Rabu, 01 Mei 2013

IBADAH



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.          Latar Belakang

Dalam memahami pengertian dan hakikat ibadah, bagi orang awam masih menjadi sesuatu hal yang rumit. Jika dipandang dari segi bahasa Kata ibadah berasal dari bahasa Arab yang berarti kehinaan atau ketundukan. Sedang dalam istilah ibadah serin g diartikan sebagai segala seesuatu yang dilakukan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan untuk mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu ibadah juga diartikan segala usaha lahir dan batin sesuai dengan perintah Tuhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan keselarasan hidup, baik terhadap diri sendiri,keluarga,masyarakat, maupun terhadap alam semesta.
Memang, dalam memahami hakikat beserta karakteristik masing-masing ibadah sangatlah sulit dan membutuhkan pembahasan yang panjang. Oleh karena itu penulis menyusun makalah tentang fiqh ibadah dengan beberapa indikator dan tujuan seperti yang tersebut dibawah ini, dan juga pembahasan lebih lanjut akan dibahas dalam bab pembahasan.
1.2.          Rumusan Masalah
1.      Bagaimana ibadah dalam persepektif etimologi dan terminologi?
2.      Apakah yang dimaksud dengan ibadah dan hakikat ibadah ?
3.      Bagaimana relasi ibadah dengan iman ?
4.      Apakah yang dimaksud dengan Ibadah mahdah dan ghairu mahdah dan bagaimana perbedaan antara keduanya?
5.      Bagaimana hikmah dan keutamaan ibadah ?
1.3.          Tujuan
1.      Mengetahui apakah ibadah dan hakikat ibadah itu
2.      Mengetahui ibadah dalam persepektif etimologi dan terminologi
3.      Memahami tentang relasi ibadah dengan iman
4.      Mengetahui  Ibadah mahdah dan ghairu mahdah dan perbedaanya
5.      Memahami hikmah dan keutamaan ibadah


BAB II
PEMABAHASAN
2.1Pengertian  Ibadah
Secara etimologi ibadah berasal dari bahasa arab yang berarti kehinaan atau ketundukan. Sedang secara terminologi syari’at, ibadah diartikan sebagai sesuatu yang diperintahkan Allah sebagai syari’at, bukan karena adanya keberlangsungan tradisi sebelumnya, juga bukan karena tuntutan logika, atau akal manusia. Maka ruang lingkup ibadah adalah seluruh aktifitas manusia yang diniatkan semata-mata untuk mencari ridho Allah SWT selama apa yang dilakukan sesuai dengan syari’at yang Allah tentukan[1].
Dalam pandangan lain, menurut ahli Ushul Fiqih ibadah adalah meliputi segala yang disukai Allah dan yang diridhai-Nya, baik berupa perkataan, baik terang, maupun tersembunyi[2]. Dibawah ini ada juga definisi ibadah yang lain, yaitu:
1.      Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para rasulNya.
2.      Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3.      Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. Inilah definisi ibadah yang paling lengkap.







2.2Hakekat Ibadah dan Makna Ibadah
Hakikat ibadah adalah ketundukan jiwa yang timbul karena perasaan cinta akan Tuhan yang ma’bud dan merasakan kebesaran-Nya, dikarenakan beritikad bahwa alam ini ada kekuasaan, yang akal tidak dapat mengetahui hakikatnya. Ibadah adalah hak Allah dan wajib dipatuhi, ibadah itu mensyukuri nikmat Allah, dan untuk mewujudkan ibadah, Tuhan memerintahkan beribadah kepada-Nya. Jika kita renungi hakikat ibadah bahwa perintah ibadah itu pada hakikatnya berupa peringatan, memperingatkan kita menunaikan kewajiban kepada-Nya.[3] Syarat diterima tidaknya ibadah-ibadah itu terkait kepada dua faktor yang penting, pertama ibadah dilaksanakan atas dasar ikhlas. Kedua ibadah dilakukan secara sah ( sesuai petunjuk syara’ ). Dibawah ini beberapa uraian tentang hakikat ibadah:
1.      Cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang mengandung makna mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-ya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya adalah mengikuti sunnah Rosul.
2.      Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu  yang dicintai Allah)
3.      Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT
إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya: “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”(Q.S Al-Imran 175)
4.      Harapan, maksudnya seorang hamba dituntut untuk selalu berharap kepada Allah dengan harapan yang sempurna tanpa merasa putus asa[4].



2.3Relasi Ibadah dan Iman
2.4Jenis ibadah dan Syarat Diterimanya Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a.      Ibadah Mahdah
Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang telah ditetapkan Allah dalam hal tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya, ibadah mahdhah juga merupakan penghambaan murni yang hanya merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung.  Jenis ibadah yang termasuk mahdhah diantaranya seperti Wudhu, Tayammum,Shalat, Puasa, Haji, Umrah dsb.
Ibadah mahdhah ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah,baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله …
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. An-Nisa 64)
وماآتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
Rumus Ibadah Mahdhah adalah
“Karena Allah + Sesuai Syari’at
b. Ibadah Ghairu Mahdah
Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah(tidak murni semata hubungan dengan Allah)  yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Misalnya belajar, dzikir, tolong menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, adalah:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. SelamaAllah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.
b.Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Rumus Ibadah Ghairu Mahdhah
“Berbuat Baik + Karena Allah
2.5Hikmah dan Keutamaan Ibadah
Ibadah yang khusus seperti shalat, puasa, zakat, haji adalah untuk mempersiapkan individu menghadapi ibadah yang umum yang mesti dilakukan di sepanjang kehidupan.
1.      Shalat mengingatkan kita lima kali sehari bahwa sesungguhnya kita adalah hamba Allah dan hanya kepada-Nya tempat pengabdian kita untuk mengeratkan hubungan kita dengan Allah SWT.
2.      Puasa menimbulkan perasaan takwa kepada Allah sehingga kita tidak membatalkannya walaupun sedang sendirian.
3.      Zakat mengingatkan kita bahwa harta yang kita peroleh adalah amanah dari Allah, didalam harta kita ada hak-hak orang lainyang mesti ditunaikan.
Haji menimbulkan perasaan cinta dan kasih kepada Allah didalam hati dan kesediaan untuk berkorban karenanya[5]













BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara etimologi ibadah berasal dari bahasa arab yang berarti kehinaan atau ketundukan. Sedang secara terminologi syari’at, ibadah diartikan sebagai sesuatu yang diperintahkan Allah sebagai syari’at, bukan karena adanya keberlangsungan tradisi sebelumnya, juga bukan karena tuntutan logika, atau akal manusia.
Hakikat ibadah adalah ketundukan jiwa yang timbul karena perasaan cinta akan Tuhan yang ma’bud dan merasakan kebesaran-Nya, dikarenakan beritikad bahwa alam ini ada kekuasaan, yang akal tidak dapat mengetahui hakikatnya.Ibadah yang khusus seperti shalat, puasa, zakat, haji adalah untuk mempersiapkan individu menghadapi ibadah yang umum yang mesti dilakukan di sepanjang kehidupan.
Jenis ibadah dapat dibedaan menjadi dua yaitu ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah, dengan klasifiksi dan perbedaannya sbb:
t
IbadahMahdhah
IbadahGhairMahdloh
1
Bahasaharusasli (bukanterjemahan), misalnyabacaanshalatdandoa-doa haji.
Bolehmenggunakanbahasaterjemahan, misalnyadoaketikamaumakan. Redaksibahasatidakharuspersis yang pentingessensinya. Misalnyaucapanijabqabul.
2
Kadang-kadangsulitdifahamiakalmisalnyamengapaharusmenciumhajaraswad.
Padaumumnyatujuandanhikmahibadahghairmahdohmudahdifahamiakal.
3
Akal tidakbolehikutcampur. Tidakadakreativitasakal. Kreasibarudalamibadahmahdlohdianggapbid’ah.
Akal bolehikutcampurdalampengembanganibadahghairmahdoh, karenasetiapzamanmemerlukantatacara yang sesuaidenganzamannya. Misalnyacaraijabqabuldalamjualbeli di zamandahuludengan di zaman modern, yang pentingadalahsiubstansinya.
4
Jumlahnyasedikit
Jumlahnyasangatbanyak





























DAFTAR PUSTAKA

Arfan, abbas. 2007. Fiqh Ibadah  Madzhab Syafi’i dan Perbandingan Madzhab. Fak syari’ah Uin Maliki: Malang
Masfuk, Zuhdi. 1998. Masail Fiqhiyah. CV H. MASAGUNG, PT INTI IDAYU
   PRESS
Rasyid, Sulaiaman. 2007. Fiqh Islam.CV SINAR BARU ALGESINDO:Jakarta
Sofyan, Hasan.1995.Pengantar Hukum Zakat danWakaf. Al Ikhlas: Surabaya
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. 2002. Kuliah ibadah. PT. Pustaka rizki putra: Semarang
                        






[1]Arfan, Abbas. 2007. Fiqh Ibadah Madzhab Syafi’i dan Perbandingan mazhab. Hal 23
[2]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Kuliah ibadah. ( Semarang : Pt. Pustaka rizki putra, 2000 ). Hal. 1-8

[3] Ibid. Hal. 8-11
[4] Arfan, Abbas. Op Cit. Hal 24
[5] Ibid. Hal 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar