BAB II
HUKUM PERKEMBANGAN II
A. Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Psikologi perkembangan merupakan bagian dari psikologi yang
mempelajari tentang pertumbuhan dan perkembangan baik dari aspek fisik,
kognitif maupun psikososial manusia dari mulai lahir sampai kematiannya. Selama
rentang kehidupan manusia, telah terjadi banyak pertumbuhan dan perkembangan
dari mulai lahir sampai meninggal dunia. Tetapi kebanyakan orang tidak
mengetahui serta memahami pola umum perkembangan dan pertumbuhan anak pada
tiap-tiap fasenya, Di dalam aspek psikologi perkembangan terdapat hukum
perkembangan yang membahas tentang prinsip-prinsip yang mendasari perkembangan
fisik maupun psikis individu. Untuk itu dalam mempelajari psikologi
perkembangan harus mengetahui prinsip apa saja yang akan mendasari dalam
perkembangan serta pertumbuhan individu tersebut.
Maka dari
itu penting bagi seorang pendidik untuk mengetahui psikologi perkembangan yang
didalamnya terdapat materi hukum perkembangan khususnya bagi pendidik yang
nantinya dapat memahami dan memberikan bimbingan terhadap anak, sesuai dengan
taraf perkembangan anak didiknya, sehingga proses pendidikan akan berjalan
dengan sukses dalam mencapai tujuannya.
2.
Rumusan Masalah
a. Jelaskan apa
pengertian yang dimaksud dengan hukum perkembangan?
b. Sebutkan apa
saja macam-macam hukum perkembangan II ? jelaskan!
3.
Tujuan
a. Untuk mengetahui
pengertian dari hukum perkembangan.
b. Untuk
mengetahui macam-macam hukum perkembangan beserta penjelasannya.
B. Pembahasan
1.
Pengertian
Hukum Perkembangan
Perkembangan merupakan perubahan yang terus-menerus dialami,
tetapi ia tetap menjadi kesatuan. Perkembangan berlangsung dengan
perlahan-tahan. melalui masa demi masa. Kadang-kadang seseorang mengalami masa
krisis pada masa kanak-kanak dan masa pubertas. Menurut hasil penelitian para
ahli ternyata bahwa perkembangan jasmani dan rohani berlangsung menurut
hukum-hukum perkembangan tertentu.[1]
Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang
berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi.[2]
Setelah membaca pendapat para ahli dapat kita
simpulkan bahwa perkembangan memang dialami setiap orang semenjak ia
dilahirkan, untuk melihat perkembangan itu cepat atau lambat setiap orang
tidaklah sama.
Pengertian "hukum", dalam ilmu jiwa perkembangan, tidaklah
sama dengan yang biasa dikenal dalam dunia perundang-undangan peradilan. Dalam
ilmu jiwa perkembangan, istilah hukum tidak dapat diasosiasikan misalnya,
dengan hukum perdata atau hukum pidana. Melainkan, yang dimaksud "hukum
perkembangan" adalah: kaidah fundamental tentang realitas kehidupan
anak-anak (manusia), yang telah disepakati kebenarannya berdasarkan hasil pemikiran
dan penelitian yang seksama. Misalnya: seorang anak baru bisa berkembang,
apabila ia dalam keadaan hidup. Ini merupakan hukum yang sudah pasti, sehingga
tak mungkin dibantah kebenarannya oleh siapapun juga. Jadi, hidup adalah syarat
mutlak bagi terjadinya proses perkembangan. Karena sudah pasti dan mutlak
kebenarannya, maka dalam ilmu jiwa perkembangan, susunan kalimat pernyataan
seperti itu disebut hukum.
Selanjutnya perlu dikemukakan, bahwa istilah lain yang dipergunakan
orang dalam kaitan ini, ternyata banyak sekali. Hukum perkembangan,
kadang-kadang disebut teori perkembangan, kaidah perkembangan, prinsip perkembangan,
asas perkembangan, sifat dasar perkembangan, dan sebagainya. Ada pula
yang mempergunakan dalam bentuk
gabungan, misalnya:hukum dan teori perkembangan. Sementara yang lain, menulisnya
dengan tanda strip, seperti:hukum/teori/kaidah perkembangan. Baiklah,
secara teoritis keilmuan, memang semuanya itu mungkin-mungkin saja dilakukan.
Katakanlah: disebut teori, karena ia merupakan hasil penelitian yang sudah
baku. Disebut kaidah, karena berguna sebagai pedoman bagi para pendidik atau
siapa saja yang memerlukannya. Akan tetapi, dalam tulisan ini sengaja
dipergunakan satu istilah saja, hukum perkembangan.[3]
2.
Macam-macam
Hukum Perkembangan II
a. Hukum
Kesatuan Organis
Tak dapat dipungkiri bahwa setiap diri manusia terdiri dari
organ-organ yang berhubungan satu dengan lainnya, dari keselruhan organ
tersebut merupakan satu kesatuan organism yang tak dapat dipisah-pisahkan. Apabila
diperhatikan perkembangannya, maka organ satu akan selalu berhubungan dan
diikuti oleh organ lainnya yang disebut kesatuan organ.[4]
Menurut hukum ini anak adalah satu kesatuan organis, bukan suatu
penjumlahan atau suatu kumpulan unsur yang berdiri sendiri. Pernyataan-pernyataan
psikis satu sama lain saling bersangkul-paut, pengaruh-mempengaruhi dan
merupakan suatu keseluruhan. Pertumbuhan dan perkembangan adalah diferensiasi
atau pengkhususan dari totalitas pada unsur-unsur atau bagian-bagian baru,
bukan kombinasi dari unsur-unsur atau bukan suatu kumpulan dari bagian-bagian.
Daya dan fungsi jiwa tidaklah berkembang satu demi satu atau terlepas satu sama
lain, melainkan saling bersangkut paut. Misalnya, ingatan tidak berkembang dan
maju sendiri tanpa hubungan dan sangkut paut dengan pengamatan dan perhatian.[5]
Dalam garis besarnya dalam diri manusia terdapat dua jenis organ: pisik dan
psikis, raga dan jiwa, atau jasmani dan rohani. Fisik, mempunyai banyak bagian,
seperti: kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, tangan, badan, kaki. dan
Iain-lain. Sedang organ psikis, bisa disebutkan seperti: pengamatan, tanggapan,
ingatan, fantasi, inteligensi, dan Iain-Iain. Menurut hukum kesatuan organis,
dalam proses perkembangan seseorang, setiap organ tersebut mempunyai jalinan
sedemikian erat, sehingga satu dengan yang lain saling pengaruh mempengaruhi.
Perkembangan organ yang satu, secara otomatis akan berpengaruh terhadap keadaan
organ yang lain. Ini berlaku secara umum, baik intra maupun antar organ pisik
dan psikis. Sebagai contoh, bisa dianalisis keterkaitan perkembangan
organ-organ psikis. Taruhlah misalnya, tentang perkembangan fungsi pengamatan.
Ketika seseorang mengamati sesuatu, katakanlah sebuah pemandangan alam yang
indah, maka fungsi pikiran, perasaan, kemauan, fantasi, dan sebagainya, akan
ikut pula bekerja. Mungkin ia akan berpikir, merenungkan keagunggan dzat penciptanya.
Ia juga akan merasai, menikmati, dan menghayati keindahan alam tersebut. Mungkin
juga, akhirnya limbul kemauan untuk melukisnya setelah tiba di rumah untuk
menghasilkan lukisan yang baik, perlu didukung oleh ketajaman fantasi.
Begitulah kenyataannya, keterlibatan satu organ dalam proses perkembangan, akan
mempengaruhi organ yang lain.
Jika demikian, menurut kita kesatuan organ
dalam diri seseorang itu memang sangatlah penting, karena jika setiap organ
tidak menyatu maka pasti terjadi masalah pada diri seseorang tersebut.
b. Hukum
Perbandingan
Adalah kenyataan, bahwa seluruh bagian tubuh manusia ini saling
berkaitan satu dengan yang lain. Keterkaitan tersebut, satu segi telah
mengakibatkan misalnya, jika ada bagian jasmani yang sakit, maka fungsi rohani
- terutama perasaan - niscaya ikut merasakannya. Tetapi karena keterkaitan
seperti itu pulalah, dari segi yang lain, bisa menimbulkan
"persaingan" atau dalam ilmu jiwa perkembangan disebut
"perbandingau". Maksudnya, perkembangan suatu fungsi, kadang-kadang
bisa mengakibatkan kurang berkembangnya fungsi yang lain. Ini berlaku menurut
hukum perbandingan. Yakni, semakin pesat suatu fungsi berkembang, walau tak
selalu, akan semakin tampak terjadinya kemunduran pada fungsi yang lain.
Contoh yang paling gampang, adalah perbandingan antara
perkembangan jasmani dan rohani. Seringkali terjadi, anak atau orang dewasa
yang jasmaninya tumbuh besar, kekar, kuat, dan gagah; tetapi di bidang rohani,
misalnya dalam hal kemampuan berpikir, ia tergolong mundur dibanding rata-rata
yang lain. Umum mengatakan: "besar badan kurang pikiran". Sementara,
ada pula mereka yang berbadan kecil, kurus, ceking; tetapi memiliki daya pikir
yang kuat dan lancar sekali. Mereka digelari: "lebih besar pikiran,
daripada badan". Ini bukan berarti, menolak sebuah ungkapan: "pada
badan yang kuat terletak akal yang sehat". Akan tetapi, biasanya
masyarakat umum justru lebih tertarik untuk memperbincangkan keanehan-keanehan
yang memang juga terjadi di kalangan mereka. Perkembangan jasmani dan rohani
yang tidak seimbang, adalah satu contoh terjadinya hukum perbandingan.[6]
Hukum perbandingan tidak dapat dipungkiri
adanya, karena setiap manusia mempunyai rasa itu. Baik membandingkan hal-hal
yang kecil ataupun hal-hal yang besar sekalipun.
c. Hukum
Penjelajahan
Sesuai dengan istilahnya yaitu eksploratif
yang berarti penjelajahan, hukum masa eksploratif yang di pelopori oleh seorang
ahli dari belanda yang bernama langeveld berpandangan bahwa perkembangan
individu itu merupakan suatu proses yang berlangsung sebagai suatu penjelajahan
dan penemuan dari individu yang bersangkutan. Oleh karena itu, dia perlu
mengenal dan mempelajari segala sesuatu yang ada di dunia sekelilingnya pada
saat kehadirannya. Untuk dapat mengenali dunia sekelilingnya, dia perlu
melakukan penjelajahan agar kemudian menemukan bermacam-macam kehidupan duniawi
dan nilai-nilai kemanusiaan. Melalui proses penjelajahan dan penemuan-penemuan
dunianya itulah individu mengalami perkembangannya.[7]
Selain pemaparan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa tiap manusia mengalami penjelajahan dalam
kehidupannya.
Perkembangan
seorang anak, menurut Langeveld, mengikuti apa yang disebutnya "hukum
penjelajahan". Ia berpendapat, bahwa setiap anak lahir dan memasuki dunia
ini sebagai warga yang baru. Maka wajarlah, ia belum banyak mengetahui perihal
kehidupan dunia yang masih "baru" baginya itu. Untuk mengetahuinya,
perlu ada semacam kegiatan "orientasi dan penyelidikan", tetapi ini
berjalan terus-menerus. Kegiatan tersebut, menurut Langeveld, dilakukan oleh
setiap manusia dalam proses perkembangannya, walau boleh jadi dalam volume dan
variasi yang berbeda-beda. Si kecil yang masih dalam ayunan itu, siuJah
melakukan penjelajahan, sekurangnya dengan jalan mengamat-amati keadaan di sekitarnya.
Tetapi yang lebih nyata, kegiatan "menjelajah" ini,
dilakukan oleh anak-anak usia sekolah dasar, di samping para remaja yang
obyeknya sudah semakin luas lagi. Sering dijumpai, anak-anak bcrusia 8-10
tahun, begitu pulang dari sekolah, bukunya ditaruh sembarangan saja. Lalu
cepat-cepat makan, ini pun kadang-kadang lupa, terus "amblas" keluar
rumah, dan baru kembali menjelang matahari terbenam. Secara bergerombol, mereka"
pergi "menjelajah": dari kebun ke kebun, menelusuri anak sungai, ke
ladang dan ke sawah, mencari burung, jangkrik, katak dan benda-benda yang dirasanya
aneh. Mereka lihat dan selidiki keadaan benda-benda itu, kemudian dibawanya
pulang untuk disimpan.
Dari hasil kegiatan "menjelajah" yang dilakukan kelompok
semacam ini, J. Wullur menceriterakan sebuah kasus yang aneh, tetapi lucu. Seorang
ibu jadi terkejut dan pucat mukanya, ketika menghidangkan makanan ringan dalam
sebuah toples untuk tamunya. Semula, toples itu benar-benar berisi kue. Akan
tetapi anehnya, begitu dibuka dan sang tamu dipersilahkan mengambil kue,
tiba-tiba dari dalam toples itu berloncatan binatang kecil-kecil seperti belalang
dan jangkrik. "Astaga," kata ibu itu, sambil menahan rasa malu di
hadapan tamunya. Ternyata, anak laki-lakinya, si Sunaryo, yang telah menyimpan
barang-barang hasil penjelajahannya itu, tanpa memberitahu ibunya lebih dahulu.
Hukum penjelajahan, begitulah yang dipopulerkan oleh Langeveld.[8]
d. Hukum
Konvergensi
Perkembangan manusia pada
dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga
oleh lingkungan pendidikan. Hal ini berarti masa depan kehidupan manusia, tak
terkecuali para siswa, bergantung pada potensi pembawaan yang mereka warisi
dari orangtua pada proses pematangan, dan pada proses pendidikan yang mereka
alami. Seberapa jauh perbedaan pengaruh antara pembawaan dengan lingkungan, bergantung
pada besar kecilnya efek lingkungan yang dialami siswa.
Apabila pengaruh lingkungan sama besar dan kuatnya dengan
pembawaan siswa, maka hasil pendidikan yang didapat siswa itu pun akan seimbang
dan baik, dalam arti tidak ada satu faktor pun yang dikorbankan secara sia-sia.
Seterusnya, apabila pengaruh lingkungan lebih besar dan lebih kuat dari pada
pembawaan, hasil pendidikan siswa hanya akan sesuai dengan kehendak lingkungan,
dan pembawaan (watak dan bakat) siswa tersebut akan terkorbankan. Sebaliknya,
jika pembawaan siswa lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya daripada
lingkungan, hasil pendidikan siswa tersebut hanya sesuai dengan bakat dan
kemampuannya tanpa bisa berkembang lebih jauh, karena ketidakmampuan
lingkungan. Oleh karena itu, terlalu kecilnya pengaruh lingkungan pendidikan,
misalnya mutu guru dan fasilitas yang rendah akan merugikan para siswa yang
membawa potensi dan bakal yang baik.[9]
e. Hukum
Rekapitulasi
Hukum ini mejelaskan, Perkembangan psikis anak adalah ulangan secara
singkat perkembangan umat manusia. Seluruh perkembangan umat manusia terulang
dalam waktu beberapa tahun saja secara singkat dalam perkembangan anak.
Asal mula hukum rekapitulasi ini diperkenlkan oleh Hackel seorang
ahli biologi, memperkenalkan hukum biogenetis. Sebagaimana dikutip Zulkifli
(2002) Dalam hukum itu dikatakan" Oniogenese adalah rekapitalasi dari
phylogenese adalah kehidupan nenek moyang suatu bangsa. Teori rekapitulasi
mengatakan bahwa perkembangan yang dialami seorang anak merupakan ulangan
secara cepat sejarah kehidupan suatu bangsa yang berlangsung dengan lambat
selama berabad-abad.[10]
Jika pengertian rekapitulasi ini dialihkan (ditransfer) ke psikologi
perkembangan, dapat dikatakan bahwa perkembangan jiwa anak mengalami ulangan
ringkas dari sejarah kehidupan manusia mulai dari bangsa-bangsa primitif
sampai kepada kehidupan kebudayaan bangsa yang ada dewasa ini. Mereka
membagi-bagi kehidupan anak sebagi berikut:[11]
1.
Masa memburu dan menyamun
Masa berburu
dan menyamun yang berlangsung sampai kira-kira 8 tahun, pada masa ini anak-anak
didalam permainan mereka terutama menunjukkan kesenangan dan kegemaran mereka
dalam hal menangkap binatang-binatang, berburu binatang, bermain dengan
panah-panahan, membuat rumah-rumahan dsb.[12]
2.
Masa menggembala
Masa ini
dialami ketika anak berusia sekitar 10 tahun, tanda-tandanya, misainya anak
senang memelihara binatang seperti ayam, kambing, kelinci, merpati, itik,
angsa.
3.
Masa bercocok tanam
Masa ini
dialami anak ketiak ia berusia sekitar 12 tahun, tandanya senang berkebun,
menyiram bunga, koleksi tanaman hias.
4.
Masa berdagang
Masa ini
dialami anak ketika ia berusia sekitar 14 tahun, tanda-tandanya anak senang
tukar rnenukar koleksi perangko, kirim foto ke sahahat pena, dsb.[13]
f. Hukum Kematangan
Pangkal tolak hukum kematangan, seperti halnya hukum perkembangan
yang lain, ialah: bahwa setiap anak itu pada dasarnya memiliki potensi naluriah
untuk berkembang, asal tersedia lingkungan yang memadai untuk keperluan
tersebut. Tetapi kenyataannya. kemampuan yang dibawa sejak lahir dan lingkungan
yang melatihnya, tak akan bisa berbuat apa-apa, kecuali jika sang anak memang
telah "matang" untuk melakukan sesuatu tugas perkembangan.
Ini terbukti, anak yang masih berumur 5 atau 6 bulan, tak mungkin
bisa berjalan; sekalipun oleh pengasuhnya diusahakan mati-matian. Sebabnya
sederhana: "ia memang belum matang untuk itu". Dan jika telah
"matang", sekedar dilatih ala-kadarnya saja, niscaya anak tersebut
akan segera pahdai berjalan. Maka jelaslah, kematangan itu merupakan sesuatu
yang mesti ada, dan karenanya ia termasuk salah satu hukum perkembangan.
g. Hukum
Ketidakberdayaaan
Ketika dilahirkan, anak manusia berada dalam keadaan amat tidak
berdaya. Tetapi, ini bukan berarti suatu kekurangan, melainkan justru
mengandung segi-segi kelebihan. Pertama, dalam ketidakberdayaan itulah, anak
yang baru lahir berhasil memikat orang dewasa, terutama ibu dan ayahnya, untuk
mengasuh dan memperlakukannya dengan hati-hati serta penuh kasih sayang. Kedua,
dalam ketidakberdayaan itu tersimpan makna, bahwa ia memerlukan tahap-tahap
perkembangan yang panjang. Semakin panjang jalan perkembangan yang mesti ditempuh,
satu segi bisa berarti semakin banyak pula hasil yang sempat diperoleh.
Para ahli, tampaknya cenderung membandingkan ketidakberdayaan
anak manusia ini dengan anak binatang, terutama ketika sama-sama baru lahir.
Ketika baru lahir, anak binatang jauh lebih mampu dan cekatan dari seorang
bayi. Begitu menetas, anak ayam sudah bisa berjalan, bahkan mencari makanan.
Anak itik, malah terus bisa berenang. Tetapi anak manusia? Belum mampu berbuat
apa-apa. Hanya, ini adalah ketidakberdayaan pada masa permulaan saja. Oleh
karena, kelak anak manusia itu bisa menjadi makhluk yang berkebudayaan tinggi,
jauh di atas cara hidup anak binatang yang dulu pernah meng-unggulinya.
Meskipun demikian, ketidakberdayaan anak manusia di awal kehidupannya, adalah
kenyataan yang dipandang penting dalam studi ilmu jiwa perkembangan.
h. Hukum
Perlindungan
Karena awal kehidupannya yang sangat tidak berdaya, maka adalah
merupakan keharusan yang hakiki bahwa anak manusia itu membutuhkan
perlindungan atau pertolongan dari orang dewasa, terutama ayah ibu dan anggota
keluarganya yang lain. Tanpa ada perlindungan atau pertolongan sebagai
dimaksud, si anak tidak mungkin dapat berkembang dengan normal dan sempurna.
Perlindungan dan pertolongan untuk anak seperti terpenuhinya kebutuhan: makan,
minum, tempat tinggal, pakaian, dan perawatan lahiriah lainnya. Sedang
perlindungan psikis, misalnya dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan: kasih
sayang, rasa aman, tenteram, gembira, dan bahagia.
Tetapi perlu diingat, bahwa perlindungan dan pertolongan yang
diberikan kepada seorang anak, hendaknya dalam batas kewajaran. Artinya tidak
terlalu kurang, dan tidak pula berlebihan. Oleh karena, telah dibuktikan
melalui sejumlah penelitian, bahwa pertolongan yang kurang dan
berlebih-lebihan, keduanya sama saja, dapat menghambat perkembangan anak. Anak
yang kurang terawat, akan menjadi lemah badan dan minder perasaan. Sebaliknya,
anak yang terlalu dimanja, mungkin jasmaninya tampak sehat, tetapi rohaninya
menyandang cacat, misalnya tak berani menanggung resiko kehidupannya kelak di
kemudian hari. Meskipun demikian, yang paling pokok, untuk setiap anak mestilah
ada jaminan perlindungan dan pertolongan. Karenanya, perlindungan bisa
dimasukkan ke dalam kategori hukum perkembangan.[14]
Menurut pendapat kami, meskipun perlindungan dan pertolongan dibutuhkan oleh setiap individu,
akan tetapi semua itu harus seimbang dan dalam waktu yang sewajarnya saja.
Jikalau itu berlebihan, maka akan menimbulkan akibat yang buruk pula.
C.
Kesimpulan
1. Hukum
perkembangan adalah kaidah fundamental tentang realitas kehidupan anak-anak (manusia),
yang telah disepakati kebenarannya berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian yang
seksama.
2. Hukum
Kesatuan Organis, Menurut hukum ini anak adalah satu kesatuan organis, bukan suatu
penjumlahan atau suatu kumpulan unsur yang berdiri sendiri.
Hukum
Perbandingan adalah kenyataan, bahwa seluruh bagian tubuh manusia ini saling
berkaitan satu dengan yang lain.
Hukum
Penjelajahan : Perkembangan seorang anak, menurut Langeveld, mengikuti apa yang
disebutnya "hukum penjelajahan". Ia berpendapat, bahwa setiap anak
lahir dan memasuki dunia ini sebagai warga yang baru.
Hukum
Konvergensi : Perkembangan manusia pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan pendidikan.
Hukum
Rekapitulasi : Hukum ini mejelaskan, Perkembangan psikis anak adalah ulangan
secara singkat perkembangan umat manusia. Seluruh perkembangan umat manusia
terulang dalam waktu beberapa tahun saja secara singkat dalam perkembangan
anak.
Hukum
Kematangan : Pangkal tolak hukum kematangan, seperti halnya hukum perkembangan
yang lain, ialah: bahwa setiap anak itu pada dasarnya memiliki potensi naluriah
untuk berkembang, asal tersedia lingkungan yang memadai untuk keperluan
tersebut.
Hukum
Ketidakberdayaaan : Ketika
dilahirkan, anak manusia berada dalam keadaan amat tidak berdaya. Tetapi, ini
bukan berarti suatu kekurangan, melainkan justru mengandung segi-segi
kelebihan.
Hukum
Perlindungan : Karena awal kehidupannya yang sangat tidak berdaya, maka adalah
merupakan keharusan yang hakiki bahwa anak manusia itu membutuhkan
perlindungan atau pertolongan dari orang dewasa, terutama ayah ibu dan anggota
keluarganya yang lain.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh. 2005. Psikologi
Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta.
Bawani,
Imam. 1985. Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan. Surabaya : Bina Ilmu.
Desmita.
2007. Psikologi Perkembangan.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan
Peserta Didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Hidayati,
Wiji. 2008. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Teras.
Ali, Muhammad dan Muhammad Asrori. 2006.
Psikologi Remaja perkembangan peserta didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Romlah.
2010. Psikologi Pendidikan. Malang
: UMM Press.
Soerjabrata,
Soemadi. 1975. Psychologi Perkembangan. Yogyakarta : Rake Press.
Syah, Muhibbin. 2007. Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Zulkifli.
2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
[1] Zulkifli,
Psikologi Perkembangan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 13
[2] Desmita,
Psikologi Perkembangan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 4
[3] Imam
Bawani, Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan, (Surabaya : Bina Ilmu, 1985),
hlm. 102-103
[4] Romlah,
Psikologi Pendidikan, (Malang : UMM Press, 2010), hlm. 97
[5] Desmita,
Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2010), hlm. 15-16
[6] Imam
Bawani, Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan, (Surabaya : Bina Ilmu, 1985),
hlm. 109-112
[7] Muhammad
ali,Muhammad asrori, psikologi remaja perkembangan peserta didik, (Jakarta: PT
Bumi Aksara.2006) hlm.13
[8] Imam
Bawani, Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan, (Surabaya : Bina Ilmu, 1985),
hlm. 109-112
[9]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung :
PT Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 55
[10] Wiji
Hidayati, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta : Teras, 2008), hlm. 42-43
[11] Abu
Ahmadi & Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2005), hlm. 27
[12] Soemadi
Soerjabrata, Psychologi Perkembangan, (Yogyakarta : Rake Press, 1975),
hlm. 126
[13] Wiji
Hidayati, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta : Teras, 2008), hlm. 43-44
[14] Imam
Bawani, Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan, (Surabaya : Bina Ilmu, 1985),
hlm. 113-115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar