Minggu, 07 April 2013

BEKAL DA’I



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seorang yang bijak pernah berkata :
فاقد الشيئ لا يعطي
Seorang yang tidak memiliki apa-apa tidak dapat memberi
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh orang bijak ini, karena bagaimana bisa memberi? Padahal ia tidak memiliki apa-apa.
Lantas, bagaimana halnya dengan seorang da’i yang mengajak ke jalan Allah sedangkan ia tidak memiliki ilmu dan bekal-bekal di dalam menempuh jalan dakwah, apa yang akan dia berikan kepada ummat? Padahal Allah telah melarang manusia berkata-kata tanpa ilmu, apalagi berbicara di dalam agama Allah tanpa ilmu.
Untuk itulah, selayaknya bagi seorang da’i yang berdakwah di jalan Allah agar membekali dirinya dengan bekal-bekal dakwah.Apa sajakah bekal-bekal dakwah yang sepatutnya seorang da’i mempersiapkannya? Faqihuz Zaman, al-Imam al-’Allamah Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah memberikan jawabannya dengan terang dan jelas. 
Maka reguklah ilmu ini wahai hamba Allah dan berbekallah, karena sebaik-baik bekal adalah takwa. Sebagai mana yang telah di jelaskan dalam (QSal-Baqoroh:197).
Bekal bagi setiapmuslim adalah bertakwa kepada Alloh Azza wa Ja lla, yang mana Alloh telah berulang kali menyebutkan takwa di dalam Al-Qur`an dan memerintahkannya, memuji orang yang melaksanakannya dan menjelaskan pahalanya, dan selainnya,


1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Da’i?
2.      Apa Saja Bekal seorang Da’i?

1.3  Tujuan
1.      Dapat mengetahui pengertian Da’i.
2.      Dapat mengetahui bekal seorang Da’i.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Da’i
Kata da’i berasal dari bahasa Arab bentuk mudzakar (laki-laki) yang berarti orang yang mengajak, kalau muanas (perempuan) disebut da’iyah.[1] Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, da’i adalah orang yang pekerjaannya berdakwah, pendakwah: melalui kegiatan dakwah para da’i menyebarluaskan ajaran Islam. Dengan kata lain, da’i adalah orang yang mengajak orang lain baik secara langsung atau tidak  langsung, melalui lisan, tulisan, atau perbuatan untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam atau menyebarluaskan ajaran Islam, melakukan upaya perubahan kearah kondisi yang lebih baik menurut Islam.
Da’i dapat diibaratkan sebagai seorang guide atau pemandu terhadap orang-orang yang ingin mendapat keselamatan hidup dunia dan akhirat. Dalam hal ini da’i adalah seorang petunjuk jalan yang harus mengerti dan memahami terlebih dahulu mana jalan yang boleh dilalui dan yang tidak boleh dilalui oleh seorang muslim, sebelum ia memberi petunjuk jalan kepada orang lain. Ini yang menyebabkan kedudukan seorang da’i di tengah masyarakat menempati posisi penting, ia adalah seorang pemuka (pelopor) yang selalu diteladani oleh masyarakat di sekitarnya.
Segala perbuatan dan tingkah laku dari seorang da’i akan dijadikan tolak ukur oleh masyarakatnya. Da’i akan berperan sebagai seorang pemimpin di tengah masyarakat walau tidak pernah dinobatkan secara resmi sebagai pemimpin. Kemunculan da’i sebagai pemimpin adalah kemunculan atas pengakuan masyarakat yang tumbuh secara bertahap. Oleh karena itu, seorang da’i harus selalu sadar bahwa segala tingkah lakunya selalu dijadikkan tolak ukur oleh masyarakatnya sehingga ia harus memiliki kepribadian yang baik.



2.2    Bekal Da’i

äí÷Š$#4n<Î)È@Î6yy7În/uÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ÏpsàÏãöqyJø9$#urÏpuZ|¡ptø:$#(Oßgø9Ï»y_urÓÉL©9$$Î/}Ïdß`|¡ômr&4¨bÎ)y7­/uuqèdÞOn=ôãr&`yJÎ/¨@|Ê`tã¾Ï&Î#Î6y(uqèdurÞOn=ôãr&tûïÏtGôgßJø9$$Î/ÇÊËÎÈ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Menurut ayat diatas bahwa umat Islam wajib untuk melakukan dakwah karena pada ayat di atas didahului dengan fi’il Amr.Dalam konteks ilmu, penunaian kewajiban itu menyaratkan kesempurnaan sehingga tidak terjebak pada asal menunaikan atau hanya mengikuti kebiasaan saja. Disinilah makna kewajiban diperluas menjadi wajibnya umat Islam untuk mempelajari,menguasai,dan mengembangkan ilmu dakwah, wajibnya orang untuk menjadi da’I diikutidengan kewajiban untuk mengilmui kegiatan dakwah Islam. Kaidahnya berbunyi´sesuatu kewajiban dipandang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib.”[2]
 Secara lebih jauh “sesuatu ” itu maksudnya bahwa kewajiban dakwah itu akn menjadi sempurna jika ditopang oleh sejumlah factor-faktor yang melekat pada figure da’I baik berupa penguasaan terhadap ilmu (wawasan pengetahuan dan pengalaman), profesionalisme,serta akhlak dan kepribadian. Maka dari itu bekal seorang da’I itu sangat penting diantaranya bekal seorang da’I adalah :
a.       Da’I wajib memiliki wawasan yang luas dan pemahaman agama yang mendalam
Abdullah Nasih ‘Ulwan menyebutkan sekurang-kurangnya ada lima cakupan wawaasan yang penting dimiliki da’I yaitu:
1.      Wawasan Keislaman
Wawasan keislaman yang dimaksud,bahwa seorang da’I mutlak dituntut untuk menguasai pengetahuan yang berkait dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta semua ilmu yang termasuk pada rumpun ilmu agama.Adapun sebagai da’i, memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan baik menjadi lebih penting lagi agar kita bisa menda’wahkan Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan sebaik-baiknya. Selain itu penguasaan terhadap ilmu itu diharapkan muncul kemampuan untuk : (1) menghindari kisah-kisah israilliyat yang sering terdapat dalam kitab tafsir, (2) waspada terhadap riwayat-riwayat palsu dan lemah, (3) waspada terhadap statement dan pendapat-pendapat yang merusak, (4) waspada terhadap mereka yang menyerukan keraguan terhadap hadits-hadits shahih, (5) waspada terhadap hadits-hadits palsu dan dhaif.
Selain itu dengan penguasaan wawasan keislaman terutama yang menyangkut fiqih, dimungkinkan agara da’I mampu membetulkan kesalahan-kesalahan yang dihadapi, meluruskan penyimpangan dalam masalah hokum syari’ah.Sebab da’I yang berhasil adalah da’I yang mampu menasihati dan memahamkan mereka, tidak mengalahkan fiqih dari nasihatnya atau sebaliknya.
Para da’I dalam penyampaian pesan dakwah hendaknya mampu mengaitkan hokum dengan dalil-dalil (Al-Qur’an dan hadits), atau sekurang-kurangnya mengenal dalil madzhabnya, lebih bagus lagi mengenal dalil madzhab lainnya, lebih jauh lagi ketika menerangkan suatu dalil diterangkan pula hikmah dan pengaruh serta buahnya bagi diri dan kehidupan, mengaitkan dengan kenyataan hidup yang ada
2.      Wawasan Sejarah
Monzer Kahf pernah mengatakan, sejarah merupakan laboratorium bagi umat Islam. Dengan menguasai sejarah berarti seorang da’I akan memahami hikmah-hikmah dari sbagai peristiwa yang pernah ada di permukaan bumi, rahasia kejayaan dan kejatuhan suatu bangsa. Syamsudin RS pernah mengatakan sekurang-kurangnya arti penting mempelajari sejarah dakwa dijabarkan sebagai berikut :(1) meluaskan pandangan dan membukakan persoalan umat Islam tentang sikap dan perilaku sejarah, serta perubahan-perubahan social yang ditiumbulkannya. (2) sejarah dakwah merupakan saksi jujur keberadaan dakwah yang menampilkan dinamika perkembangan dakwah dan hokum-hukum yang mengatur hubungan antara kualitas dakwah dan kondisi masyarakat. (3) membantu memudahkan untuk memahami sejarah masa kini.
3.      Wawasan humaniora
Begitu pentingnya ilmu humaniora seperti : psikologi, sosiologi, ekonomi, filsafat, akhlaq, pendidikan, geografi, dan lain sebagainya. Hal tersebut sangat membantu dalam proses dakwah dengan cara menghubungkan ilmu-ilmu tersebut dengan dakwah.sosiologi penting untuk dakwah, karena disiplin ilmu akan menyediakan sarana untuk memahami masyarakat sebagai medan dakwah; psikologi penting untuk dakwah karena untuk melihat gejala-gejala yang ada pada manusia. Demikian juga ilmu-ilmu lainnya akan sangat dibutuhkan sekali dalam berdakwah.
4.      Wawasan Ilmiah
Wawasan ini penting disebabkan (1) Dalam kehidupan modern sekarang ini ilmu menjadi nadi dan motor penggerak kebanyakan urusan seperti : listri (alat modern) yang bisa membantu seorang da’I maka harus memahaminya, (2) banyak hal yang dikaitkan dengan ilmu juga digunakan sebagai sarana pemahaman agama. (3)dakwah itu sendiri dituntut untuk memenuhi standar-standar ilmiah, menimbang kausalitas (sebab-akibat) dan memanfa’atkan prediksi-prediksi yang diberikan oleh ilmu pengetahuan.
5.      Wawasan kontemporer
Yang dimaksud dengan Wawasan ini yaitu wawasan yang diterima da’I darai kenyataan hidup dewasa ini. Diantaranya wawasan yang penting dimiliki da’I ialah :(1) pengetahuan tentang dunia islam seperti; kondisi geografis, ekonomi, politik, demografi, sebab-sebab keterbelakangan, dan lain seagainya. (2) kondisi kekuatan-kekuatan dunia yang memusuhi islam seperti yang diperankan tiga kekuatan yang mengerikan yaitu; Yahudi internasional, Salibi, dan komunisme internasional dan tidak kalah pentingnya pemikiran-pemikiran orang orientalis, (3) situasi agama-agama kontemporer, (4) situasi madzhab-madzhab kontemporer, (5) situasi dan kondisi pergerakan-pergerakan kontemporer.Sehingga.
Dan selain wawasan, seorang da’I juga dituntut kompetensinya untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang islam ( tafaqquh fid-din). Yang dimaksud pemahaman disini, seorang da’I bukan sekedar tahu apa itu islam secara tekstual tetapi juga kontekstual, dan bukan disisi dhohirnya saja tetapi disisi batinnya juga, Bukan hanya hukum-hukum dalam islam tetapi juga hikmah-hikmahnya, bukan hanya sebagai doktrin dari yang maha kuasa tetapi juga makna kehadirannya di tengah-tengah kehidupan masyarakat manusia.
b. Da’I wajib memiliki Akhlakul Karimah dan berkepribadian resuli
        Tiada teladan yang pantas diikuti dalam berdakwah selain Rassulullah SAW. (QS.Al-Ahzab :21). Sejarah mencatatRasul dikenal sebagai sosok manusia yang memiliki akhlak terpuji dan kepribadian yang sempurna.Banyak fakta yang melukiskan bagaimana keberhasilan dakwah nabi ditentukan oleh akhlak itu. Dengan akhlak itu dakwah Nabi SAW yang hanya 23 tahun telah mampu menciptakan perubahan kondisi masyarakat dari jahilliyah menjadi masyarakat Islam yang beradab. Dalam konteks ini.Dalam konteks ini maka sudah spantasnyalah da’I memilki kompetensi akhlak yang dimiliki Nabi. Sejarah mencatat nabi SAW memiliki sifat-sifat antara lain : siddiq,amanh,tablig,fthonah,hammiyah,rendah hati, darmawan dan lain-lain.
        Buah dari akhlak yang dimilki Nabi termanifestasikan dalm dakwah sebagaimana dijelaskan oleh Abdurrahman Isa As-Salim antara lain: (1) mengedepankan sikap proporsional dalam menyingkapi kemungkaran, (2) memperhatikan akibat yang akan ditimbulkan, bagi Rasul jika sekiranya dengan melakukan Amr Ma’ruf nahi munkar justru menimbulkan kemudharatan, maka beliau akan menahan diri untuk tidak melakukannya terlebih dahulu, (3) tidak bersikap kasar ataupun mencaci maki seseorang yang berbuat salah, beliau sangat lapang dada dan selalu memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri. Kalaupun beliau harus mengungkapkan rasa kesalnya terhadap sebuah kesalahan, maka beliau tuk memperbaiki diri.Kalaupun beliau harus mengungkapkan rasa kesalnya terhadap sebuah kesalahan, maka beliau tidak langsung menunjuk hidung si pelaku. Beliau hanya akan bersabda, bagaimana pendapat suatu kaum terhadap kejadian itu.
        Da’I sebagai penerus dan pewaris Nabi hendaknya mampu mengiikuti akhlak Nabi dalam berdakwah , bukan hanya sebatas kekaguman tetapi juga cermin ketaatandan keimanan kepadanya. Kemudian sebagai pelengkap, Jum’ah Amin Abdul Aziz dalam fiqih dakwah, memberikan p, Jum’ah Amin Abdul Aziz dalam fiqih dakwah, memberikan pula wawasannya mengenai kaidah dalam  berdakwah: (1) memberikan keteladanan sebelum berdakwah, (2) mengikat hati sebelum menjelaskan, (3) mengenalkan sebelum memberi beban.
c.         Bertahap dalam pembebanan ( Attadarruj Fii Taklif )
Pekerjaan paling berat dan paling sulit diantara yang sulit adalah aktivitas pendidikan dan pembinaan. Hal itu tidak lain karena aktivitas pendidikan ini merupakan pekerjaan yang didalamnya terdapat interaksi dengan jiwa manusia yang berbagai ragamnya.
Dikatakan sulit karena jiwa-jiwa yang berseragam itu masing-masing mempunyai tabi’at yang khusus an spesifik. Dari situlah diperlukan cara yang khusus  pula untuk membina dan memperbaikinya. Oleh karena itu, Rasululloh saw memberikan jalan keluar yang berbeda kepada setiap orang, an mengarahkannya sesuai dengan tingkat kemampuan an kecenderungannya.
d.        Memudahkan bukan menyulitkan ( At-Taiysiru La Ta’siru )
Seorang da’i wajib berbicara kepada manusia dengan kadar akalnya, sehingga memudahkan apa-apa yang belum jelas bagi mereka. Seorang da’I tidak perlu menampakkan seakan-akan berpenampilan sebagai seorang alim dan bijak, agar dikatakan oleh manusia orang alim. Karena kalu demikian terjadi, maka amalannya akan terhapus dan sia-sia. Sebaliknya tugas pokok baginya adalah memberikan kemudahan  bagi manusia, dan diantara upaya itu adalah menjauhi sikap sok fasih ( tafashuh ) dan berlebihan dalam berbicara. Ini adalah suatu sikap dan perbiatan yang dituntut untuk dimiliki setiap da’i.
e.         Yang pokok sebelum yang cabang ( Al-Usl Qabla Al-Furu )
Seorang da’I wajib memulai dari yang pokok dengan metode yang mudah di pahami oleh objek dakwah, sehingga pesan dakwah bisa sampai kepada mereka.Da’i ibarat air yang menyegarkan, menenangkan jiwa setelah sekian lama mereka kebingungan serta meluruskannya setelah mengalami penyimpangan.
Oleh karena itu setiap resul selalu memulai dakwahnya dengan inti ajaran islam yaitu hendaknya kamu beribadah kepaa Allah, tiada tuhan melainkan Dia, baru kemudian datang menyusul berbagai kewajiban yang mesti ditegakkan.
f.         Membesarkan hati sebelum memberi ancaman ( At-Targhib Qabla At-Tarhib )
Seorang da’I semestinya terlebih dahulu memberikan kabar gembira kepada objek dakwah untuk beramal dengan ikhlas, sehingga dia memberi ancaman kepaanya tentang bahaya riya, memberikan dorongan untuk menyebarkan ilmu sebelum memberikan peringatan kepada mereka tentang besarnya dosa menyembunyikan ilmu an memberikan dorongan kepaa mereka untuk melaksanakan sholat pada waktunya sebelum memberikan peringatan tentang besarnya dosa meninggalkan sholat. Demikianlah seterusnya karena mendahulukan kabar gembira ( targhib ) itu lebih bermanfaat daripada menahulukan ancaman ( tarhib ) dalam setiap pembicaraan. 
g.        Memberikan pemahaman bukan mendikte ( At-Tafhim La Talqin )
Semua amalan menuntut adanya pemahaman mendalam tentang pokok-pokok ajaran islam maupun cabang-cabangnya, dasar-dasar islam maupun detil ajarannya, sebagaimana di sampaikan oleh Rasulullah saw bukan sekedar nash-nash yang di bicarakan saja, tetapi juga ruh yang dihidupkan dan cahaya yang menerangi jalan. Dengan demikian, seorang da’i adaalah orang yang hidupnya penuh kebenaran, penuh dengan aktivitas yang serba baik, penuh kesadaran dan harapan kepada Allah swt. Dia mempunyai kepedulian dan perhatian yang besar untuk melihat dirinya, orang lain dan kehidupan ini dengan mata hatinya yang tajam. Begitu ia mendapatkan fenomena keputusasaan atau keterpurukan moral pada umat, segera bangkit kepada meniupkan ruh keimanan ke dalam jiwanya, sehingga umat kembali selamat dari berbagai penyimpangan menuju jalan yang benar, seorang da’i di dalam masyarakat ibarat alarm tanda bahaya yang setiap saat mengingatkan manusia setiap kali terjadi penyelewengan pada diri mereka dari ajaran islam. 
h.        Mendidik bukan menelanjangi ( At-Tarbiyah La Ta’rifah )
Adalah introspeksi untuk mengetahui aib-aib dirinya dan dengan tujuan mengobatinya, merupakan suatu hal yang urgen bagi da’i.seorang da’i hendaknya senantiasa melakukan introspeksi diri guna mengetahui kesalahan atau aib dirinya. Kemudian memperbaiki diri agar dirinya bersih dari segala kotoran. Sesuatu yang sering kita lupakan adalah bahwa kita terlebih dahulu harus harus memperbaiki diri kita sebelum mengajak orang lain menuju kebaikan dengan dakwah. Kelengahan ini menyebabkan kita lebih banyak mengkritik orang dan mencari aib mereka serta menjaring kesalahannya. Alangkah mudahnya menjaring kesalahan orang lain, karena kita semua pernah bersalah. Sebaik-baik orang bersalah adalah yang mau bertaubat.

2.3 Da’i wajib melaksanakan tugasnya dengan professional
Secara sederhana kompetensi professional dipahami sebagai piawai dalam melakukan praktek dakwah antara lain piawai melaksanakan tugas sesuai bidang keahliannya dalam dakwah ( tabligh, irsyad, tadbir, dan tahwir ), piawai merencana kegiatan dakwah, piawai dalam memformulasikan materi dakwah dan penyampaiannya, serta piawai dalam menggunakan metode dan media dakwah.
a.       Piawai dalam menggunakan metode dakwah, di dasarekan sekurang-kurangnya pada pemahaman standart metode, yakni dalam penggunaannya mempertimbangkan penggunaan metode yang tepat dan relevan. Metode ini tentu ditetapkan sesuai dengan kondisi medan dan objek dakwah. Misal, dalam tabligh jika objek tablighnya anak-anak, metode cerita dan pengulangan akan sangat tepat, sedangkan jika objeknya kalangan akademis, maka dialog merupakan metode yang sangat tepat.
b.      Piawai dalam menggunakan media dakwah, maksudnya da’i dituntut untuk melek teknologi, tidak gaptek, memahami karakteristik media, mampu mendesain dakwah melalui media tertentu. Selain itu da’i juga sebaiknya mampu menjalin kerja sama dengan praktisi seni dan pecinta musik, seniman kaligrafi, lukisan, dan ukiran.
c.       Piawai menyusun materi dakwah. Sebelum dakwah dilangsungkan, seorang da’i terlebih dahulu membuat konsep dan menyusun materi dakwah yang akan di laksanakannya. Konsep mengacu kepada standart pembuatan materi dakwah antara lain : merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits, memperkaya materi dengan penafsiran mufassir, kaidah-kaidah fiqh, ungkapan-ungkapan bijak, kisah-kisah teladan, tidak menjelek-jelekkan kelompok berbeda, tidak memicu konflik, tidak ngawur, improvisasi sesuai dengan topic inti. 


BAB III
Penutup
Kesimpulan
Sehingga kami dapat menyimpulkan bahwasanya bahwasanya seorang da’I harus bisa memberi, ilmu atau sebagainya, danDa’i akan berperan sebagai seorang pemimpin di tengah masyarakat walau tidak pernah dinobatkan secara resmi sebagai pemimpin. da’iseorang petunjuk jalan yang harus mengerti dan memahami terlebih dahulu mana jalan yang boleh dilalui dan yang tidak boleh dilalui oleh seorang muslim, sebelum ia memberi petunjuk jalan kepada orang lain. Ini yang menyebabkan kedudukan seorang da’i di tengah masyarakat menempati posisi penting, ia adalah seorang pemuka (pelopor) yang selalu diteladani oleh masyarakat di sekitarnya.
Dan mempunyai bekal yang sangat banyak, Wawasan Keislaman, Sejarah, humaniora, ilmiah, dan mengerti tentang wawasan kontemporer dan lain hal sebagainya yang berhubungan dengan da’I. agar para masyarakat dapat mengambil apa yang telah kita sampaikan juga menjalankannya. Maka kita akan sukses menjadi seorang da’I, dan menjadi da’i professional yang dipahami sebagai piawai dalam melakukan praktek dakwah antara lain piawai melaksanakan tugas sesuai bidang keahliannya dalam dakwah ( tabligh, irsyad, tadbir, dan tahwir ), piawai merencana kegiatan dakwah, piawai dalam memformulasikan materi dakwah dan penyampaiannya, serta piawai dalam menggunakan metode dan media dakwah.




Daftarpustaka
Enjang AS, danhajirtajiri. Etikadakwah, widyapadjajaran, 2009, bandung.
Enjang AS danAliyudin, Dasar-DasarIlmuDakwah: PendekatanFilosofis Dan Praktis, (Bandung: WidyaPadjadjaran, 2009)












                                                                                                         





[1]Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis Dan Praktis, h. 73.
[2]Enjang AS dan Hajir Tajiri.Etika Dakwah. Hlm: 88-89

Tidak ada komentar:

Posting Komentar