BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kehadiran agama Islam yang dibawa nabi
Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai
berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya,
Al-qur’an dan Hadits tampak amat ideal. Islam mengajarkan kehidupan yang
dinamis, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual,
senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, mengutamakan persaudaraan, berakhlak
mulia dan bersikap positif lainnya.
Dewasa ini kehadiran agama semakin
dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang
kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara
konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan
masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian
itu dapat dijawab mana kala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan
pendekatan teologis dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan
pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat memberikan jawaban
terhadap masalah yang timbul.
Dalam memahami agama banyak pendekatan
yang dilakukan. Hal demikian perlu dilakukan, karena pendekatan tersebut
kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya.
Berbagai pendekatan
tersebut meliputi pendekatan individual,
pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi dan seterusnya. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara seorang guru menerapkan strategi dalam proses
pembelajaran terhadap anak didik, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan
lancar dan hasil memuaskan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan Individual?
2. Bagaimana proses pendekatan pembelajaran melalui
sistim kelompok?
3. Bagaimana proses dalam sistem pembelajaran
klasikal?
4. Apa maksud dari pendekatan pembelajaran PAI
secara bervariasi?
5. Apa pengertian Pendekatan edukatif dalam
pembelajaran PAI?
6. Bagaimana pendekatan jika ditinjau sesuai dengan
sitemnya?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi berbagai pendekatan dalam studi Islam.
Menerapkan beberapa pendekatan dalam studi Islam.
2. Tujuan Khusus
Untuk memenuhi
tugas mata kuliah Strategi
Pembelajaran pada jurusan Pendidikan Agama
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam
kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang
bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkanya. Interaksi yang bertujuan
itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang
bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin
memberikan layanan yang terbaik terhadap anak didik, dengan menyediakan
lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi
pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta
hubungan dua arah yang harmonis antara guru dengan anak didik.
Ketika
kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam
bersikap dan berbuat, serta jujur dan mau memahami anak didiknya dengan segala
konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat
jalannya proses belajar mengajar, baik yang berpangkal dari perilaku anak didik
maupun yang bersumber dari luar anak didik, harus guru hilangkan, dan tanggapi,
namun bukan membiarkannya begitu saja. Karena keberhasilan belajar mengajar
lebih banyak ditentukan oleh guru dalam mengelola kelas.
Dalam
mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana,
bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak
didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai
pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi
pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.
Menurut pendapat Baharuddin, selaku dosen
pembimbing matakuliah Psikologi Perkembangan, menyatakan bahwa pendidikan anak
seharusnya dibagi menjadi tiga pengelompokan, yaitu kelas lambat, kelas sedang,
dan kelas cepat, yang dimaksud pengelompokan kelas semisal ini dilihat dari
sudut pandang obyek (anak didik) bagaimana dalam menerima pembelajaran dari
guru, bagi anak didik yang daya tangkapnya rendah, maka akan dikelompokkan
dalam kelas lambat, begitu pula selanjutnya dengan tema materi yang sama dengan
yang dismpaikan dikelas sedang, dan cepat, sebab dengan begitu penyampaian
suatu pembelajaran dapat diterima dengan maksimal dengan daya kemampuan anak
didik masing-masing.
Guru
yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik
lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sabagai mahluk yang
sama dan tidak ada beda dalam segala hal. Maka penting meluruskan pandangan
anak didik sebagai individu dengna segala perbedaannya, sehingga mudah
melakukan pendekatan dalam pengajaran. Ada beberapa pendekatan yang diajukan dalam
pembicaraan ini dengan harapan dapat membantu guru dalam memecahkan berbagai
masalah dalam kegiatan belajar mengajar Dan untuk kejelasannya maka kami
uraikan sebagai berikut.
A. Pendekatan
Individual
Di kelas ada sekelompok anak didik.
Mereka duduk di kursi masing-masig. Mereka berkelompok dari dua sampai lima
orang. Di depan mereka ada meja untuk membaca dan menulis atau meletakkan
fasilitas belajar. Mereka belajar dengan gaya yang berbeda-beda. Perilaku
mereka juga bermacam-macam. Cara mengemukakan pendapat, cara berpakainan, daya
serap tingkat kecerdasan dan sebagainya, selalu ada variasinya. Masing-masing
anak didik memang mempunyai karakteristik tersendiri yang berbada dari satu
anak didik dengan anak didik lain.
Perbedaan individual anak didik
tersebut memberikan wawasan kepada guru bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan
perbedaan anak didik pada aspek individual ini. Dengan kata lain, guru harus
melakukan pendekatan individual dalam strategi belajar mengajar. Bila tidak,
maka strategi belajar tuntas atau mastery learning yang menuntut
penguasaan penuh kepada anak didik tidak akan pernah terjadi kenyataan. Paling
tidak degan pendekatan individual dapat diharapkan kepada anak didik dengan
tingkat penguasaan optimal.
Pada kasus-kasus tertentu yang timbul
dalam kegiatan belajar mengajar, dapat diatasi dengan pendekatan individual.
Misalnya, untuk menghentikan anak didik yang suka bicara. Caranya dengan
memisahkan/memindahkan salah satu dari anak didik tersebut pada tempat yang
terpisah dengan jarak yang cukup jauh. Anak didik yang suka bicara ditempatkan
pada kelompok anak didik yang pendiam, agar teman-teman lainnya merasa
terpancing untuk memberanikan diri mengeluarkan suaranya, bukan malah
memarahinya untuk ikut diam, karna itu sama saja mematikan keberanian anak.
Pendekatan individual mempunyai arti
yang sangat penting bagi kepentingan pengajaran. Jadi guru dituntut untuk
melakukan pendekatan secara psikologis untuk memahami kepribadian anak didik,
sebagai pendekatan. Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual
ini. Pemilihan metode tidak bisa begitu saja mengabaikan kegunaan pendekatan
individual, sehingga guru dalam melaksanakan tugasnya selalu saja melakukan
pendekatan individu terhadap anak didik di kelas. Persoalan kesulitan belajar
anak lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun
suatu saat pendekatan kelompok diperlukan[1].
jadi suatu pendekatan sangat diperlukan namun dipergunakan pada waktu dan
kondisi yang sesuai.
Pembelajaran individual adalah kegiatan
mengajar guru yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada
masing-masing individu. Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran indovodual
dapat ditinjau dari segi (i) tujuan pengajaran, (ii) siswa sebagai subyek yang
belajar, (iii) guru sebagai pembelajar, (iv) program pembelajaran, serta (v)
orientasi dan tekanan utama dalam pelaksanaan pembelajaran[2].
i). Tujuan Pengajaran pada Pembelajaran Secara Individual
Tujuan pengajaran yang menonjol dari
pembelajaran individu ini terletak pada pemberian kesempatan dan keleluasaan
siswa untuk belajar berdasar kemampuan sendiri. Pengembangan kemampuan tiap
individu secara optimal. Tiap individu memiliki paket belajar sendiri-sendiri,
yang sesuai dengan tujuan belajarnya secara individual juga.
ii). Siswa dalam Pembelajaran Secara Individu
Kedudukan
siswa dalam pembelajaran individual bersifat sentral. Pembelajaran merupakan
pusat layanan pengajaran, maka siswa memiliki keleluasaan berupa belajar
berdasarkan kemampuan sendiri, kebebasan menggunakan waktu belajar, dalam hal
ini siswa bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukan, keleluasaan
dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan intensitas belajar, dalam rangka
mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan, siswa melakukan penilaian sendiri
atas hasil belajar, siswa dapat mengetahui kemampuan dan hasil belajar sendiri,
serta siswa memiliki kesempatan untuk menyusun program belajarnya sendiri.
Keeanam jenis kedudukan siswa tersebut berakibat pada adanya perbedaan tanggung
jawab belajar-mengajar, tanggung jawab siswa untuk belajar sendiri sangat
besar, Pembelajaran bertanggung jawab penuh untuk belajar sendiri.
iii). Guru dalam Pembelajaran Secara Individual
Kedudukan
guru dalam pembelajaran individual bersifat membantu. Bantuan guru berkenaan
dengan komponen pembelajaran berupa perencanaan kegiatan belajar,
pengorganisasian kegiatan belajar, penciptaan pendekatan terbuka antara guru
dan siswa dan fasilitas yang mempermudah belajar.
Peranan
guru dalam merencanakan kegiatan belajar antara lain sebagai berikut: (i)
membantu merencanakan kegiatan belajar siswa, dengan musyawarah guru membantu
siswa menetapkan tujuan belajar, membuat program belajar sesuai kemampuan
siswa, (ii) membicarakan pelaksanaan belajar, mengemukakan kriteria
keberhasilan belajar, menentukan waktu dan kondisi belajar, (iii) berperan
sebagai penasihat atau pembimbing, dan (iv) membantu siswa dalam penilaian
hasil belajar dan kemajuan sendiri. Sebagai ilustrasi, guru membantu memilih
program belajar dengan suatu modul[3].
Peranan
guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitoring
kegiatan belajar sejak awal sampai akhir. Peranan guru sebagai berikut : (i)
memberikan orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu, (ii)
membuat variasi kegiatan belajar agar tidak terjadi kebosanan, (iii)
mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media, dan
sumber, (iv) membagi perhatian pada sejumlah pembelajar, menurut tugas dan
kebutuhan pembelajar, (v) memberikan balikan terhadap setiap pembelajar, dan
(vi) mengakhiri kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar berupa laporan
atau pameran hasil kerja, unjuk kerja hasil belajar tersebut umumnya diakhiri
dengan evaluasi kemajuan belajar.
Peranan
guru dalam penciptaan hubungan terbuka dengan siswa bertujuan menimbulkan
perasaan bebas dalam belajar. Hubungan terbuka tersebut dilakukan dengan
cara-cara (i) membuata hubungan akrab dan peka terhadap kebutuhan siswa, (ii)
mendengarkan secara simpatik terhadap segala ungkapan jiwa siswa, (iii) tanggap
dan memberikan reaksi positif pada siswa, (iv) membina hubungan saling
mempercayai, (v) kesiapan membantu siswa, (vi) membina suasana aman sehingga
siswa leluasa bereksplorasi, memberikemungkinan penemuan-penemuan, dan
mendorong terjadinya emansipasi dengan penuh tanggung jawab.
Perilaku
guru dalam hubungan terbuka tersebut tetap mengacu pada kemandirian siswa yang
bertangung jawab, hal ini perlu dijaga jangan terjerumus pada pemanjaan siswa.
Peranan
guru yang sangat penting adalah menjadi fasilitator belajar. Tujuannya adalah
mempermudah proses belajar. Cara yang dilakukan guru antara lain adalah (i)
membimbing siswa belajar, (ii) menyediakan media dan sumber belajar, (iii)
memberi penguatan belajar. (iv) menjadi teman dalam mengevaluasi pelaksanaan,
cara, dan hasil belajar, serta (v) memberi kesempatan siswa untuk memperbaiki
diri.
iv). Program Pembelajaran dalam Pembelajaran Individual
Dari
segi usia perkebangan peserta didik, maka program pembelajaran individual cocok
bagi siswa SLTP ke atas. Hal ini disebabkan oleh (i) umumnya siswa sudah dapat
membaca dengan baik, (ii) siswa mudah memahami petunjuk atau perintah dengan
baik, dan (iii) siswa dapat bekerja mandiri dan bekerja sama dengan baik.
Daeri
segi bidang studi, maka tidak semua bidang studi cocok untuk diprogramkan
secara individual. Bidang studi yang dapat diprogramkan secara individual
adalah pengajaran bahasa, matematika, IPA, IPS bagi bahan ajar tertentu. Bagi
bidang studi musik, kesenian, dan olahraga yang bersifat perorangan, juga cocok
untuk program pembelajaran individual.
Program
pembelajaran individual dapat dilaksanakan secara efektif, bila
mempertimbangkan hal-hal berikut, (i) disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan siswa, (ii) tujuan pembelajaran dibuat dan dimengerti oleh siswa,
(iii) prosedur dan cara kerja dimengerti oleh siswa, (iv) kriteria keberhasilan
dimengerti oleh siswa, dan (v) keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti
siswa.
v). Orientasi dan Tekanan Utama Pelaksanaan
Program
pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan kepada setiap siswa
agar ia dapat belajar secara mandiri. Kemandirian belajar tersebut merupakan
tuntutan perkembangan individu. Dalam menciptakan pembelajaran induviodual,
rencana guru berbeda dengan pengajaran klasikal. Dalam pelaksanaak guru
berperan sebagai fasilitator, pembimbing, pendiagnosis kesukaran belajar, dan
rekan diskusi. Guru berperan sebagau guru pendidik, bukan instruktur.
B. Pendekatan
Kelompok
Dalam kegiatan belajar mengajar
terkadang ada juga guru yang menggunakan pendekatan lain, yakni pendekatan
kelompok. Pendekatan kelompok memang suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan
untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa
anak didik adalah sejenis makhluk homo socius, yakni makluh yang
berkecenderungan untuk hidup bersama.
Dengan pendekatan kelompok, diharapkan
dapat ditumbuhkembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik.
Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois yang ada dalam diri mereka
masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas. Tentu
saja sikap ini hanya terarahkan pada hal-hal yang baik saja. Mereka sadar bahwa
hidup ini mereka saling ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata rantai
kehidupan yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan makhluk lain
langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu ikut ambil
bagian dalam kehidupan makhluk tertentu.
Anak didik dibiasakan hidup bersama,
bekerja sama dalam kelompok, akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan
kelebihan. Yang mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau membantu8 mereka yang
kekurangan. Sebaliknya, mereka yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau
belajar dari mereka yang mempunyai kelebihan, tanpa ada rasa minder. Persaingan
yang positif pun terjadi di kelas dalam rangka untuk mencapai prestasi belajar
yang optimal. Inilah yang diharapkan, yakni anak didik yang aktif, kreatif, dan
mandiri.
Ketika guru ingin menggunakan
pendekatan kelompok, maka guru harus sudah mempertimbangkan bahwa hal itu tidak
bertentangan dengan tujuan, fasilitas belajar pendukung, metode yang akan
dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang kan diberikan kepada anak didik memang
cocok didekati dengan pendekatan kelompok. Karena itu, pendekatan kelompok
tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi harus mempertimbangkan hal-hal
lain yang ikut mempengaruhi penggunaannya.
Dalam pengelolaan kelas, terutama yang
berhubungan dengan penempatan anak didik, pendekatan kelompok sangat
diperlukan. Perbedaan individual anak didik pada aspek biologis, intelektual,
dan psikologis dijadikan sebagai pijakan dalam melakukan pendekatan kelompok.
Beberapa pengarang mengatakan,
keakraban atau kesatuan kelompok ditentukan oleh tarikan-tarikan interpersonal,
atau saling menyukai satu sama lain. Yang mempunyai kecenderungan menanamkan
keakraban sebagai tarikan kelompok adalah merupakan satu-satunya faktor yang
menyebabkan kelompok bersatu.
Keakraban kelompok ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu :
1.
Perasaan diterima atau disukai
teman-teman.
2.
Tarikan Kelompok
3.
Teknik pengelompokan oleh guru
4.
Partisipasi/keterlibatan dalam kelompok
5.
Penerimaan tujuan kelompok dan
persetujuan dalam cara mencapainya
6.
Struktur dan sifat-sifat kelompok.
Sedang sifat-sifat kelompok itu adalah :
a.
Suatu multi personalia dengan tingkat
keakraban tertentu
b.
Suatu sistem interaksi
c.
Suatu organisasi atau struktur
d.
Merupakan suatau motif tertentu atau
rujukan bersama
e.
Merupakan suatu kekuatan atau standart
perilaku tertentu
f.
Pola perilaku yang dapat diobservasi
yang disebut kepribadian.
Akhirnya, guru dapat memanfaatkan
pendekatan kelopmpok demi untuk kepentingan pengelolaan pengajaran pada umumnya
dan pengelolaan kelas pada khususnya[4].
Dalam kegiatan belajar-mengajar di
kelas adakalanya guru membentuk kelompok kecil. Kelompok tersebut umumnya
terdiri dari 3-8 orang siswa. Dalam pembelajaran kelompok kecil, guru
memberikan bantuan atau bimbingan kepada tiap anggota kelompok lebih intensif.
Hal ini dapat terjadi, sebab (i) hubungan antarguru-siswa menjadi lebih sehat
dan akrab, (ii) siswa memperoleh bantuan, kesempatan, sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan, dan minat, serta (iii) siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan
belajar, cara belajar, kriteria keberhasilan.
Ciri-ciri
yang menonjol dalam pembelajaran secara kelompok dapat ditinjau dari segi (i)
tujuan pengajaran, (ii) anak didik, (iii) guru sebagai pembelajar, (iv) program
pembelajaran, dan (v) orientasi dan tekanan utama pelaksanaan pembelajaran.
i). Tujuan Pengajaran pada Kelompok
Kecil
Pengajaran
kelompok kecil merupakan perbaikan dari kelemahan pengajaran klasikal.
Adapuntujuan pengajaran pada pembelajaran kelompok kecil adalah (i) member
kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
secara rasional, (ii) mengembangkan sikap social dan semangat bergotong-royong
dalam kehidupan, (iii) mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga
tiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab, dan
(iv) mengembangkan kemampuan kepemimpinan-kepeimpinan pada tiap anggota
kelompok dalam pemecahan masalah kelompok. Sebagai ilustrasi, lomba karya tulis
ilmiyah kelompok di SMA menimbulkan kerja sama tim, dan sekaligus kompetisi
sehat antar-kelompok (Joyce, Bruce & Weil, Marsha, 1980).
ii). Siswa dalam Pembelajaran Kelompok
Kecil
Siswa
dalam kelompok kecil adalah anggota kelompok yang belajar untuk memecahkan
masalah kelompok. Kelompok kecil merupakan satuan kerja yang kompak dan
kohesif.
Ciri-ciri
kelompok kecil yang menonjol sebagai berikut : (i) tiap siswa merasa sadar diri
sebagai anggota kelompok, (ii) tiap siswa merasa diri memiliki tujuan bersama
berupa tujuan kelompok, (iii) memiliki rasa saling membutuhkan dan saling
tergantung, (iv) ada interaksi dan komunikasi antaranggota, serta (v) ada
tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab kelompok,
Dari
segi individu, keanggotaan siswa dalam kelompok kecilmerupakan pemenuhan
kebutuhan berasosiasi. Tiap siswa dalam kelompok kecil menyadari bahwa
kehadiran kelompok diakui bila kelompok berhasil memecahkan tugas yang
dibebankan. Dalam hal ini timbullah rasa bangga dan rasa “memiliki” kelompok
tiap anggota kelompok. Siswa berbagi tugas, tetapi merasa satu dalam semangat
kerja.
Siswa
dalam kelompok kecil berperan serta dalam tugas-tugas kelompok. Agar kelompok
kecil berperan konstruktif dan produktif, diharapkan (i) anggota kelompok sadar
diri menjadi anggota kelopok: dalam hal ini tindakan individual selalu
diperhitungkan sebagai anggota kkelompok, (ii) siswa sebagai anggota kelompok
memiliki rasa tanggung jawab, (iii) tiap anggota kelompok membina hubungan
akrab yang mendorong timbulnya semangat tim, dan (iv) kelompok mewujud dalam
satuan kerja yang kohesif. Berkelompok memang merupakan kebutuhan individu
sebagai makhluk social, meskipun demikian bertugas dalam suatu kelompok memang
harus dididikan. Dalam berkelompok, maka siswa dididik mewujudkan cita
kemanusiaan secara objektif dan benar. Sebagai ilustrasi, regu bola voli SMP
akan berjuang memenangkan kejuaraan lomba voli, sejak tingkatkelas, sekolah SMP
sekota, seprovinsi, sampai ingkat nasional. (schein, 1991 : 205-209.)
iii). Guru sebagai Pembelajar dalam
Pembelajaran Kelompok
Pembelajaran
kelompok bermaksud menimbulkan dinamika kelompok agar kualitas belajar
meningkkat. Dalam pembelajaran kelompok jumlah siswa yang bermutu diharapkan menjadi
lebih banyak. Bila perhatian guru dalam pembelajaran individual tertuju pada
tiap individu, maka perhatian guru dalam pembelajaran kelompok tertuju pada
semangat kelompok dalam memecahkan masalah. Anggota kelompok yang “berkemampuan
tinggi” dijadikan motor penggerak pemecah masalah kelompok.
Peranan
guru dalam pembelajaran kelompok terdiri dari (i) pembentukan kelompok, (ii)
perencanaan tugas kelompok, (iii) pelaksanaan, dan (iv) evaluasi hasil belajar
kelompok.
Pembentukan
kelompok kecil merupakan kunci keberhasilan belajar kelompok. Tidak ada pedoman
khusus tentang pembentukan kelompok yang jelas. Meskipun demikian ada hal yang
patut dipertimbangkan. Pertimbangan pembentukan adalah (i) tujuan yang akan
diperoleh siswa dalam berkelompok, sebagai ilustrasi untuk meningkatkan
kualitas hasil belajar, pembinaan disiplin kerja beregu, peningkatan kecepatan
dan ketepatan kerja, latihan bergotong-royong, (ii) latar belakang pengalaman
siswa, dan (iii) minat atau pusat perhatian siswa. Dalam kerangka pencapaian
tujuan pendidikan, maka guru dapat
merekayasa kelompok kecil sebagai alat didik tiap anggota kelompok.
Perencanaan
tugas kelompok perlu disiapkan oleh guru. Bila dikelas ada delapan kelompok
kecil misalnya, maka perlu direncanakan 4-8 tugas. Tugas kelompok dapat
parallel atau komplementer. Tugas parallel berate semua kelompok bertugas yang
sama. Sedangkan tugas komplementer berarti kelompok salng melengkapi pemecah
masalah. Jika guru menghendaki tugas komplementer berarti harus membuat
beberapa satuanrencana pengajaran. Penyiapan tempat kerja, alat, dan sumber
belajar, namun jadwal penyelenggaraan tugas juga harus direncanakan. Dalam
perencanaan tugas kelompok tersebut siswa sebaiknya diikutsertakan.
Dalam
pelaksanaan mengajar, guru dapat berperan sebagai berikut: (i) pemberi
informasi umum tentang proses belajar kelompok, guru member informasi tentang
tujuan belajar, tat kerja, criteria, keberhasilan belajar, dan evaluasi, (ii)
setelah kelompok memahami tugasnya, maka kelompok melaksanakan tugas. Guru
bertindak sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengendali ketertiban kerja,
9iii) pada akhir plajaran, tiapkelompok melaporkan hasil kerja, dan (iv) guru
melakukan evaluasi tentang proses kerja kelompoksabagai satuan, hasil kerja,
perilaku dan tat kerja, dan membandingkan dengan kelompok lain. Dalam evaluasi
pada tempatnya siswa juga diikutsertakan. Sebagai iustrasi kelas satu SMP
belajar tentang topic “koperasi angkutan kota” di kota A. Guru menginformasikan
bahwa anggota koperasi angkutan tersebut terdiri dari pemilik kendaraan dan
sopir angkutan. Kelas dibagi menjadi lima kelompok belajar. Sesuai dengan hal
yang diurusi koperasi. Hal-hal yang diurusi koperasi adalah kesejahteraan
anggota, pemeliharaan kendaraan, jaringan angkuta, pendidikan anggota, dan
lainnya. Tiap siswa dalam kelompok mempelajari hal tertentu. Siswa mempelajari
topic tersebut selama empat minggu belajar. Pada minggu kelima diadakan laporan
hasil kerja kelompok dan diskusi kelas. Guru, kelompok, dan anggota kelompok
melakukan evaluasi hasil kerja kelompok.
Program
pembelajaran kelompok memberikan tekanan utama pada peningatan kemampuan
individu sebagai anggota kelompok. Kelas yang berisi empat puluhan siswa adalah
kelompok besar. Bagi guru, perhatian terhadap empat puluh siswa dalam waktu
yang serempak bukanlah mudah. Pembelajaran kelompok kecil merupakan strategi
pembelajaran “antara” untuk memperhatikan individu.Pembelajaran kelompok dapat
ditempuh guru dengan jalan (i) membagi kelas ke dalam beberapa kelompok kecil,
sebagai ilustrasi empat puluh siswa dibagi dalam delapan kelopok kecil, atau
(ii) membagi kelas dengan member kesempatan untuk belajar perorangan dan
berkelompok kecil, dalam hal ini guru perlu mencegah terjadinya perilaku siswa
sebagai parasit belajar, dan ketakmampuan kerja kelompok.
Pada
pembelajaran kelompok, orientasi dan tekanan utama pelaksanaan adalah
peningkatan kemampuan kerja kelompok. Kerja kelompok berarti belajar
kepemimpinan dan keterpemimpinan. Kedua ketrampilan tersebut, memimoin dan
terpimpin, perlu dipelajari oleh tiap siswa. Dalam masyarakat
modernketerampilan memimpin dan terpimpin diperlukan dalam kehidupan.
- Pembelajaran secara klasikal
Pembelajaran secara klasikal
merupakan kemampuan guru yang utama. Hal itu disebabkan oleh pengajaran
klasikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong efisien. Secara ekonomis,
pembiayaan kels lebih murah. Oleh karena itu ada jumlah minimum siswa dalam
kelas. Jumlahsiswa tiap kelas pada umumnya berkisar antara 10-45 orang.
Dengan jumla tersebut seorang
guru masih dapat membelajarkan siswa secara berhasil. Pembelajaran kelas
berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu (i) pengelolaan kelas, dan
(ii) pengelolaan pembelajaran, Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang
memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Dalam pengelolaan
kelas dapat terjadi masalah yang bersumber dari (i) kondisi tempat belajar,
(ii) siswa yang terlibat dalam belajar. Kondisi tempat belajar yang berupa
ruang kotor, papan tulis rusak, meja-kursi rusak misalnya, dapat mengganggu
belajar. Sedangkan masalah siswa dapat berupa masalah individual atau kelompok.
Gangguan belajar di kelas dapat berasal dari seorang siswa atau sekelompok
siswa. Suda tentu, guru dituntut berketerampilan mengatasi gangguan belajar
dari siswa. Dalam hal ini, guru dapat menggunakan teknik-teknik penguatan agar
ketertiban belajar terwujud.
Pengelolaan pembelajaran
bertujuan mencapai tujuan belajar. Peran guru dalam pembelajarn secara
individual dan kelompok kecil berlaku dalam pembelajaran secara klasik. Tekanan
utama pembelajaran klasik adalah seluruh anggota kelas. Di samping penyusunan
desain intruksional yang dibuat, maka pembelajaran kelas dapat dilakukan dengan
tindakan sebagai berikut : (i) pencibtaan tertib belajar dikelas, (ii)
penciptaan suasana senang dalam belajar, (iii) pemusatan pehatian pada bahan
ajar, dan (iv) mengikutsertakan siswa belajar aktif, (v) pengorganisasian
belajar sesui dengan kondisi siswa[5]
Organisasi
Siswa
Uraian-uraian
|
Pembelajaran Secara Individual
|
Pembelajaran Secara Kelompok
|
Pembelajaran secara klasikal
|
1. Penyusun program belajar
|
Ahli pengajaran atau guru
|
Guru
|
Guru
|
2. Faedah program belajar
|
Untuk individu
|
Untuk kelas
|
Untuk kelas
|
3. Kegiatan belajar
|
Individual
|
Kelompok
|
Kelas
|
4. Pelaku utama be-lajar
|
Siswa secara Indi-vidual
|
Kelompok Siswa
|
Kelas dibawah pimpinan guru
|
5. Disiplin belajar
|
Individu dengan tekanan kemandirian siswa
|
Disiplin kelompok
|
Disiplin kelas
|
6. Waktu belajar
|
Sesuai dengan ke-mampuan individu
|
Memyesuaikan diri dengan kegiatan krja kelompok
|
Siswa Me-nyesuaikan diri dengan program guru
|
7. Peranan guru
|
Sebagai fasilitas pembimbing belajar
|
Sebagai pembimbing belajar
|
Sebagai guru pengajar yang mendidik
|
8. Kebaikan
|
Siswa belajar mandiri sejak dini
|
Siswa terampil bekerja sama
|
Bahan pelajaran terselesaikan
|
D. Pendekatan
Bervariasi
Guru akan dihadapkan kepada
permasalahan anak didik yang bervariasi. Dalam mengajar guru hanya menggunakan
satu metode biasanya sukar menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam wakti
yang relatif lama. Bila terjadi suasana kelas, sulit menormalkannya kembali.
Ini sabagai tanda adanya gangguan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya,
jalannya pelajaran menjadi kurang efektif. Efisien dan efektifitas pencapaian
tujuan pun jadi terganggu, disebabkan anak didik kurang mampu berkonsentrasi.
Metode yang hanya satu-satunya dipergunakan tidak dapat diperankan, karena
memang gangguan itu berpangkal dari kelemahan metode tersebut. Karena itu,
dalam mengajar kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan jarang
menggunakan satu metode.
Permasalahan yang dihadapi oleh setiap
anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pun akan lebih
tepat dengan pendekatan bervariasi pula. Misalnya, anak didik yang tidak
disiplin dan anak didik yang suka berbicara akan berbeda pemecahannya dan
menghendaki pendekatan yang berbeda-beda pula. Demikianlah juga halnya terhadap
anak didik yang membuat keributan. Guru tidak bisa menggunakan teknik pemecahan
yang sama untuk memecahkan permasalahan yang lain. Kalaupin ada, itu hanya pada
kasus tertentu. Perbedaan dalam teknik pemecahan kasus itulah dalam pembicaraan
ini didekati dengan “ Pendekatan Bervariasi”
E.
Pendekatan Edukatif
Apapun yang guru lakukan dalam
pendidikan dan pengajaran dengan tujuan untuk mendidik, bukan karena
motif-motif lain, seperti karena dendam, karena gengsi, karena ingin ditakuti,
dan sebagainya.
Guru yang menggunakan kekerasan telah
menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang
lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan
kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan
kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan melakukan
pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan
harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didiik agar
menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial dan norma
agama.
Sekaranglah saatnya mengedepankan
pendidikan kepribadian kepada anak didik dan jangan hanya pendidikan
intelektual serta ketrampilan semata, karena akan menyebabkan anak tumbuh
sebagai seorang intelektual atau ilmuwan yang berpribadi kering. Namun yang
lebih utama adalah terlebih dahulu mengembangkan bakat dan minat anak, karena
melalui perkembangan bakat dan minat anak kita dapat mengetahui keahlian anak
pada tiap masing-masing anak berbeda.
Namun yang penting untuk diingat adalah
bahwa pendekatan individual harus berdampingan dengan pendekatan edukatif,
pendekatan kelompok harus berdampingan dengan pendekatan edukatif, dan
pendekatan bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan edukatif. Dengan
demikian, semua pendekatan yang dilakukan guru harus bernilai edukatif, dengan
tujuan untuk mendidik.
Selain berbagai pendekatan yang
disebutkan di depan, ada lagi pendekatan-pendekatan lain. Berdasarkan kurikulum
atau Garis-garis Besar Program Pengajaran(GBPP) Pendidikan Agama Islam SLTP
Tahun 1994 disebutkan lima macam pendekatan untuk pendidikan agama
islam, yaitu pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan
emosional, pendekatan rasional, dan pendekatan fungsional.
F.
Pendekatan Pembelajaran melalui
sistemnya
Ciri-ciri pendekatan sistem
pembelajaran. Ada dua ciri utama pendekatan sistem pembelajaran, yakni (1).
Pendekatan sistem sebagai suatu pandangan tertentu mengenai proses pembelajaran
di mana berlangsung kegiatan belajar mengajar, terjadi interaksi antara siswa
dan guru, dan memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar secara efektif, (2).
Penggunaan metode untuk merancang sistem pembelajaran, yang meliputi prosedur
perencanaan, perancang, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses
pembelajaran, yang tertuju ke pencapaian tujuan pembelajaran tertentu (konsep,
prinsip, ketrampilan, sikap dan nilai, kreativitas, dan sebagainya). Dengan
metodologi ini akan dihasilkan suatu sistem pembelajaran yang memanfaatkan
sumber-sumber manusiawi dan non manusiawi secara efisien dan efektif. Dalam hal
ini, pendekatan sistem merupakan suatu acuan dalam rangka perencanaan dan
penyelenggaraan pembelajaran.
Pola pendekatan sistem pembelajaran
disajikan dalam bentuk bagan arus (flow chart). Pada bagan tersebut digambarkan
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam sistem, yakni : (1). Identifikasi
kebutuhan pendidikan dan pelatihan (merumuskan masalah), (2). Analisis
kebutuhan untuk mentransformasikannya menjadi tujuan-tujuan pembelajaran
(analisis masalah), (3). Merancang metode dan materi pembelajaran (pengembangan
suatu pemecahan), (4). Pelaksanaan pembelajaran (eksperimental), dan (5).
Menilai dan merevisi[6].
Konsep pendekatan sistem dalam
perencanaan pengajaran menurut Gerlach & Ely terdiri dari 10 komponen atau
sub sistem. Komponen-komponen tersebut merupakan unsur-unsur yang saling
berkaitan satu sama lain yang tak dapat dipisah-pisahkan (Gerlach & Ely
dalam Mudhafir, 1988 :71).
Kesepuluh komponen tersebut adalah :
1.
Spesifikasi isi pokok bahasan (specification
of content).
2.
Spesifikasi tujuan pengajaran (specification
of objectives).
3.
Pengumpulan dan penyaringan data
tentang siswa (Assisment of entering behaviors).
4.
Penentuan cara pendekatan, metode dan
tehnik mengajar (determination of strategy).
5.
Pengelompokan siswa (organization of
groups).
6.
Penyediaan waktu (location of times)
a.
Pengaturan ruangan (allocation of
space).
7.
Pemilihan media (allocation of
resources).
8.
Evaluasi (evaluation of performance).
9.
Analisis umpan balik (analysis pf
feedback)[7].
Selanjutnya akan dibahas
komponen-komponen perencanaan pengajaran tersebut;
1.
Spesifikasi pokok bahasan
Maksud pokok bahasan disini adalah agar
pelaksanaan pengajaran mengarah pada suatu bahasan tertentu dari suatu bidang
studi dengan memfokuskan pengajaran pada suatu topik tertentu yang lebih kecil
dari pokok bidang studi yang diajarkan.
2.
Spesifikasi tujuan pembelajaran
Tujuan pengajaran mengarahkan siswa
kepada sasaran yang dicapai. Kompetensi yang harus dimiliki siswa tersebutmungkin
berupa tujuan yang bersifat kognitif, efektif atau psikomotor. Sebagai contoh:
setelah mempelajari rukun dan syarat syahnya shalat, siswa dapat;
-
mengenal arti rukun dan syarat syah shalat
-
menyebutkan satu persatu rukun shalat.
Dalam menentukan tujuan juga harus
operasional, artinya tidak mengambang dan terlalu luas, agar dapat diukur dan
dinilai. Disamping itu juga harus spesifik, artinya mempunyai kekhususan
tertentu sehingga siswa dapat mengenalinya secara gamblang.
3.
Pengumpulan dan penyaringan data
tentang siswa (Assement of Entering Behavior)
Pengumpulan dan penyaringan data
tentang siswa dapat dilakukan dengan cara penyaringan:
a. Menjajaki
dengan memberikan prates untuk mengetahui sttudent acheivment-nya, yaitu apa
saja yang telah dimiliki siswa terhadap pokok bahasan yang akan diberikan.
b. Mengumpulkan
data pribadi siswa, dimaksudkan untuk mengukur potensi dan pengelompokan siswa
ke dalam kategori mana saja.
c. Mengetaui
latar belakang sosio-budaya dan lain-lainnya.
4.
Penentuan pendekatan (Strategy), Teknik/Metode
(determinition of strategy)
Ada 2 macam pendekatan (approach)
pelajaran yang lebih dikenal, yakni expository approach dan inguiry approch.
Pada expository approach; peranan pengajar lebih besar, dimana guru biasanya
berdiri di depan kelas dan menerangkan pelajaran dengan berceramah. Pada
inguiry approach guru hanya menampilkan faktor atau kajian atau demonstrasi.
Pendekatan inquiry ini menuntut siswa untuk mengembangkan aktivitasnya sendiri
baik secara berkelompok atau secara sendiri-sendiri tergantung pada setting
yang ditentukan sebelumnya.
5.
pengelompokan siswa (Organizing of
Groups)
penentuan pengelompokan siswa harus
disesuaikan dengan tujuan pengajaran dan pertimbangkan dengan gaya (stily),
cara atau kebiasaan belajar siswa yang sesuaikan menurut mereka.
6.
Penyediaan waktu (Allocation of time)
Penentuan beberapa lama waktu yang
digunakan dalam pengajaran. Selalu berbeda-beda antara satu bidang studi dengan
bidang studi lainnya. Hal ini tergantung pada bobot bidang studi tersebut, baik
menyangkut pokok bahasan, tujuan yang diharapkan, pengelompokan siswa,
tersedianya ruang belajar mengajar yang diperlukan, kemampuan dan minat siswa
itu sendiri terhadap pokok bahasan yang disampaikan.
7.
Pengaturan Ruangan (Allocation of
space)
Pertimbangan lain dalam pengaturan
ruangan dapat dipertimbangkan faktor-faktor;
a. Tugas
apa saja yang akan dikerjakan siswa?
b. Ruang
apa saja yang akan tersedia?
c. Bagaimana
pengelompokan belajar siswa (kelompok belajar, kecil atau belajar individual)
d. Apa
saja sumber, penunjang, media yang dapat digunakan siswa dalam belajar?
8.
Pemilihan media (Selection of
resources)
Media dapat digolongkan kepada 8
kategori, yaitu:
a. Realthings
dapat berupa manusia (guru) itu sendiri, benda sesungguhnya dan peristiwa yang
terjadi.
b. Verval
respresentation; berupa media tulis/cetak, buku teks, dan sebagainya.
c. Grafic
representation; berupa chart, diagram, gambar atau lukisan
d. Still
picture; seperti foto, slide, film strip, OHP dan media visual lainnya.
e. Motion
picture; seperti film, televisi, vidio,
tape dan linnya.
f.
Audio (recording), seperti pita kaset,
real tape, piringan hitam, sound track, dan sebagainya.
g. Simulation;
berupa permainan yang menirukan kejadian yang sebenarnya, sebagai contoh;
simulasi perang-perang, mengemudikan pesawat.
9.
evaluasi (evaluation of performance)
yang dimaksud dengan evaluasi disini
adalah evaluasi tentang proses belajar mengajar dimana guru berinteraksi dengan
siswa. Evaluasi performance artinya penilaian yang berkenan dengan seluruh
kegiatan belajar, sampai sejauhmana tujuan yang tetapkan dapat tercapai.
10. analisis
umpan balik (analysis of feedback)
bila diteliti secara detail, evaluasi
yang dilakukan bukan sekedar menilai hasil belajar siswa saja, akan tetapi
lebih jauh dari pada mengandung arti yang lebih luas berupa kegiatan; pengumpulan
data tentang materi dan kemampuan siswa, memantau proses belajar mengajar,
dan mengatur pencaian tujuan pengajaran[8].
Para
pakar teori belajar masing-masing mengembangkan strategi pembelajaran
berdasarkan pandangannya sendiri. Strategi pendekatan sesuai dengan kebutuhan
kebutuhan masing-masing adalah sebagai berikut :
a.
Pembelajaran penerimaan (reception
learning) pendukung utama pendekatan ini adalah Ausubel.
b.
Pembelajaran Penemuan (discivery
Learning) pendukung utama pendekatan ini adalah Piaget dan Bruner.
c.
Pembelajaran Penguasaan (mastery
learning) pendukung utama pendekatan ini adalah Carrol.
d.
Pembelajaran Terpadu (unit learning)
pendukung utama pendekatan ini adalah Dr. J. Dewey, namun orang pertama yang
menggunakan istilah unit adalah Morrison.
Dalam
kaitannya dengan penentuan pendekatan terhadap pembelajaran PAI, maka suatu
pendekatan humanistis mengatakan bahwa lebih menekankan kepada active
learning (pembelajaran aktif), yang memiliki semboyan sebagai berikut :
ü
What I hear, I forget, yakni apa yang saya dengar dengan mudah
saya lupakan, karena guru berbicara 100-200 kata per menit, sedangkan peserta
didik mendengar 50-100 kata permenit, lama kelamaan semakin berkurang.
ü
What I hear and see, I remember a
little, apa
yang dengar dan lihat akan saya ingat sedikit atau sebentar, lama kelamaan lupa
lagi.
ü
What I hear, see, and ask question
about or discuss with someone else, I begin to understand. Yakni apa yang saya dengar, lihat, dan
tanyakn atu diskusikan dengan orang atau teman lain, maka saya mulai mengerti.
ü
What I hear, see, and discuss, and do,
I acquire knowledge and skill, yakni apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan
laksanakan, maka saya memperoleh pengetahuan dan ketrampilan.
ü
When I teach another, I master, yakni ketika saya bisa mengajari orang
atau teman lain, berarti saya menguasai.
Dengan
demikian, pembelajaran aktif setidak-tidaknya sampai kepada tingkat yang
ketiga, dan diusahakan untuk sampai kepada tingkatan yang keempat atau kelima.
Untuk mencapainya tersebut, maka kegiatan pembelajaran tersebut dilandasi oleh
prinsip-prinsip; (1) berpusat pada peserta didik; (2) mengembangkan kreatifitas
peserta didik; (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang; (4)
mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai; dan (5) menyediakan pengalaman
belajar yang beragam serta belajar melalui berbuat.
Prinsip-prinsip
tersebut sebenarnya sejalan dengan hadist Nabi Saw.; “Kun ‘aliman aw
muta’alliman aw mustami’an aw muhibban, wa la takun khamisan fatahlak”,
yakni jadilah kamu orang yang alim, atau orang yang belajar, atau orang yang
mendengar, atau orang yang cinta ilmu, janganlah kamu menjadi orang yang kelima
( tidak alim, muta’allim, mustami’an, dan muhibban), maka kamu
akan hancur.
Dari
hadist tersebut dapat dipahami bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru perlu
memposisikan peserta didik sebagai orang yang berpengetahuan atau
berpengalaman, sedangkan posisi guru sebagai fasilitator yang membimbing dan
mengarahkan jalannya pembelajaran; atatu memposisikan peserta didik sebagai
orang yang sedang belajar, mengaktualisasikan dan mengembangkan
potensi-potensinya[9].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Belajar dapat dilakukan di sembarang
tempat, kondisi, dan waktu. Guru profesional memerlukan pengetahuan dan
ketrampilan pendekatan pembelajaran agar mampu mengelola berbagi pesan sehingga
siswa berkebiasaan belajar sepanjang hayat. Pendekatan pembelajaran dapat
berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai
sasaran belajar.
Pendekatan pembelajaran dengan
pengorganisasian siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran secara individual,
pembelajaran secara kelompok, dan pembelajaran secar klasikal. Pada tiap
pengorganisasian tersebut memiliki peran guru, siswa, dan program pembelajaran
serta disiplin belajar yang berbeda-beda.
Motivasi belajar siswa merupakan faktor
utama yang menentukan keberhasilan belajarnya, sedangkan kegiatan pembelajaran
menjadi lebih bermakna bagi siswa jika berhubungan dengan kebutuhan siswa yang
berkaitan dengan pengalaman, minat, tata nilai, dan masa depannya sebab dalam
proses belajar mengajar, siswa merupakan subjek utama, tidak hanya sebagai
objek belaka.
Dalam proses belajar mengajar, guru
berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa mengembangkan ketrampilannya,
jadi perlu disinpulakn bahwa ada berbagai pendekatan yang dipergunakan dalam
pendidikan dan pengajaran. Antara lain, pendekatan individual, pendekatan
kelompok, pendekatan bervariasi, pendekatan edukasi, pendekatan pengalaman,
pendekatan kebiasaan, pendekatan emosional, pendekatan rasional, pendekatan
fungsional, pendekatan keagamaan, dan pendekatan kebermaknaan.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati,
dan Mudjiono. 2010 . Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka cipta.
Usman,
Basyiruddin. . Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: ciputat
press
Djamarah,
Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar.
Muhaimin.
. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah madrasah dan
perguruan tinggi. Jakarta: Rajawali pers.
Hamalik,
Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar