menuju kepada sesuatu yang dibesarkan. Oleh
karena itu, umat muslim yang mengunjungi Baitullah Al-Haram berulang
kali pada tiap tahun dinamakan dengan ibadah haji, atau nusk (ibadah). Karena Baitullah
merupakan tempat yang dibesarkan, maka pekerjaan mengunjunginya dinamakan
dengan haji.
Allah Swt
telah menjadikan Baitullah suatu tempat yang dituju manusia pada setiap tahun.
Sebagaimana Allah Swt berfirman:
وَإِذْ
جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا
“dan
ketika Kami jadikan Al-Baitul Haram tempat perkunjungan manusia dan tempat yang aman….”(Q.S; Al-Baqarah:125)
¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ
Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup
Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban
haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam. (QS. 3:97).
Baitullah
adalah suatu tempat yang didatangi manusia pada setiap tahun. Lazimnya bagi
mereka yang sudah pernah mengunjungi Baitullah, timbullah keinginan kedua
kalinya untuk kembali ke tanah suci.
Haji
dalam perspektif terminologi adalah mengunjungi Baitullah dengan sifat yang
tertentu disertai oleh perbuatan-perbuatan yang tertentu pula.[1]
Sedangkan menurut Prof. Dr. Mahmud Syaltut, haji adalah ibadah yang sudah
terkenal, dilaksanakan manusia sebagai ibadah ruhiah, jasmaniah, dan amaliyah;
sedangkan ibadah lainnya tidak demikian. Haji dilaksanakan oleh umat Islam yang
mampu, didalam waktu tertentu, dan pada tempat tertentu pula. karena memenuhi
perintah Allah dan mengharapkan keridhaan-Nya. Ibadah itu dimulai dengan niat
haji karena Allah semata, melepaskan segala pakaian biasa (berjahit), tanpa
memakai berbagai perhiasan dan alat kosmetik sehingga berakhir dengan thawaf di
sekitar Baitullah al-haram.[2]
2.2 Macam-Macam
Haji
Cara
pelaksanaan ibadah haji dapat dibagi dalam tiga macam, yaitu:
1) Haji
Ifrad.
Haji
ifrad, yaitu melaksanakan haji (ihrom haji) dari miqat terlebih dahulu sampai
selesai semua rukun dan wajib haji, sesudah itu baru melaksanakan umroh (ihrom
umroh) dengan kembali ke miqat untuk niat ihrom umroh (miqat umroh boleh tidak
sama dengan miqat haji), sehingga selesai pula pelaksanaan rukun dan wajib
umroh secara sempurna. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Shahih Muslim yang
berbunyi sebagai berikut:
عن ابن عمر في
رواية يحي قال اهللنا مع رسول الله ص.م بالحج مفرد ا
Dari
Ibnu ‘Umar ra katanya: “Kami pernah ihram bersama sama Rasulullah saw untuk
haji ifrad.
Apabila
telah selesai rukun dan wajib haji serta rukun dan wajib umroh , maka jama’ah
haji dan umroh dapat melaksanakan sunat haji lainnya, yaitu, sunat yang tidak
terkait di dalam pelaksanaan rukun dan wajib haji serta umroh.
Maka
pada Haji Ifrad pelaksanaan niat ihram atau miqat dilakukan dua kali.
2) Haji
Tamattu
Haji
Tamattu, yaitu melaksanakan umroh (ihram umroh) dari miqat terlebih dahulu
sampai selesai semua rukun dan wajib umroh, sesudah itu baru melaksanakan haji
dengan niat ihram haji dari miqat kembali (miqat haji boleh tidak sama dengan
miqat umroh), sehingga selesai pula rukun dan wajib haji secara sempurna.
Sebagaimana dijelaskan hadis shahih Muslim yang berbunyi sebagai berikut:
عن قتا
دة قال قال عبد الله بن شقيق كا ن عثمان ينهى عن المتعة وكان علي يأ مر بها فقال
عثمان لعلي كلمة ثم قال علي لقد علمت انا قد تمتعنا مع رسول الله ص.م فقال اجل
ولكنا كنا خائفين
Dari
Qatadah ra. katanya: Abdullah bin Syaqiq bercerita: “ Usman bin Affan pernah
melarang mengerjakan haji tamattu’(umroh sebelum haji), sedangkan Ali menyuruh
melakukannya. Karena itu Usman menegur Ali. Jawab Ali: bukankah anda tahu,
bahwa kita pernah mengerjakan haji tamattu bersama-sama dengan Rasulullah saw
?”kata Usman; “benar! Tetapi ketika itu kita dalam keadaan tidak aman.
Setelah
selesai rukun dan wajib umroh serta rukun dan wajib haji , maka jama’ah haji
dan umroh dapat melaksanakan sunat haji yang lainnya yaitu sunat yang tidak
terkait didalam pelaksanaan rukun dan wajib umroh serta haji secara bebas tanpa
ada resiko akan terganggu ibadah haji dan umrohnya.
Jadi
pada haji tamattu’ pelaksanaan niat ihram dari miqat adalah dua kali pula.
3) Haji
Qiran
Haji
Qiran, yaitu haji dengan niat ihramnya satu kali saja sekaligus, dimana
melaksanakan ihram haji dan ihram umroh dilaksanakan secara bersamaan
(serentak) dari satu miqat saja, jadi miqatnya tidak perlu kembali lagi, dimana
setiap pelaksanaan rukun dan wajib adalah merupakan rukun dan wajib umroh
sekaligus. Sebagaimana diriwayatkan oleh Tarmidzi yang berbunyi sebagai
berikut:
قال النبي ص.م. من احرم بالحج والعمرة
اجزاه طواف واحد وسعي واحد حتى يخلمنهما جمعا
“barang
siapa mengerjakan ihram untuk haji dan umroh cukuplah ia melakukan thawaf dan
sa’i satu kali, sehingga ia mengerjakan penghalal keduanya”.
Bagi
haji qiran diharuskan sudah membawa (menyediakan) hewan qurban (hadiyah) dan
apabila selesai semua rukun dan wajib haji, maka dengan bebas dapat
melaksanakan sunat lain yang tidak terkait dengan pelaksanaan rukun dan wajib
haji dan umroh.[3]
3.1Syarat-syarat
wajib haji
Yang
dimaksud dengan syarat wajib haji ialah kondisi yang apabilaterdapat dengan
sempurna seluruhnya bagi seorang berarti ia wajib pergi menunaikan haji. Tetapi
jika tidak terdapat seluruhnya atau sebagiannya, walaupun satu diantaranya,
maka ia tidak wajib menunaikan haji.
Syarat-syarat
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Islam
Ibadah haji dan umroh adalah ibadah Islam, maka
tidak ada wajib bagi orang yang tidak beragama Islam dan orang murtad.
Orang-orang non muslim tidak sah mengerjakan haji.
2. Baligh
Anak-anak yang belum sampai umur taklifi, tidak
wajib haji, namun jika ia mengerjakan haji, maka hajinya itu sah. Akan tetapi tidak
gugurkewajiban haji baginya, setelah ia baligh, sebagai syarat wajib haji.
3. Berakal
sehat
4. Merdeka
Orang yang masih berstatus budak, tidak wajib
haji, namun jika ia melakukan haji, sah hajinya. Akan tetapi kalau ia telah
merdeka, dan mampu, ia wajib menunaikan ibadah haji itu.
5. Kemampuan
(istitha’ah) atau kesanggupan melakukannya
Kemampuan yang dimaksud meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a. Yang
menghadapi perintah haji itu seorang yang mukallaf yang sehat badan.maka jika dia
tidak sanggup melaksanakan ibadah haji karena telah sangat tua, atau sakit yang
tidak dapat bergerak dan tidak dapat diharap sembuh lagi, wajiblah atasnya
menurut pendapat sebagai ulama, menyuruh orang lain melakukan hajinya jika dia
mempunyai harta.
b. Perjalanan
yang ditempuh aman dari segala bahaya,baik terhadap jiwa maupun harta.
c. Ada
alat angkutan pulang pergi, baik darat, laut maupun udara. Ini bagi orang yang
tidak dapat melakukan ibadah haji dengan jalan kaki, karena berjauhan tempatnya
dengan kota mekkah. Adapun orang yang dapat berjalan kaki ke Mekah karena
tempatnya berdekatan dengannya, maka faktor kendaraan ini, tidak menjadi syarat
baginya.
d. Adanya
kelebihan nafkahnya dari kebutuhan pokoknya yang cukup untuk dirinya sendiri,
dan untuk keluarganya, hingga ia kembali dari haji.
e. Tidak
terdapat suatu halangan untuk pergi haji, misalnya:tahanan (penjara), hukuman
dan ancaman dari penguasa yang kejam.
f.
Bagi wanita harus ditemani
suami atau mahramnya.[4]
3.2Tata
cara Pelaksanaan Haji
a. Pada
tanggal 8 Dzulhijjah, pelaku haji mandi dan meniatkan haji dalam hatinya, lalu
mengucapkan, (labbaikallahumma labbaik, labbaikka hajjan). Kemudian
berangkat ke sebuah tempat yang disebut Mina, lalu shalat di sana dengan
cara meng-qashar shalat yang jumlah rakaatnya empat. Selanjutnya ketika berada
di Mina, habiskan malam tersebut dengan berdzikir dan bertasbih serta
shalat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah.
b. Pada
tanggal 9 Dzulhijjah, setelah matahari terbit, pelaku haji berangkat menuju
Arafah.
c. Setelah
tiba di Arafah, tinggallah beberapa saat di sana
hingga
matahari terbenam. Selama berada di sana lakukan shalat dhuhur dan ashar dengan
cara jamak taqdim dan qashar. Selain itu perbanyaklah istighfar,
tobat, doa, dzikir dan tasbih.
d. Setelah
matahari terbenam pada hari Arafah, berangkatlah menuju Muzdalifah
dengan menggunakan kendaraan atau dengan berjalan kaki. Setelah tiba di Muzdalifah,
lakukan shalat maghrib dan isya secara jamak dan qashar. Jangan lupa untuk
bermalam di Muzdalifah hingga tiba waktu shalat subuh.
e. Setelah
shalat subuh, pungutlah tujuh buah batu kerikil saat balik menuju Mina.
f.
Sesampainya di Mina, yakni
pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah atau hari raya pertama idul Adha,
lakukan pelemparan jumrah (dengan kerikil-kerikil tersebut) di sebuah
tempat yang bernama jumrah Al-Aqabah Al-Kubrah, sambil bertakbir pada
setiap lemparan.
Pada hari yang sama, disunahkan menyembelih
hewan qurban setelah melempar jumrah Al-Aqabah, dan dagingnya dibagikan
kepada fakir miskin.
g.
Memotong beberapa helai
rambut seukuran ujung jari. Ritual ini disebut Tahallul Ashghar.
h.
Berangkat menuju Makkah dan
ber-thawaf sebanyak tujuh kali. Thawaf
ini disebut thawaf ‘ifadhah.
i.
Shalat di belakang maqam
Ibrahim. Bila tidak memungkinkan maka shalatlah di bagian lain masjidil Haram.
j.
Melakukan Sa’I (berjalan
dengan langkah cepat) antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.
k.
Dengan demikian, tahallul
Akbar telah selesai dilakukan. Kemudian kembalilah ke Mina sekali
lagi untuk menginap di sana selama tiga malam, yakni selama Ayyamut Tasyriq (tanggal
11,12, dan 13 Dzulhijjah).
l.
Setelah melakukan Sa’I pada
malam 11 Dzulhijjah, bermalam di Mina. Kemudian jika matahari telah
tergelincir (yakni ketika waktu shalat zhuhur telah tiba) pada hari pertama Ayyamut
Tasyriq, lakukan pelemparan jumrah dimulai dari jumrah Sugrah, kemudian
Wustha, lalu Kubra. Dalam setiap jumrah, gunakan tujuh buah kerikil untuk
melempar, sambil bertakbir pada setiap lemparan.
m. Pada
tanggal 12 Dzulhijjah, setelah matahari tergelincir, lakukan pelemparan jumrah
seperti hari sebelumnya.
n.
Pelaku haji tidak boleh
kembali ke tempat tinggalnya setelah selesai melakukan pelemparan pada hari
kedua Ayyamut Tasyriq, yakni tanggal 12 Dzulhijjah, sebelum matahari
terbenam. Apabila matahari telah terbenam sedangkan pelaku haji masih berada di
Mina, maka ia harus menginap di sana untuk melempar jumrah pada hari ke tiga Ayyamut
Tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.
Setelah hari Tasyriq berakhir, pelaku
haji dianjurkan bermukim di Makkah guna memperbanyak thawaf, membaca al-quran,
shalat, dan bertasbih. Kemudian melakukan thawaf Wada’ (thawaf perpisahan), lalu kembali
ke negerinya sambil memuji dan bersyukur kepada Allah SWT.[5]
4.1Pengertian Umroh
Umroh
dalam perspektif etimologi bermakna ziarah. Sedangkan dalam perspektif
terminologi ialah menziarahi Ka’bah, melakukan thawaf di sekililingnya,
bersa’yu (Sa’i) antara shafa dan marwah dan mencukur atau menggunting rambut.[6]
Rukun
Umroh hampir sama dengan rukun haji, tetapi pada rukun umroh tidak ada wukuf,
tidak ada melontar jumroh dan dapat dilaksanakan setiap saat, yaitu:
1. Niat
ihrom umroh dari miqat
2. Thawaf
(berkeliling ka’bah)
3. Sa’i
diantara Shafa dan Marwah
4. Bercukur
(memotong rambut) sekurang-kurangnya tiga helai
5. Menertibkan
antara empat rukun di atas
Dalam
pelaksanaan umroh semua rukun umroh sama dengan pelaksanaan rukun haji, tanpa
ada perbedaan, kecuali perbedaan pada niat ihramnya, yaitu niat ihram umroh
saja serta tidak terikat dengan waktu (zulhijjah).
Wajib Umroh telah ditetapkan
sebagai berikut:
1) Ihrom
dari miqat yang telah ditentukan seperti miqat haji.
2) Menjauhkan
diri dari segala yang diharamkan atau larangan umroh yang banyaknya sama dengan
muharamat atau larangan haji.
Ketentuan miqat (lokasi untuk
mengenakan kain ihram), yaitu:
1. Miqat
Zamani (ketentuan waktu) adalah dapat dilaksanakan setiap saat (sepanjang
tahun) kecuali hari-hari tertentu, yaitu hari Arafah, hari Naher dan hari-hari
Tasyriq.
2. Miqat
Makani (ketentuan tempat), yaitu seperti miqat haji, khusus bagi penduduk
Makkah atau bagi orang yang berada di dalam Makkah (tanah haram), maka ia harus
keluar terlebih dahulu ke tanah halal. [7]
5.1 Tata
cara Pelaksanaan Umroh
Setelah
perilaku ibadah mengenakan pakaian ihram, melafazhkan niat serta telah sampai
di depan ka’bah, maka kerjakanlah ritual umroh berikut ini:
a. Thawaf
di Ka’bah (thawaf qudum)
Ketika
thawaf keadaan tubuh harus suci dari
hadast besar dan kecil. Pelaku haji mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali dan
pada setiap putaran dimulai dengan takbir dari rukun Hajar Aswad. Thawaf
berakhir di rukun Hajar Aswad. Setiap akhir putaran antara rukun Yamani dengan
Hajar Aswad, pelaku ibadah haji atau umroh membaca:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka.”(Q.s. Al-Baqarah(2): 201)
b. Sholat
dua rakaat di belakang maqam Ibrahim
Apabila
ia tidak bisa shalat di belakang maqam Ibrahim karena terlalu banyak orang,
maka ia boleh shalat di mana saja, tetapi harus tetap di dalam lokasi masjid.
c. Menuju
sumur Zamzam
Ketika
telah sampai, minumlah air zamzam dengan niat amal shalih dan ilmu yang bermanfaat,
memohon kebaikan dunia dan akhirat, serta ampunan kepada orang yang masih hidup
atau yang sudah mati.
d. Sa’I
(berjalan dengan langkah cepat) antara shafa dan marwah sebanyak tujuh kali.
Sa’I
dimulai dari Shafa dan Marwah, karena Allah SWT berfirman:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ
شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ
أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا
“sesungguhnya
Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang
beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan sa’I antara keduanya….” (Q.s. Al-Baqarah[2]: 158)
Disunahkan
pula untuk berdoa saat berada di Shafa sambil menghadap ke ka’bah, memuji Allah
SWT, membaca takbir tiga kali sambil mengangkat tangan, kemudian memanjatkan
doa,
لا إله
إلا الله وحده لا شريك له, له الملك وله الحمد, وهو على كل شيء قدير
“Tiada
Tuhan selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kekuasaan,
bagi-Nya segala puji dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.”
Hal yang
serupa juga dilakukan ketika berada di Marwah.
e. Tahallul
Yaitu
memotong sebagian rambut bagi wanita dari kepangnya seukuran ujung jari, dengan
berakhirnya thawaf dan sa’I, maka berakhir pula manasik umroh.[8]
BAB 111
PENUTUP
KESIMPULAN
Haji dalam perspektif etimologi yang dalam
bahasa arab berarti menyengaja, ziarah. Kata hajja al-ka’bata menurut
Mahmud Yunus mengartikan “menyengaja, ziarah ke Ka’bah”, sedang menurut Hasbi
ash-Shiddiqy haji adalah menuju ke suatu tempat berulang kali atau menuju
kepada sesuatu yang dibesarkan.
Haji dalam perspektif terminologi adalah
mengunjungi Baitullah dengan sifat yang tertentu disertai oleh
perbuatan-perbuatan yang tertentu pula.
Macam-macam haji ada tiga, yaitu
1. Haji
Ifrod
2. Haji
Tamatu’
3. Haji
Qiran
Syarat-syarat
wajib haji adalah sebagai berikut:
a. Islam
b. Baligh
c. Berakal
sehat
d. Merdeka
e. Kemampuan
(istitha’ah) atau kesanggupan melakukannya
Tata cara Pelaksanaan Haji adalah sebagai
berikut:
a. Pada
tanggal 8 Dzulhijjah, pelaku haji mandi dan meniatkan haji dalam hatinya, lalu
mengucapkan, (labbaikallahumma labbaik, labbaikka hajjan). Kemudian
berangkat ke sebuah tempat yang disebut Mina, lalu shalat di sana dengan
cara meng-qashar shalat yang jumlah rakaatnya empat. Selanjutnya ketika berada
di Mina, habiskan malam tersebut dengan berdzikir dan bertasbih serta
shalat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah.
b. Pada
tanggal 9 Dzulhijjah, setelah matahari terbit, pelaku haji berangkat menuju
Arafah.
c. Setelah
tiba di Arafah, tinggallah beberapa saat di sana
hingga
matahari terbenam. Selama berada di sana lakukan shalat dhuhur dan ashar dengan
cara jamak taqdim dan qashar. Selain itu perbanyaklah istighfar,
tobat, doa, dzikir dan tasbih.
d. Setelah
matahari terbenam pada hari Arafah, berangkatlah menuju Muzdalifah
dengan menggunakan kendaraan atau dengan berjalan kaki. Setelah tiba di Muzdalifah,
lakukan shalat maghrib dan isya secara jamak dan qashar. Jangan lupa untuk
bermalam di Muzdalifah hingga tiba waktu shalat subuh.
e. Setelah
shalat subuh, pungutlah tujuh buah batu kerikil saat balik menuju Mina.
f.
Sesampainya di Mina, yakni
pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah atau hari raya pertama idul Adha,
lakukan pelemparan jumrah (dengan kerikil-kerikil tersebut) di sebuah
tempat yang bernama jumrah Al-Aqabah Al-Kubrah, sambil bertakbir pada
setiap lemparan.
Pada hari yang sama, disunahkan menyembelih
hewan qurban setelah melempar jumrah Al-Aqabah, dan dagingnya dibagikan
kepada fakir miskin.
g.
Memotong beberapa helai
rambut seukuran ujung jari. Ritual ini disebut Tahallul Ashghar.
h.
Berangkat menuju Makkah dan
ber-thawaf sebanyak tujuh kali. Thawaf
ini disebut thawaf ‘ifadhah.
i.
Shalat di belakang maqam
Ibrahim. Bila tidak memungkinkan maka shalatlah di bagian lain masjidil Haram.
j.
Melakukan Sa’I (berjalan
dengan langkah cepat) antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.
k.
Dengan demikian, tahallul
Akbar telah selesai dilakukan. Kemudian kembalilah ke Mina sekali
lagi untuk menginap di sana selama tiga malam, yakni selama Ayyamut Tasyriq (tanggal
11,12, dan 13 Dzulhijjah).
l.
Setelah melakukan Sa’I pada
malam 11 Dzulhijjah, bermalam di Mina. Kemudian jika matahari telah
tergelincir (yakni ketika waktu shalat zhuhur telah tiba) pada hari pertama Ayyamut
Tasyriq, lakukan pelemparan jumrah dimulai dari jumrah Sugrah, kemudian
Wustha, lalu Kubra. Dalam setiap jumrah, gunakan tujuh buah kerikil untuk
melempar, sambil bertakbir pada setiap lemparan.
m. Pada
tanggal 12 Dzulhijjah, setelah matahari tergelincir, lakukan pelemparan jumrah
seperti hari sebelumnya.
n.
Pelaku haji tidak boleh
kembali ke tempat tinggalnya setelah selesai melakukan pelemparan pada hari
kedua Ayyamut Tasyriq, yakni tanggal 12 Dzulhijjah, sebelum matahari
terbenam. Apabila matahari telah terbenam sedangkan pelaku haji masih berada di
Mina, maka ia harus menginap di sana untuk melempar jumrah pada hari ke tiga Ayyamut
Tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.
Setelah hari Tasyriq berakhir, pelaku
haji dianjurkan bermukim di Makkah guna memperbanyak thawaf, membaca al-quran,
shalat, dan bertasbih. Kemudian melakukan thawaf Wada’ (thawaf perpisahan), lalu kembali
ke negerinya sambil memuji dan bersyukur kepada Allah SWT.
Umroh dalam perspektif etimologi bermakna
ziarah. Sedangkan dalam perspektif terminologi ialah menziarahi Ka’bah,
melakukan thawaf di sekililingnya, bersa’yu (Sa’i) antara shafa dan marwah dan
mencukur atau menggunting rambut.
Tata cara Pelaksanaan Umroh adalah sebagai
berikut:
a. Thawaf
di Ka’bah (thawaf qudum)
b. Shalat
dua rakaat di belakang makam Ibrahim
c. Menuju
sumur zam-zam
d. Sa’I
(berjalan dengan langkah cepat) antara shafa dan marwah sebanyak tujuh kali.
e. Tahallul
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy Teungku
Muhammad Hasbi, Pedoman Haji, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999
Ja’far Muhammad, Tuntunan
Praktis Ibadat Zakat Puasa dan Haji, Jakarta: Kalam Mulia, 1989
Widjanarko Arizal bin Marah
Ali, Tuntunan Praktis Haji dan Umroh, Jakarta: Palinggam, 1995
Lamadhoh ‘Athif, Fikih Sunnah
untuk Remaja, Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2007
Farid Ishak, Ibadah Haji
Dalam Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1999
[1] Ash Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Teungku, pedoman haji,(semarang:
pusaka rizki putra, 1999),h.2
[2] Mahmud Syaltut, Al-Islam Aqidatun wa Syari’ah, Kairo, Darul
Qalam, tahun 1996,hk. 120.
[3] Widjanarko Arizal bin Marah Ali, Tuntunan praktis Haji dan
‘Umroh, (Jakarta: Palinggam, 1995),h. 22-28
[4] Ja’far Muhamadiyah, Tuntunan Praktis Ibadat Zakat puasa dan Haji,
(Jakarta: Kalam Mulia, 1989), h. 173-175
[5] Lamadhoh ‘Athif, Fikih Sunnah untuk Remaja, (Jakarta:
Cendekia,2007),h. 123-125
[6] Ash Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Teungku, pedoman haji,(semarang:
pusaka rizki putra, 1999),h.13
[7] Widjanarko Arizal bin Marah Ali, Tuntunan praktis Haji dan
‘Umroh, (Jakarta: Palinggam, 1995),h.135-136
[8] Lamadhoh ‘Athif, Fikih Sunnah untuk Remaja, (Jakarta:
Cendekia,2007),h.121-123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar