Kamis, 18 April 2013

SETRATEGI PEMBELAJARAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Kehadiran agama Islam yang dibawa nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-qur’an dan Hadits tampak amat ideal. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab mana kala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Dalam memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal demikian perlu dilakukan, karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya.
Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan individual, pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi dan seterusnya. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara seorang guru menerapkan strategi dalam proses pembelajaran terhadap anak didik, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan hasil memuaskan.

B.     RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan Individual?
2. Bagaimana proses pendekatan pembelajaran melalui sistim kelompok?
3. Bagaimana proses dalam sistem pembelajaran klasikal?
4. Apa maksud dari pendekatan pembelajaran PAI secara bervariasi?
5. Apa pengertian Pendekatan edukatif dalam pembelajaran PAI?
6. Bagaimana pendekatan jika ditinjau sesuai dengan sitemnya?

C.   TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan Umum
        Mengidentifikasi berbagai pendekatan dalam studi Islam.
        Menerapkan beberapa pendekatan dalam studi Islam.
2.      Tujuan Khusus
        Untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran  pada jurusan Pendidikan Agama Islam.














BAB II
PEMBAHASAN

Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkanya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik terhadap anak didik, dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dengan anak didik.
Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta jujur dan mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat jalannya proses belajar mengajar, baik yang berpangkal dari perilaku anak didik maupun yang bersumber dari luar anak didik, harus guru hilangkan, dan tanggapi, namun bukan membiarkannya begitu saja. Karena keberhasilan belajar mengajar lebih banyak ditentukan oleh guru dalam mengelola kelas.
Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.
Menurut pendapat Baharuddin, selaku dosen pembimbing matakuliah Psikologi Perkembangan, menyatakan bahwa pendidikan anak seharusnya dibagi menjadi tiga pengelompokan, yaitu kelas lambat, kelas sedang, dan kelas cepat, yang dimaksud pengelompokan kelas semisal ini dilihat dari sudut pandang obyek (anak didik) bagaimana dalam menerima pembelajaran dari guru, bagi anak didik yang daya tangkapnya rendah, maka akan dikelompokkan dalam kelas lambat, begitu pula selanjutnya dengan tema materi yang sama dengan yang dismpaikan dikelas sedang, dan cepat, sebab dengan begitu penyampaian suatu pembelajaran dapat diterima dengan maksimal dengan daya kemampuan anak didik masing-masing.
Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sabagai mahluk yang sama dan tidak ada beda dalam segala hal. Maka penting meluruskan pandangan anak didik sebagai individu dengna segala perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran. Ada beberapa pendekatan yang diajukan dalam pembicaraan ini dengan harapan dapat membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegiatan belajar mengajar Dan untuk kejelasannya maka kami uraikan sebagai berikut.
A.     Pendekatan Individual
Di kelas ada sekelompok anak didik. Mereka duduk di kursi masing-masig. Mereka berkelompok dari dua sampai lima orang. Di depan mereka ada meja untuk membaca dan menulis atau meletakkan fasilitas belajar. Mereka belajar dengan gaya yang berbeda-beda. Perilaku mereka juga bermacam-macam. Cara mengemukakan pendapat, cara berpakainan, daya serap tingkat kecerdasan dan sebagainya, selalu ada variasinya. Masing-masing anak didik memang mempunyai karakteristik tersendiri yang berbada dari satu anak didik dengan anak didik lain.
Perbedaan individual anak didik tersebut memberikan wawasan kepada guru bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual ini. Dengan kata lain, guru harus melakukan pendekatan individual dalam strategi belajar mengajar. Bila tidak, maka strategi belajar tuntas atau mastery learning yang menuntut penguasaan penuh kepada anak didik tidak akan pernah terjadi kenyataan. Paling tidak degan pendekatan individual dapat diharapkan kepada anak didik dengan tingkat penguasaan optimal.
Pada kasus-kasus tertentu yang timbul dalam kegiatan belajar mengajar, dapat diatasi dengan pendekatan individual. Misalnya, untuk menghentikan anak didik yang suka bicara. Caranya dengan memisahkan/memindahkan salah satu dari anak didik tersebut pada tempat yang terpisah dengan jarak yang cukup jauh. Anak didik yang suka bicara ditempatkan pada kelompok anak didik yang pendiam, agar teman-teman lainnya merasa terpancing untuk memberanikan diri mengeluarkan suaranya, bukan malah memarahinya untuk ikut diam, karna itu sama saja mematikan keberanian anak.
Pendekatan individual mempunyai arti yang sangat penting bagi kepentingan pengajaran. Jadi guru dituntut untuk melakukan pendekatan secara psikologis untuk memahami kepribadian anak didik, sebagai pendekatan. Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual ini. Pemilihan metode tidak bisa begitu saja mengabaikan kegunaan pendekatan individual, sehingga guru dalam melaksanakan tugasnya selalu saja melakukan pendekatan individu terhadap anak didik di kelas. Persoalan kesulitan belajar anak lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan[1]. jadi suatu pendekatan sangat diperlukan namun dipergunakan pada waktu dan kondisi yang sesuai.
Pembelajaran individual adalah kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran indovodual dapat ditinjau dari segi (i) tujuan pengajaran, (ii) siswa sebagai subyek yang belajar, (iii) guru sebagai pembelajar, (iv) program pembelajaran, serta (v) orientasi dan tekanan utama dalam pelaksanaan pembelajaran[2].
i). Tujuan Pengajaran pada Pembelajaran Secara Individual
Tujuan pengajaran yang menonjol dari pembelajaran individu ini terletak pada pemberian kesempatan dan keleluasaan siswa untuk belajar berdasar kemampuan sendiri. Pengembangan kemampuan tiap individu secara optimal. Tiap individu memiliki paket belajar sendiri-sendiri, yang sesuai dengan tujuan belajarnya secara individual juga.
ii). Siswa dalam Pembelajaran Secara Individu
            Kedudukan siswa dalam pembelajaran individual bersifat sentral. Pembelajaran merupakan pusat layanan pengajaran, maka siswa memiliki keleluasaan berupa belajar berdasarkan kemampuan sendiri, kebebasan menggunakan waktu belajar, dalam hal ini siswa bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukan, keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan intensitas belajar, dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan, siswa melakukan penilaian sendiri atas hasil belajar, siswa dapat mengetahui kemampuan dan hasil belajar sendiri, serta siswa memiliki kesempatan untuk menyusun program belajarnya sendiri. Keeanam jenis kedudukan siswa tersebut berakibat pada adanya perbedaan tanggung jawab belajar-mengajar, tanggung jawab siswa untuk belajar sendiri sangat besar, Pembelajaran bertanggung jawab penuh untuk belajar sendiri.
iii). Guru dalam Pembelajaran Secara Individual
            Kedudukan guru dalam pembelajaran individual bersifat membantu. Bantuan guru berkenaan dengan komponen pembelajaran berupa perencanaan kegiatan belajar, pengorganisasian kegiatan belajar, penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa dan fasilitas yang mempermudah belajar.
            Peranan guru dalam merencanakan kegiatan belajar antara lain sebagai berikut: (i) membantu merencanakan kegiatan belajar siswa, dengan musyawarah guru membantu siswa menetapkan tujuan belajar, membuat program belajar sesuai kemampuan siswa, (ii) membicarakan pelaksanaan belajar, mengemukakan kriteria keberhasilan belajar, menentukan waktu dan kondisi belajar, (iii) berperan sebagai penasihat atau pembimbing, dan (iv) membantu siswa dalam penilaian hasil belajar dan kemajuan sendiri. Sebagai ilustrasi, guru membantu memilih program belajar dengan suatu modul[3].
            Peranan guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitoring kegiatan belajar sejak awal sampai akhir. Peranan guru sebagai berikut : (i) memberikan orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu, (ii) membuat variasi kegiatan belajar agar tidak terjadi kebosanan, (iii) mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media, dan sumber, (iv) membagi perhatian pada sejumlah pembelajar, menurut tugas dan kebutuhan pembelajar, (v) memberikan balikan terhadap setiap pembelajar, dan (vi) mengakhiri kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar berupa laporan atau pameran hasil kerja, unjuk kerja hasil belajar tersebut umumnya diakhiri dengan evaluasi kemajuan belajar.
            Peranan guru dalam penciptaan hubungan terbuka dengan siswa bertujuan menimbulkan perasaan bebas dalam belajar. Hubungan terbuka tersebut dilakukan dengan cara-cara (i) membuata hubungan akrab dan peka terhadap kebutuhan siswa, (ii) mendengarkan secara simpatik terhadap segala ungkapan jiwa siswa, (iii) tanggap dan memberikan reaksi positif pada siswa, (iv) membina hubungan saling mempercayai, (v) kesiapan membantu siswa, (vi) membina suasana aman sehingga siswa leluasa bereksplorasi, memberikemungkinan penemuan-penemuan, dan mendorong terjadinya emansipasi dengan penuh tanggung jawab.
            Perilaku guru dalam hubungan terbuka tersebut tetap mengacu pada kemandirian siswa yang bertangung jawab, hal ini perlu dijaga jangan terjerumus pada pemanjaan siswa.
            Peranan guru yang sangat penting adalah menjadi fasilitator belajar. Tujuannya adalah mempermudah proses belajar. Cara yang dilakukan guru antara lain adalah (i) membimbing siswa belajar, (ii) menyediakan media dan sumber belajar, (iii) memberi penguatan belajar. (iv) menjadi teman dalam mengevaluasi pelaksanaan, cara, dan hasil belajar, serta (v) memberi kesempatan siswa untuk memperbaiki diri.
iv). Program Pembelajaran dalam Pembelajaran Individual
            Dari segi usia perkebangan peserta didik, maka program pembelajaran individual cocok bagi siswa SLTP ke atas. Hal ini disebabkan oleh (i) umumnya siswa sudah dapat membaca dengan baik, (ii) siswa mudah memahami petunjuk atau perintah dengan baik, dan (iii) siswa dapat bekerja mandiri dan bekerja sama dengan baik.
            Daeri segi bidang studi, maka tidak semua bidang studi cocok untuk diprogramkan secara individual. Bidang studi yang dapat diprogramkan secara individual adalah pengajaran bahasa, matematika, IPA, IPS bagi bahan ajar tertentu. Bagi bidang studi musik, kesenian, dan olahraga yang bersifat perorangan, juga cocok untuk program pembelajaran individual.
            Program pembelajaran individual dapat dilaksanakan secara efektif, bila mempertimbangkan hal-hal berikut, (i) disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa, (ii) tujuan pembelajaran dibuat dan dimengerti oleh siswa, (iii) prosedur dan cara kerja dimengerti oleh siswa, (iv) kriteria keberhasilan dimengerti oleh siswa, dan (v) keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti siswa.
v). Orientasi dan Tekanan Utama Pelaksanaan
            Program pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan kepada setiap siswa agar ia dapat belajar secara mandiri. Kemandirian belajar tersebut merupakan tuntutan perkembangan individu. Dalam menciptakan pembelajaran induviodual, rencana guru berbeda dengan pengajaran klasikal. Dalam pelaksanaak guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing, pendiagnosis kesukaran belajar, dan rekan diskusi. Guru berperan sebagau guru pendidik, bukan instruktur.
B.     Pendekatan Kelompok
Dalam kegiatan belajar mengajar terkadang ada juga guru yang menggunakan pendekatan lain, yakni pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok memang suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo socius, yakni makluh yang berkecenderungan untuk hidup bersama.
Dengan pendekatan kelompok, diharapkan dapat ditumbuhkembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois yang ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas. Tentu saja sikap ini hanya terarahkan pada hal-hal yang baik saja. Mereka sadar bahwa hidup ini mereka saling ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan makhluk lain langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk tertentu.
Anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok, akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan. Yang mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau membantu8 mereka yang kekurangan. Sebaliknya, mereka yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau belajar dari mereka yang mempunyai kelebihan, tanpa ada rasa minder. Persaingan yang positif pun terjadi di kelas dalam rangka untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Inilah yang diharapkan, yakni anak didik yang aktif, kreatif, dan mandiri.
Ketika guru ingin menggunakan pendekatan kelompok, maka guru harus sudah mempertimbangkan bahwa hal itu tidak bertentangan dengan tujuan, fasilitas belajar pendukung, metode yang akan dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang kan diberikan kepada anak didik memang cocok didekati dengan pendekatan kelompok. Karena itu, pendekatan kelompok tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi harus mempertimbangkan hal-hal lain yang ikut mempengaruhi penggunaannya.
Dalam pengelolaan kelas, terutama yang berhubungan dengan penempatan anak didik, pendekatan kelompok sangat diperlukan. Perbedaan individual anak didik pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis dijadikan sebagai pijakan dalam melakukan pendekatan kelompok.
Beberapa pengarang mengatakan, keakraban atau kesatuan kelompok ditentukan oleh tarikan-tarikan interpersonal, atau saling menyukai satu sama lain. Yang mempunyai kecenderungan menanamkan keakraban sebagai tarikan kelompok adalah merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan kelompok bersatu.
Keakraban kelompok ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
1.      Perasaan diterima atau disukai teman-teman.
2.      Tarikan Kelompok
3.      Teknik pengelompokan oleh guru
4.      Partisipasi/keterlibatan dalam kelompok
5.      Penerimaan tujuan kelompok dan persetujuan dalam cara mencapainya
6.      Struktur dan sifat-sifat kelompok. Sedang sifat-sifat kelompok itu adalah :
a.       Suatu multi personalia dengan tingkat keakraban tertentu
b.      Suatu sistem interaksi
c.       Suatu organisasi atau struktur
d.      Merupakan suatau motif tertentu atau rujukan bersama
e.       Merupakan suatu kekuatan atau standart perilaku tertentu
f.        Pola perilaku yang dapat diobservasi yang disebut kepribadian.
Akhirnya, guru dapat memanfaatkan pendekatan kelopmpok demi untuk kepentingan pengelolaan pengajaran pada umumnya dan pengelolaan kelas pada khususnya[4].
Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas adakalanya guru membentuk kelompok kecil. Kelompok tersebut umumnya terdiri dari 3-8 orang siswa. Dalam pembelajaran kelompok kecil, guru memberikan bantuan atau bimbingan kepada tiap anggota kelompok lebih intensif. Hal ini dapat terjadi, sebab (i) hubungan antarguru-siswa menjadi lebih sehat dan akrab, (ii) siswa memperoleh bantuan, kesempatan, sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan minat, serta (iii) siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan belajar, cara belajar, kriteria keberhasilan.
            Ciri-ciri yang menonjol dalam pembelajaran secara kelompok dapat ditinjau dari segi (i) tujuan pengajaran, (ii) anak didik, (iii) guru sebagai pembelajar, (iv) program pembelajaran, dan (v) orientasi dan tekanan utama pelaksanaan pembelajaran.
i). Tujuan Pengajaran pada Kelompok Kecil
            Pengajaran kelompok kecil merupakan perbaikan dari kelemahan pengajaran klasikal. Adapuntujuan pengajaran pada pembelajaran kelompok kecil adalah (i) member kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional, (ii) mengembangkan sikap social dan semangat bergotong-royong dalam kehidupan, (iii) mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab, dan (iv) mengembangkan kemampuan kepemimpinan-kepeimpinan pada tiap anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok. Sebagai ilustrasi, lomba karya tulis ilmiyah kelompok di SMA menimbulkan kerja sama tim, dan sekaligus kompetisi sehat antar-kelompok (Joyce, Bruce & Weil, Marsha, 1980).
ii). Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
            Siswa dalam kelompok kecil adalah anggota kelompok yang belajar untuk memecahkan masalah kelompok. Kelompok kecil merupakan satuan kerja yang kompak dan kohesif.
            Ciri-ciri kelompok kecil yang menonjol sebagai berikut : (i) tiap siswa merasa sadar diri sebagai anggota kelompok, (ii) tiap siswa merasa diri memiliki tujuan bersama berupa tujuan kelompok, (iii) memiliki rasa saling membutuhkan dan saling tergantung, (iv) ada interaksi dan komunikasi antaranggota, serta (v) ada tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab kelompok,
            Dari segi individu, keanggotaan siswa dalam kelompok kecilmerupakan pemenuhan kebutuhan berasosiasi. Tiap siswa dalam kelompok kecil menyadari bahwa kehadiran kelompok diakui bila kelompok berhasil memecahkan tugas yang dibebankan. Dalam hal ini timbullah rasa bangga dan rasa “memiliki” kelompok tiap anggota kelompok. Siswa berbagi tugas, tetapi merasa satu dalam semangat kerja.
            Siswa dalam kelompok kecil berperan serta dalam tugas-tugas kelompok. Agar kelompok kecil berperan konstruktif dan produktif, diharapkan (i) anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelopok: dalam hal ini tindakan individual selalu diperhitungkan sebagai anggota kkelompok, (ii) siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab, (iii) tiap anggota kelompok membina hubungan akrab yang mendorong timbulnya semangat tim, dan (iv) kelompok mewujud dalam satuan kerja yang kohesif. Berkelompok memang merupakan kebutuhan individu sebagai makhluk social, meskipun demikian bertugas dalam suatu kelompok memang harus dididikan. Dalam berkelompok, maka siswa dididik mewujudkan cita kemanusiaan secara objektif dan benar. Sebagai ilustrasi, regu bola voli SMP akan berjuang memenangkan kejuaraan lomba voli, sejak tingkatkelas, sekolah SMP sekota, seprovinsi, sampai ingkat nasional. (schein, 1991 : 205-209.)
iii). Guru sebagai Pembelajar dalam Pembelajaran Kelompok
            Pembelajaran kelompok bermaksud menimbulkan dinamika kelompok agar kualitas belajar meningkkat. Dalam pembelajaran kelompok jumlah siswa yang bermutu diharapkan menjadi lebih banyak. Bila perhatian guru dalam pembelajaran individual tertuju pada tiap individu, maka perhatian guru dalam pembelajaran kelompok tertuju pada semangat kelompok dalam memecahkan masalah. Anggota kelompok yang “berkemampuan tinggi” dijadikan motor penggerak pemecah masalah kelompok.
            Peranan guru dalam pembelajaran kelompok terdiri dari (i) pembentukan kelompok, (ii) perencanaan tugas kelompok, (iii) pelaksanaan, dan (iv) evaluasi hasil belajar kelompok.
            Pembentukan kelompok kecil merupakan kunci keberhasilan belajar kelompok. Tidak ada pedoman khusus tentang pembentukan kelompok yang jelas. Meskipun demikian ada hal yang patut dipertimbangkan. Pertimbangan pembentukan adalah (i) tujuan yang akan diperoleh siswa dalam berkelompok, sebagai ilustrasi untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, pembinaan disiplin kerja beregu, peningkatan kecepatan dan ketepatan kerja, latihan bergotong-royong, (ii) latar belakang pengalaman siswa, dan (iii) minat atau pusat perhatian siswa. Dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan, maka guru dapat  merekayasa kelompok kecil sebagai alat didik tiap anggota kelompok.
            Perencanaan tugas kelompok perlu disiapkan oleh guru. Bila dikelas ada delapan kelompok kecil misalnya, maka perlu direncanakan 4-8 tugas. Tugas kelompok dapat parallel atau komplementer. Tugas parallel berate semua kelompok bertugas yang sama. Sedangkan tugas komplementer berarti kelompok salng melengkapi pemecah masalah. Jika guru menghendaki tugas komplementer berarti harus membuat beberapa satuanrencana pengajaran. Penyiapan tempat kerja, alat, dan sumber belajar, namun jadwal penyelenggaraan tugas juga harus direncanakan. Dalam perencanaan tugas kelompok tersebut siswa sebaiknya diikutsertakan.
            Dalam pelaksanaan mengajar, guru dapat berperan sebagai berikut: (i) pemberi informasi umum tentang proses belajar kelompok, guru member informasi tentang tujuan belajar, tat kerja, criteria, keberhasilan belajar, dan evaluasi, (ii) setelah kelompok memahami tugasnya, maka kelompok melaksanakan tugas. Guru bertindak sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengendali ketertiban kerja, 9iii) pada akhir plajaran, tiapkelompok melaporkan hasil kerja, dan (iv) guru melakukan evaluasi tentang proses kerja kelompoksabagai satuan, hasil kerja, perilaku dan tat kerja, dan membandingkan dengan kelompok lain. Dalam evaluasi pada tempatnya siswa juga diikutsertakan. Sebagai iustrasi kelas satu SMP belajar tentang topic “koperasi angkutan kota” di kota A. Guru menginformasikan bahwa anggota koperasi angkutan tersebut terdiri dari pemilik kendaraan dan sopir angkutan. Kelas dibagi menjadi lima kelompok belajar. Sesuai dengan hal yang diurusi koperasi. Hal-hal yang diurusi koperasi adalah kesejahteraan anggota, pemeliharaan kendaraan, jaringan angkuta, pendidikan anggota, dan lainnya. Tiap siswa dalam kelompok mempelajari hal tertentu. Siswa mempelajari topic tersebut selama empat minggu belajar. Pada minggu kelima diadakan laporan hasil kerja kelompok dan diskusi kelas. Guru, kelompok, dan anggota kelompok melakukan evaluasi hasil kerja kelompok.
            Program pembelajaran kelompok memberikan tekanan utama pada peningatan kemampuan individu sebagai anggota kelompok. Kelas yang berisi empat puluhan siswa adalah kelompok besar. Bagi guru, perhatian terhadap empat puluh siswa dalam waktu yang serempak bukanlah mudah. Pembelajaran kelompok kecil merupakan strategi pembelajaran “antara” untuk memperhatikan individu.Pembelajaran kelompok dapat ditempuh guru dengan jalan (i) membagi kelas ke dalam beberapa kelompok kecil, sebagai ilustrasi empat puluh siswa dibagi dalam delapan kelopok kecil, atau (ii) membagi kelas dengan member kesempatan untuk belajar perorangan dan berkelompok kecil, dalam hal ini guru perlu mencegah terjadinya perilaku siswa sebagai parasit belajar, dan ketakmampuan kerja kelompok.
            Pada pembelajaran kelompok, orientasi dan tekanan utama pelaksanaan adalah peningkatan kemampuan kerja kelompok. Kerja kelompok berarti belajar kepemimpinan dan keterpemimpinan. Kedua ketrampilan tersebut, memimoin dan terpimpin, perlu dipelajari oleh tiap siswa. Dalam masyarakat modernketerampilan memimpin dan terpimpin diperlukan dalam kehidupan.
  1. Pembelajaran secara klasikal
Pembelajaran secara klasikal merupakan kemampuan guru yang utama. Hal itu disebabkan oleh pengajaran klasikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kels lebih murah. Oleh karena itu ada jumlah minimum siswa dalam kelas. Jumlahsiswa tiap kelas pada umumnya berkisar antara 10-45 orang.
Dengan jumla tersebut seorang guru masih dapat membelajarkan siswa secara berhasil. Pembelajaran kelas berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu (i) pengelolaan kelas, dan (ii) pengelolaan pembelajaran, Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Dalam pengelolaan kelas dapat terjadi masalah yang bersumber dari (i) kondisi tempat belajar, (ii) siswa yang terlibat dalam belajar. Kondisi tempat belajar yang berupa ruang kotor, papan tulis rusak, meja-kursi rusak misalnya, dapat mengganggu belajar. Sedangkan masalah siswa dapat berupa masalah individual atau kelompok. Gangguan belajar di kelas dapat berasal dari seorang siswa atau sekelompok siswa. Suda tentu, guru dituntut berketerampilan mengatasi gangguan belajar dari siswa. Dalam hal ini, guru dapat menggunakan teknik-teknik penguatan agar ketertiban belajar terwujud.
Pengelolaan pembelajaran bertujuan mencapai tujuan belajar. Peran guru dalam pembelajarn secara individual dan kelompok kecil berlaku dalam pembelajaran secara klasik. Tekanan utama pembelajaran klasik adalah seluruh anggota kelas. Di samping penyusunan desain intruksional yang dibuat, maka pembelajaran kelas dapat dilakukan dengan tindakan sebagai berikut : (i) pencibtaan tertib belajar dikelas, (ii) penciptaan suasana senang dalam belajar, (iii) pemusatan pehatian pada bahan ajar, dan (iv) mengikutsertakan siswa belajar aktif, (v) pengorganisasian belajar sesui dengan kondisi siswa[5]
Organisasi Siswa
Uraian-uraian
Pembelajaran Secara Individual
Pembelajaran Secara Kelompok
Pembelajaran secara klasikal
1.   Penyusun program belajar
Ahli pengajaran atau guru
Guru
Guru
2.   Faedah program belajar
Untuk individu
Untuk kelas
Untuk kelas
3.   Kegiatan belajar
Individual
Kelompok
Kelas
4.   Pelaku utama be-lajar
Siswa secara Indi-vidual
Kelompok Siswa
Kelas dibawah pimpinan guru
5.   Disiplin belajar
Individu dengan tekanan kemandirian siswa
Disiplin kelompok
Disiplin kelas
6.   Waktu belajar
Sesuai dengan ke-mampuan individu
Memyesuaikan diri dengan kegiatan krja kelompok
Siswa Me-nyesuaikan diri dengan program guru
7.   Peranan guru
Sebagai fasilitas pembimbing belajar
Sebagai pembimbing belajar
Sebagai guru pengajar yang mendidik
8.   Kebaikan
Siswa belajar mandiri sejak dini
Siswa terampil bekerja sama
Bahan pelajaran terselesaikan


D.     Pendekatan Bervariasi
Guru akan dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bervariasi. Dalam mengajar guru hanya menggunakan satu metode biasanya sukar menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam wakti yang relatif lama. Bila terjadi suasana kelas, sulit menormalkannya kembali. Ini sabagai tanda adanya gangguan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya, jalannya pelajaran menjadi kurang efektif. Efisien dan efektifitas pencapaian tujuan pun jadi terganggu, disebabkan anak didik kurang mampu berkonsentrasi. Metode yang hanya satu-satunya dipergunakan tidak dapat diperankan, karena memang gangguan itu berpangkal dari kelemahan metode tersebut. Karena itu, dalam mengajar kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan jarang menggunakan satu metode.
Permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pun akan lebih tepat dengan pendekatan bervariasi pula. Misalnya, anak didik yang tidak disiplin dan anak didik yang suka berbicara akan berbeda pemecahannya dan menghendaki pendekatan yang berbeda-beda pula. Demikianlah juga halnya terhadap anak didik yang membuat keributan. Guru tidak bisa menggunakan teknik pemecahan yang sama untuk memecahkan permasalahan yang lain. Kalaupin ada, itu hanya pada kasus tertentu. Perbedaan dalam teknik pemecahan kasus itulah dalam pembicaraan ini didekati dengan “ Pendekatan Bervariasi”
E.      Pendekatan Edukatif
Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan untuk mendidik, bukan karena motif-motif lain, seperti karena dendam, karena gengsi, karena ingin ditakuti, dan sebagainya.
Guru yang menggunakan kekerasan telah menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didiik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial dan norma agama.
Sekaranglah saatnya mengedepankan pendidikan kepribadian kepada anak didik dan jangan hanya pendidikan intelektual serta ketrampilan semata, karena akan menyebabkan anak tumbuh sebagai seorang intelektual atau ilmuwan yang berpribadi kering. Namun yang lebih utama adalah terlebih dahulu mengembangkan bakat dan minat anak, karena melalui perkembangan bakat dan minat anak kita dapat mengetahui keahlian anak pada tiap masing-masing anak berbeda.
Namun yang penting untuk diingat adalah bahwa pendekatan individual harus berdampingan dengan pendekatan edukatif, pendekatan kelompok harus berdampingan dengan pendekatan edukatif, dan pendekatan bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan edukatif. Dengan demikian, semua pendekatan yang dilakukan guru harus bernilai edukatif, dengan tujuan untuk mendidik.
Selain berbagai pendekatan yang disebutkan di depan, ada lagi pendekatan-pendekatan lain. Berdasarkan kurikulum atau Garis-garis Besar Program Pengajaran(GBPP) Pendidikan Agama Islam SLTP Tahun 1994 disebutkan lima macam pendekatan untuk pendidikan agama islam, yaitu pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional, pendekatan rasional, dan pendekatan fungsional.
F.      Pendekatan Pembelajaran melalui sistemnya
Ciri-ciri pendekatan sistem pembelajaran. Ada dua ciri utama pendekatan sistem pembelajaran, yakni (1). Pendekatan sistem sebagai suatu pandangan tertentu mengenai proses pembelajaran di mana berlangsung kegiatan belajar mengajar, terjadi interaksi antara siswa dan guru, dan memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar secara efektif, (2). Penggunaan metode untuk merancang sistem pembelajaran, yang meliputi prosedur perencanaan, perancang, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses pembelajaran, yang tertuju ke pencapaian tujuan pembelajaran tertentu (konsep, prinsip, ketrampilan, sikap dan nilai, kreativitas, dan sebagainya). Dengan metodologi ini akan dihasilkan suatu sistem pembelajaran yang memanfaatkan sumber-sumber manusiawi dan non manusiawi secara efisien dan efektif. Dalam hal ini, pendekatan sistem merupakan suatu acuan dalam rangka perencanaan dan penyelenggaraan pembelajaran.
Pola pendekatan sistem pembelajaran disajikan dalam bentuk bagan arus (flow chart). Pada bagan tersebut digambarkan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam sistem, yakni : (1). Identifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan (merumuskan masalah), (2). Analisis kebutuhan untuk mentransformasikannya menjadi tujuan-tujuan pembelajaran (analisis masalah), (3). Merancang metode dan materi pembelajaran (pengembangan suatu pemecahan), (4). Pelaksanaan pembelajaran (eksperimental), dan (5). Menilai dan merevisi[6].
Konsep pendekatan sistem dalam perencanaan pengajaran menurut Gerlach & Ely terdiri dari 10 komponen atau sub sistem. Komponen-komponen tersebut merupakan unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lain yang tak dapat dipisah-pisahkan (Gerlach & Ely dalam Mudhafir, 1988 :71).
Kesepuluh komponen tersebut adalah :
1.      Spesifikasi isi pokok bahasan (specification of content).
2.      Spesifikasi tujuan pengajaran (specification of objectives).
3.      Pengumpulan dan penyaringan data tentang siswa (Assisment of entering behaviors).
4.      Penentuan cara pendekatan, metode dan tehnik mengajar (determination of strategy).
5.      Pengelompokan siswa (organization of groups).
6.      Penyediaan waktu (location of times)
a.       Pengaturan ruangan (allocation of space).
7.      Pemilihan media (allocation of resources).
8.      Evaluasi (evaluation of performance).
9.      Analisis umpan balik (analysis pf feedback)[7].
Selanjutnya akan dibahas komponen-komponen perencanaan pengajaran tersebut;
1.      Spesifikasi pokok bahasan
Maksud pokok bahasan disini adalah agar pelaksanaan pengajaran mengarah pada suatu bahasan tertentu dari suatu bidang studi dengan memfokuskan pengajaran pada suatu topik tertentu yang lebih kecil dari pokok bidang studi yang diajarkan.
2.      Spesifikasi tujuan pembelajaran
Tujuan pengajaran mengarahkan siswa kepada sasaran yang dicapai. Kompetensi yang harus dimiliki siswa tersebutmungkin berupa tujuan yang bersifat kognitif, efektif atau psikomotor. Sebagai contoh: setelah mempelajari rukun dan syarat syahnya shalat, siswa dapat;
-    mengenal arti rukun dan syarat syah shalat
-          menyebutkan satu persatu rukun shalat.
Dalam menentukan tujuan juga harus operasional, artinya tidak mengambang dan terlalu luas, agar dapat diukur dan dinilai. Disamping itu juga harus spesifik, artinya mempunyai kekhususan tertentu sehingga siswa dapat mengenalinya secara gamblang.
3.      Pengumpulan dan penyaringan data tentang siswa (Assement of Entering Behavior)
Pengumpulan dan penyaringan data tentang siswa dapat dilakukan dengan cara penyaringan:
a.       Menjajaki dengan memberikan prates untuk mengetahui sttudent acheivment-nya, yaitu apa saja yang telah dimiliki siswa terhadap pokok bahasan yang akan diberikan.
b.      Mengumpulkan data pribadi siswa, dimaksudkan untuk mengukur potensi dan pengelompokan siswa ke dalam kategori mana saja.
c.       Mengetaui latar belakang sosio-budaya dan lain-lainnya.
4.      Penentuan pendekatan (Strategy), Teknik/Metode (determinition of strategy)
Ada 2 macam pendekatan (approach) pelajaran yang lebih dikenal, yakni expository approach dan inguiry approch. Pada expository approach; peranan pengajar lebih besar, dimana guru biasanya berdiri di depan kelas dan menerangkan pelajaran dengan berceramah. Pada inguiry approach guru hanya menampilkan faktor atau kajian atau demonstrasi. Pendekatan inquiry ini menuntut siswa untuk mengembangkan aktivitasnya sendiri baik secara berkelompok atau secara sendiri-sendiri tergantung pada setting yang ditentukan sebelumnya.
5.      pengelompokan siswa (Organizing of Groups)
penentuan pengelompokan siswa harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran dan pertimbangkan dengan gaya (stily), cara atau kebiasaan belajar siswa yang sesuaikan menurut mereka.
6.      Penyediaan waktu (Allocation of time)
Penentuan beberapa lama waktu yang digunakan dalam pengajaran. Selalu berbeda-beda antara satu bidang studi dengan bidang studi lainnya. Hal ini tergantung pada bobot bidang studi tersebut, baik menyangkut pokok bahasan, tujuan yang diharapkan, pengelompokan siswa, tersedianya ruang belajar mengajar yang diperlukan, kemampuan dan minat siswa itu sendiri terhadap pokok bahasan yang disampaikan.
7.      Pengaturan Ruangan (Allocation of space)
Pertimbangan lain dalam pengaturan ruangan dapat dipertimbangkan faktor-faktor;
a.       Tugas apa saja yang akan dikerjakan siswa?
b.      Ruang apa saja yang akan tersedia?
c.       Bagaimana pengelompokan belajar siswa (kelompok belajar, kecil atau belajar individual)
d.      Apa saja sumber, penunjang, media yang dapat digunakan siswa dalam belajar?
8.      Pemilihan media (Selection of resources)
Media dapat digolongkan kepada 8 kategori, yaitu:
a.       Realthings dapat berupa manusia (guru) itu sendiri, benda sesungguhnya dan peristiwa yang terjadi.
b.      Verval respresentation; berupa media tulis/cetak, buku teks, dan sebagainya.
c.       Grafic representation; berupa chart, diagram, gambar atau lukisan
d.      Still picture; seperti foto, slide, film strip, OHP dan media visual lainnya.
e.       Motion picture;  seperti film, televisi, vidio, tape dan linnya.
f.        Audio (recording), seperti pita kaset, real tape, piringan hitam, sound track, dan sebagainya.
g.       Simulation; berupa permainan yang menirukan kejadian yang sebenarnya, sebagai contoh; simulasi perang-perang, mengemudikan pesawat.
9.      evaluasi (evaluation of performance)
yang dimaksud dengan evaluasi disini adalah evaluasi tentang proses belajar mengajar dimana guru berinteraksi dengan siswa. Evaluasi performance artinya penilaian yang berkenan dengan seluruh kegiatan belajar, sampai sejauhmana tujuan yang tetapkan dapat tercapai.
10.  analisis umpan balik (analysis of feedback)
bila diteliti secara detail, evaluasi yang dilakukan bukan sekedar menilai hasil belajar siswa saja, akan tetapi lebih jauh dari pada mengandung arti yang lebih luas berupa kegiatan; pengumpulan data tentang materi dan kemampuan siswa, memantau proses belajar mengajar, dan  mengatur pencaian tujuan pengajaran[8].
Para pakar teori belajar masing-masing mengembangkan strategi pembelajaran berdasarkan pandangannya sendiri. Strategi pendekatan sesuai dengan kebutuhan kebutuhan masing-masing adalah sebagai berikut :
a.       Pembelajaran penerimaan (reception learning) pendukung utama pendekatan ini adalah Ausubel.
b.      Pembelajaran Penemuan (discivery Learning) pendukung utama pendekatan ini adalah Piaget dan Bruner.
c.       Pembelajaran Penguasaan (mastery learning) pendukung utama pendekatan ini adalah Carrol.
d.      Pembelajaran Terpadu (unit learning) pendukung utama pendekatan ini adalah Dr. J. Dewey, namun orang pertama yang menggunakan istilah unit adalah Morrison.
Dalam kaitannya dengan penentuan pendekatan terhadap pembelajaran PAI, maka suatu pendekatan humanistis mengatakan bahwa lebih menekankan kepada active learning (pembelajaran aktif), yang memiliki semboyan sebagai berikut :
ü  What I hear, I forget, yakni apa yang saya dengar dengan mudah saya lupakan, karena guru berbicara 100-200 kata per menit, sedangkan peserta didik mendengar 50-100 kata permenit, lama kelamaan semakin berkurang.
ü  What I hear and see, I remember a little, apa yang dengar dan lihat akan saya ingat sedikit atau sebentar, lama kelamaan lupa lagi.
ü  What I hear, see, and ask question about or discuss with someone else, I begin to understand. Yakni apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakn atu diskusikan dengan orang atau teman lain, maka saya mulai mengerti.
ü  What I hear, see, and discuss, and do, I acquire knowledge and skill, yakni apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan laksanakan, maka saya memperoleh pengetahuan dan ketrampilan.
ü  When I teach another, I master, yakni ketika saya bisa mengajari orang atau teman lain, berarti saya menguasai.

Dengan demikian, pembelajaran aktif setidak-tidaknya sampai kepada tingkat yang ketiga, dan diusahakan untuk sampai kepada tingkatan yang keempat atau kelima. Untuk mencapainya tersebut, maka kegiatan pembelajaran tersebut dilandasi oleh prinsip-prinsip; (1) berpusat pada peserta didik; (2) mengembangkan kreatifitas peserta didik; (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang; (4) mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai; dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam serta belajar melalui berbuat.
Prinsip-prinsip tersebut sebenarnya sejalan dengan hadist Nabi Saw.; “Kun ‘aliman aw muta’alliman aw mustami’an aw muhibban, wa la takun khamisan fatahlak”, yakni jadilah kamu orang yang alim, atau orang yang belajar, atau orang yang mendengar, atau orang yang cinta ilmu, janganlah kamu menjadi orang yang kelima ( tidak alim, muta’allim, mustami’an, dan muhibban), maka kamu akan hancur.
Dari hadist tersebut dapat dipahami bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru perlu memposisikan peserta didik sebagai orang yang berpengetahuan atau berpengalaman, sedangkan posisi guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran; atatu memposisikan peserta didik sebagai orang yang sedang belajar, mengaktualisasikan dan mengembangkan potensi-potensinya[9].






BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Belajar dapat dilakukan di sembarang tempat, kondisi, dan waktu. Guru profesional memerlukan pengetahuan dan ketrampilan pendekatan pembelajaran agar mampu mengelola berbagi pesan sehingga siswa berkebiasaan belajar sepanjang hayat. Pendekatan pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar.
Pendekatan pembelajaran dengan pengorganisasian siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran secara individual, pembelajaran secara kelompok, dan pembelajaran secar klasikal. Pada tiap pengorganisasian tersebut memiliki peran guru, siswa, dan program pembelajaran serta disiplin belajar yang berbeda-beda.
Motivasi belajar siswa merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan belajarnya, sedangkan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa jika berhubungan dengan kebutuhan siswa yang berkaitan dengan pengalaman, minat, tata nilai, dan masa depannya sebab dalam proses belajar mengajar, siswa merupakan subjek utama, tidak hanya sebagai objek belaka.
Dalam proses belajar mengajar, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa mengembangkan ketrampilannya, jadi perlu disinpulakn bahwa ada berbagai pendekatan yang dipergunakan dalam pendidikan dan pengajaran. Antara lain, pendekatan individual, pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi, pendekatan edukasi, pendekatan pengalaman, pendekatan kebiasaan, pendekatan emosional, pendekatan rasional, pendekatan fungsional, pendekatan keagamaan, dan pendekatan kebermaknaan.





DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, dan Mudjiono. 2010 . Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka cipta.
Usman, Basyiruddin. . Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: ciputat press
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar.
Muhaimin. . Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah madrasah dan perguruan tinggi. Jakarta: Rajawali pers.
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi aksara.


[1] Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, hlm. 61
[2] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, 2002, hlm. 161
[3] Tjipto utomo dan Kees, ruijter, 1990: hlm. 69-83
[4] Ibid hlm. 64
[5] Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, 2002, hlm.169
[6] Oemar Hamalik, kurikulum dan pembelajaran, 2003, hlm.126-127.
[7] Basyiruddin Usman, Metode Pembelajaran Agama Islam, hlm. 117.
[8] Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, hlm. 130
[9] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, hlm.162

Tidak ada komentar:

Posting Komentar